Pengetahuan ekologi masyarakat lokal Kearifan lokal

113 frekuensi di atas 50 dari total pengambilan contoh selama penelitian. Namun demikian dari total spesies yang selalu ada pada tiap lokasi padang lamun spesies yang memiliki nilai frekuensi paling tinggi adalah Plectorhinchus flavomaculatus, Upeneus vittatus dan Archamia goni. Ke tiga spesies tersebut berdasarkan hasil penilaian tersebut memiliki tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap lamun. Oleh karena itu ketiga spesies tersebut pada penelitian ini sebagai indikator ekologi konservasi lamun untuk keberlanjutan sumberdaya ikan.

d. Padang lamun sebagai habitat ikan

Hasil analisis terhadap jumlah spesies dan individu ikan berdasarkan ukurannya menunjukkan bahwa jenis ikan yang paling tinggi jumlahnya adalah kelompok ikan dengan ukuran panjang standar maksimal kurang dari 30 cm Tabel 42. Selanjutnya untuk jenis ikan dengan ukuran panjang standar 30 cm ke atas Tabel 40 dan 41 didominasi oleh ikan dengan ukuran di bawah dari setangah dari ukuran panjang standar maksimal. Padang lamun sebagai habitat ikan menyediakan keragaman jenis makanan ikan. Hasil analisis terhadap jenis makanan ikan yang telah teridentifikasi Tabel 56 menunjukkan bahwa jenis ikan tersebut membutuhkan padang lamun sebagai tujuan bermigrasi untuk mencari makan. Hasil analisis dari kedua parameter tersebut menunjukkan bahwa padang lamun memiliki peran cukup menentukan untuk ikan dapat survive. Oleh karena itu padang lamun sebagai habitat ikan adalah merupakan indikator ekologi konservasi lamun untuk keberlanjutan sumberdaya ikan.

8.8 Pengelolaan Padang Lamun

Kriteria dan indikator konservasi lamun seperti yang telah diuraikan di atas adalah sebagai instrumen dalam pengelolaan sumberdaya ikan berbasis konservasi ekosistem. Selain itu pada penelitian ini parameter yang cukup penting dalam pengelolaan padang lamun di lokasi studi adalah aspek sosial dan kelembagaan yang memiliki relevansi dengan konservasi lamun adalah:

1. Pengetahuan ekologi masyarakat lokal

Hasil identifikasi dan analisis pengetahuan ekologi masyarakat tentang keberadaan dan manfaat lamun adalah: 1 batas areal lamun pada tiap lokasi padang lamun, 2 jenis lamun yang paling dikenal oleh masyarakat adalah Enhalus acroides, 3 jenis lamun yang memiliki buah dan 4 lamun sebagai 114 habitat ikan dan biota laut. Pemahaman masyarakat tentang keberadaan lamun tersebut dapat menjadi dasar untuk mengembangkan dan meningkatkan kepedulian masyarakat tentang kontribusi lingkungan seperti padang lamun sebagai salah satu sumber ekonomi bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Selain itu pengakuan keberadaan masyarakat dengan cara mengintegrasikannya pada sistem pengelolaan adalah salah satu kunci sukses untuk mencapai tujuan konservasi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keragaman kelompok masyarakat seperti nelayan dan masyarakat non nelayan untuk diikutkan dalam tiap tahapan pengelolaan yaitu tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

2. Kearifan lokal

Pengelolaan padang lamun di lokasi studi, selain bersumber dari pemahaman masyarakat tentang manfaat lamun, kearifan lokal masyarakat adalah faktor penting sebagai instrumen dalam efektivitas pencapaian tujuan pengelolaan. Salah satu kerafian lokal masyarakat di lokasi studi adalah awiq- awiq. Kearifan lokal masyarakat tersebut memuat tentang beberapa hal yaitu: 1 pengaturan areal tangkapan nelayan besar dan kecil dalam bentuk zona, 2 larangan tentang pengambilan jenis ikan yang dilindungi oleh undang-undang seperti lumba-lumba dolphin, dugong, penyu, ikan napoleon dan lobster yang yang sedang bertelur, 3 larangan penggunaan alat tangkap yang menyebabkan kerusakan habiat dan 3 larangan mengambil ikan yang masih muda juvenile dan ikan yang sedang bertelur. Substansi awiq-awiq tersebut cukup relevan digunakan dalam pengawasan pemanfaatan yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan sumberdaya ikan. Oleh karena itu perlu penguatan agar awiq-awiq sebagai instrumen pengelolaan tetap relevan dengan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Satria 2006 yaitu sawen sebagai institusi tradisional di Lombok Utara mengalami proses revitalisasi setelah reformasi tahun 1988 sebagai institusi pengelolaan secara terpadu sumberdaya hutan, pertanian dan laut local knowledge and resource management principles.

3. Kelembagaan