MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN MATA PELAJARAN PPKn DI SMP 1 MERBAU MATARAM

(1)

By:

AGUS RISNASARI

This study aimed to: 1) design Civics learning, 2) describe the procedures on designing Civics learning, 3) analyze the implementation of Civics learning, 4) analyze the assessment in Civics learning and 5) describe the results of studying Civics using role play models.

This study was a classroom action by using one class of VII grade students for the research subjects. Data were collected by questionnaires, observations and tests. This study was analyzed in quantitative descriptive.

The results of this study: 1) the design of l Civics learning used role play model. Teacher prepared learning tools that would be used and teachers determined which media to use, teacher designed the appropriate media and incorporated into lesson plans, 2) the process of instructional design identified the goals, analyzed the instructionals, analyzed the characteristics of students and the learning context, formulated the objectives, developed the instruments, developed a strategy, developed and selected the materials, designed and developed the evaluation, revised and designed developing summative evaluation, 3) the students’ respondse in cycle 1 was the lowest on assessment when teacher interacted with students, the highest score was obtained when teacher responded the students, cycle 2 was the lowest when teacher gave guidance and direction, the highest score was obtained when teacher responded students’ idea, cycle 3 was the lowest when teacher interacted with students, the highest score was on teacher’s activity when teacher responded the students reading performance result, 4) students’ assessment was conducted well. In cycle 1, the average of students’s assessment wa 63.1, cycle 2 was 72.7, cycle 3 was 80.2, and 5) the learning outcomes in cycle 1 was 63.1, cycle 2 was 72.7, cycle 3 was 80.21.


(2)

DI SMP 1 MERBAU MATARAM

Oleh:

AGUS RISNASARI

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendesain pembelajaran PPKn, 2) mendeskripsikan prosedur mendesain pembelajaran PPKn, 3) menganalisis pelaksanaan pembelajaran PPKn, 4) menganalisis assesmen dalam pembelajaran PPKn dan 5) mendeskripsikan hasil belajar PKN menggunakan model bermain peran.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, dengan subjek penelitian satu kelas yaitu siswa kelas VII. Data dikumpulkan dengan angket, observasi dan tes, dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian ini: 1) desain pembelajaran PPKn menggunakan model pembelajaran bermain peran guru mempersiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan dan guru menentukan media yang akan digunakan, guru mendesai media yang tepat tersebut dan dimasukkan ke dalam rencana pembelajaran, 2) proses desain pembelajaran pemilihan materi, model, media, dan alat evaluasi, 3) respon siswa siklus 1 terendah pada penilaian guru berinteraksi dengan siswa, nilai tertinggi pada saat guru menanggapi siswa, siklus 2 terendah pada saat guru memberikan bimbingan dan arahan, nilai tertinggi pada guru menanggapi gagasan siswa, siklus 3 terendah saat berinteraksi dengan siswa, tertinggi kegiatan guru saat menanggapi siswa membacakan hasil kinerja, 4) asesment siswa dilakukan dengan sangat baik siklus 1 rata-rata penilaian siswa 63,1 , siklus 2 rata-rata sebesar 72,7 siklus 3 rata-rata sebesar 80,2, dan 5) hasil belajar siklus 1 63,1 , siklus 2 sebesar 72,7 siklus 3 sebesar 80,21. Kata kunci: hasil belajar, PPKn , model bermain peran


(3)

(Tesis)

Oleh

AGUS RISNASARI

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

Oleh

AGUS RISNASARI

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Magister Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

By:

AGUS RISNASARI

This study aimed to: 1) design Civics learning, 2) describe the procedures on designing Civics learning, 3) analyze the implementation of Civics learning, 4) analyze the assessment in Civics learning and 5) describe the results of studying Civics using role play models.

This study was a classroom action by using one class of VII grade students for the research subjects. Data were collected by questionnaires, observations and tests. This study was analyzed in quantitative descriptive.

The results of this study: 1) the design of l Civics learning used role play model. Teacher prepared learning tools that would be used and teachers determined which media to use, teacher designed the appropriate media and incorporated into lesson plans, 2) the process of instructional design identified the goals, analyzed the instructionals, analyzed the characteristics of students and the learning context, formulated the objectives, developed the instruments, developed a strategy, developed and selected the materials, designed and developed the evaluation, revised and designed developing summative evaluation, 3) the students’ respondse in cycle 1 was the lowest on assessment when teacher interacted with students, the highest score was obtained when teacher responded the students, cycle 2 was the lowest when teacher gave guidance and direction, the highest score was obtained when teacher responded students’ idea, cycle 3 was the lowest when teacher interacted with students, the highest score was on teacher’s activity when teacher responded the students reading performance result, 4) students’ assessment was conducted well. In cycle 1, the average of students’s assessment wa 63.1, cycle 2 was 72.7, cycle 3 was 80.2, and 5) the learning outcomes in cycle 1 was 63.1, cycle 2 was 72.7, cycle 3 was 80.21.


(6)

DI SMP 1 MERBAU MATARAM

Oleh:

AGUS RISNASARI

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendesain pembelajaran PPKn, 2) mendeskripsikan prosedur mendesain pembelajaran PPKn, 3) menganalisis pelaksanaan pembelajaran PPKn, 4) menganalisis assesmen dalam pembelajaran PPKn dan 5) mendeskripsikan hasil belajar PKN menggunakan model bermain peran.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, dengan subjek penelitian satu kelas yaitu siswa kelas VII. Data dikumpulkan dengan angket, observasi dan tes, dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian ini: 1) desain pembelajaran PPKn menggunakan model pembelajaran bermain peran guru mempersiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan dan guru menentukan media yang akan digunakan, guru mendesai media yang tepat tersebut dan dimasukkan ke dalam rencana pembelajaran, 2) proses desain pembelajaran pemilihan materi, model, media, dan alat evaluasi, 3) respon siswa siklus 1 terendah pada penilaian guru berinteraksi dengan siswa, nilai tertinggi pada saat guru menanggapi siswa, siklus 2 terendah pada saat guru memberikan bimbingan dan arahan, nilai tertinggi pada guru menanggapi gagasan siswa, siklus 3 terendah saat berinteraksi dengan siswa, tertinggi kegiatan guru saat menanggapi siswa membacakan hasil kinerja, 4) asesment siswa dilakukan dengan sangat baik siklus 1 rata-rata penilaian siswa 63,1 , siklus 2 rata-rata sebesar 72,7 siklus 3 rata-rata sebesar 80,2, dan 5) hasil belajar siklus 1 63,1 , siklus 2 sebesar 72,7 siklus 3 sebesar 80,21. Kata kunci: hasil belajar, PPKn , model bermain peran


(7)

(8)

(9)

(10)

1. Kedua orangtuaku yang sangat aku cintai dan sayangi. Terimakasih dengan sangat tulus dan ikhlas kuucapkan atas segala hal terbaik yang telah diberikan kepadaku yang tidak bisa tergantikan dengan apapun.

2. Suami tercinta Widodo BE senantiasa memberi semangat serta dengan setia dan sabar mendampingiku melalui berbagai kesulitan.

3. Anakku tercinta mbak Mega Subrina, mbak Mouly dan Dinasti yang senantiasa memberi memberikan motivasi, dukungan dan doa untuk keberhasilanku.

4. Sahabatku seangkatan TP 2014 yang telah memberikan waktunya untuk mendoakan keberhasilan penulis.

5. Segenap rekan kerja dan guru di SMP Negeri 1 Merbau Mataram Lampung Selatan yang sangat mendukung penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Pascasarjana Teknologi Pendidikan Universitas Lampung


(11)

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan, karena atas segala kasih dan karunia-Nya tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul " Model Pembelajaran Bermain Peran pada Mata Pelajaran PPKn di SMP N 1 Merbau Mataram " adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada program studi Magister Teknologi Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Dalam pelaksanaan dan penulisan tesis ini tidak lepas dari kesulitan dan rintangan, namun itu semua dapat penulis lalui berkat rahmat dan ridha Allah SWT serta bantuan dan dorongan semangat dari orang-orang yang hadir dikehidupan penulis. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, Rektor Universitas Lampung.

2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung.

3. Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

4. Dr. Herpratiwi, M.Pd. selaku Ketua Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.

5. Dr. Adelina Hasyim, M.Pd, selaku pembimbing 1 yang telah banyak memberikan masukan dan saran pada penulisan tesis.

6. Dr. Riswandi, M.Pd. sebagai pembimbing 2 yang telah banyak memberikan masukan dan saran pada penulisan tesis.


(12)

10. Ayah, Ibu, Suami, anak anakku tersayang yang senantiasa mendukung baik moril maupun materil serta mendoakan setiap saat untuk penyelesaian pendidikan di Program Magister Teknologi Pendidikan Universitas Lampung.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga tesis yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, November 2016 Penulis


(13)

Agus Risna Sari lahir di Tanjung Karang tanggal 27 Agustus 1972, anak pertama dari Bapak Mariman dan Ibu Limsiah. Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 4 Penengahan Bandar Lampung pada tahun 1985, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di MTs Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 1988, Sekolah Menengah Atas (SMA) di MA Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 1991, dan meraih gelar Sarjana pada tahun 1995 dari FKIP UNILA Jurusan PPKn . Pada tahun 2014 melanjutkan studi S2 di FKIP Universitas Lampung Jurusan Teknologi Pendidikan. Menikah dengan Widodo BE dan memiliki empat orang anak yaitu Mega Andayani, Sabrika Thuse Java Nisa, Mouly Waskita Hanuni dan Dinasty Putri Widana.


(14)

" Kamu bisa memiliki apa pun yang diinginkan jika kamu

mampu menghilangkan keyakinan bahwa tidak mungkin


(15)

limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan tesis berjudul “ Model Pembelajaran Bermain Peran Pada Mata Pelajaran PPKn di SMP N 1 Merbau Mataram”.

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan tesis ini adalah sebagai syarat untuk menyelesikan jenjang pendidikan Pasca Sarjana Teknologi Pendidikan. Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam menyusun tesis ini. Hal ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang ikut membantu tersusunnya tesis ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu tersusunnya tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Hal ini yang mengantarkan penulis untuk memohon kritik dan saran demi perbaikan penelitian ini di masa yang akan datang. Semoga hal-hal yang penulis sampaikan dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, November 2016 Penulis


(16)

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Pembatasan Masalah ... 6

1.4 Perumusan Masalah ... 7

1.5 Tujuan Penelitian ... 7

1.6 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran ... 10

2.1.1 Teori Belajar ... 10

2.1.2 Teori Pembelajaran ... 16

2.2 Konsep Dasar Pembelajaran Pendekatan Saintifik dan Penilaian Autentik Pendekatan Saintifik ... 19

2.3 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan di SMP ... 27

2.4 Hakekat Pelajaran PKn ... 29

2.5 Hasil Belajar ... 31

2.6 Model Pembelajaran Bermain Peran ... 35

2.7 Penelitian yang Relevan ... 44


(17)

3.3 Subjek dan Objek Penelitian ... 50

3.4 Indikator Keberhasilan ... 51

3.5 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ... 52

3.6 Definisi Konseptual dan Oprasional ... 57

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.8 Instrumen Penelitian ... 60

3.9 Teknik Analisis Data ... 63

3.10 Hasil Uji Instrumen Tes Hasil Belajar PPKn Siswa ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian ... 73

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 74

4.2.1 Siklus 1 ... 74

4.2.2 Siklus 2 ... 86

4.2.3 Siklus 3 ... 97

4.3 Pembahasan ... 106

4.4 Keterbatasan Penelitian ... 111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 112

5.2 Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

kelas VII Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013-2014 ... 3

3.1 Kisi-kisi Instrumen Desain Pembelajaran ... 61

3.2 Kisi-kisi Instrumen Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran ... 62

3.3 Kisi-kisi Instrumen Assesmen Siswa ... 63

3.4 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar PKn ... 63

3.5 Koefisien Korelasi ... 65

3.7 Validitas dan Reliabilitas Soal Siklus 1 ... 67

3.8 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal Siklus 1 ... 68

3.9 Validitas dan Reabilitas Soal Siklus 2 ... 69

3.10 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal Siklus 2 ... 70

3.11 Validitas dan Reabilitas Soal Siklus 3 ... 70

3.12 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal Siklus 3 ... 71

4.1 Jadwal Penelitian di SMPN 1 Merbau Mataram ... 73


(19)

3.1 Bagan Siklus Penelitian Tindakan Kelas Supardi


(20)

4.2 Hasil Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 2 ... 92

4.3 Hasil Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 3 ... 103

4.4 Hasil Penilaian Desain Pembelajaran ... 107


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kegiatan pembelajaran melibatkan beberapa komponen yaitu: 1) peserta didik; sebagai pencari, penerima, dan penyimpan pesan pengetahuan yang telah disampaikan oleh guru untuk mencapai tujuan. 2) Guru; sebagai pengelola, fasilitator, motivator dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. 3) Tujuan; pernyataan tentang perubahan perilaku peserta didik dalam hubungan dengan sang Pencipta Tuhan YME, hubungan sosial masyarakat, kemampuan kognitif, afektif, dan skill yang diinginkan terjadi pada peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. 4) Isi/konten; segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 5) Model; alur guna berjalannya pembelajaran secara teratur dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendapat informasi. 6) Media; segala bentuk bahan pendukung proses pembelajaran yang membantu peserta didik memperoleh pengetahuan. 7) Evaluasi; kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan selama proses. Pembelajaran di sekolah dasar masih menerapkan teacher oreinted dimana guru masih menjadi pusat aktivitas pembelajaran sehingga interaksi antara guru dan


(22)

peserta didik terjadi hanya satu arah yang mengakibatkan peserta didik menjadi pasif.

Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengeturan mengenai tujuan, isis dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kopetens yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kopetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu. Di SMP pada saat ini diajarkan kelompok IPA dan IPS secara parsial sedangkang dalam Kurikulum 2013 IPA dan IPS menggunakan pola tematik terpadu dan PPKn berdiri sendiri. Kopetensi lulusan untuk tingkat SMP yaitu adanya penongkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kopetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Kedudukan mata pelajaran yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kopetensi.

Kreativitas pendidik dalam mengajar menjadi faktor penting agar proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan menarik di dalam kelas. Kreativitas bukanlah suatu bakat, tetapi bisa dipelajari dan harus dilatih. Telah disadari bahwa mutu pendidikan sangat tergantung pada kualitas guru dan kualitas pembelajarannya. Berdasarkan hasil observasi di SMPN 1 Merbau Mataram ditemukan kelemahan dalam pembelajaran diantaranya belum menggunakan model pembelajaran yang efektif, pembelajaran di dominasi dengan ceramah oleh


(23)

guru, sumber belajar menggunakan fotokopian hasil dari pengunduhan di internet karena belum tersedianya buku teks guru dan peserta didik. Hasil belajar yang diperoleh peserta didik tidak mencapai KKM yang ditetapkan di buktikan dengan hasil pembelajaran peserta didik pada materi-materi pembelajaran tertentu

Tabel 1.1 Tingkat Ketercapaian KKM pada Mata Pelajaran PKn kelas VII Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013-2014

No. Kopetensi Inti Kompetensi Dasar Kelas Jumlah Siswa Ketercapaian KKM (%) Mencapai KKM Belum Mencapai KKM

1. 3. Memahami proses perumusan dan menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara 1. Mendeskripsikan perumusan Pancasila sebagai dasar Negara dalam sidang BPUPKI 2. Mendiskripsikan Perumusan Dasar Negara dalam sidang Panitia Sembilan 3. Mendiskripsikan tentang penetapan Pancasila sebagai dasar Negara 4. Menunjukkan semangat komitmen para pendiri negara dalam dan menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara

7 A 7B 7C 7D 32 30 30 30 32 % 29% 20% 15% 68% 71% 80% 85%

Sumber : SMP N 1 Merbau Mataram, Tahun Pelajaran 2013-2014

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada kopetensi inti mendeskripsikan perumusan Pancasila sebagai dasar Negara dalam sidang BPUPKI hanya 32 % orang


(24)

siswa yang mencapai KKM, pada kopetensi dasar mendiskripsikan Perumusan Dasar Negara dalam sidang Panitia Sembilan 29% orang siswa yang mencapai KKM, pada kopetensi dasar mendiskripsikan tentang penetapan Pancasila sebagai dasar Negara 20% orang siswa yang mencapai KKM dan pada kopetensi dasar menunjukkan semangat komitmen para pendiri negara dalam dan menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara 15% orang siswa yang mencapai KKM. Hasil presentasi siswa yang mengalami ketuntasan tersebutlah yang membuat guru harus merubah model pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah. Guru harus dapat menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keinginan siswa untuk belajara dan apabila keinginan siswa untuk belajar telah meningkat makan siswa dapat dengan mudah mendapatkan materi dari guru.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti diketahui bahwa tingkat ketercapaian KKM pada mata pelajaran PPKn di SMPN 1 Merbau Mataram rendah karena ditemukan keragaman masalah sebagai berikut: 1) peserta didik jarang mengajukan pertanyaan, walaupun guru sering meminta agar peserta didik bertanya jika ada halhal yang belum paham, 2) kemampuan komunikasi peserta didik dalam pembelajaran sangat rendah, 3) kurangnya kemampuan peserta didik dalam menguasai materi dan menghubungkan antara materi satu dengan materi yang lain, 4) rendahnya keberanian peserta didik dalam menjawab pertanyaan.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat belum di desain sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik serta belum relevan dengan tema pembelajaran. Dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 dijelaskan bahwa setiap guru berkewajiban menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan


(25)

lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berperan aktif serta memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan bakat dan minat sesuai dengan perkembangan peserta didik. Kualitas instrumen evaluasi belajar masih rendah dan belum diterapkan sesuai dengan prosedur, evaluasi belajar juga tidak menyentuh aspek afektif dan skill sesuai dengan kurikulum 2013. Sehingga diperlukan perbaikan evaluasi hasil belajar peserta didik yang mencakup KI-1, KI-2, KI-3 dan KI-4

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang ada dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1.2.1 Guru belum memahami sepenuhnya pembelajaran bermain peran terpadu sesuai dengan kurikulum 2013.

1.2.2 Alat penunjang pokok pembelajaran seperti buku guru dan buku peserta didik disekolah belum tersedia.

1.2.3 Interaksi dikegiatan pembelajaran hanya satu arah karena guru yang dominan, sedangkan peserta didik pasif.

1.2.4 Pembelajaran guru belum menggunakna model pembelajaran yang inovatif sehingga diperlukan model untuk memperbaiki pembelajaran. 1.2.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang digunakan belum didesain

sesuai dengan kebutuhan, karekteristik peserta didik dan relevan dengan tema pembelajaran.


(26)

1.2.7 Hasil belajar peserta didik pada aspek kognitif, afektif dan skill di bawah KKM.

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada masalah-masalah yang dibatasi antara lain sebagai berikut:

1.3.1 RPP yang digunakan belum didesain sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik.

1.3.2 Guru belum menggunakan model pembelajaran yang inovatif sehingga diperlukan model untuk memperbaiki proses pembelajaran.

1.3.3 Kualitas evaluasi yang dilakukan masih rendah dan belum menggunakan instrument yang tepat.

1.3.4 Hasil belajar peserta didik aspek kognitif, afektif dan skill di bawah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan, pada tema 1, 2 , 3, 4. 1.3.5 Kondisi dan potensi di SMPN I Merbau Mataram terhadap model

pembelajaran masih perlu dikembangkan.

1.3.6 Efektifitas model bermain peran pembelajaran PPKn di SMPN I Merbau Mataram sebagai sumber belajar mandiri sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa

1.3.7 Efisiensi model bermain peran sebagai sumber belajar mandiri dapat meningkatkan motivasi siswa.


(27)

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah:

1.4.1 Bagaimanakah desain pembelajaran menggunakan model bermain peran untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran belajar PKn?

1.4.2 Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran PKn dengan menggunakan model bermain peran untuk meningkatkan pembelajaran PKn? 1.4.3 Bagaimanakah assesmen dalam pembelajaran PKn yang dapat

meningkatkan hasil pembelajaran PKn?

1.4.4 Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa dalam menggunakan model bermain peran untuk pembelajaran PKn?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses pembelajaran dengan menganalisis dan menemukan:

1.5.1 Desain pembelajaran menggunakan model bermain peran untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran belajar PPKn.

1.5.2 Pelaksanaan pembelajaran PPKn dengan menggunakan model bermain peran untuk meningkatkan pembelajaran PPKn.

1.5.3 Assesmen dalam pembelajaran PPKn yang dapat meingkatkan hasil pembelajaran PPKn.

1.5.4 Peningkatan hasil belajar siswa dalam menggunakan model bermain peran untuk pembelajaran PPKn.


(28)

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis

Mengembangkan dan menerapkan prosedur teknologi pendidikan pada kawasan desain dan kawasan penilaian, karena mengkaji tentang proses pembelajaran melalui model pembelajaran bermain peran dan mengkaji tentang peningkatan prestasi belajar siswa kelas VII semester ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017 di SMPN I Merbau Mataram Lampung Selatan. 1.6.2 Manfaat Praktis

1.6.2.1 Bagi guru PPKn di SMPN I Merbau Mataram Lampung Selatan , model bermain peran yang digunakan sebagai model yang dapat meningkatkan hasil pembelajaran.

1.6.2.2 Bagi guru, baik guru SMPN I Merbau Mataram atau sekolah lain dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu pelengkap model pembelajaran PKn.

1.6.2.3 Bagi siswa kelas VII di SMPN I Merbau Mataram, hasil

penelitian ini dapat digunakan sebagai model pembelajaranr pelengkap pada materi sejarah perumusan pancasila.

1.6.2.4 Bagi peniliti, memberikan pengamalan yang sangat bermanfaat terutama untuk mengembangkan diri membuat produk inovatif yang dapat membantu proses pembelajaran PKn lebih efektif, efisien dan menarik pada materi sejarah perumusan pancasila.


(29)

1.6.2.5 Bagi kepala SMPN I Merbau Mataram Lampung Selatan, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah referensi perpustakaan sekolah terutama pada materi sejarah perumusan pancasila


(30)

Teori belajar merupakan landasan utama dalam desain pembelajaran. Teori belajar memberikan landasan kuat tehadap kajian bagaimana seorang individu belajar. Landasan tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk merancang desain pembelajaran. Pada kawasan Teknologi Pendidikan dapat meliputi kegiatan analisis, desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik proses-proses maupun sumber-sumber belajar.

2.1.1 Teori Belajar

Menurut teori Gestalt yang terpenting dalam belajar adalah penyesuaian pertama, yaitu mendapatkan respon atau tanggapan yang tepat. Belajar yang terpenting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh

insight. Dalam teori Gestalt prinsip-prinsip belajar, dirumuskan sebagai berikut: (1) belajar berdasarkan keseluruhan, (2) belajar adalah suatu proses perkembangan, (3) anak didik sebagai organisme keseluruhan, (4) terjaditransfer,

(5) belajar adalah reorganisasi pengalaman, (6) belajar harus dengan insight dan, (7) belajar berlangsung terus menerus. (Djamarah, 2008: 19)


(31)

Belajar menurut teori Gagne dalam Djamarah (2008: 22) memberikan dua definisi, yaitu: (1) belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan tingkah laku dan, (2) belajar adalah pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari instruksi. Sedangkan dalam buku The Condition of Learning, menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan ingatan mempengaruhi siswa sehingga perbuatannya (performancenya) berubah dari waktu sebelum mengalami situasi itu ke waktu sesudah mengalami situasi (Purwanto, 2006: 84).

Menurut teori Torndike (dalam Budianto 2010: 102) bahwa dasar dari belajar tidak lain adalah asosiasi antara kesan panca indra dengan impuls untuk bertindak Asosiasi ini dinamakan connecting. Thorndike mengemukakan, bahwa dalam belajar itu dapat dikemukakan adanya beberapa hukum, yaitu : (1) hukum kesiapan, (2) hukum latihan, dan (3) hukum efek. Menurut huhum ini belajar agar mencapai hasil yang baik harus ada kesiapan untuk belajar. Disamping itu agar belajar mencapai hasil yang baik harus ada latihan, makin sering dilatih maka dapat diprediksikan hasilnya akan semakin baik bila dibandingkan dengan tanpa adanya latihan. Menurut teori Skinner dalam (dalam Budianto 2010: 115) bahwa belajar adalah suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Skinner membedakan adanya dua macam respon yaitu “(1) respondent response yakni, respon yang ditimbulkan oleh perangsangperangsang tertentu yang disebut

elicting stimuli, menimbulkan respon-respon relative tetap, (2) operant response, yakni respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang


(32)

tertentu yang disebut reinforcing stimuli”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses atau aktivitas siswa secara sadar dan sengaja, yang dirancang untuk mendapatkan suatu pengetahuan dan pengalaman yang dapat mengubah sikap dan tingkah laku seseorang.

Sehingga dapat mengembangkan dirinya kearah kemajuan yang lebih baik.

“Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri” (Budianto 2010: 102). Belajar menurut Hilgard dan Bower dalam buku Theories of learning dalam Purwanto, (2006:84) mengatakan bahwa:

belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misal kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).

Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam beberapa bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, ketrampilannya, kecakapannya dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Sudjana, 2006:28).

Menurut Morgan (dalam Purwanto 2006: 84) “belajar merupakan perubahan

relative permanen yang terjadi karena hasil dari praktek atau pengalaman. Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi


(33)

sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap. Dalan hal teori tentang belajar ini Sagala (2007: 39) mengatakan, bahwa:

belajar merupakan proses terbentuknya tingkat laku baru yang disebabkan individu merespons lingkungannya, melalui pengalaman pribadi ysng tidak termasuk kematangan, pertumbuhan atau instink. Belajar sebagai proses akan terarah kepada tercapainya tujuan (goal oriented) dari pihak siswa maupun dari pihak guru. Tujuan itu dapat diidentifikasi dan bahkan dapat diarahkan sesuai dengan maksud pendidikan. Dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir.

Dalam hubungannya dengan hal ini Purwanto (2006:85) mengatakan bahawa: perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Ini berarti harus menyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman atau kepekaan seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara”. Proses belajar yang baik harus diawali dengan perencanaan yang baik pula, yang harus pula mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Di antara berbagai hal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kondisi individu siswa yang memegang peranan paling penting. Kondisi individu siswa dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kondisi fisiologis dan kondisi psikologis.


(34)

Hasil belajar yang diharapkan dalam diri siswa adalah adanya perubahan pemahaman siswa terhadap sesuatu hal yang dipelajarinya, bukan pada hafalan terhadap apa yang dipelajarinya. Namun pemahaman seseorang terhadap suatu objek akan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Ernest Hilgard (dalam Sagala 2007: 50), ada enam ciri dari belajar pemahaman, yaitu:

1. pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar, individu yang satu dengan yang lain mempunyai kemampuan dasar yang berbeda.

2. pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu yang relevan, namun pengalaman masa lalu tersebut menjamin dapat menyelesaikan problem, sebab pemecahan-pemecahan problem berarti penerapan operation yang telah dipelajari terlebih dahulu.

3. pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi, sebab insight itu hanya mungkin terjadi apabila situasi belajar sedemikian rupa sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati.

4. pemahaman didahului oleh usaha coba-coba bukanlah hal yang jatuh dari langit dengan sendirinya, melainkan adalah hal yang harus dicari.

5. belajar dengan pemahaman dapat diulangi, jika sesuatu problem yang telah dipecahkan dengan insight lain kalau diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan, maka dia akan dengan langsung dapat memecahkan problem itu lagi.

6. suatu pemahaman dapat diaplikasikan atau dipergunakan bagi pemahaman situasi lain.

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar individu siswa (faktor eksternal). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor biologis dan faktor psikologis yang dapat dikategorikan sebagai factor biologis antara lain usia, kematangan, dan kesehatan. Sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor psikologis antara lain adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar. Adapun penjelasannya sebagai berikut:


(35)

1. Kondisi Fisiologis. Pada umumnya kondisi fisiologis sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Siswa yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berbeda dari siswa yang yang dalam keadaan kelelahan. Siswa yang kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya di bawah siswa yang cukup baik gizinya. Di samping kondisi fisiologis umum itu, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran. Karena pentingnya penglihatan dan pendengaran, maka dalam lingkungan formal orang melakukan berbagai penelitian untuk menemukan bentuk dan cara penggunaan alat peraga yang dapat dilihat dan didengarkan (Audio Visual Aids).

2. Kondisi Psikologis. Semua keadaan dan fungsi psikolog tentu saja berpengaruh terhadap proses belajar yang bersifat psikologis ini. Beberapa faktor psikologis tersebut antara lain: motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi untuk belajar adalah kondisi yang mendorong siswa untuk belajar. Penemuan-penemuan penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah. Motivasi akan lebih meningkat apabila kebutuhan yang ada meningkat dan kebutuhan yang paling kuat pada saat tertentu menggerakan aktivitas. Secara tradisional orang biasa membedakan adanya dua macam motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Movitasi intrinsic adalah dorongan yang timbul dari dalam individu siswa tanpa rangsangan atau bantuan orang lain. Misalnya siswa mau belajar agama Islam karena ingin memperoleh pengetahuan agama


(36)

Islam. Oleh karena itu, ia rajin belajar tanpa disuruh orang lain tetapi atas kesadaran sendiri. Motivasi intrinsik lebih efektif, terutama dalam mendorong siswa untuk giat belajar. Motivasi ekstrensik adalah dorongan yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar diri individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain.

Faktor-faktor yang bersumber dari luar individu siswa dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor manusia (human) dan faktor non-manusia. Yang dapat dikategorikan sebagai faktor manusia adalah lingkungan di keluarga, di sekolah dan lingkungan di masyarakat (pergaulan). Sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor non-manusia seperti alam, benda, hewan dan lingkungan fisik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar adalah: (1) bahan yang diajarkan; (2) faktor lingkungan; (3) faktor instrumental, dan (4) faktor individu/siswa.

2.1.2 Teori Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian tidak secara langsung dapat diamati.

2.1.2.1 Teori Pembelajaran Bermakna Ausubel

Ausubel (dalam Sagala 2007: 75) berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif peserta didik melalui proses belajar yang


(37)

bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar peserta didik, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Dalam proses pembelajaran guruhendaknya menyajikan pembelajaran yang bersifat bermakna guna mengembangkan potensi kognitif peserta didik selama proses pembelajaran. Namun untuk peserta didik pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Empat tipe belajar menurut Ausubel (dalam Sagala 2007: 62) :

1. Belajar dengan penemuan bermakna adalah suatu proses pembelajaran yang dimulai dengan menggali pengetahuan awal peserta didik dan dikaitkan dengan materi yang akan dipelajari atau peserta didik mendapatkan pengetahuan baru yang telah dipelajari kemudian dikaitkan dengan pengetahuan awal peserta didik.

2. Belajar dengan penemuan tidak bermakna adalah pembelajaran yang diperoleh peserta didik tanpa mengaitkan dengan pengetahuan awal peserta didik.

3. Belajar menerima (ekspitori) yang bermakna adalah pembelajaran yang telah dirancang secara logis kemudian disampaikan kepada peserta didik, dari pembelejaran baru tersebut peserta didik mengkaitakan dengan pengetahuan awal yang dimiliki.

4. Belajar menerima tidak bermakna adalah pembelajaran yang telah dirancang secara logis kemudian disampaikan kepada peserta didik tanpa harus dikaitkan dengan pengetahuan awal peserta didik, peserta didik hanya sebatas menghafal

Prasyarat agar pembelajaran menjadi bermakna menurut Ausubel (dalam Sagala 2007: 87) adalah :

1. Belajar bermakna terjadi apabila peserta didik memiliki setrategi belajar bermakna.


(38)

2. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan tahap perkembangan dan pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.

2.1.2.2 Teori Pembelajaran Pemerosesan Informasi Robert Gagne

Robert. M. Gagne (2013: 56), dalam bukunya : " The Conditioning of Learning

mengemukakan bahwa; Learning is a change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and wich is not simply ascribable to process of

growth ". Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja dan Gagne (2013: 57) menyatakan bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan (kondisi).

Model proses belajar yang dikembangkan oleh Gagne (2013: 62) didasarkan pada teori pemrosesan informasi, yaitu sebagai berikut:

1. Rangsangan yang diterima panca indera akan disalurkan ke pusat syaraf dan diproses sebagai informasi.

2. Informasi dipilih secara selektif, ada yang dibuang, ada yang disimpan dalam memori jangka pendek, dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang.

3. Memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan dapat diungkap kembali setelah dilakukan pengolahan.

Seperangkat proses yang bersifat internal yang dimaksud oleh Gagne (2013: 64) adalah kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan terjadinya proses kognitif dalam diri individu Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang


(39)

mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Karena itulah Gagne membuat beberapa rumusan untuk menghubungkan keterkaitan antara faktor internal dan eksternal dalam pembelajaran dalam rangka memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran. Gagne membuat rumusan yang berisi urutan untuk menimbulkan peristiwa pembelajaran, yaitu :

1. Pembelajaran yang dilakukan dikondisikan untuk menimbulkan minat peserta didik, dan dikondisikan agar perhatian peserta didik terpusat pada pembelajaran sehingga mereka siap untuk menerima pelajaran.

2. Memulai pelajaran dengan menyampaikan tujuan pembelajaran agar peserta didik mengetahui apa yang diharapkan setelah menerima pelajaran. 3. Guru harus mengingatkan kembali konsep yang telah dipelajari

sebelumnya.

4. Guru siap untuk menyampaikan materi pelajaran.

5. Dalam pembelajaran guru memberikan bimbingan atau pedoman kepada peserta didik untuk belajar.

6. Guru memberikan motivasi untuk memunculkan respon peserta didik. 7. Guru memberikan umpan balik atau penguatan atas respon yang diberikan

peserta didik baik dalam bentuk lisan maupun tulis 8. Mengevaluasi hasil belajar

9. Memperkuat retensi dan transfer belajar.

2.2 Konsep Dasar Pembelajaran Pendekatan Saintifik dan Penilaian Autentik Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikianrupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atauprinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulandan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang

“ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak


(40)

bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan.

Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan.Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa. Teori belajar Bruner (dalam Aunurrohman 2009: 101) disebutkan bahwa ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar. Pertama, individu hanya belajar danmengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya.Kedua,denganmelakukan proses-proses kognitif dalam proses-proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat,

dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan model saintifik.

Menurut Kemdiknas pembelajaran dengan model saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:


(41)

2. melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.

3. melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

4. dapat mengembangkan karakter siswa.

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut menurut Kemdiknas memiliki beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:

1. untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

2. untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secarasistematik.

3. terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.

4. diperolehnya hasil belajar yang tinggi.

5. untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.

6. untuk mengembangkan karakter siswa.

Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran menurut Kemdiknas adalah sebagai berikut:

1. pembelajaran berpusat pada siswa

2. pembelajaran membentuk students self concept 3. pembelajaran terhindar dari verbalisme

4. pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip

5. pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa 6. pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar

guru

7. memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan


(42)

ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Padakondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut:

1. Mengamati (observasi)

Model mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfulll learning). Model ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Model mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.


(43)

Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi. (Kemdiknas, 2014: 312)

2. Menanya

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada pesertadidik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau di lihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Darisituasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebihlanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan pesertadidik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan


(44)

tentangapa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifathipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalahmengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaanuntuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. (Kemdiknas, 2014: 313)

3. Mengumpulkan Informasi

Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari

bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak,memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukaneksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permen dikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukanmelalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuanmengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat (Kemdiknas, 2014: 315).


(45)

4. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Menalar

Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan

pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifatmenambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut.

5. Menarik kesimpulan

Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakankelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan. (Kemdiknas, 2014: 319)

6. Mengkomunikasikan

Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa


(46)

yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didiktersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana

disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau medialainnya. (Kemdiknas, 2014:320). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatanini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan,kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan bertujuan untukmenciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapatmengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh ketika memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira(mengucapkan salam), mengecek kehadiran para siswa dan menanyakan ketidakhadiransiswa apabila ada yang tidak hadir.

Dalam model saintifik tujuan utama kegiatan pendahuluan adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh siswa. Dalam kegiatan ini guru harusmengupayakan agar siswa yang belum paham suatu konsep dapat memahami konsep tersebut, sedangkan siswa yang mengalami kesalahan konsep,


(47)

kesalahan tersebut dapat dihilangkan. Pada kegiatan pendahuluan, disarankan guru menunjukkan fenomena atau kejadian “aneh” atau “ganjil” (discrepant event) yang dapat menggugah timbulnya pertanyaan pada diri siswa. Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam prosespenguasaan pengalaman belajar (learning experience) siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswasecara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan inti dalam model saintifik ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip olehsiswa dengan bantuan dari guru melalaui langkah-langkah kegiatan yang diberikan dimuka. Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok.Pertama, validasi terhadapkonsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa.

2.3 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan di SMP

Tujuan PKn adalah untuk membentuk watak atau karakteristik warga negara yang baik. Sedangkan tujuan pembelajaran mata pelajaran PKn adalah mampu berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan dinegaranya, mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan, dan bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada satuan pendidikan dasar dan menengah merupakan kelompok mata pelajaran yang


(48)

dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan wawasan siswa akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.

Kesadaran dan wawasan tersebut mencakup wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme, bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah). Sejalan dengan peraturan perundangan di atas, maka standar kompetensi kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian bertujuan membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan Agama, Akhlak Mulia, Kewarganegaraan, Bahasa, Seni dan Budaya, dan Pendidikan Jasmani.

Pelaksanaan pembelajaran pada tiap satuan pendidikan, kegiatan kelompok mata pelajaran ini dapat diwujudkan dalam berbagai kegiatan pembelajaran, baik dalam kegiatan intrakurikuler melalui mata pelajaran maupun ekstrakurikuler melalui pengembangan diri. Untuk mengetahui tingkat ketercapaian kompetensi lulusan, penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui: (a) pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afektif dan kepribadian peserta didik; dan (b) ujian,


(49)

ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik (Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 64 ayat (3)).

Pada tingkat SMP, menurut KTSP PKn dipandang sangat penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri, Karena :

1. selain memberikan bekal ilmu kepada siswa, mata pelajaran PKn dapat pula untuk menumbuhkan kemampuan berfikir yang berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

2. mata pelajaran PKn perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus, yaitu: 1) Pemahaman akan hak dan kewajiban diri sebagai warga negara, 2) Perilaku berkepribadian, yaitu berbagai bentuk perilaku sebagai penerjemahan dimilikinya ciri-ciri kepribadian warga negara Indonesia”.

Pembelajaran PKn, dilakukan dengan cara belajar kelompok salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran bermain peran untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja sama, dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi yang merupakan aspek penting sebagai kecakapan hidup.

2.4 Hakekat Pelajaran PKn

Tujuan pembelajaran PKn adalah untuk membentuk watak atau karakteristik warga negara yang baik, sedangkan tujuan pembelajaran mata pelajaran PPKn adalah:


(50)

1. mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya.

2. mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggungjawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan, dan

3. bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.

4. pembangunan budaya dan karakter bangsa (cultural and character building) merupakan komitmen nasional yang telah lama tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Dalam berbagai dokumen sejarah politik dan ketatanegaraan, telah tercatat bahwa pembangunan budaya dan karakter bangsa merupakan salah satu kehendak para pendiri Negara (founding fathers) yang perlu dilaksanakan secara berkesinambungan, seperti misalnya teks yang terdapat dalam naskah Sumpah Pemuda, naskah Proklamasi, naskah Pembukaan UUD 1945, serta yang tercermin dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu-lagu perjuangan lainnya.

Jadi pembangunan budaya dan karakter bangsa merupakan komitmen bersama bangsa Indonesia yang harus dilaksanakan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pembangunan budaya dan karakter bangsa akan semakin penting ketika bangsa Indonesia mulai memasuki era globalisasi yang penuh dengan tantangan. Pengaruh peradaban bangsa asing yang dibawa oleh arus globalisasi


(51)

secara terus menerus mempengaruhi perilaku dan mentalitas bangsa Indonesia. Ketika menjelang proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia, hampir semua warga/bangsa Indonesia cenderung mengutamakan kepentingan bersama bangsa Indononesia daripada kepentingan pribadi dan kelompok, golongan, suku, agama, dan daerah. Semangat nasionalisme membara didada sebagian besar bangsa Indonesia dengan konsentrasi satu tujuan yaitu merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Hal ini berbeda dengan kondisi terkini, dimana budaya dan karakter bangsa lain banyak mempengaruhi karakter dan mentalitas bangsa Indonesia, terutama sebagai dampak dari pengaruh modernisasi dan globalisasi.

2.5 Hasil Belajar

Budianto (2010: 102) menjelaskan kategori pada dimensi proses kognitif merupakan pengklasifikasian proses kognitif siswa secara komprehensif yang terdapat dalam tujuan di bidang pendidikan. Kategori kategori tersebut antara lain: 1. C1 (mengingat), yaitu mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang. Kategori tersebut adalah: Mengenali (mengidentifikasi) yaitu menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang sesuai dengan pengetahuan tersebut, mengingat kembali (mengambil) yaitu mengambil pengetahunan dari pengalaman belajar.

2. C2 (memahami), yaitu mengkontruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis,dan digambar oleh guru. Kategorinya antara lain: Manafsirkan (mengklarifikasi, memparafrasakan, merepresentasi, menerjemahkan) yaitu mengubah satu bentuk gambaran menjadi bentuk lain, mencontohkan (mengilustrasikan, memberi contoh) yaitu menemukan contoh


(52)

atau ilustrasi tentang konsep, mengklasifikasi (mengkategorikan, mengelompokkan) menentukan sesuatu dalam satu kategori.yang relevan dari memori memori jangka panjang, merangkum (mengabstraksi, menggeneralisasi) yaitu mengabstraksikan tema umum atau poin-poin pokok, menyimpulkan (menyarikan, mengekstrapolasi, mpenginterpolasi, memprediksi) yaitu membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima, membandingkan (mengkontraskan, memetakan, mencocokan) yaitu menentukan hubungan antara dua ide, dua objek, dan semacamnya, menjelaskan (membuat model) yaitu membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem.

3. C3 (mengaplikasikan), yaitu menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu (Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl, 2010: 44). Kategorinya yaitu: mengeksekusi (melaksanakan) yaitu menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familier, mengimplementasikan (menggunakan) yaitu menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familier.

4. C4 (menganalisis) yaitu memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan antara bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan. Kategorinya adalah membedakan (menyendi rikan, memilih, memfokuskan, memilih) yaitu membedakan bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak relevan, bagian yang penting dari yang tidak penting, mengorganisasikan (menemukan koherensi, memadukan, membuat garis


(53)

besar, mendeskripsikan pesan, menstrukturkan) yaitu menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi dalam sebuah struktur, mengatribusikan (mendekonstruksi) yaitu menentukan sudut pandang atau nilai maupun maksud dibalik materi pelajaran.

5. C5 (mengevaluasi) yaitu mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan atau standar. Memeriksa (mengoordinasi, mendeteksi, memonitor, menguji) yaitu menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau produk dan menentukan apakah suatu proses atau produk memiliki memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut.

6. C6 (mencipta), yaitu memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinil. Kategori pengklasifikasian C6 yaitu merumuskan (membuat hipotesis) yaitu membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria, merencanakan (mendesain) yaitu merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas, memproduksi (mengkonstruksi), yaitu menciptakan suatu produk.

Sedangkan menurut Munandar (2012: 238) hasil belajar kognitif terbagi dalam dua bagian, yaitu kognitif rendah dan kognitif tinggi. Hasil belajar kognitif rendah terdiri dari tiga aspek yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi/penerapan(C3), sementara hasil belajar kognitif tinggi terdiri dari tiga aspek yaitu analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diutarakan mengenai pengertian hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang setelah melalui suatu proses belajar, baik dari segi kognitifnya


(54)

(pengetahuan), afektifnya (sikap) maupun dari segi psikomotoriknya (keterampilan). Hasil belajar kognitif terdiri dari kognitif rendah dan tinggi. Pada penelitian ini hasil belajar yang diteliti adalah hasil belajar kognitif rendah dengan aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3).

Menurut teori Gestalt (dalam Darmodjo 2009: 56) belajar merupakan suatu proses perkembangan, yang secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, model serta dukungan lingkungan, keluarga dan lingkungan. Selanjutnya, dikemukakan oleh Waslimah (2007: 159) bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa.

Kualitas pengajaran di sekolah sangat ditentukan oleh guru, sebagaimana dikemukakan oleh Sanjaya (2008: 50), bahwa guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Berdasarkan pendapat ini dapat ditegaskan bahwa salah satu faktor eksternal yang sangat berperan mempengaruhi hasil belajar siswa adalah guru. Guru menurut Wina


(55)

Sanjaya (2008: 50) dalam proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Peran guru, apalagi untuk siswa pada usia sekolah dasar, tak mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain seperti televisi, radio dan komputer. Sebab siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.

Hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu proses yang didalamnya terlibat sejumlah faktor yang saling mempengaruhinya. Tinggi rendahnya hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Ruseffendi (2011: 7) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ke dalam sepuluh macam, yaitu kecerdasan, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru dan kondisi masyarakat. Penjelasan di atas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang didapatkan oleh siswa. Kesepuluh faktor tersebut yang harus guru perhatikan dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

2.6 Model Pembelajaran Bermain Peran

Model berasal dari Bahasa Yunani yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sedangkan istilah model adalah jalan atau cara yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka model menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Model pembelajaran yang digunakan guru hampir tidak ada yang sia-sia, karena model yang digunakan tersebut akan mendatangkan hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu yang relatif lama. Pembelajaran adalah setiap


(56)

perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Pembelajaran dalam dunia pendidikan adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Model dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peran yang sangat penting, keberhasilan implementasi model pembelajaran sangat tergantung pada cara guru menggunakan model pembelajaran (Majid, 2014: 150).

2.6.1 Pengertian Model Pembelajaran Bermain Peran

Pada dasarnya, bermain memiliki dua pengertian yang harus dibedakan. Bermain menurut pengertian yang pertama dapat bermakna sebagai sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari “menang-kalah” (play). Sedangkan yang kedua disebut sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai dengan adanya

pencarian ”menang-kalah” (game). Peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu (Ginanjar, 2013: 45).

Pengertian peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain (Mulyasa, 2013: 112). Bermain peran pada prinsipnya merupakan model untuk menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata


(57)

ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap peran tersebut. Mulyasa (2013: 134) bermain peran adalah suatu model kegiatan belajar yang menekankan pada kemampuan penampilan warga belajar untuk memerankan suatu status atau fungsi suatu pihak-pihak lain yang terdapat pada dunia kehidupan. Sejalan dengan pendapat tersebut model bermain peran adalah model mengajar yang dalam pelaksanannya peserta didik mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang muncul dari situasi sosial.

Bermain peran merupakan penerapan pembelajaran berdasarkan pengalaman. Bermain peran memungkinkan para siswa mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain, identifikasi tersebut mungkin cara untuk mengubah perilaku dan sikap sebagaiman siswa menerima karakter orang lain (Hamalik, 2008: 214). Alasan diterapkannya model pembelajaran bermain peran dalam kegiatan belajar mengajar adalah untuk penanaman dan pengembangan konsep, nilai, moral, serta norma. Hal ini dapat dicapai bila para peserta didik secara langsung bekerja dan melakukan interaksi satu sama lainnya dan melakukan pemecahan masalah melalui peragaan. Oleh karena itu, model ini mampu menghasilkan suatu pengalaman yang berharga bagi para peserta didik. Menurut Majid (2014: 163) bermain peran adalah model pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin


(58)

muncul pada masa mendatang. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran bermain peran adalah cara yang digunakan guru dalam proses pembelajaran dengan memberikan suatu topik/masalah yang dipecahkan oleh peserta didik dengan memainkan peran dalam hal ini terkait dengan pembelajaran.

2.6.2 Tujuan Penggunaan Model Bermain Peran

Tujuan yang diharapkan dengan penggunaan model bermain peran menurut Syaiful (2010: 88) antara lain adalah:

1. Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain. 2. Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.

3. Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.

4. Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.

Kemudian menurut Syaiful (2010: 91) tujuan dari penggunaan model bermain peran (bermain peran) adalah:

1. Mendorong siswa untuk menciptakan realitas mereka sendiri; 2. Mengembangkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain; 3. Meningkatkan motivasi belajar siswa;

4. Melibatkan para siswa pemalu dalam kegiatan kelas; 5. Membuat rasa percaya diri siswa;

6. Membantu siswa untuk mengidentifikasi dan kesalahpahaman yang benar; 7. Menunjukkan siswa bahwa dunia nyata yang kompleks dan masalah yang

muncul di dunia nyata tidak dapat diselesaikan dengan hanya menghafal informasi;

8. Menggarisbawahi penggunaan simultan keahlian yang berbeda (yang diperoleh secara terpisah).

Sistem sosial dari model ini disusun secara sederhana, guru bertanggung jawab minimal pada tahap pemulaan. Selajutnya guru membimbing para peserta didik untuk melanjutkan kegiatan sesuai langkah-langkah yang telah ditetapkan.


(59)

Intervensi guru perlu dikurangi ketika bermain peran telah memasuki tahap pemeranan, dalam tahap ini peserta didiklah yang lebih aktif. Pertanyaan dan komentar guru harus mendorong para peserta didik utnuk mengekspresikan perasaan dan gagasannya secara bebas dan jujur. Guru juga harus menumbuhkan saling percaya antara dirinya dengan peserta didik agar peserta didik dapat melibatkan diri secara aktif dalam pembelajaran.

Sedikitnya terdapat lima prinsip reaksi penting dari model pembelajaran bermain peran. Pertama, guru selayaknya menerima respon para pesereta didik, terutama yang berkaitan dengan pendapat dan perasaannya, tanpa penilaian terhadap baik atau buruk reaksi yang diberikannya. Kedua, guru seyogyanya membantu peserta didik mengeksplorasi situasi masalah dari berbagai segi, berusaha membantu mencari titik temu dan perbedaan dari pandangan-pandangan yang dikemukakan para peserta didik. Ketiga, dengan cara merefleksikan, menganalisis dan menangkap respons-respons peserta didik, guru berupaya meningkatkan kesadaran peserta didik akan pandangan-pandangan dan perasaannya sendiri. Keempat, guru perlu menekankan kepada para peserta didik bahwa terdapat banyak cara untuk memainkan suatu peran, setiap cara memiliki konsekuensi yang berbeda dan beraneka ragam. Konsekuensi itulah yang harus dieksplorasi oleh peserta didik. Kelima, guru perlu menekankan kepada peserta didik bahwa terdapat berbagai cara untuk memecahkan suatu masalah; tidak ada satu carapun yang paling tepat. Peserta didik perlu mengkaji hasil dari suatu pemecahan yang ditawarkan untuk mengetahui tepat atau tidaknya pemecahan masalah yang dilakukan.


(60)

Mulyasa (2008: 57) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

Sistem penunjang dalam pembelajaran bermain peran cukup sederhana tetapi sangat penting. Hal yang sangat penting dalam bermain peran adalah situasi masalah, yang biasanya disampaikan secara lisan tetapi dapat juga dikemukakan dalam bentuk lain misalnya melalui lembaran-lembaran yang dibagikan kepada peserta didik. Dalam lembaran tersebut dikemukakan perincian langkah-langkah yang akan diperankan lengkap dengan watak pemeran masing-masing. Menurut Huda (2014: 208), sintaks strategi bermain peran dapat dilihat dalam tahap-tahapannya adalah sebagai berikut: 1). Guru menyususn dan menyiapkan sekenario yang akan ditampilkan, 2). Guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari sekenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, 3). Guru membentuk kelompok siswa masing-masing beranggotakan 5 orang, 4). Guru memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai, 5). Guru memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan sekenario yang sudah dipersiapkan, 6). Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati sekenario yang sedang diperagakan, 7). Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberi lembar kerja untuk


(61)

membahas / memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok, 8). Guru memberikan kesimpulan dan evaluasi secara umum.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang langkah-langkah pembelajaran peneliti menentukan bahwa langkah bermain peran pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) tahap pemeranan; (6) diskusi dan evaluasi tahap; (9) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan. Tahap ke 7 dan ke 8 tidak digunakan karena melihat keterbatasan waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas.

2.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Bermain Peran (Bermain peran)

Model bermain peran mempunyai beberapa kelebihan dan juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain menurut Syaiful (2010: 418), kelebihan model bermain peran (bermain peran) antara lain:

1. Siswa melatih dirinya untuk malatih memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan.

2. Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.

3. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni peran di sekolah.

4. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya.

5. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.

6. Bahasa lisan siswa dibina dengan baik agar mudah dipahami orang.

Kemudian menurut Syaiful (2010: 93) model bermain peran memiliki kelebihan diantaranya:


(62)

1. Dapat menjabarkan pengertian (konsep) dalam bentuk praktik dan contoh-contoh yang menyenangkan.

2. Dapat menanamkan semangat peserta didik dalam memecahkan masalah ketika memerankan sekenario yang dibuat.

3. Dapat membangkitkan minat peserta didik terhadap materi pelajaran yang diajarkan.

4. Permainan peran bisa pula memupuk dan mengembangkan suatu rasa kebersamaan dan kerjasama antar peserta didik ketika memainkan sebuah peran.

5. Keterlibatan para peserta permainan peran bisa menciptakan baik perlengkapan emosional maupun intelektual pada masalah yang dibahas.

Model bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu. Apabila pelaksanaan sosio drama dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui model ini. Sebagian besar anak yang tidak ikut drama mereka menjadi kurang aktif.Kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan.

2.6.4 Penerapan ModelBermain perandalam pembelajran

Tujuan pendidikan di sekolah harus mampu mendukung kompetensi tamatan sekolah, yaitu pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan untuk mendekatkan dirinya dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan kebutuhan daerah. Sementara itu, kondisi pendidikan di negara kita dewasa ini, lebih diwarnai oleh pendekatan yang menitik beratkan pada model belajar konvensional seperti ceramah, sehingga


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Desain pembelajaran PPKn menggunakan model pembelajaran bermain peran adalan guru mempersiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan kemudian guru menentukan media yang akan digunakan, guru mendesai media yang tepat tersebut dan dimasukkan ke dalam rencana pembelajaran. Langkah kedua adalah pelaksanaan pembelajaran guru meminta bantuan guru lain untuk menilai keterlaksanaan pembelajaran yang berlagsung berdasarkan sintak pembelajarannya, sistem sosial dan juga prilaku yang guru lakukan di dalam proses pembelajaran. Langkah ketiga menilai reaksi yang diperlihatkan oleh siswa, selain itu guru kolaborator juga menilai aktifitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Setelah akhir pembelajaran guru menilai hasil belajar siswa yang dipengaruhi oleh reaksi siswa dan aktivitas siswa. Berdasarkan hasil penelitian dalam mendesain model pembelajaran bermain peran ini guru harus memperhatikan karakteristik siswa yang akan diajarkan dengan menggunakan model bermain peran.

2. Keterlaksanaan pembelajaran, pada siklus 1 mendapatkan nilai terendah pada penilaian prilaku siswa pada saat siswa berinteraksi dengan guru serta pada


(2)

✂ ✂✄

penilaian prilaku guru saat guru memberikan bimbingan dan arahan, sedangkan nilai tertinggi pada kegiatan guru saat menanggapi siswa dalam membacakan hasil kinerja dan pada saat siswa mengutarakan pendapatnya. Pada siklus 2 mendapatkan nilai terendah pada penilaian prilaku guru pada saat guru berinteraksi dengan siswa serta penilaian prilaku siswa pada saat siswa menerima bimbingan dan arahan, sedangkan nilai tertinggi pada kegiatan guru saat menanggapi gagasan siswa dan penilaian prilaku siswa pada saat membacakan hasil kinerja dan menyampaikan gagasan. Pada siklus 3 yang mendapatkan nilai terendah penilaian prilaku guru pada saat berinteraksi dengan siswa, sedangkan nilai tertinggi pada kegiatan siswa saat mengutarakan gagasan siswa dan guru saat menanggapi siswa dalam membacakan hasil kinerja. Sehingga berdasarkan hasil penelitian diperoleh kelemahan penilaian prilaku guru yaitu kurang dapatnya guru berinteraksi dengan siswa dikarenakan siswa yang memainkan peran, sedangkan penilaian prilaku siswa pada saat siswa mengutarakan penilaian terhadap temannya yang sedang memerankan tokoh.

3. Penilaian asesment siswa dilakukan dengan sangat baik pada setiap siklusnya. Pada siklus pertama rata-rata penilaian siswa adalah 63,1 dengan 4 orang siswa kurang dari 60, pada siklus 2 mengalami peningkatan sehingga memperoleh rata-rata sebesar 72,7 dengan tidak ada siswa dibawah 60 dan pada siklus 3 mengalami peningkatan kembali sehingga memperoleh rata-rata sebesar 80,2 dengan tidak ada siswa dibawah 60. Melalui model bermain peran siswa terasah untuk mengamati peran yang diperankan oleh temannya, mengolah informasi nalar serta mengkomunikasikan dari naskah yang mereka


(3)

☎ ☎✆

terima menjadi drama yang dipetanskan tetapi kemampuan siswa untuk bertanya kurang dapat ditingkatkan.

4. Hasil belajar siswa pada siklus 1 sebesar 60,7 dengan 16 orang siswa dibawah KKM dan 20 orang siswa diatas KKM, hasil belajar siswa pada siklus 1 dinilai kurang baik. Hasil belajar siswa pada siklus 2 sebesar 72,7 dengan 4 orang mendapatkan nilai 60, hasil belajar siswa pada siklus 2 dinilai cukup baik. Hasil belajar siswa pada siklus 3 sebesar 80,1 dengan seluruh siswa mendapatkan nilai diatas KKM, hasil belajar siswa pada siklus 3 dinilai sangat baik.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang terurai di atas, peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

5.2.1 Dalam desain pembelajaran guru terlebih dahulu melihat karakteristik siswa SMP yang masih dalam tingkat remaja sehingga pembelajaran yang akan disampaikan dapat sesuai.

5.2.2 Dalam melaksanakan desain pembelajaran ada beberapa tahapan yang perlu guru lakukan agar pembelajaran dapat berjalan sesaui dengan yang diharapkan. Model pembelajaran bermain peran kurang dapat meningkatkan kemampuan bertanya siswa karena waktu yang dibutuhkan untuk belajar sempit sehingga pertanyaan yang ingin siswa sampaikan tidak dapat disampaikan.

5.2.3 Dalam pelaksanaan pembelajaran guru benar-benar harus mengikuti

rencana pembelajaran yang telah dibuat agar pada saat proses pembelajaran berjalan dengan terstruktur. Pada saat merancang


(4)

✝ ✝✞

pembelajaran dengan model bermain peran guru perlu memperkirakan waktu untuk peran yang akan disampaikan cukup dan siswa dapat mengeluarkan apa yang ingin siswa sampaikan.

5.2.4 Asesmen siswa harus diperhatikan terus menerus agar siswa melaksanakan apa yang diinginkan oleh guru sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.

5.2.5 Peningkatan hasil belajar siswa harus diperhatikan pada setiap

perpertemuan agar guru mengetahui pada tahapan yang mana yang perlu diperbaiki oleh guru.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Lorin W. Et al. 2010. A Taxonomy for Learning, Teaching and

Assessing, A Revison of Bloom’s Taxonomy of Education Objectives. New York: Addison Wesley Logman. Inc.

Aunurrohman. 2009.Belajar dan Pembelajaran.Bandung: Alfabeta.

Ausubel, D.P. dan David, R.K. 2010. School Learning: An Instroduction to Educational Psychology, New York: Holt, Rinehart and Winston. Inc. Bahari Syaiful. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Bloom, S.B. 1982. Taxonomy of Educational Objective The Clasification of Educational. Handbook 1: Coqnitive domain. (editor: Englehart, Frust, Hill, Krathwohl). New York dan London: Longman

Budianto. 2010.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: PT Asri Maha Satya.

Budhi, Utami. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan Kusuma karya.

Djamarah. 2008.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Darmodjo. 2009.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.

Gagne, R. 2013. The Conditions of Learning (Fourth Edition). Holt, Rinehart & Winston, New York.

Ginanjar. 2013. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hamalik, Oemar. 2008. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Huda. 2014. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Kanti, Wilujeng. 2015. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pres.

Kemendiknas. 2014.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Depdikbud

Munandar. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan Kusuma karya.


(6)

Majid. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana. Jakarta

Mulyasa. 2008. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Purwanto. 2006.Metode Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu

Ruseffendi. 2011.Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Jakarta: Alfabeta

Sudjana. 2004.Penilaian Hasil Belajar Mengajar.Bandung: Remaja Rosdakarya. Sagala. 2007. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT

Rineka Cipta.

Sanjaya, Wina. 2008. Mengatasi Kesulitan Belajar pada Anak. Yogyakarta: Javalitera.

Syaiful. 2010. Educational Technology. New York: Lawrence Erlbaum Associates.

Sugiyono. 2012, Teknologi Komunikasi dan Informasi. Perkembangan dan dampaknya dalam penelitian.Malang: IPTPI.

Siti , Maisaroh. 2013.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta

Waslimah. 2007. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana. Jakarta

Wayan. Lasmawan. 2013.Instuctional implications and applications of sociohistorical psychology,CAMBRIDGE Univercity Press.