mempunyai resiko dan ketidakpastian yang lebih tinggi akan cenderung dikonversikan ke penggunaan lain yang tingkat resiko dan ketidakpastian
lebih rendah. 7. Lahan sebagai aset. Pandangan ini walaupun tanpa pemanfaatan lebih
memperumit permasalahan sebagai akibat potensi produksi, kelangkaan dan aksesibilitasnya sama sekali tidak melibatkan usaha manusia secara
pribadi milik pribadi penguasa lahan. Sistem kepemilikan atas dasar keperansertaan untuk saat ini “tidak ada”, maka fenomena spekulan lahan
yang mengkonversikan lahan pertanian ke penggunaan lain yang tidak jelas peruntukannya.
2.2 Urban Sprawl dan Perluasan Kota
2.2.1 Pengertian urban sprawl Pengaruh struktur ruang terhadap keberlanjutan perkotaan telah menjadi
perhatian serius di kota-kota di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Studi-studi terhadap kota - kota di Amerika Utara yang banyak dikategorikan sebagai “tidak
berlanjut” unsustainable telah mempersalahkan pola ruang semrawut sprawling yang dicirikan antara lain oleh pola penggunaan lahan melompat leapfrog, tata guna
lahan terpencar dan tingkat kepadatan rendah Gilham,2002 dalam Hakim, 2010. Proses perluasanperembetan kawasan terbangun kota ke arah luar sebagai
dampak meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan perkotaan didefenisikan
Universitas Sumatera Utara
sebagai urban sprawl Pontoh dan Kustiawan 2009, dimana akan membentuk pola ruang menyebar berserakan karena penggunaan lahan yang tak terencana. Urban
sprawl berpengaruh terhadap struktur tata ruang dapat dilihat dari 3 tiga struktur yaitu struktur fisik, kependudukan dan ekonomi.
Pengaruh urban sprawl dari struktur fisik adalah terjadinya pola penyebaran permukiman yang semakin meluasmelebar ke samping kiri kanan jalur transportasi,
denga kata lain terjadi pemusatan fasilitas umum perkotaan di nodes; bagian wilayah tertentu. Dari struktur kependudukan adalah terjadinya pola penyebaran penduduk
diperlihaylan dengan penyebaran lahan terbangun permukiman yang semakin melebar ke samping kiri kanan jalan arteri. Sedangkan dari struktur ekonomi,
pengaruh urban sprawl adalah terjadinya perubahan pola kegiatan ekonomi penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan meningkatnya penduduk yang bekerja di sektor
non pertanian pedagang, buruh industri dan jasa.
2.2.2 Faktor penyebab urban sprawl Urban Sprawl berkaitan dengan proses perluasan kota. Secara garis besar, ada
3 tiga macam proses perluasan kekotaan yaitu Yunus, 2002: 1. Perembetan Konsentris Concentric DevelopmentLow Density
Continous Development, yaitu perembetan areal kekotaan berjala perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar Gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Perembetan Konsentris Sumber: Yunus, 2002
2. Perembetan Memanjang ribbon developmentlinear developmentaxial development, yaitu perembetan areal kekotaan yang tidak merata di
semua bagian sisi-sisi luar daripada daerah kota utama, perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang
bersifat menjari dari pusat kota Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Perembetan Memanjang Sumber: Yunus, 2002
3. Perembetan yang meloncat leap frog developmentcheckerboard development, yaitu perembetan lahan kekotaannya terjadi berpencar
secara sporadis Gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Perembetan yang Meloncat Sumber: Yunus, 2002
Selain proses perluasan di atas, Pontoh dan Kustiawan 2009 menambahkan faktor penyebab proses urban sprawl lainnya yaitu:
1. Kebijakan perencanaan dari pemerintah, terutama kebijakan
pembangunan transportasi dan perumahan. a. Pembangunan jalan besar antar kota sehingga mendorong munculnya
lokasi pemukiman baru. b. Pemberian subsidi bagi perumahan yang tidak memandang lokasi
sehingga banyak real estate dibangun secara lompat katak. 2. Spekulasi tanah karena pengaruh pembangunan lompat katak tadi dimana
mereka menunggu harga tanah naik terlebih dahulu baru mulai melakukan pembangunan.
3. Peraturan guna lahan yang ketat di kota sehingga mengundang para investor mencari tanah di luar kota.
4. Perhitungan beban biaya layanan fasilitas perkotaan yang mahal.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Perkembangan kota Menurut Bintarto 1977 dalam Muhyi 2004, ada tiga jenis perkembangan
arah kota, sebagai berikut: 1. Tampak bahwa daya tarik dari luar kota adalah pada daerah dimana
kegiatan ekonomi banyak menonjol yaitu sekitar pelabuhan impor ekspor dan sekitar hinterland yang subur. Harga tanah di sekitar jalur ini akan
lebih tinggi dari pada harga tanah di sekitar pegunungan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Bentuk Arah Perkembangan Kota dengan Pelabuhan Impor Ekspor dan Sekitar Hinterland
Sumber: Bintarto, 1977
2. Kota yang mempunyai pusat-pusat industri dan kota dagang, mempunyai daya tarik di sektor-sektor tersebut di samping itu daerah-daerah di sekitar
pusat rekreasi tidak kalah menarik. Daerah sekitar pegunungan dan laut merupakan daerah lemah. Namun tidak berarti bahwa daerah ini tidak
mampu menarik penduduk untuk bermukim. Murahnya harga tanah, mampu menarik penduduk untuk bermukim Gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Bentuk Arah Perkembangan Kota dengan Pusat-pusat Industri Dagang Sumber: Bintarto, 1977
3. Perkembangan kota ke segala arah, akan semakin mempercepat perkembangan kota, dengan didukung oleh potensi masing - masing
wilayah. Hal ini akan menjadikannya sebagai kota besar atau kota metropoitan. Selanjutnya, kecenderungan yang ada akan semakin
berkembangnya kota - kota satelit yang akan mendukung kota besar. Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Bentuk Arah Perkembangan Kota dengan Berbagai Pusat Aktivitas dan Kegiatan
Sumber: Bintarto, 1977
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan kawasan perkotaan dapat didlihat melalui perkembangan kepadatan dan populasi penduduknya, serta semkin meluasnya kawasan perkotaan
hingga melewati batas administrasi suatu kota. Selain perluasan secara fisik, yang paling mencolok adalah perbuhan bentuk pemanfaatan lahanpenggunaan lahan.
2.2.4 Penelitian terdahulu Sutarti 1999 dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi konversi lahan sawah di Kabupaten Serang dengan menggunakan analisis regresi diduga faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan
sawah yaitu pertumbuhan penduduk, kontribusi PDRB non tanaman pangan, produktivitas lahan sawah, jarak lokasi ke pusat pertumbuhan ekonomi dan kawasan
industri. Melalui uji-t diperoleh bahwa pertumbuhan penduduk, kontribusi PDRB non tanaman pangan, jarak lokasi dari pusat pertumbuhan ekonomi dan kawasan industri
berpengaruh nyata terhadapa model, sedangkan produktivitas lahan sawah tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99.
Alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Karawang pada tahun 2001-2010 dipengaruhi berbagai faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penurunan
lahan sawah di Kabupaten Karawang adalah laju pertambahan jumlah penduduk, jumlah industri, produktivitas padi sawah, proporsi luas lahan sawah terhadap luas
wilayah, dan kebijakan tata ruang wilayah. Variabel-variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan luas lahan sawah, yaitu jumlah
industri dan proporsi luas lahan sawah terhadap luas lahan total berpengaruh nyata
Universitas Sumatera Utara
pada taraf α= 10 persen. Sedangkan variabel kebijakan pemerintah, laju pertumbuhan penduduk, dan produktivitas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan luas
lahan sawah Puspasari, 2012. Sumaryanto, dkk 2006 dalam penelitiannya mengenai dampak negatif
konversi lahan pertanian di Jawa menunjukkan bahwa sebagian besar lahan sawah yang terkonversi berubah fungsi menjadi lahan pemukiman, kawasan industri dan
prasarana jalan raya. Pada umumnya, laju konversi lahan sawah yang tertinggi terjadi pada
hamparan sawah di sekitar perkotaan. Oleh karena berbagai aturan dan perundang- undangan yang ditujukan untuk mengendalikan konversi lahan sawah tidak efektif,
maka konversi lahan sawah terkesan tidak pandang bulu; menimpa lahan-lahan sawah produktif dengan fasilitas irigasi yang baik. Mengingat bahwa dimasa mendatang
peluang untuk memperluas areal panen semakin terbatas, maka konversi lahan sawah untuk jangka panjang sangat berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung hal itu bersumber dari degradasi luas panen, secara tidak langsung disebabkan menurunnya produktivitas
hamparan lahan sawah disekitarnya. Konversi lahan sawah menyebabkan hilangnya mata pencaharian sebagian
anggota masyarakat setempat, khususnya petani dan buruh tani. Oleh karena sebagian dari mereka tidak dapat menjangkau kesempatan kerja dan usaha yang baru maka
konversi lahan sawah diduga juga mengakibatkan terjadinya peningkatan kemiskinan di wilayah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Rangkuman Tinjauan Pustaka