4.8. Morfologi
Untuk melihat morfologi dari film lateks karet alam yang dihasilkan adalah dengan analisis scanning electron microscope SEM. Analisa morfologi ini
menggunakan SEM dengan pembesaran 500 x. Perubahan bahan dan suhu pengeringan dengan menggunakan vulkanisasi sulfur terhadap morfologi dari film
lateks karet alam dapat dilihat pada Gambar 4.19 ; 4.20 dan 4.21. Gambar 4.17 menunjukkan hasil fotografi permukaan spesimen tanpa penambahan
pengemulsi dengan pembesaran 500 x, dimana permukaan memperlihatkan agregat yang lebih besar.
Gambar 4.17. Fotografi mikroskopi permukaan film lateks karet alam tanpa pengemulsi dengan vulkanisasi sulfur pada pembesaran 500 x
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 4.18 hasil analisis memperlihatkan spesimen Amonium Laurat AL dengan pembesaran 500 x dimana memperlihatkan permukaan yang halus dan
agregat yang terjadi sedikit yang mengisi rongga-rongga pada permukaan film lateks karet alam.
Gambar 4.18. Fotografi mikroskopi permukaan film lateks karet alam dengan pengemulsi amonium laurat AL vulkanisasi sulfur pada
pembesaran 500 x
Universitas Sumatera Utara
Untuk Gambar 4.19 menunjukkan hasil fotografi permukaan Amida Asam Lemak Campuran AAL dengan pembesaran 500 x, dimana agregat yang terbentuk
lebih besar dan merata yang mengisi rongga-rongga pada fasa agregat sulfur yang terlihat pada permukaan film.
Gambar 4.19. Fotografi mikroskopi permukaan film lateks karet alam dengan pengemulsi amida asam lemak AAL dengan vulkanisasi sulfur
pada pembesaran 500 x
Bila dilihat morfologi dari film lateks karet alam yang dihasilkan dari analisis Scanning Electron Microscope
SEM yaitu Gambar 4.17, 4.18, dan 4.19, maka pada Gambar 4.17 morfologi tanpa penambahan bahan pengemulsi terbentuk agregat lebih
Universitas Sumatera Utara
besar bila dibandingkan dengan penambahan bahan pengemulsi yaitu pada Gambar 4.18 dan Gambar 4.19.
Hal ini mungkin disebabkan terjadi pra-koagulasi sebelum penambahan bahan kimia, sehingga bahan kimia sulit masuk ke fasa karet akibatnya sulit mengadakan
reaksi ikatan silang dengan fasa karet lain sehingga rapat ikatan silang crosslink density
akan lebih rendah. Ini juga dapat dilihat pada kekuatan tarik tanpa penambahan bahan pengemulsi lebih rendah dari pada penambahan bahan
pengemulsi dan juga swelling index tanpa penambahan bahan pengemulsi lebih besar dari pada penambahan pengemulsi.
Analisa morfologi menggunakan Scanning Electron Microscopy SEM dengan pembesaran 500 x untuk film lateks karet alam. Perubahan bahan dan suhu
pengeringan dengan vulkanisasi dikumil peroksida DKP terhadap morfologi dari film lateks karet alam dapat dilihat pada Gambar 4.20 dan Gambar 4.21. Pada
Gambar 4.20 menunjukkan hasil fotografi permukaan spesimen AL – DKP dengan pembesaran 500 x, dimana tampilan permukaan yang halus dan sedikit agregat, yang
tersebar dan merata disebabkan vulkanisasi dengan menggunakan dikumil peroksida yang telah mengisi rongga-rongga pada permukaan film lateks karet alam adalah
lebih bagus dan kompak karena tidak ada jembatan sulfur. Akan tetapi produk yang dihasilkan tidak bagus ditinjau dari sifat mekanisnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.20. Fotografi mikroskopi permukaan film lateks karet alam dengan pengemulsi AL-DKP dengan pembesaran 500 x
Pada Gambar 4.21 menunjukkan hasil fotografi permukaan spesimen AAL- DKP dengan pembesaran 500 x, dimana tampilan permukaan yang halus dan agregat
lebih banyak tersebar dan merata. Agregat yang terbentuk lebih kecil bila dibandingkan dari spesimen Al-DKP.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.21. Fotografi mikroskopi permukaan film lateks karet alam dengan pengemulsi AAL-DKP dengan pembesaran 500 x
4.9. Analisa Swelling Index