118
“ Anak-anak, sudah kalian lihat tadi semua, jurus dua golok. Saya ingin memperlihatkan kepada kalian semua hikmah dari jurus ini.
Ini jurus yang sangat andal dan sakti, tapi bukan untuk kalian praktikkan dengan tangan, tapi untuk kalian hidupkan dan amalkan
dalam jiwa. Cobalah kalian bayangkan. Kalian yang dikaruniai bakat hebat dan otak cerdas adalah bak golok tajam yang
mengkilat-kilat. Kecerdasan kalian bisa menyelesaikan berbagai masalah. Tapi kalau kalian tidak serius, tidak sepenuh tenaga dan
niat menggunakan otak ini, maka hidup kalian tidak akan maksimal, misi tidak akan sampai, usaha tidak akan berhasil, kayu
tidak akan patah. Sedangkan kalian yang kurang berbakat seperti golok majal yang karatan. Walau otak kalian tidak cemerlang, tapi
kalau kalian mau bekerja keras, tidak kenal lelah mengulang-ulang usaha dengan serius, sabar
dalam proses perjuangan dan tidak akan menyerah sedikitpun, maka hambatan apa pun lambat laun akan kalian kalahkan.
Ahmad Fuadi: 194-195
2. Aspek Psikologi Watak dalam Novel
Ranah 3 Warna
Berdasarkan Teori Kepribadian Abram Maslow
a. Kebutuhan Fisiologi
Umumnya kebutuhan fisiologis bersifat homeostatik usaha menjaga keseimbangan unsur-unsur fisik seperti makan, minum, gula,
garam, protein, serta kebutuhan istirahan dan seks. Kebutuhan ini digambarkan dalam penceritaan novel
Ranah 3 Warna
melalui tingkah laku dan kebiasaan para tokoh. Terutama hasil analisis ini menunjukkan
bahwa kebutuhan fisiologis tokoh utama ketika tidak dapat terpenuhi akhirnya menimbulkan sakit tifus.
commit to user
119
Di kisahkan dalam novel semenjak kematian ayah yang menjadi motivator serta tempat berlindung membuat kehidupan sang tokoh Alif
pun berubah total. Alif yang semula periang dan pantang putus asa dalam bermimpi menggapai cita-cita berubah menjadi sosok yang murung,
lemah, dan hampir kehilangan semangat hidupnya. Dia merasakan dunia ini gelap bak mengarungi samudra yang luas hanya dengan menggunakan
perahu sampan kecil dan terombang-ambing oleh ombak laut yang sewaktu-waktu dapat menenggelamkannya.
Seiring dengan keadaan keterpurukan Alif yang berkepanjangan akhirnya tergerak juga hatinya untuk bangkit dan berani menghadapi
tantangan dunia. Hal ini dibuktikan dengan keberaniannya mengambil keputusan untuk tetap melanjutkan kuliah tanpa harus bergantung kepada
biaya yang dikirimkan amak. Ia merasa sudah besar, sebagai anak laki-laki sulung ia justru beranggapan bahwa dirinyalah yang memikul tanggung
jawab menggantikan posisi ayahnya untuk menjaga amak dan adik- adiknya termasuk mencari nafkah bagi keluarganya.
Dengan niat yang bulat dia memutuskan untuk menerima segala macam pekerjaan yang di tawarkan teman-temannya. Ia kesampingkan
perasaan malu dan menekan egonya untuk menjadi pribadi yang lebih kuat. Pekerjaan demi pekerjaan dia lakoni, mulai dari sales sabun mandi
dan berbagai produk kebutuhan rumah tangga lainnya, menjadi guru privat, sampai menjual border kerancang khas tanah Meninjau milik orang
tua Randai. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
120
Banyaknya kegiatan yang harus Alif kerjakan menjadikan dirinya harus pandai-pandai membagi waktu antara pagi harus kuliah dan sore
sepulang kuliah dia harus menjajakan berbagai macam dagangannya demi kelanjutan kuliahnya. Pada suatu saat fisik serta pikiran Alif yang harus
terkuras habis setiap harinya menjadikan kebutuhan fisiologisnya kurang terpenuhi. Uang yang pas-pasan membuatnya sering menahan lapar atau
terkadang sarapan pagi dengan nasi basi yang masih tersisa di dapur, itu pun tidak dia dapatkan setiap hari jika sudah terlebih dahulu di makan
temannya berarti dia harus rela membeli setengah porsi bubur ayam untuk sekedar mengisi perutnya yang kosong. Selain itu jam istirahat hanya dia
lakukan ketika malam hari saja hingga pada akhirnya dia jatuh sakit dan harus istirahat total selama berbulan-bulan.
“ itu penyebab sakit tifus. Saran saya, mas istirahat total dulu. Lebih baik istirahat di rumah sakit supaya cepat sembuh”.
Kadang-kadang, serangan fajar ke dapur gagal karena nasi sisa kemarin sudah rasan dan berkaca-kaca. Maka tidak ada pilihan
lain, aku harus beli sarapan. Setiap pagi, Raisa dan teman- temannya merubung gerobak bubur ayam yang berhenti diantara
kos Raisa dn kosku. Kalau mereka sudah bubar, aku biasanya melambaikan tangan kea bang tukang bubur untuk datang. Tapi di
sakuku tinggal beberapa ribu rupiah saja. Tidak cukup untuk makan sampai malam. Apa boleh buat, harus berhemat lagi.
Dengan berbisik, supaya tidak terdengar Raisa, aku hanya memesan setengan porsi bubur ayam dengan banyak bawang
goreng. Supaya bubur kelihatan banyak, aku tuangkan air putih dan aku aduk. Tidak apa encer, tapi kan kelihatan sudah semangkuk
commit to user
121
penuh. Lumayan buat menghangatkan perutku pagi ini.
Ahmad Fuadi: 103 b.
Kebutuhan Keamanan
Sesudah kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncul kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan,
batas, kebebasan dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan mempertahankan kehidupan. Jikalau
kebutuhan fisiologis mempertahankan hidup jangka pendek, maka kebutuhan keamanan adalah mempertahankan hidup jangka panjang.
Dari analisis novel ditemukan bahwa kebutuhan keamanan tokoh- tokoh dalam cerita menjadi kebutuhan kedua yang harus terpenuhi
selayaknya manusia dalam dunia nyata. Hal ini tampak pada perilaku yang ditunjukkan tokoh untuk membela diri ketika keamanannya sedang
terancam. Setiap manusia menginginkan keamanan dan ketanangan untuk keberlangsungan hidupnya.
Pernah suatu ketika Alif di todong oleh preman dengan menggunakan pisau tajam yang mengkilat-kilat di tengah gelapnya malam
yang diiringi dengan hujan deras. Preman itu menginginkan Alif untuk menyerahkan uang dan segala barang berharga lainnya termasuk sepatu
yang dikenakannya. Dia merasakan keamanannya terancam, dengan segenap kekuatan yang tersisa Alif berusaha melawan dengan
menggunakan jurus silat yang pernah dia pelajari sewaktu di Pondok Madani. Akan tetapi badannya terlalu lemah untuk melawan serangan
preman itu. Hingga pada akhirnya pisau itu digoreskan ke leher Alif dan perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
122
preman itu berkata mati atau menyehkan seluruh barang berharganya. Akhirnya Alif memutuskan untuk mempertahankan hidupnya dia tidak
mau mati konyol hanya karena kegigihannya mempertahankan barang- barang yang dia miliki.
“Ampun, ampun, Aa. Ambil saja semua, tapi jangan lukai saya”. Aku mendengar suaraku bergetar-getar di tengah dentangan tetes
hujan di atap seng di atasku.Takut bertingkah aku berlutut membuka tas dan memperlihatkan parfum, odol, dan mukena
jualanku. Tangannya mengobrak-abrik dengan kasar. Mengambil beberapa barang sembarangan, termasuk odol. Mungkin dia merasa
harus menggosok giginya yang kuning seprti jagung muda. Si kurus mencampakkan dompet ke depanku. Kosong.
Ahmad Fuadi: 122
c. Kebutuhan Dimiliki dan Cinta