Analisis Keterkaitan Perluasan Kota terhadap Pola konversi Lahan

yang berada di pusat Kecamatan tidak ada lagi lahan pertanian, artinya lahan pertanian terkonversi 100.

5.5 Analisis Keterkaitan Perluasan Kota terhadap Pola konversi Lahan

5.5.1 Pola perluasan kota Berdasarkan prinsip dasar penataan ruang kawasan perkotaan Bireuen konsep struktur dan pola pemanfaatan ruang di masa yang akan datang, konsep pengembangan struktur tata ruang kawasan perkotaan Bireuen dialokasikan penyebaran di tempat-tempat strategis atau yang mempunyai aksesibilitas baik, sehingga mudah dijangkau dari seluruh Bagian Wilayah Kota. Kegiatan utama yang dikembangkan di pusat pelayanan ini berupa jasa pelayanan kegiatan pemerintahan, jasa pelayanan kegiatan perekonomian dan jasa pelayanan kegiatan permukiman, yang dikembangkan secara berjenjang dan terpadu sesuai skala pelayanannya, yaitu: 1. Pusat pelayanan utama, berupa pusat jasa pelayanan pemerintahan dialokasikan di pusat kegiatan pemerintahan dengan skala pelayanan regional, kecamatan dan kelurahan. 2. Pusat pelayanan kegiatan perdagangan dan jasa, guna melayani kebutuhan penduduk perkotaan Bireuen, kawasan disekitar Perkotaan Bireuen, dan kabupaten Bireuen. 3. Pusat pelayanan kegiatan permukiman, guna melayani kebutuhan penduduk dengan skala pelayanan kota. Universitas Sumatera Utara 4. Pusat Bagian Wilayah Kota, merupakan pusat pelayanan yang dialokasikan tersebar merata ke seluruh pusat-pusat kawasan dengan skala pelayanan kawasan, sesuai ketersediaan lahan dan daya dukung lahan terhadap kegiatan yang akan dikembangkan. Pola pengembangan pusat-pusat kegiatan yang tersebar keseluruh kawasan Kawasan Perkotaan Bireuen ini akan membentuk pola radial, sehingga memudahkan dalam melayani kebutuhan seluruh penduduknya. Namun agar orientasi kegiatan penduduk Kawasan Perkotaan Bireuen tidak terpusat terkonsentrasi di pusat kota saja, maka pada masing-masing lingkungan harus disediakan pusat pelayanan skala kawasan pengembangan. Sebagai pusat pendukung pusat utama perkotaan Bireuen yang terkait dengan upaya menarik perkembangan kegiatan perkotaan ke arah yang lebih aman, maka secara fungsional kawasan ini mempunyai fungsi sebagai pusat pelayanan bagi penduduk yang berada disekitarnya dengan skala tingkat pelayanan yang diberikan lebih rendah dari pada pusat kawasan. Selain itu sub pusat kawasan ini berfungsi sebagai penghubung penduduk ke pusat kawasan. Sesuai dengan fungsi- fungsi tersebut, maka elemen-elemen yang perlu ada di kawasan ini diantaranya adalah: 1. Elemen Utama: meliputi sarana dan prasarana sosial, ekonomi dan pelayanan umumpemerintahan yang berskala lokal maupun regional, juga sarana dan prasarana pendidikan beserta infrastruktur penunjangnya. Universitas Sumatera Utara 2. Elemen Penunjang: meliputi fasilitas perumahan, fasilitas sosial ekonomi skala lingkungan, kawasan pemerintahan skala lokal serta infrastuktur penunjangnya. Sesuai dengan RDTR Kota Bireuen, Kecamatan Peusangan dengan Ibukota Kota Matangglumpangdua merupakan wilayah pelayanan kota BWK bagian Timur. Pengembangan kota kearah Timur ini ditandai dengan pembangunan beberapa fasilitas, misalnya pembangunan terminal untuk melayani angkutan kota antar Provinsi AKAP dan angkutan kota dalam Provinsi AKDP. Hal ini menyebabkan Kota ini mengalami perkembangan yang relatif cepat bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain disekitarnya.. Pola penebaran bangunan di BWK ini linier sepanjang koridor utama jalan dan pola konsentrik terutama bangunan permukiman. BWK Peusangan merupakan kawasan yang mempunyai tingkat kepadatan sedang- rendah. Fungsi utama lahan di BWK ini adalah kawasan permukiman, rekreasi, pertambakan dan pertanian, dimana arah pengembangan BWK ini adalah kawasan rekreasi dan olahraga, permukiman, perdagangan lokal dan pertanian. Jenis penggunaan lahan lainnya adalah perlayanan umum dan sosial skala lokal atau wilayah kota serta perkantoran cabang instansi atau dinas dan jasa. Perkembangan Kota Matangglumpangdua dapat dilihat melalui perkembangan kepadatan dan populasi penduduknya, serta semakin meluasnya kawasan perkotaan hingga melewati batas administrasi kota tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 5.9. Universitas Sumatera Utara Pola menyebar mengitari pusat kegiatan yaitu kegiatan pendidikan dimana terletak perguruan tinggi, sehing disekitarnya tumbuh lahan terbangun untuk penunjang kegiatan kampus Gambar 5.9 Pola Perkembangan Kota Sesuai dengan RDTR Kota Bireuen Universitas Sumatera Utara 116 Berdasarkan Gambar 5.9 pertumbuhan lahan terbangun dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Lapisan pertama adalah lahan-lahan yang berhadapan langsung dengan jalan raya, jenis kegiatannya adalah kegiatan perdaganganruko dan jasa. Dari arahan tata ruang Kota Bireuen sudah jelas pertumbuhan kawasan perdagangan dan jasa tersebut akan mengkonversi lahan-lahan pertanian yang umumnya beririgasi teknis. 2. Lapisan kedua yang tidak berhadapan dengan jalan raya penggunaan lahan diperuntukkan untuk permukiman. Lahan di kawasan ini berkembang menjadi lahan yang sangat cepat, karena didukung oleh fasilitas yang memadai selain dipengaruhi juga oleh kemudahan dalam pencapaian aksesibilitas hal inilah yang dikhawatirkan akan membentuk pola permukiman yang tidak terkendali sehingga mengkonversi lahan pertanian yang sudah ada yang berakibat semakin berkurangnya lahan pertanian yang berubah menjadi lahan terbangun, baik berfungsi sebagai permukiman maupun komersil yang disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah penduduk dengan segala aktivitasnya sehingga yang terjadi perkembangan perkotaan yang cenderung tanpa kendali ke wilayah pinggiran kawasan perkotaan yang disebut urban sprawl. Penyimpangan lainnya yang teridentifikasi adalah lahan di sepanjang jalan menuju ke Kecamatan Peusangan Selatan, dikarenakan di jalur ini berdiri Perguruan Universitas Sumatera Utara 117 tinggi terbesar di Kabupaten Bireuen, sehingga lahan yang sebelumnya diperuntukkan untuk permukiman cenderung berubah fungsi untuk tujuan komersial dan jasa. Di sepanjang jalan tersebut sudah berdiri bangunan penunjang kegiatan kampus, seperti pertokoan, ruko, rumah kos, rumah makam fotokopi dan rental komputer. Lahan pertanian yang berdekatan dengan kampus ada yang beralih fungsi menjadi lahan terbangun untuk perluasan kampus. Perkembangan tersebut tersebar secara sporadis dan tidak berpola dengan baik, serta diikuti konversi lahan pertanian. Perkembangan demikian juga menyulitkan penyediaan prasarana dan sarana yang efisien, dan mengakibatkan terjadinya kemacetan lalu lintas karena adanya arus pergerakan periodik antara wilayah pinggiran ke pusat kota. Agar kondisi ini tidak terus berkembang, maka diperlukan kesadaran, keinginan dari berbagai elemen terkait serta partisipasi masyarakat untuk tetap konsisten dengan rencana tata ruang yang sudah disepakati. Untuk menganalisis berapa besarnya penyimpangan konversi luas lahan yang diarahkan dalam RDTR dan konversi lahan yang terjadi dilapangan selama kurun waktu tahun 2000 hingga 2010 dapat dilihat pada Tabel 5.11. Tabel 5.11 Potensi Penyimpangan RDTR di Desa dalam Wilayah Penelitian Desa Penggunaan lahan pertanian ke fungsi lain Besar Konversi lahan Ha Persentase Besar konversi sesuai arahan RDTR Ha Persentase MTG sagoe permukiman 33.87 22.53 28.54 18.98 Perdagangan 6.22 4.14 18.75 12.47 Pendidikan - - Lain 0.24 0.16 2.76 1.84 Universitas Sumatera Utara 118 Tabel 5.11 Lanjutan Desa Penggunaan lahan pertanian ke fungsi lain Besar Konversi lahan Ha Persentase Besar konversi sesuai arahan RDTR Ha Persentase MNS Dayah permukiman 15.84 28.13 12.64 22.45 Perdagangan - - Pendidikan - - Lain 0.47 0.83 - MNS Timu permukiman 11.23 41.92 9.93 37.07 Perdagangan 4.17 15.57 0.73 2.72 Pendidikan - - Lain 1.39 5.19 - Pante gajah permukiman 26.98 35.09 22.74 29.57 Perdagangan 3.49 4.54 14.6 18.99 Pendidikan - - Lain 1.42 1.85 2.67 3.47 KD MTG permukiman 1.12 6.39 6.56 37.44 Perdagangan 11.23 64.10 7.41 42.29 Pendidikan 3.96 22.60 0.21 1.20 Lain 1.21 6.91 4.21 Sumber: Data Setelah Diolah, 2010 Berdasarkan data yang dianalisis menggunakan analisis korelasi multivariate dengan menggunakan SPSS didapatkan hasil pada Tabel 5.12 untuk menguji keterkaitan pola konversi lahan dengan RDTR Kota Bireuen. Hasil analisis komponen utama dari data konversi lahan pertanian menunjukkan bahwa di wilayah Penelitian terdapat 4 Kategori pokok pola konversi lahan pertanian yaitu: 1 pola pengembangan kotapemukiman, yang dicirikan dengan perubahan penggunaan lahan kearah pemukiman dan jalan raya yang dominan; 2 pola pengembangan perdagangan, jasa dan perkantoran, yang dicirikan dengan perubahan penggunaan lahan kea rah perdagangan yang dominan; 3 Pola pengembangan pendidikan, yang Universitas Sumatera Utara 119 dicirikan dengan perubahan penggunaan lahan kearah pengembangan kampus yang dominan; 4 pola pengembangan ke fungsi lainnya. Tabel 5.12 Hasil Analisis Korelasi Pola Konversi Lahan Pertanian Periode 2000-2010 Berdasarkan Penggunaan ke Fungsi Non Pertanian dengan RDTR Korelasi Koefisien Korelasi Sig Ket RDTR - Permukiman 0.981 0.003 S RDTR - Perdagangan 0.331 0.586 Ns RDTR - Pendidikan 1.000 0.000 S RDTR - Lainnya 0.104 0.868 Ns Sumber: Hasil Analisa, 2010 Dari Tabel 5.12 untuk RDTR dan Permukiman nilai korelasinya adalah -0.981 dengan probabilitas korelasi sig sebesar 0.003. Karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf signifikan α sebesar 0,05, maka hasilnya tidak terdapat korelasi dengan hubungan sangat kuat. Selanjutnya RDTR dan perdagangan nilai korelasinya 0.331, dengan probabilitas korelasi sig sebesar 0.586, tidak terdapat korelasi karena nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf signifikan 0.05. Demikian halnya dengan RTDR dan ke fungsi lain dengan nilai korelasi 0.104 dan taraf signifikan 0.868 juga tidak berkorelasi nyata. Sementara korelasi RDTR dan pendidikan berkorelasi postif dan memiliki tingkat hubungan sangat kuat dengan nilai korelasi 1 dan taraf signifikan 0. Hasil dari tabel untuk menguji keterkaitan pola konversi lahan dengan RDTR Kota Bireuen menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara pola konversi lahan Universitas Sumatera Utara 120 pertanian dengan rencana Detail Tata Ruang sebagai peraturan daerah, yaitu konversi lahan untuk pemukiman dan pendidikan sudah sesuai dengan RDTR. Sebagian penggunaan lahan tidak sesuai dengan arahan fungsi kawasan yang tercantum dalam RDTR misalnya di Desa Matang Sagoe yang sebagian wilayahnya diarahkan untuk pertanian, namun kenyataannya penggunaan lahan di tahun 2010 berubah sebesar 9.49 Ha yang digunakan untuk permukiman dan fungsi lainnya perdagangan dan jasa. Begitu halnya di desa-desa lainnya, hanya desa Meunasah Timu yang lahan pertaniannya masih sesuai arahan RDTR, namun tidak dapat dipungkiri hal ini akan berubah dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan. Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai RDTR yang berlaku di Kota Bireuen masih kurang. Konversi lahan yang terjadi tidak mempertimbangkan kebijakan pemerintah dalam hal tata ruang wilayah. Secara umum berdasarkan temuan di lapangan menunjukkan bahwa peran penetapan kawasan dalam RDTR kota Bireuen memegang peranan penting dalam konversi lahan yang terjadi. Keputusan pemerintah untuk memperluas kota dengan mengkonversi lahan pertanian produktif disepanjang jalan regional menunjukkan bahwa proses perencanaan kawasan sangat menentukan dalam perubahan penggunaan lahan. Oleh karenanya kebijakan pemerintah merupakan salah satu kunci utama dalam pengendalian peruabahan pemanfaatan lahan. Dengan demikian proses penyusunan kebijakan diharapkan lebih hati-hati dan memperhatikan potensi wilayah terutama lahan pertanian khusunya lahan sawah beririgasi teknis yang dapat terpengaruh secara langsung oleh keputusan tersebut. Universitas Sumatera Utara 121

5.6 Dampak Kerugian Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan