Hasil Belajar KAJIAN PUSTAKA

besar, mendeskripsikan pesan, menstrukturkan yaitu menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi dalam sebuah struktur, mengatribusikan mendekonstruksi yaitu menentukan sudut pandang atau nilai maupun maksud dibalik materi pelajaran. 5. C5 mengevaluasi yaitu mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan atau standar. Memeriksa mengoordinasi, mendeteksi, memonitor, menguji yaitu menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau produk dan menentukan apakah suatu proses atau produk memiliki memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut. 6. C6 mencipta, yaitu memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinil. Kategori pengklasifikasian C6 yaitu merumuskan membuat hipotesis yaitu membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria, merencanakan mendesain yaitu merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas, memproduksi mengkonstruksi, yaitu menciptakan suatu produk. Sedangkan menurut Munandar 2012: 238 hasil belajar kognitif terbagi dalam dua bagian, yaitu kognitif rendah dan kognitif tinggi. Hasil belajar kognitif rendah terdiri dari tiga aspek yaitu pengetahuan C1, pemahaman C2, dan aplikasipenerapanC3, sementara hasil belajar kognitif tinggi terdiri dari tiga aspek yaitu analisis C4, sintesis C5, dan evaluasi C6. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diutarakan mengenai pengertian hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang setelah melalui suatu proses belajar, baik dari segi kognitifnya pengetahuan, afektifnya sikap maupun dari segi psikomotoriknya keterampilan. Hasil belajar kognitif terdiri dari kognitif rendah dan tinggi. Pada penelitian ini hasil belajar yang diteliti adalah hasil belajar kognitif rendah dengan aspek pengetahuan C1, pemahaman C2, dan aplikasi C3. Menurut teori Gestalt dalam Darmodjo 2009: 56 belajar merupakan suatu proses perkembangan, yang secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, model serta dukungan lingkungan, keluarga dan lingkungan. Selanjutnya, dikemukakan oleh Waslimah 2007: 159 bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Kualitas pengajaran di sekolah sangat ditentukan oleh guru, sebagaimana dikemukakan oleh Sanjaya 2008: 50, bahwa guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Berdasarkan pendapat ini dapat ditegaskan bahwa salah satu faktor eksternal yang sangat berperan mempengaruhi hasil belajar siswa adalah guru. Guru menurut Wina Sanjaya 2008: 50 dalam proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Peran guru, apalagi untuk siswa pada usia sekolah dasar, tak mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain seperti televisi, radio dan komputer. Sebab siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa. Hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu proses yang didalamnya terlibat sejumlah faktor yang saling mempengaruhinya. Tinggi rendahnya hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Ruseffendi 2011: 7 mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ke dalam sepuluh macam, yaitu kecerdasan, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru dan kondisi masyarakat. Penjelasan di atas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang didapatkan oleh siswa. Kesepuluh faktor tersebut yang harus guru perhatikan dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

2.6 Model Pembelajaran Bermain Peran

Model berasal dari Bahasa Yunani yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sedangkan istilah model adalah jalan atau cara yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka model menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Model pembelajaran yang digunakan guru hampir tidak ada yang sia-sia, karena model yang digunakan tersebut akan mendatangkan hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu yang relatif lama. Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Pembelajaran dalam dunia pendidikan adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Model dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peran yang sangat penting, keberhasilan implementasi model pembelajaran sangat tergantung pada cara guru menggunakan model pembelajaran Majid, 2014: 150.

2.6.1 Pengertian Model Pembelajaran Bermain Peran

Pada dasarnya, bermain memiliki dua pengertian yang harus dibedakan. Bermain menurut pengertian yang pertama dapat bermakna sebagai sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari “menang-kalah” play. Sedangkan yang kedua disebut sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai dengan adanya pencarian ”menang-kalah” game. Peran role bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu Ginanjar, 2013: 45. Pengertian peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain Mulyasa, 2013: 112. Bermain peran pada prinsipnya merupakan model untuk menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelaspertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap peran tersebut. Mulyasa 2013: 134 bermain peran adalah suatu model kegiatan belajar yang menekankan pada kemampuan penampilan warga belajar untuk memerankan suatu status atau fungsi suatu pihak-pihak lain yang terdapat pada dunia kehidupan. Sejalan dengan pendapat tersebut model bermain peran adalah model mengajar yang dalam pelaksanannya peserta didik mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang muncul dari situasi sosial. Bermain peran merupakan penerapan pembelajaran berdasarkan pengalaman. Bermain peran memungkinkan para siswa mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain, identifikasi tersebut mungkin cara untuk mengubah perilaku dan sikap sebagaiman siswa menerima karakter orang lain Hamalik, 2008: 214. Alasan diterapkannya model pembelajaran bermain peran dalam kegiatan belajar mengajar adalah untuk penanaman dan pengembangan konsep, nilai, moral, serta norma. Hal ini dapat dicapai bila para peserta didik secara langsung bekerja dan melakukan interaksi satu sama lainnya dan melakukan pemecahan masalah melalui peragaan. Oleh karena itu, model ini mampu menghasilkan suatu pengalaman yang berharga bagi para peserta didik. Menurut Majid 2014: 163 bermain peran adalah model pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin