vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan Soerianegara dan Indrawan 1988.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu :
1. Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan
membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda.
2. Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan
tertentu atau beberapa faktor lingkungan Greig-Smith 1983.
2.5 Kebakaran Hutan
2.5.1 Batasan
Kebakaran hutan didefinisikan sebagai suatu kejadian di mana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi di dalam kawasan hutan yang menjalar
secarabebas dan tidak terkendali, sedangkan kebakaran lahan terjadi di kawasan non-hutan. Kebakaran yang terjadi di Indonesia sering kali membakar areal hutan
dan areal nonhutan dalam waktu bersamaan akibat penjalaran api yang berasal dari kawasan hutan menuju kawasan non-hutan, atau sebaliknya. Hasilnya, istilah
kebakaran hutan dan lahan menjadi istilah yang melekat untuk kejadian kebakaran di Indonesia Syaufina 2008.
Proses pembakaran menyebar secara bebas yang mengkonsumsi bahan bakar hutan seperti serasah, rumput, humus, ranting kayu mati, tiang, gulma,
semak, dedaunan, serta pohon-pohon segar untuk tingkat terbatas. Dengan demikian sifat utama dari kebakaran hutan adalah tidak terkendali dan menyebar
secara bebas Brown dan Davis 1975.
2.5.2 Tipe Kebakaran
Menurut Gunarwan 1970 kebakaran diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan, yaitu :
1. Ground fire : api membakar semua bahan-bahan organik serasah-serasah
sampai lapisan bawah dari tanah. 2.
Surface fire : api membakar serasah yang berada dipermukaan saja dan tanaman-tanaman kecil.
3. Crown fire : api membakar tajuk-tajuk pohon dan semak-semak.
Sering pula kebakaran dibagi-bagi berdasarkan luas areal yang terbakar, yaitu sebagai berikut :
1. Kelas A : kebakaran meliputi 1000 m
2
. 2.
Kelas B : kebakaran meliputi 1000 m
2
- 40.000 m
2
0,04 km
2
. 3.
Kelas C : kebakaran meliputi 0,04 km
2
- 0,4 km
2
. 4.
Kelas D : kebakaran meliputi 0,4 km
2
- 1,2 km
2
. 5.
Kelas E : kebakaran meliputi 1,2 km
2
. 2.5.3
Dampak Kebakaran
Menurut Syaufina 2005, tidak selamanya kebakaran hutan berdampak merugikan bagi lingkungan. Tetapi, perlu kajian lebih lanjut sampai sejauh mana
dampak menguntungkan kebakaran hutan dapat dirasakan dan seberapa besar jika dibandingkan dengan dampaknya yang merugikan.
1. Dampak kebakaran hutan yang menguntungkan
Di beberapa negara maju, pembakaran terkendali dilakukan secara periodik untuk mengurangi potensi bahan bakar sehingga dapat menghindarkan
kebakaran yang lebih besar. Kegiatan pembakaran juga digunakan untuk memusnahkan hama dan penyakit apabila serangannya sudah tidak terkendali.
Namun demikian, pembakaran terkendali ini perlu pengetahuan yang memadai mengenai teknik-teknik pembakaran, waktu pembakaran dan perilaku api.
Terhadap lahan hutan, abu hasil proses pembakaran dapat meningkatakn pH tanah hutan yang pada umumnya bersifat masam. Disamping itu kandungan
mineral yang tinggi dapat merupakan sumber nutrisi bagi tanaman yang akan hidup di atasnya. Tetapi, sumbangan nutrisi ini tidak berlangsung lama.
Terutama apabila terjadi hujan sehingga proses pencucian akan mudah terjadi. Adanya ekosistem yang bergantung pada api menunjukkan bahwa untuk
jenis-jenis tertentu kebakaran dapat melestarikan keberadaannya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya sifat adaptasi vegetasi terhadap api yang dikenal
dengan istilah fire adaptive traits. Beberapa contoh dari adaptasi ini adalah : a.
Ketebalan kulit kayu Faktor utama yang menentukan sejenis pohon atau semak sebagai jenis
resisten terhadap api adalah ketebalan kulitnya. Pohon atau semak yang
memiliki ketebalan kulit antar 1,0 – 1,3 cm akan mengalami kerusakan yang ringan apabila terbakar Wright dan Bailey, 1982 dalam Syaufina
2005. Biasanya kulit kayu pohon yang muda akan lebih tipis dibandingkan dengan kayu tua.
b. Tunas yang terlindung
Beberapa jenis vegetasi memiliki kemampuan untuk melindungi tunasnya dari api dengan berbagai bentuk. Pinus palustris melindungi tunasnya
dengan dedaunan yang tidak terbakar, Eucaliptus melindungi tunasnya jauh di dalam batang, beberapa jenis semak dan pohon seperti Populus
menempatkan tunasnya di dalam akar bawah tanah. c.
Pertuanasan yang distimulasi api Tumbuhnya tunas di bagian bawah merupakan hal yang biasa untuk
beberapa jenis pohon dan semak setelah api menghancurkan bagian-bagian dedaunan dan rantingnya. Bakal tunas bersifat dorman pada saat vegetasi
tersebut hidup. Adanya api akan menstimulasi bakal tunas yang dorman tadi untuk tumbuh. Pertumbuhan tunas setelah kebakaran biasanya,
berhubungan dengan umur tanaman, ukuran batang, musim, frekuensi kebakaran, dan kekerasan kebakaran.
d. Penyebaran biji api
Jenis-jenis pinus umumnya menyimpan bijinya dengan mekanisme tertentu did dalam kerucut yang terbalut dengan bahan resin yang sensitif
terhadap api sehingga sulit untuk diambil. Dengan adanya api, buah pinus akan membuka dan mengeluarkan bijinya. Seringkali biji akan jatuh di
atas permukaan tanah yang kaya akan abu dan mineral hasil dari proses pembakaran. Akibatnya, biji akan cepat berkecambah dan tumbuh dengan
bantuan sinar matahari yang jatuh ke lantai hutan. e.
Perkecambahan biji yang dibantu oleh api Perkecambahan biji yang tersimpan di dalam tanah dapat distimulasi oleh
adanya panas api. 2.
Dampak kebakaran yang merugikan Tidak diragukan lagi bahwa kebakaran memberikan dampak yang
merugikan bagi lingkungan. Berikut ini akan dipaparkan beberapa dampak
yang merugikan dari kebakaran hutan terhadapa vegetasi, tanah, air, dan udara secara ringkas.
a. Terhadap vegetasi
Pada kisaran suhu antara 130 C hingga 190 C, lignin dan hemisellulosa
sebagai penyusun bahan bakar hutan akan mulai terdegradasi. Proses dekomposisi dari kedua jenis bahan penyusun tadi akan dipercepat pada
suhu 200 C. Panas yang dihasilkan dalam suatu kebakaran dapat mencapai
lebih dari 1000 C. Akibatnya kebakaran hutan dapat menyebabkan
kematian vegetasi. Apabila panas yang dihasilkan masih memungkinkan vegetasi untuk hidup, maka akan tertinggal luka-luka akibat kebakaran yang
akhirnya akan merangsang pertumbuhan hama dan penyakit atau menghasilkan cacat permanen. Sebagi konsekuensinya, riap hutan akan
menurun dan fungsi lindung hutan hilang. Bagi semai atau anakan pohon yang memiliki jaringan tanaman yang masih muda, api akan menyebabkan
kematian secara langsung. Hal ini tentu saja akan menghambat proses regenerasi hutan.
b. Terhadap tanah
Kebakaran akan memberikan dampak kepada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah dengan tahapan yang berbeda tergantung kepada beberapa faktor,
seperti : karakteristik tanah, intensitas, dan lamanya kebakaran, waktu dan intensitas hujan setelah terjadinya kebakaran serta sifat bahan bakar.
Pembakaran merenggut dari tanah, humus yang seharusnya terjadi. Karena kegiatan api itu, bagian rumput beserta terna yang ada di atas tanah
hanyalah menjadi abu dan bukan menjadi humus, setelah tumbuhan itu mati dan membusuk. Dalam proses pembakaran itu sebagian unsur hara yang
dibebaskan itu menjadi hilang, Kehilangan lebih lanjut terjadi sebelum unsur hara itu terbilas ke dalam tanah dan diserap oleh tumbuhan.
Pengaruh kebakaran pada pinggiran hutan adalah mengurangi luas hutan itu dan menggantikannya dengan sabana turunan, sering dengan sisa pohon
hutan yang terpencar di sana-sini. Keadaan ini lagi-lagi disertai dengan pemiskinan tanah dan dipermudah di daerah nisbi kering yang tanahnya
dangkal dan berpasir. Akhirnya, pembakaran menyebabkan permukaan
tanah menjadi gundul sehingga limpasan air dan pengikisan sering meningkat, terutama pada lereng bukit. Peningkatan limpasan itu berarti
pengurangan jumlah air yang menerus dan air simpanan bawah tanah. Dengan air yang berkurang maka menjadi tidak mungkin untuk
mengembalikan nabatah berkayu yang lebih banyak seperti aslinya Ewusie 1990.
Sifat-sifat kimia memberikan kepada tanah kemampuan menyekap zat hara dan menciptakan lingkungan kimia yang diinginkan untuk pertumbuhan
nabati Hamzah 1981. Perilaku kimiawi tanah dapat ditakrifkan sebagai keseluruhan reaksi fikokimia dan kimia yang berlangsung antar penyusun
tanah dan antara penyusun tanah dan bahan yang ditambahkan kepada tanah in situ Bolt Bruggenwart 1978 dalam Notohadiprawiro 1998.
c. Terhadap air
Dampak kebakaran terhadap air dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu : kuantitas air dan kualitas air. Terhadap kuantitas air, kebakaran
hutan akan menghilangkan atau mengurangi vegetasi penutup tanah yang selama ini memegang peranan penting dalam siklus hidrologi.
Terhadap kualitas air, kebakaran hutan terutama berkaitan dengan endapan yang terbawa aliran permukaan. Dalam hal ini, kekeruhan akan meningkat
dan oksigen terlarut akan berkurang sehingga akan mengganggu kehidupan ekosistem perairan.
d. Terhadap udara
Proses pembakaran bahan bakar hutan menghasilkan panas serta senyawa lainnya seperti karbon monoksida, karbon dioksida, beberapa jenis
hidrokarbon, uap air dan unsur-unsur lainnya dalam bentuk gas, cair atau padatan partikel. Hasil dari pembakaran tersebut dapat menjadi polutan
yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia.
2.5.4 Kekerasan kebakaran Fire Severity