Tujuan Penggunaan Model Bermain Peran

Mulyasa 2008: 57 mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : 1 menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; 2 memilih peran; 3 menyusun tahap-tahap peran; 4 menyiapkan pengamat; 5 menyiapkan pengamat; 6 tahap pemeranan; 7 diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; 8 pemeranan ulang; dan 9 diskusi dan evaluasi tahap II; dan 10 membagi pengalaman dan pengambilan keputusan. Sistem penunjang dalam pembelajaran bermain peran cukup sederhana tetapi sangat penting. Hal yang sangat penting dalam bermain peran adalah situasi masalah, yang biasanya disampaikan secara lisan tetapi dapat juga dikemukakan dalam bentuk lain misalnya melalui lembaran-lembaran yang dibagikan kepada peserta didik. Dalam lembaran tersebut dikemukakan perincian langkah-langkah yang akan diperankan lengkap dengan watak pemeran masing-masing. Menurut Huda 2014: 208, sintaks strategi bermain peran dapat dilihat dalam tahap- tahapannya adalah sebagai berikut: 1. Guru menyususn dan menyiapkan sekenario yang akan ditampilkan, 2. Guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari sekenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, 3. Guru membentuk kelompok siswa masing-masing beranggotakan 5 orang, 4. Guru memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai, 5. Guru memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan sekenario yang sudah dipersiapkan, 6. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati sekenario yang sedang diperagakan, 7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberi lembar kerja untuk membahas memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok, 8. Guru memberikan kesimpulan dan evaluasi secara umum. Berdasarkan pendapat para ahli tentang langkah-langkah pembelajaran peneliti menentukan bahwa langkah bermain peran pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; 2 memilih peran; 3 menyusun tahap-tahap peran; 4 menyiapkan pengamat; 5 tahap pemeranan; 6 diskusi dan evaluasi tahap; 9 membagi pengalaman dan pengambilan keputusan. Tahap ke 7 dan ke 8 tidak digunakan karena melihat keterbatasan waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas.

2.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Bermain Peran Bermain peran

Model bermain peran mempunyai beberapa kelebihan dan juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain menurut Syaiful 2010: 418, kelebihan model bermain peran bermain peran antara lain: 1. Siswa melatih dirinya untuk malatih memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan. 2. Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. 3. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni peran di sekolah. 4. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik- baiknya. 5. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya. 6. Bahasa lisan siswa dibina dengan baik agar mudah dipahami orang. Kemudian menurut Syaiful 2010: 93 model bermain peran memiliki kelebihan diantaranya: 1. Dapat menjabarkan pengertian konsep dalam bentuk praktik dan contoh- contoh yang menyenangkan. 2. Dapat menanamkan semangat peserta didik dalam memecahkan masalah ketika memerankan sekenario yang dibuat. 3. Dapat membangkitkan minat peserta didik terhadap materi pelajaran yang diajarkan. 4. Permainan peran bisa pula memupuk dan mengembangkan suatu rasa kebersamaan dan kerjasama antar peserta didik ketika memainkan sebuah peran. 5. Keterlibatan para peserta permainan peran bisa menciptakan baik perlengkapan emosional maupun intelektual pada masalah yang dibahas. Model bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjangbanyak. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu. Apabila pelaksanaan sosio drama dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui model ini. Sebagian besar anak yang tidak ikut drama mereka menjadi kurang aktif.Kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan.

2.6.4 Penerapan Model Bermain peran dalam pembelajran

Tujuan pendidikan di sekolah harus mampu mendukung kompetensi tamatan sekolah, yaitu pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan untuk mendekatkan dirinya dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan kebutuhan daerah. Sementara itu, kondisi pendidikan di negara kita dewasa ini, lebih diwarnai oleh pendekatan yang menitik beratkan pada model belajar konvensional seperti ceramah, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Di sekolah saat ini, ada indikasi bahwa pola pembelajaran bersifat teacher centered. Kecenderungan pembelajaran demikian, mengakibatkan lemahnya pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar yang dicapai tidak optimal. Kesan menonjolnya verbalisme dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas masih terlalu kuat. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah model bermain peran. Model ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk: 1. menerangkan suatu peristiwa yang didalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak 2. melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis; dan 3. melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan member kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya. Penggunaan bermian peran dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan-tujuan afektif. Pembelajaran dengan model bermain peran dilaksanakan menjadi beberapa tahap, yaitu sebagai berikut: 1. tahap memotivasi kelompok 2. memilih pemeran 3. menyiapkan pengamat 4. menjelaskan tahap-tahap bermain peran