Teori Belajar Teori Belajar dan Pembelajaran

tertentu yang disebut reinforcing stimuli”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses atau aktivitas siswa secara sadar dan sengaja, yang dirancang untuk mendapatkan suatu pengetahuan dan pengalaman yang dapat mengubah sikap dan tingkah laku seseorang. Sehingga dapat mengembangkan dirinya kearah kemajuan yang lebih baik. “Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri” Budianto 2010: 102. Belajar menurut Hilgard dan Bower dalam buku Theories of learning dalam Purwanto, 2006:84 mengatakan bahwa: belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan- keadaan sesaat seseorang misal kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya. Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam beberapa bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, ketrampilannya, kecakapannya dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimanya dan lain- lain aspek yang ada pada individu Sudjana, 2006:28. Menurut Morgan dalam Purwanto 2006: 84 “belajar merupakan perubahan relative permanen yang terjadi karena hasil dari praktek atau pengalaman. Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap. Dalan hal teori tentang belajar ini Sagala 2007: 39 mengatakan, bahwa: belajar merupakan proses terbentuknya tingkat laku baru yang disebabkan individu merespons lingkungannya, melalui pengalaman pribadi ysng tidak termasuk kematangan, pertumbuhan atau instink. Belajar sebagai proses akan terarah kepada tercapainya tujuan goal oriented dari pihak siswa maupun dari pihak guru. Tujuan itu dapat diidentifikasi dan bahkan dapat diarahkan sesuai dengan maksud pendidikan. Dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir. Dalam hubungannya dengan hal ini Purwanto 2006:85 mengatakan bahawa: perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Ini berarti harus menyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman atau kepekaan seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara”. Proses belajar yang baik harus diawali dengan perencanaan yang baik pula, yang harus pula mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Di antara berbagai hal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kondisi individu siswa yang memegang peranan paling penting. Kondisi individu siswa dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kondisi fisiologis dan kondisi psikologis. Hasil belajar yang diharapkan dalam diri siswa adalah adanya perubahan pemahaman siswa terhadap sesuatu hal yang dipelajarinya, bukan pada hafalan terhadap apa yang dipelajarinya. Namun pemahaman seseorang terhadap suatu objek akan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Ernest Hilgard dalam Sagala 2007: 50, ada enam ciri dari belajar pemahaman, yaitu: 1. pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar, individu yang satu dengan yang lain mempunyai kemampuan dasar yang berbeda. 2. pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu yang relevan, namun pengalaman masa lalu tersebut menjamin dapat menyelesaikan problem, sebab pemecahan-pemecahan problem berarti penerapan operation yang telah dipelajari terlebih dahulu. 3. pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi, sebab insight itu hanya mungkin terjadi apabila situasi belajar sedemikian rupa sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati. 4. pemahaman didahului oleh usaha coba-coba bukanlah hal yang jatuh dari langit dengan sendirinya, melainkan adalah hal yang harus dicari. 5. belajar dengan pemahaman dapat diulangi, jika sesuatu problem yang telah dipecahkan dengan insight lain kalau diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan, maka dia akan dengan langsung dapat memecahkan problem itu lagi. 6. suatu pemahaman dapat diaplikasikan atau dipergunakan bagi pemahaman situasi lain. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa faktor internal dan faktor yang berasal dari luar individu siswa faktor eksternal. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor biologis dan faktor psikologis yang dapat dikategorikan sebagai factor biologis antara lain usia, kematangan, dan kesehatan. Sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor psikologis antara lain adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Kondisi Fisiologis. Pada umumnya kondisi fisiologis sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Siswa yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berbeda dari siswa yang yang dalam keadaan kelelahan. Siswa yang kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya di bawah siswa yang cukup baik gizinya. Di samping kondisi fisiologis umum itu, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran. Karena pentingnya penglihatan dan pendengaran, maka dalam lingkungan formal orang melakukan berbagai penelitian untuk menemukan bentuk dan cara penggunaan alat peraga yang dapat dilihat dan didengarkan Audio Visual Aids. 2. Kondisi Psikologis. Semua keadaan dan fungsi psikolog tentu saja berpengaruh terhadap proses belajar yang bersifat psikologis ini. Beberapa faktor psikologis tersebut antara lain: motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi untuk belajar adalah kondisi yang mendorong siswa untuk belajar. Penemuan- penemuan penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah. Motivasi akan lebih meningkat apabila kebutuhan yang ada meningkat dan kebutuhan yang paling kuat pada saat tertentu menggerakan aktivitas. Secara tradisional orang biasa membedakan adanya dua macam motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Movitasi intrinsic adalah dorongan yang timbul dari dalam individu siswa tanpa rangsangan atau bantuan orang lain. Misalnya siswa mau belajar agama Islam karena ingin memperoleh pengetahuan agama Islam. Oleh karena itu, ia rajin belajar tanpa disuruh orang lain tetapi atas kesadaran sendiri. Motivasi intrinsik lebih efektif, terutama dalam mendorong siswa untuk giat belajar. Motivasi ekstrensik adalah dorongan yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar diri individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain. Faktor-faktor yang bersumber dari luar individu siswa dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor manusia human dan faktor non-manusia. Yang dapat dikategorikan sebagai faktor manusia adalah lingkungan di keluarga, di sekolah dan lingkungan di masyarakat pergaulan. Sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor non-manusia seperti alam, benda, hewan dan lingkungan fisik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar adalah: 1 bahan yang diajarkan; 2 faktor lingkungan; 3 faktor instrumental, dan 4 faktor individusiswa.

2.1.2 Teori Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian tidak secara langsung dapat diamati.

2.1.2.1 Teori Pembelajaran Bermakna Ausubel

Ausubel dalam Sagala 2007: 75 berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif peserta didik melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar peserta didik, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Dalam proses pembelajaran guruhendaknya menyajikan pembelajaran yang bersifat bermakna guna mengembangkan potensi kognitif peserta didik selama proses pembelajaran. Namun untuk peserta didik pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Empat tipe belajar menurut Ausubel dalam Sagala 2007: 62 : 1. Belajar dengan penemuan bermakna adalah suatu proses pembelajaran yang dimulai dengan menggali pengetahuan awal peserta didik dan dikaitkan dengan materi yang akan dipelajari atau peserta didik mendapatkan pengetahuan baru yang telah dipelajari kemudian dikaitkan dengan pengetahuan awal peserta didik. 2. Belajar dengan penemuan tidak bermakna adalah pembelajaran yang diperoleh peserta didik tanpa mengaitkan dengan pengetahuan awal peserta didik. 3. Belajar menerima ekspitori yang bermakna adalah pembelajaran yang telah dirancang secara logis kemudian disampaikan kepada peserta didik, dari pembelejaran baru tersebut peserta didik mengkaitakan dengan pengetahuan awal yang dimiliki. 4. Belajar menerima tidak bermakna adalah pembelajaran yang telah dirancang secara logis kemudian disampaikan kepada peserta didik tanpa harus dikaitkan dengan pengetahuan awal peserta didik, peserta didik hanya sebatas menghafal Prasyarat agar pembelajaran menjadi bermakna menurut Ausubel dalam Sagala 2007: 87 adalah : 1. Belajar bermakna terjadi apabila peserta didik memiliki setrategi belajar bermakna. 2. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan tahap perkembangan dan pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.

2.1.2.2 Teori Pembelajaran Pemerosesan Informasi Robert Gagne