e. Taba’s Inverted Model
Menurut  Taba  pengembangan  kurikulum  yang  lebih  mendorong  inovasi dan  kreatifitas  guru
–  guru  adalah  yang  bersifat  induktif,  yang  merupakan inverse  atau  arah  terbalik  dari  model  tradisional.  Ada  lima  langkah  dalam
pengembangan kurikulum model Taba, yaitu: 1.
Mengadakan unit – unit eksperimen bersama guru – guru. 2.
Menguji unit eksperimen. 3.
Mengadakan revisi dan konsolidasi. 4.
Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. 5.
Implementasi dan diseminasi.
32
f. Roger’s Interpersonal Relations Model
Rogers adalah ahki psikologi atau psikoterapi, tetapi konsep – konsepnya
tentang  psikoterapi  khususnya  bagaimana  membimbing  individu  juga  dapat diterapkan  dalam  dunia  pendidian  dan  pengembangan  kurikulum.  Menurut
rogers, manusia berada dalam proses perubahan. Sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan
– hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu mempercepat
perubahan  tersebut.    Pendidikan  juga  tidak  lain  merupakan  upaya  untuk membantu  memperlancar  dan  mempercepat  perubahan  tersebut.  Guru  serta
pendidik  lainnya  bukan  pemberi  informasi  apalagi  penentu  perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
32
Ibid., h. 165-167
g. The System Action – Research Model
Model  pengembangan  kurikulum  ini  didasarkan  pada  asumsi  bahwa perkeembangan  kurikulum  merupakan  perubahan  sosial.hal  itu  mencakup
suatu  proses  yang  melibatkan  kepribadian  orang  tua,    siswa,  guru,  struktur sistem  sekolah,  pola  hubungan  pribadi  dan  kelompok  dari  sekolah  dan
masyarakat. Sesuai  dengan asumsi tersebut, model ini menekankan pada tiga hal, yaitu hubungan insane, sekolah dan organisasi  masyarakat, serta wibawa
dari pengetahuan profsional. h.
Emerging Technical Model Perkembangan  bidang  teknologi,  dan  ilmu  pengetahuan,  serta  nilai-nilai
efisiensi  efektifitas  dalam  bisnis,  juga  mempengaruhi  perkembangan  model- model  kurikulum.  Tumbuh  kecendrungan
–  kecendrungan  baru    yang didsarkan  atas  hal    itu,  diantaranya:    The  Behavioral  Analysis  Model,  The
System Analysis Model, The Computer Based Model.
33
B. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan  Agama  Islam  adalah  upaya  sadar  dan  terencana  dalam menyiapkan  pesertapeserta  didik  untuk  mengenal,  memahami,  menghayati,  hingga
mengimani,  ajaran  agama  Islam,  dibarengi  dengan  tuntunan  untuk  menghormati penganut  agama  lain  dalam  hubungannya  dengan  kerukunan  antar  umat  beragama
hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.
33
Ibid., h. 170
Secara  terminologis  pendidikan  agama  Islam  sering  diartikan  dengan pendidikan  yang  berdasarkan  ajaran  Islam.
34
Dalam  pengertian  yang  lain  dikatakan oleh  Ramayulis,  bahwa  pendidikan  agama  Islam  adalah  proses  transinternalisasi
pengetahuan  dan  nilai-nilai  Islam  kepada  peserta  didik  melalui  upaya  pengajaran, pembiasaan,  bimbingan,  pengasuhan,  pengawasan,  dan  pengembangan  potensinya,
guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat.
35
Ahmad  D.  Marimba  memberikan  definisi  pendidikan  agama  Islam  sebagai bimbingan  jasmani  dan  rohani  berdasarkan  hukum-hukum  agama  Islam  menuju
kepada  terbentuknya  kepribadian  utama  menurut  ukuran  agama  Islam.
36
Dari pengertian  tersebut  sangat  jelas  bahwa  pendidikan agama  Islam  adalah  suatu  proses
educative yang mengarah kepada pembentukan akhlak atau kepribadian baik. Sementara  itu,  Zakiyah  Daradjat  mendefinisikan  pendidikan  agama  Islam
adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami  ajaran  Islam  secara  menyeluruh  lalu  menghayati  tujuan,  yang  pada
akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.
37
Definisi  pendidikan  agama  Islam  secara  lebih  rinci  dan  jelas  tertera  dalam kurikulum  pendidikan  agama  Islam  ialah  sebagai  upaya  sadar  dan  terencana  dalam
menyiapkan  peserta  didik  untuk  mengenal,  memahami,  menghayati,  hingga
34
Abdul  Madjid  dan  Dian  Andayani,    Pendidikan  Agama  Islam  Berbasis  Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2004,  h. 130-132
35
Ramayulis, Op.Cit., h. 38
36
Heri  Gunawan,  Kurikulum  dan  Pembelajaran  Pendidikan  Agama  Islam,  Bandung  : Alfabeta,  2013,  h.  201,  mengutip  Ahmad  D.  Marimba,  Penghantar  Filsafat  Pendidikan  Islam,
Bandung: Al- Ma’arif 1987, h. 19
37
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2014, h. 86
mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-
Qur’an dan Hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,  latihan  serta  penggunaan  pengalaman  dibarengi  dengan  tuntunan  untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukukan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.
Dari  pengertian  tersebut  dapat  ditemukan  beberapa  hal  yang  perlu diperhatikan, dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yaitu sebagai berikut:
a. Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar, yakni kegiatan bimbingan,
pengajaran  dan  atau  latihan  yang  dilakukan  secara  terencana  dan  sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
b. Peserta  didik  yang  hendak  disiapkan  untuk  mencapai  tujuan,  dalam  arti
ada  yang  dibimbing,  diajari  atau  dilatih  dalam  meningkatkan  keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan terhadap ajaran Islam
c. Pendidik atau guru pendidikan agama Islam yang melakukan bimbingan,
pengajaran dan atau latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam.
d. Kegiatan  pembelajaran  pendidikan  agama  Islam  diarahkan  untuk
meningkatkan  keyakinan,  pemahaman,  penghayatan,  dan  pengamalan ajaran  agama  Islam  dari  peserta  didik,  disamping  untuk  membentuk
kesalehan sosial.
38
Dari  penjabaran  pengertian  tersebut,  dapat  dipahami  bahwa  penddidikan agama  Islam  disekolah  diharapkan  mampu  membentuk  kesalehan  pribadi  individu
dan  kesalehan  sosial  sehingga  pendidikan  agama  Islam  diharapkan  jangan  sampai; menumbuhkan  sikap  fanatisme;  menumbuhkan  sikap  intoleran  dikalangan  peserta
didik serta masyarakat Indonesia dan memperlemah  kerukunan hidup umat beragama dan  memperlemah  persatuan  dan  kesatuan  Nasional.  Dengan  kata  lain,  pendidikan
agama  Islam  mampu  menciptakan  ukhuwah  Islamiyah,  dalam  arti  yang  luas  yaitu,
38
Heri Gunawan, Op.Cit., h. 202