Permasalahan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut

52 yang memperoleh hasil cepat dari pergi melaut, masih cukup sulit untuk diubah, meskipun hasil tangkapan mereka cendrung menurun dan 5 program-program pemerintah khususnya dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur belum melihat budidaya perikanan laut sebagai solusi untuk pengentasan kemiskinan dan pembukaan lapangan kerja baru.

4.6 Permasalahan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut

Permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan di lokasi studi adalah: 1 penggunaan alat tangkap, 2 bentuk pemanfaatan dan 3 pengelolaan. Permasalahan yang berhubungan dengan penggunaan alat tangkap adalah: 1 penggunaan jala oros pull net, 2 penggunaan bom ikan, 3 penggunaan potasium dan 4 zona penangkapan. Penggunaan jala oros sebenarnya masuk dalam alat tangkap yang dilarang dalam kesepakatan masyarakat awiq-awiq di wilayah perairan pesisir Tanjung Luar Diskanlut Lotim, 2006. Penggunaan potasium sianida adalah salah satu yang dilarang baik dalam Perda No 9 tahun 2006, Perda No 10 Tahun 2006 dan Awiq-Awiq. Aspek lain yang cukup penting dalam pengelolaan sumberdaya pesisir seperti di Tanjung Luar adalah koordinasi. Koordinasi antar petugus dari Dinas Kelautan Propinsi dan Kabupaten dan pemerintah desa serta kecamatan sangat lemah. Koordinasi antar lembaga di luar pemerintah juga tidak berjalan seperti antara KPPL, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, lembaga adat dan tokoh agama. Kelemahan koordinasi ini disebabkan karena: 1 Secara struktural masing-masing pihak hanya bertanggung jawab pada atasannya, 2 belum ada inisiator yang menyatukan persepsi dan konsep mereka dalam melakukan pengelolaan sumberdaya perikanan dan ekosistemnya yang berbasis keberlanjutan di wilayah pesisir Tanjung Luar dan 3 KPPL belum berfungsi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya seperti yang termuat dalam Perda No. 10 tahun 2006 dan Awiq-awiq. 5 POTENSI DAN ANCAMAN KERUSAKAN LAMUN 5.1 Jenis Lamun dan Distribusi Lamun Jumlah jenis lamun yang ditemukan pada empat lokasi padang lamun di lokasi penelitian yaitu sebanyak 9 jenis Tabel 24. Lokasi padang lamun dengan jumlah jenis lamun yang paling tinggi adalah di Gili Kere dan Lungkak yaitu sebanyak 8 jenis, 6 jenis dapat ditemukan pada empat lokasi padang lamun dan 2 jenis lamun yaitu jenis Halophila minor hanya ada di Gili Kere dan jenis Halophila spinulosa hanya ada di Lungkak. Tabel 24 Jenis lamun pada tiap lokasi padang lamun di lokasi studi No Jenis Lamun Lokasi Gili Kere Kampung Baru Lungkak Poton Bakau 1 Halophila ovalis + + + - 2 Halophila minor + - - - 3 Halophila spinulosa - - + - 4 Cymodocea rotundata + + + + 5 Cymodocea serrulata + + + + 6 Halodulle pinifolia + - + + 7 Thalassia hemprichii + + + + 8 Syringodium isotifolium + + + + 9 Enhalus acoroides + + + + Keterangan : + = Ada - = Tidak ada Jumlah jenis lamun Tabel 24 dapat menjelaskan tentang potensi lamun dari keragaman jenis lamun di lokasi studi. Selain itu dapat menggambarkan tentang perbedaan jumlah jenis lamun pada tiap lokasi padang lamun di lokasi penelitian. Berdasarkan keragaman jenis lamun pada tiap lokasi padang lamun dapat dinyatakan bahwa tipe komunitas lamun di lokasi penelitian bertipe campuran. Jumlah jenis lamun di lokasi penelitian lebih rendah dari jumlah jenis lamun di Bintan Timur Riau Archipelago yang berjumlah 10 jenis lamun, tetapi lebih tinggi dari jumlah jenis lamun di Pulau Pari dengan jumlah 7 jenis lamun dan memiliki jumlah jenis yang sama dengan jumlah jenis lamun di Bali yaitu sebanyak 9 jenis lamun supriayadi 2010. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa keragaman jenis lamun sangat tergantung pada kondisi lingkungan seperti kondisi substrat, salinitas dan tipe perairan pantai dan sumber nutrien. Asosiasi tiap jenis lamun berdasarkan kedalaman substrat dan jaraknya dari garis pantai seperti pada Tabel 25. Pola distribusi tiap jenis lamun menunjukkan bahwa areal yang dekat dengan garis pantai dengan ciri-ciri kedalaman substrat kurang dari 20 cm dan tipe substrat lebih banyak kandungan 54 pasir halus dan sedikit lumpur. Jenis lamun yang tumbuh pada kondisi substrat tersebut adalah jenis lamun dengan ciri-ciri morfologi kecil. Pola distribusi lamun berdasarkan kondisi substrat dapat menjelaskan tentang jenis lamun yang dapat tumbuh dan berkembang pada beberapa kondisi substrat. Hal ini dapat menjelaskan bahwa tiap jenis lamun memiliki kemampuan yang berbeda dalam mentoleransi kondisi lingkungannya. Adapun jenis lamun yang memiliki kisaran toteransi yang luas dapat dilihat dari distribusi lamun pada tiap lokasi pengambilan contoh seperti jenis Cymodocea dan Enhalus acoroides memiliki kisaran distribusi yang luas, sedangkan jenis Halodule, Halophila dan Syringodium isotifolium memiliki kisaran distribusi yang sempit seperti pada Tabel 25. Tabel 25 Kedalaman substrat dan jenis lamun pada tiap areal padang lamun di lokasi penelitian No Lokasi Kedalaman Substrat cm Jenis lamun 1 Gili Kere 16 Halodule pinifolia, Halophila minor, Halophila ovalis dan Syringodium isotifolium 26 Syringodium isotifolium, Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata 34 Syringodium isotifolium, Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata 46 Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii 2 Lungkak 12 Halodule pinifolia , Halophila ovalis dan Halophila spinulosa 24 Syringodium isotifolium, Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata dan Enhalus acoroides 36 Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata dan Cymodocea rotundata 44 Enhalus acoroides , Cymodocea serrulata dan Thalassia hemprichii 3 Poton Bakau 19 Halodule pinifolia dan Syringodium isotifolium 26,8 Syringodium isotifolium, Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata 40 Enhalus acoroides, Cymodocea serulata dan Thalassia hemprichii Kondisi lingkungan tiap lokasi padang lamun di lokasi studi berkaitan dengan substrat sebagai media tempat tumbuh dan berkembang lamun adalah pada padang lamun Gili Kere sumber utama substrat adalah pasir dari pecahan karang mati dengan ciri sedikit lumpur, Lungkak dan Poton Bakau sumber utama substrat berasal dari pasir sungai dengan ciri lebih tinggi kandungan lumpur. Oleh karena itu sumber utama substrat lamun dapat menjadi instrumen dalam penilaian kondisi lamun dan pola distribusi lamun. 55

5.2 Pola Distribusi Lamun