Tinjauan Wilayah Kecamatan Peusangan

4.3 Tinjauan Wilayah Kecamatan Peusangan

4.3.2 Sejarah perkembangan Kota Matangglumpangdua sebagai Ibukota Kecamatan Peusangan Belanda menguasai Aceh pada tahun 1904, yaitu ketika Belanda menduduki benteng Kuta Glee di Batee Iliek, di bagian Barat Kabupaten Bireuen. Kemudian dengan Surat Keputusan Vander Guevernement General Van Nederland Indie tanggal 7 September 1934, Aceh dibagi menjadi enam Afdeeling kabupaten yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen. Salah satunya adalah Afdeeling Noord Kust van Aceh Kabupaten Aceh Utara yang dibagi dalam tiga Onder Afdeeling kewedanan. Kewedanan dikepalai oleh seorang Countroleur wedana yaitu: Onder Afdeeling Bireuen kini Kabupaten Bireuen, Onder Afdeeling Lhokseumawe kini Kota Lhokseumawe dan Onder Afdeeling Lhoksukon Kini jadi Ibu Kota Aceh Utara. Selain Onder Afdeeling tersebut, terdapat juga beberapa daerah Ulee Balang Zelf Bestuur yang dapat memerintah sendiri terhadap daerah dan rakyatnya, yaitu Ulee Balang Keureutoe, Geureugok, Jeumpa dan Peusangan. Daerah Ulee Balang Peusangan yang dipimpin Teuku Tjhik Muhammad Djohan Alamsjah atau dikenal dengan Ampon Tjhik Peusangan saat itu mengalami perkembangan yang cukup pesat dibandingkan dengan daerah lain. Sehingga hal inilah yang memicu tumbuhnya kota kecil Matangglumpangdua hingga saat ini. Berdasarkan sejarah ada beberapa tahap yang dilakukan Ampon Chik untuk menumbuhkan kejayaan Peusangan, yaitu bidang pendidikan agama, pertanian dan perdagangan. Pertumbuhan dan perkembangan Kota Matangglumpangdua tidak Universitas Sumatera Utara terlepas dari keberhasilan Ampon Chik mewujudkan Matangglumpangdua sebagai kota pendidikan dengan merangkul cendekiawan dan ulama untuk mendirikan lembaga pendidikan agama Islam yang bernama Almuslim dan menjadi cikal bakal Universitas Almuslim yang terus berkembang hingga saat ini. Bangunan - bangunan bermunculan sebagai tuntutan masyarakat yang semakin ramai ingin mengenyam pendidikan. Keberhasilan dibidang pendidikan, membuat Ampon Chik perlu memikirkan kemakmuran masyarakat Peusangan melalui perekonomian dimana perhatian utamanya tertuju ke bidang pertanian. Seluruh masyarakat Peusangan diperintahkan untuk memperluas area persawahan. Permasalahan yang muncul selanjutnya adalah ketidak tersediaan air yang cukup untuk mengairi persawahan yang sudah meluas, disamping ketidakmampuan dan minimnya ilmu yang dimiliki masyarakat pada saat itu untuk mengatasi persoalan tersebut. Namun hal ini ditindaklanjuti oleh Ampon Chik dengan meminta bantuan pemerintah Belanda saat itu untuk memodernisasikan pertanian dengan merencanakan dan membangun bendungan dan irigasi untuk mengatur aliran air dari Krueng Peusangan. Hingga kini buah tangan Ampon Chik beserta rakyatnya menjadi bukti keberhasilan Peusangan menjadi lumbung Padi Aceh karena produksi padinya yang melimpah. Keberhasilan dibidang pertanian selanjutnya diikuti dengan budi daya perkebunan terutama buah-buahan. Ampok Chik mendatangkan ahli pertanian dari Bogor dengan bantuan pemerintah Belanda. Para ahli tersebut datang dengan membawa segala bibit unggul buah-buahan yang diinginkan Ulee Balang. Untuk Universitas Sumatera Utara selanjutnya Ampon Chik memperlakukan peraturan bagi masyarakat untuk menanam segala jenis buah-buahan. Hingga kini Kota Matangglumpangdua memiliki lebih dari 7 tujuh jalur masuk ke kotanya. Dengan peraturan yang berlaku pada saat itu membuat setiap kepala keluarga disepanjang jalur tersebut untuk menanam pekarangan yang masih kosong dengan buah-buahan yang sesuai. Keputusan ini diterapkan Ampon Chik Peusangan untuk menciptakan nilai tambah dari lahan-lahan masyarakat. Banyak masyarakat mengakui bahwa banyaknya buah-buahan dari kebun masyarakat di Matangglumpangdua merupakan produk tanaman tua yang ditanam masa kepemimpinan Ampon Chik tersebut. Untuk menunjang kegiatan pertanian, maka Ampon Chik mulai menggiatkan perdagangan. Pusat perdagangan pasar dan rumah toko mulai bermunculan di segala pelosok Peusangan yang menjadi cikal bakal munculnya Kota Matangglumpangdua. Menurut keterangan Razuardi mantan Sekda Kabupaten Bireuen sekurang-kurangnya ada 3 tiga tradisi pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang kerap diceritakan sebagian masyarakat Peusangan dan diakui telah cukup membantu pertumbuhan ekonomi kawasan seperti disaksikan hingga hari ini. Telah mentradisi, masyarakat Peusangan membangun pertokoan dirasakan sedikit berbeda dengan khalayak lain diseputaran Kabupaten Bireuen. Mereka menjarakkan garis sempadan pertokoan itu dari tepi jalan raya. Tujuan perlakuan ini tak lain hanyalah untuk memudahkan pesinggah berlama-lama di kota kecil itu. Banyak pendapat tentang perlakuan ini, namun kebiasaan ini tidak dapat dipisahkan dari sejarah penguasa Peusangan masa silam, tatkala Ampon Chik Peusangan memimpin wilayah Universitas Sumatera Utara itu. Hampir tak terbantahkan bahwa konsep meramaikan pasar yang dilakukan pemimpin itu masih ditaati masyarakat hingga saat ini. Tradisi mengadakan hari meugang selama dua hari menjelang puasa, pada lebaran puasa dan haji dapat disaksikan hingga hari ini. Tujuan diadakannya meugang pertama yaitu dua hari sebelum hari raya atau puasa, adalah untuk memberi kesempatan bagi masyarakat pesisir Peusangan seperti kawasan Jangka memasarkan produk mereka. Hingga saat ini pada meugang pertama terlihat masyarakat petambak menjajakan ikan bandeng hasil usaha tambak mereka. Dengan demikian masyarakat pesisir juga menikmati penghasilan dihari itu. Begitu pula halnya masyarakat yang tinggal didaerah dataran tinggi masyarakat peusangan di bagian selatan mereka berkesempatan memasarkan hasil perkebunan dan budidaya tanaman terutama bagi masyarakat pesisir. Selanjutnya masyarakat tidak diperbolehkan masuk ke wilayah hari pekan, jika tidak membawa barang dagangan dari kampung masing-masing. Tradisi ini menjadikan masyarakat Peusangan yang mengunjungi hari pekan, yaitu hari Kamis hingga sekarang, tidak hanya menghabiskan uang mereka pada hari keramaian itu, tetapi menjajakan juga hasil produksi mereka apapun bentuknya. Upaya ini cukup berpotensi untuk membangun masyarakat Peusangan ke arah produktif hingga saat ini. Setelah melewati perjalanan sejarah yang panjang hingga Indonesia merdeka tahun 1945 sementara Kota Bireuen dan kota Matangglumpangdua tetap berada dalam wilayah administratif Kabupaten Aceh Utara hingga akhirnya Kabupaten Universitas Sumatera Utara Bireuen dibentuk pada 12 Oktober 1999, melalui Undang - undang Nomor 48 dan Kota Bireuen menjadi ibukota Kabupaten, sementara Matangglumpangdua menjadi kota Kecamatan Peusangan yang juga bagian dari Kabupaten Bireuen. Gambaran latar belakang perkembangan Kota Matangglumpangdua pada umumnya relatif sama dengan kota - kota lain di Indonesia kota kecamatan yang dimulai dari persimpangan sebagai titik simpul awal pertumbuhan daerah terbangun, kemudian berkembang mengikuti pola jaringan jalan yang ada berbentuk linier. Dari perkembangan dan pertumbuhan tersebut maka akan terbentuk struktur ruang dan fungsi serta peranan kota baik secara eksternal maupun internal. 4.3.2 Kondisi geografis dan batas administrasi Kecamatan Peusangan yang memiliki luas 12.248 Ha. Batas wilayahnya yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Jangka; sebelah Selatan dengan Kecamatan Peusangan Selatan, Kecamatan Juli dan Kecamatan Peusangan Siblah Krueng; sebelah Barat dengan Kecamatan Kota Juang, Kecamatan Kuala dan sebelah Timur dengan Kecamatan Kuta Blang. Secara morfologi sebagian wilayah kecamatan Peusangan berupa topografi desa-desa dataran, sebagian lagi berupa lembah atau daerah aliran sungai DAS dan perbukitan. Jenis tanah merupakan aluvial yang cocok untuk pertanian. Sumber daya air permukaan di kecamatan Peusangan meliputi sumber daya air Kruengsungai Peusangan 120 ha dan waduk Paya Kareung 10 Ha. Universitas Sumatera Utara Jumlah Desa Gampong di Kecamatan Peusangan sebanyak 69 desa. Namun yang masuk dalam wilayah perkotaan Bireuen sebanyak 41 desa, yang termasuk dalam lokasi penelitian terdiri dari 8 delapan desa. Alasan diambil 8 delapan desa tersebut karena letaknya yang berdekatan dengan pusat kota dan termasuk juga kawasan yang sudah menampakkan karakteristik perkotaan dilihat dari jumlah penduduk, prasarana dan sarana yang terkonsentrasi pada suatu tempatlokasi. Adapun rician luas per desa tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Luas Wilayah Per-Desa yang Termasuk dalam Lokasi Penelitian di Kecamatan Peusangan No Desa Luas Ha 1 Matang Sagoe 405 2 Keude Matangglumpangdua 90 3 Pante Gajah 312 4 Matang Glp II Mns Timu 64 5 Matang Glp II Mns Dayah 150 Sumber: Kecamatan Peusangan Dalam Angka, Tahun 2010 Dari ke 8 delapan desa tersebut yang menjadi ibukota kecamatan Peusangan adalah Keude Matangglumpangdua, sehingga dapat digambarkan kedekatan atau jauhnya jarak antara desa - desa yang menjadi wilayah penelitian dengan pusat kota sebagai pusat kegiatan utama melalui Tabel 4.13. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.13 Jarak Desa dari Ibukota Kecamatan No Desa Jarak Km 1 Matang Sagoe 1 2 Keude Matangglumpangdua 3 Pante Gajah 1 4 Matang Glp II Mns Timu 5 Matang Glp II Mns Dayah 2 Sumber: Kecamatan Peusangan Dalam Angka, Tahun 2010 4.3.3 Pola penggunaan lahan pertanian di wilayah penelitian Penggunaan lahan sawah di desa pada wilayah penelitian tahun 2000 keseluruhannya seluas 242,55 Ha atau 23,75 dari luas desa. Sedangkan untuk lahan bukan sawah termasuk pertanian kebun, ladang dan tegalan, dan non pertanian urban adalah sebesar 778.45 Ha dengan persentase 76,24 dari total luas desa. Penggunaan lahan pertanian khususnya lahan sawah dan bukan sawah di Kecamatan Peusangan tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 4.14. Tabel 4.14 Penggunaan Lahan Sawah dan Bukan Sawah di Wilayah Penelitian Tahun 2000 No Nama Desa Luas Desa Ha Lahan SawahHa Lahan Bukan Sawah Ha 1 Matang Sagoe 405 119.49 285.51 2 Keude Matangglumpangdua 90 19.25 70.75 3 Pante Gajah 312 45.01 266.99 4 Matang Glp II Mns Timu 64 26.44 37.56 5 Matang Glp II Mns Dayah 150 32.36 117.64 Jumlah 1021 242.55 778.45 Sumber: Kecamatan Peusangan Dalam Angka, Tahun 2000 Universitas Sumatera Utara Sedangkan untuk tahun 2010 penggunaan lahan sawah di desa pada wilayah penelitian keseluruhannya seluas 196 Ha atau 19,19 dari luas desa. Sedangkan untuk lahan bukan sawah termasuk pertanian kebun, ladang dan tegalan, dan non pertanian urban adalah sebesar 825 Ha dengan persentase 80,80 dari total luas desa. Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan lahan sawah dan bukan sawah tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.15. Tabel 4.15 Penggunaan Lahan Sawah dan Bukan Sawah di Wilayah Penelitian Tahun 2010 No Nama Desa Luas Desa Ha Lahan SawahHa Lahan Bukan Sawah Ha 1 Matang Sagoe 405 110 295 2 Keude Matangglumpangdua 90 - 90 3 Pante Gajah 312 36 276 4 Matang Glp II Mns Timu 64 10 54 5 Matang Glp II Mns Dayah 150 40 110 Jumlah 1021 196 825 Sumber: Kecamatan Peusangan Dalam Angka, Tahun 2010 4.3.4 Karakteristik penggunaan lahan disekitar lokasi lahan pertanian Kecamatan Peusangan Penggunaan lahan di Kecamatan Peusangan didominasi oleh lahan pertanian. Penggunaan lahan pertanian khusunya sawah dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Sawah yang berdekatan dengan permukiman. 2. Sawah yang berdekatan dengan perkantoran dan pendidikan. 3. Sawah yang berdekatan dengan jalan raya. 4. Sawah yang berdekatan dengan perdagangan dan jasa. Universitas Sumatera Utara Lahan pertanian di desa Pante Gajah Gambar 4.5 menunjukkan lahan pertanian yang terletak didekat permukiman antara lain berada di desa Meunasah Timur, desa Pante Gajah dan desa Meunasah Dayah. Lahan pertanian yang terletak dekat dengan permukiman memiliki kecenderungan untuk beralih fungsi menjadi permukiman juga. Gambar 4.5. Lahan Pertanian yang Berdekatan dengan Permukiman Sumber: Dokumen, 2010 Gambar 4.6 menunjukkan lahan pertanian yang terletak didekat perkantoran dan perguruan tinggi cenderung mengalami alih fungsi dikarenakan kebutuhan untuk perluasan bangunan misalnya untuk pengembangan kampus dimana lokasi lahan pertanian disekitar kampus bisa diperoleh dengan harga yang lebih terjangkau. Selanjutnya Gambar 4.7 memperlihatkan lahan pertanian yang lokasinya berdekatan dengan jalan arteri primer yaitu berada pada lintasan jalan yang menghubungkan Medan dan Banda Aceh, berdasarkan pengamatan di lapangan cenderung mengalami alih fungsi lahan dari pertanian sawah ke non pertanian permukiman dan Lahan pertanian di desa Meunasah Timu Universitas Sumatera Utara komersial. Hal ini disebabkan banyaknya lahan pertanian disepanjang lintasan tersebut terkena dampak pembangunan pertokoan, perkantoran dan bidang usaha. Gambar 4.6. Lahan Pertanian yang Berdekatan dengan Perkantoran dan Perguruan Tinggi Sumber: Dokumen, 2010 Gambar 4.7. Lahan Pertanian yang Berdekatan dengan Jalan Raya Sumber: Dokumen, 2010 Gambar 4.8 memperlihatkan lahan pertanian yang berdekatan dengan perdagangan dan jasa juga menunjukkan kecenderungan akan tumbuhnya bangunan - bangunan lain di sekitar bangunan yang sudah ada. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.8. Lahan Pertanian yang Berdekatan dengan Perdagangan dan Jasa Disektor pertanian rakyat seperti cetak sawah baru sebagai pengganti areal lahan persawahan yang semakin menciut masih terabaikan. Dulu, Bireuen selain dikenal sebagai kota dagang juga dikenal sebagai kabupaten surplus beras. Produksi gabah Bireuen dulu banyak diangkut dijual ke Medan, Sumatera Utara, tapi kini akibat produksi gabah semakin berkurang kebutuhan beras terpaksa dipasok dari Medan Waspada Online, 2008. Universitas Sumatera Utara 4.3.5 Jumlah dan pertumbuhan penduduk di wilayah penelitian di Kecamatan Peusangan Jumlah penduduk Kecamatan Peusangan pada seluruh desa yang termasuk dalam wilayah penelitian di Kecamatan Peusangan pada tahun 1990 adalah 5306 jiwa dengan jumlah penduduk terbesar adalah di Desa Pante Gajah sebanyak 1.482 jiwa dan terkecil di Matang Sagoe sebanyak 551 jiwa. Pada tahun 1999 jumlah penduduk meningkat menjadi 5879 jiwa. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Desa di Wilayah Penelitian Tahun 1990-1999 No Desa 1990 Luas wilayah Ha Jumlah Penduduk Jiwa Kepadatan Penduduk JiwaHa 1 Matang Sagoe 151 551 3,65 2 Keude Matangglumpangdua 90 1.026 11,40 3 Pante Gajah 312 1.482 4,75 4 Matang Glp II Mns Timu 64 1.046 16,35 5 Matang Glp II Mns Dayah 150 1.200 8 T o t a l 767 5306 44,15 Tabel 4.16 Lanjutan No Desa 1999 Luas wilayah Ha Jumlah Penduduk Jiwa Kepadatan Penduduk JiwaHa 1 Matang Sagoe 151 611 4,05 2 Keude Matangglumpangdua 90 1.137 12,63 3 Pante Gajah 312 1.642 5,26 4 Matang Glp II Mns Timu 64 1.159 18,11 5 Matang Glp II Mns Dayah 150 1.330 8,87 767 5.879 48,92 Sumber: BPS Aceh Utara, 1990-1999 Universitas Sumatera Utara Kepadatan penduduk di daerah penelitian tahun 1990 rata-rata adalah 8,83 jiwaHa. Desa Matang Glp II Meunasah Timu merupakan wilayah yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu 21 jiwaHa, sedangkan terendah terdapat di Desa Matang Sagoe yaitu sebesar 5 jiwaHa. Sedangkan untuk tahun 1999 kepadatan rata- rata penduduk adalah 10 jiwaHa. Dari hasil perhitungan didapat bahwa laju pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu tahun 1990 hingga 1999 adalah sebesar 0,75 per tahun. Untuk tahun 2000 hingga tahun 2010 setelah pemekaran kepadatan cenderung meningkat. Pada tahun 2000 jumlah penduduk yaitu sebanyak 6.776 jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu menjadi 9.170 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk antara lain disebebkan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dari jumlah kelahiran, juga diakibatkan oleh tingkat aksesibilitas dan pergerakan penduduk baik dari pusat kota maupun dari kota Matanggglumpangdua. Untuk lebih jelasnya bias dilihat pada tabel 4.17. Tabel 4.17 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Desa di Wilayah Penelitian Tahun 2000-2010 No Desa 2000 Luas wilayah Ha Jumlah Penduduk Jiwa Kepadatan Penduduk JiwaHa 1 Matang Sagoe 151 704 5 2 Keude Matangglumpangdua 90 1.310 15 3 Pante Gajah 312 1.893 6 4 Matang Glp II Mns Timu 64 1.336 21 5 Matang Glp II Mns Dayah 150 1.533 10 T o t a l 767 6.776 57 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.17 Lanjutan No Desa 2010 Luas wilayah Ha Jumlah Penduduk Jiwa Kepadatan Penduduk JiwaHa 1 Matang Sagoe 405 2.052 5 2 Keude Matangglumpangdua 90 1.423 16 3 Pante Gajah 312 2.160 7 4 Matang Glp II Mns Timu 64 1.477 23 5 Matang Glp II Mns Dayah 150 2.058 14 1.021 9.170 65 Sumber: Kecamatan Peusangan Dalam Angka, Tahun 2010 Kepadatan penduduk juga mengalami peningkatan dari rata-rata 11,4 jiwaHa pada tahun 2000, menjadi 13 jiwaHa pada tahun 2010. Dari hasil perhitungan didapat laju pertumbuhan penduduk di desa yang masuk lokasi penelitian mencapai 1,2 per tahun. Dengan membandingkan jumlah penduduk sebelum pemekaran dan sesudah pemekaran dapat dihasilkan Gambar 4.9. Gambar 4.9 Grafik Rata-rata Pertambahan Jumlah Penduduk pada Desa-desa di Wilayah Penelitian Sumber: Kecamatan Peusangan dalam Angka Universitas Sumatera Utara 4.3.6 Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Peusangan Mata pencaharian penduduk merupakan faktor pendukung yang ikut mempengaruhi penggunaan lahan. Mata pencaharian penduduk dalam berbagai lapangan usaha di kecamatan Peusangan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.18. Tabel 4.18 Jumlah Penduduk Kecamatan Peusangan Dan Lapangan Usaha Per Desa Di Wilayah Penelitian Tahun 2010 NO Desa Petani Pedagang Industri RT PNS Buruh Pegawai Swasta Lainnya 1 Matang Sagoe 214 50 7 47 120 96 2 Keude Matangglumpangdua 75 23 8 16 266 45 3 Pante Gajah 88 33 10 24 289 95 4 Matang Glp II Mns Timu 57 34 7 12 234 18 5 Matang Glp II Mns Dayah 85 24 15 35 343 Jumlah 519 164 47 134 1252 254 Sumber: Kecamatan Peusangan Dalam Angka, Tahun 2010 Berdasarkan Tabel 4.18 dilihat prosentase mata pencaharian pendudk kecamatan Peusangan pada tahun 2010 adalah sebagai buruhpegawai swasta sebanyak 1252 orang 52,83 disusul petani sebanyak 519 orang 21,90, dan lainnya sebanyak 599 25,27. Jumlah penduduk yang bermata pencaharian petani terlihat sangat berkurang dibandingkan tahun 1977 mencapai 69 jumlah penduduk ketika Kecamatan Peusangan berada dibawah Kabupaten Aceh Utara dikarenakan kebijakan pemerintah Kabupaten Aceh Utara ketika itu yang memprioritas Universitas Sumatera Utara pengembangan wilayah Peusangan dan sekitarnya yaitu pada bidang pertanian dan saranaprasarana yang mendukungnya yang dapat menunjang industri skala besar didaerah tersebut. 4.3.7 Perekonomian A. Pertanian Kecamatan Peusangan merupakan penghasil padi terbanyak di Kabupaten Bireuen. Selama tahun 2010 jumlah produksi padi secara keseluruhan di Kecamatan Peusangan mencapai 21.01 ton dengan produktivitas 5,240 tonHa. Selain padi juga terdapat tanaman kedelai dengan jumlah produksi 3645 ton selama tahun 2010. Diantara 6 enam komoditas tanaman pangan yang ada, ubi kayu merupakan tanaman yang paling produktif di Kecamatan Peusangan dengan produktivitas mencapai 182,73 KwHa. Selama tahun 2010, dengan lahan tanam seluas 35 Ha dan lahan panen seluas 33 Ha bisa menghasilkan ubi kayu 603 ton. Untuk wilayah penelitian produktivitas tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 4.19. Tabel 4.19 Luas Tanam dan Produktivitas Padi di kecamatan Peusangan No Desa Luas Tanam produktivitas Tonha ProduksiTon 1 Matang Sagoe 110 5,24 576,40 2 Keude Matangglumpangdua - - 3 Pante Gajah 45 4,79 235,80 4 Matang Glp II Mns Timu 10 3,33 52,40 5 Matang Glp II Mns Dayah 40 5,24 209,60 Rata 5,24 Sumber: Kecamatan Peusangan Dalam Angka, Tahun 2010 Universitas Sumatera Utara B. Perdagangan Penggunaan lahan untuk perdagangan pada tahun 2010 dikecamatan Peusagan seluas 47,96 ha 1,15 yang meliputi pasar dan pertokoan warung makan, toko kelontong yang berkembang disekitar Keude Matangglumpangdua dan sekitar koridor jalan propinsi yang menghubungkan Aceh dengan Sumatera Utara yang perkembangannya cenderung linear sepanjang jalan arteri primer dan jalan arteri skunder. Jumlah pasar dan pertokoan dapat dilihat pada Tabel 4.20. Tabel 4.20 Jumlah Pasar dan Kios di Wilayah Penelitian di Kecamatan Peusangan Tahun 2010 No. Desa Pasar dengan Bangunan Permanen KiosToko 1 Matang Sagoe - 11 2 Keude Matangglumpangdua 1 250 3 Pante Gajah - 30 4 Matang Glp II Mns Timu - 6 5 Matang Glp II Mns Dayah - 195 Jumlah 1 492 Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2011 C. Industri Untuk sektor industri merupakan industri rumah tangga. Disamping itu terdapat juga industri makanan yang mencapai 199 unit, yang sebagian besar memproduksi kue basah dan kue kering yang dipasarkan di warung -warung kopi yang ada di ibulota kecamatan peusangan dan di desa-desa. Jumlah industri di kecamatan Peusangan dapat dilihat pada Tabel 4.21. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.21 Jumlah Industri di kecamatan Peusangan tahun 2010 No. Desa Industri Kayu kosen Kerajinan Kasab Bordir Bengkel Doorsmeer Makanan 1 Matang Sagoe 2 13 3 2 Keude Matangglumpangdua 100 3 Pante Gajah 4 Matang Glp II Mns Timu 1 1 1 3 5 Matang Glp II Mns Dayah 3 25 3 7 Jumlah 6 39 4 13 100 Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2010 D. Fasilitas sosial Penggunaan lahan untuk fasilitas sosial di Kecamatan Peusangan pada tahun 2101 seluas 26,98 Ha 0,65. Fasilitas sosial ini berupa fasilitas pendidikan sekolah, perguruan tinggi, fasilitas kesehatan, dan fasilitas tempat ibadah. Fasilitas pendidikan yang tersedia mulai dari taman kanak- kanak, sekolah dasar termasauk didalamnya madrasah, hingga sekolah menengah atas, dan yang terakhir perguruan tinggi yaitu universitas Almuslim dan Sekolah Tinggi Agama Islam Almuslim Tabel 4.22. Untuk fasilitas kesehatan kesehatan di Kecamatan Peusangan terdiri dari Puskesmas sebanyak 1 unit, pustu 2 unit dan polindes 23 unit. Polindes mengalami penambahan sebanyak 4 empat unit di tahun 2009 dan 7 tujuh unit di tahun 2010 Tabel 4.23. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.22 Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Penelitian No Desa SD SMP SMU MI MTsN MA Perguruan Tinggi 1 Matang Sagoe 1 1 2 Keude Matangglumpangdua 2 1 2 1 1 3 Pante Gajah 1 4 Matang Glp II Mns Timu 1 5 Matang Glp II Mns Dayah Jumlah 4 1 2 1 1 1 1 Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2010 Tabel 4.23 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Wilayah Penelitian Kecamatan Peusangan Tahun 2010 No Desa Rumah Sakit Puskesmas Pustu KlinikDokter Praktek Polindes 1 Matang Sagoe 1 1 2 Keude Matangglumpangdua 13 3 Pante Gajah 4 Matang Glp II Mns Timu 5 Matang Glp II Mns Dayah Jumlah 14 1 Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2010 Untuk fasilitas tempat ibadah dikarenakan masyarakat kecamatan Peusangan mayoritas muslim sehingga terdapat Mesjid dan SurauMeunasah. Berikut jumlah fasilitas ibadah di wilayah penelitian Tabel 4.24. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.24 Jumlah Fasilitas Ibadahl di Wilayah Penelitian Kecamatan Peusangan Tahun 2010 No Desa Mesjid Surau 1 Matang Sagoe 1 2 Keude Matangglumpangdua 1 1 3 Pante Gajah 1 4 4 Matang Glp II Mns Timu 1 5 Matang Glp II Mns Dayah 5 Jumlah 2 12 Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2010 4.3.8 Infrastruktur A. Jaringan jalan Ketersediaan dan kelengkapan sistem sarana perkotaan akan sangat berpengaruh dalam mendukung dan mendorong laju perkembangan dan pertumbuhan lingkungan perkotaan. Untuk itu strategi utama pemerintah dalam pengembangan sistem sarana adalah menambah dari segi kuantitas dan jenis sarana perkotaan baik dalam bidang pendidikan, kesehatan maupun sarana sosial lainnya. Kegiatan pertanian dan perdagangan serta industri di Kecamatan Peusangan, tentunya tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan sarana transportasi yang memadai untuk menunjang kelancaran aksesibilitas barang hasil produksi pertanian maupun industri. Kota Matangglumpangdua dilalui oleh jaringan jalan arteri primerjalan nasional Banda Aceh-Medan yang melayani lalu lintas regional dan lokal di sepanjang jalur utama yang melintasi sebagian wilayah Desa Keude Matangglumpangdua, Desa Matang Sagoe, dan Desa Pante Gajah sehingga menjadikan bangunan komersial Universitas Sumatera Utara perdagangan dan jasa disepanjang jalan tersebut terus berkembang. Jalan arteri primer difungsikan untuk menghubungkan Kecamatan Peusangan dengan Kota Bireuen dan kota Lhokseumawe serta Kabupaten Aceh Utara. Disamping itu telah terbentuknya jaringan jalan ke setiap pusat pusat lingkungan yang langsung mengakses jalan utama tersebut. Tabel 4.25 menjelaskan jenis jalan yang terdapat di wilayah penelitian pada setiap kecamatan. Tabel 4.25 Jenis Jalan di Wilayah Penelitian No Desa Jalan aspal Km Jalan di perkeras Km Jalan Tanah Km 1 Matang Sagoe 0,8 0,5 0,5 2 Keude Matangglumpangdua 2,5 6,5 10 3 Pante Gajah 1,3 4,4 0,4 4 Matang Glp II Mns Timu 3 0,4 0,4 5 Matang Glp II Mns Dayah 2,5 4,4 3 Jumlah 10,1 16.2 14.3 Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2010 B. Jaringan air bersih Kebutuhan air bersih di kawasan Perkotaan Bireuen dilayani oleh Perusahaan Derah Air Minum PDAM melalui distribusi jaringan perpipaan, yang saat ini hanya melayani Kecamatan Kota Juang BWK Kota Juang saja. Hal ini dikarenakan masyarakat di Kecamatan lain masih dominan menggunakan air bersih dari sumur galian tanah. Untuk Kecamatan Peusangan sendiri terdapat Instalasi Pengolahan Air Universitas Sumatera Utara IPA Matangglumpangdua BWK Peusangan berkapasitas 10 Lder dengan sumber air baku dari sungai Krueng Mane. 4.3.9 Kebijakan pemerintah Jika dilihat dari sejarah perkembangan Kecamatan Peusangan ketika masih merupakan daerah Ulee Balang Peusangan, pada dasarnya pemerintah saat itu yang dipimpin Ampon Chik Peusangan sangat memprioritaskan kegiatan ekonomi masyarakat di bidang pertanian, hal ini terlihat dari dibangunnya beberapa proyek besar irigasi untuk mendukung keberlangsungan pertanian tersebut terutama persawahan. Selanjutnya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Aceh Utara tahun 1998-2008 pada Kecamatan Peusangan diarahkan sebagai kawasan budi daya Pertanian dikarenakan wilayah ini cukup memberi peluang sebagai sentra pengembangan komoditi pertanian tanaman pangan, baik berupa tanaman padi, palawija, maupun holtikultura, selain karena ditunjang letak geografis, juga tingkat kesuburan tanah. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, prioritas utama pengembangan wilayah Peusangan dan sekitarnya adalah pada bidang pertanian dan saranaprasarana yang mendukungnya, yang dapat menunjang pembangunan industri skala besar yang bersumber pada gas alam yang terletak di Lhokseumawe sehingga diperoleh hubungan yang lebih serasi antara kantong industri dan wilayah sekitar. Seiring dengan berkembangnya industri skala besar di Lhokseumawe maka kenaikan permintaan terhadap barang-barang pertanian merupakan keuntungan yang utama Universitas Sumatera Utara bagi pengembangan sektor pertanian di luar wilayah industri tersebut, seperti kecamatan Peusangan pada Tabel 4.23 menunjukkan perkembangan struktur ruang di wilayah penelitian. Dalam RTRW Kabupaten Bireuen tahun 2002-2011 wilayah perkotaan Bireuen dibagi menjadi 2 dua Satuan wilayah Pengembangan SWP, yaitu SWP 1 dengan pusat pengembangan di kota Bireuen,kecamatan Kota Juang dan SWP II dengan pusat di Matangglumpangdua, kecamatan Peusangan. Selanjutnya dalam RTRW tahun 2007-2027, Wilayah Kabupaten Bireuen dibagi menjadi 4 empatSWP, dan termasuk Kecamatan Peusangan yang dirahkan kepada kawasan pertanian serta perdagangan, jasa dan pemerintahan dengan pusatnya di Kota Matangglumpangdua. Dengan kata lain Matangglumpangdua menjadi pusat pelayanan kegiatan bagi daerah-daerah yang berdekatan. Untuk menunjang pelayanan tersebut tentunya diimbangi dengan pemenuhan infrastruktur yang mendukung, hal inilah yang menjadi daya tarik masyarakat untuk cenderung memilih lahan yang berdekatan dengan pusat kegiatan tersebut. Untuk kegiatan perdagangan dan jasa biasanya tumbuh secara linier mengikuti jalan utama. Sedangkan untuk permukiman cenderung memilih daerah pinggiran, akibatnya konversi lahan pun tidak dapat dihindari Tabel 4.26. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.26 Perkembangan Struktur Ruang di Wilayah Penelitian Kecamatan RTRW Kabupaten Aceh Utara 1998-2008 RTRW Kabupaten Bireuen tahun 2002-2011 Kebijakan struktur ruang Kegiatan utama Kebijakan struktur ruang Kebijakan struktur ruang Peusangan Satuan Kawasan Pengembangan SKP Peusagan Pertanian Satuan Wilayah Pengembangan SWP II Peusangan Pertanian, perdagangan, jasa dan pemerintahan Tabel 4.26 Lanjutan Kecamatan RUTR Kawasan perkotaan Bireuen Tahun 2006-2016 RDTR Kabupaten Bireuen Tahun 2008-2027 Kegiatan Utama Kegiatan Utama Kegiatan Utama Kegiatan Utama Peusangan Bagian Wilayah KotaBWK Peusangan Terminal regional, perumahan, pertanian SWP Peusangan kawasan pertanian serta perdagangan, jasa dan pemerintahan Sumber: - Laporan Fakta dan Analisa Kabupaten DATI II Aceh Utara, 1997 - Laporan Akhir RTRW Kabupaten Bireuen, 2002 Universitas Sumatera Utara

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisa Laju Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Peusangan

Sebelum Pemekaran Tahun 1990-2000 dan Sesudah Pemekaran Tahun 2000-2010 Kawasan penelitian merupakan kawasan yang penggunaan lahannya didominasi oleh kegiatan pertanian. Namun seiring waktu telah terjadi perubahan laha dari pertanian sawah, ladang, dan perkebunan menjadi non pertanian perdagangan, permukiman, dan perkantoran. Dalam melakukan analisis penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Peusangan dengan melihat perbandingan antara penggunaan lahan kawasan penelitian sebelum pemekaran dalam rentang waktu tahun 1990 sampai tahun 2000 dan setelah pemekaran dalam rentang waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 menggunakan foto udara dari google earth dan peta dasar dari Bappeda Kabupaten Bireuen. Tipe penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga jenis penggunaan lahan yaitu lahan pertanian terdiri dari sawah dan lahan kering; urban termasuk permukiman, pendidikan, kesehatan, perkantoran, perdagangan dan jasa; serta rawa atau empang. Hasil interpretasi dari foto udara kemudian didigitasi dengan software AutoCAD, sehingga didapat hasil perhitungan seperti pada Tabel 5.1. 82 Universitas Sumatera Utara