26
wajib mendapat izin terlebih dahulu kepada konseli sebelum melakukan konsultasi.
4 Alih tangan kasus
Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan konseli bila tidak dapat memberikan bantuan kepada konseli. Konselor menyarakan
kepada konseli untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang mempunyai keahlian yang relevan namun atas persetujuan konseli.
5 Hubungan kelembagaan
Prinsip umum ketika konselor bekerja dalam suatu lembaga perlu memperhatikan penyimpanan serta penyebaran informasi konseli sehingga
wajib ada pengertian dan kesepakatan antara konselor dengan pihak lembaga tempat konselor bekerja. Keterkaitan kelembagaan dengan
konselor yaitu adanya peraturan-peraturan di lembaga tempat konselor bekerja sehinggga wajib konselor untuk bertanggung jawab dalam
mematuhi dan mengetahui program-program di lembaga tersebut. Konselor dapat mengundurkan dri jika tidak cocok dengan ketentuan-
ketentuan yang berlaku di lembaga tempat bekerja.
d. Praktik mandiri dan laporan kepada pihak lain
Konselor dapat melakukan praktik mandiri ketika memperoleh izin praktik dari oraganisasi profesi ABKIN. Ketika mendapatkan izin praktik mandiri ,
konselor tetap mentaati kode etik profesi dan berhak mendapat dukungan serta perlindungan dari rekan seprofesi. Laporan kepada pihak lain misal: badan di
luar profesinya dan wajib memberikan keterangan informasi konseli, konselor
27
perlu sebijaksana mungkin menyampaikan informasi agar pihak konseli tetap
dilindungi dan tidak dirugikan. e.
Ketaatan pada profesi
Konselor wajib melaksanakan hak dan kewajiban tugasnya terhadap konseli dan profesi yang sepenuhnya untuk kepentingan dan kebahagiaan
konseli. Tidak menyalahgunakan profesinya sebagai konselor untuk mencari keuntungan pribadi atau yang dapat merugikan konseli misalkan menerima
komisi atau balas jasa dalam bentuk yang tidak wajar. Konselor yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sanksi
berdasarkan ketentuan yang teleh ditetapkan oleh ABKIN. Isi kode etik tahun 2010 merupakan hasil penyempurnaan dari kode etik
bimbingan dan konseling tahun 2005. Kedua rumusan kode etik profesi bimbingan dan konseling tersebut mencakup lima bab.
Adapun rumusan kode etik profesi bimbingan dan konseling tahun 2010 menurut ABKIN 2010, antara lain:
a. Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
Pembahasan pertama kode etik profesi bimbingan dan konseling mencakup definisi, prinsip, dan tujuan orgranisasi profesi Asosiasi Bimbingan
dan Konseling; pengertian kode etik profesi bimbingan dan konseling; dan landasan legal kode etik profesi bimbingan dan konseling.
1 Pengantar
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia ABKIN adalah organisasi profesi beranggotakan pendidik guru, dosen bimbingan dan
konseling minimal lulusan Program Studi Sarjana S1 Bimbingan dan
28
Konseling, dan tamatan Pendidikan Profesi Konselor PPK. Prinsip-
prinsip dasar profesionalitas pelayanan bimbingan dan konseling antara lain:
a Setiap individu dipandang atas dasar kemuliaan harkat dan martabat kemanusiaannya.
b Setiap individu memiliki hak dihargai, diperlakukan dengan hormat dan mendapatkan kesempatan memperoleh pelayanan bimbingan dan
konseling yang bermutu secara profesional. c Profesi bimbingan dan konseling menyelenggarakan layanan bagi
individu dari berbagai latar belakang beragam dalam budaya; etnis, agama dan keyakinan; usia; status sosial dan ekonomi; individu
dengan kebutuhan khusus; individu yang mengalami kendala bahasa; dan identitas gender.
d Setiap individu berhak mendapatkan informasi yang mendukung pemenuhan atas kebutuhan dalam mengembangkan diri.
e Setiap individu mempunyai hak untuk memahami makna dari pilihan hidup dan bagaimana pilihan tersebut akan mempengaruhi masa
depan. f Setiap individu memiliki hak untuk dijaga kerahasiaan dirinya sesuai
dengan hak-hak pribadinya, aturan hukum, kebijakan, dan standar etika pelayanan.
Kode etik profesi bimbingan dan konseling Indonesia memiliki lima tujuan, yaitu:
29
a Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional bagi anggota organisasi dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan
konseling. b Membantu anggota organisasi dalam membangun kegiatan pelayanan
yang profesional. c Mendukung misi organisasi profesi Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia d Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan menyelesaikan
permasalahan yang datang dari dan mengenai diri anggota asosiasi. e Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan atau konseli.
2 Pengertian
Etika organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling adalah pedoman nilai dan moral yang menjadi rujukan bagi anggota organisasi dalam
melaksanakan tugas, atau tanggung jawabnya dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli.
Kode etik bimbingan dan konseling di Indonesia adalah landasan moral dan pedoman tingkah laku laku profesional yang dijunjung tinggi,
diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi bimbingan dan konseling indonesia yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
sehingga wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh jajaran pengurus dan anggota organisasi profesi tingkat Nasional, Provinsi, KabupatenKota.
3 Landasan legal
Landasan legal kode etik profesi bimbingan dan konseling Indonesia adalah:
30
a Pancasila, Undang Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika.
b UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. c Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang Standar
pendidikan dan Tenaga Kependidikan. d Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 tentang
Guru.
e Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
f Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 27 Tahun 2008
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. g Dasar Standarisasi Profesi Konseling DSPK yang disusun dan
diberlakukan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi mulai Tahun 20032004.
h Panduan Pengembangan Diri yang disusun dan diberlakukan oleh
Pusat Kurikulum Badan Pengembangan dan Penelitian Pendidikan sejak tahun 2006.
b. Kualifikasi, Kompetensi, dan Kegiatan