Pencegahan Kebakaran Hutan Tipe Manajemen Bahan Bakar

3. High-severity burn terbakar berat : 10 mempunyai titik-titik yang terbakar sangat parah, 80 terbakar berat atau sedang dan sisanya terbakar ringan. Berdasarkan kerusakan pada pohon yang teramati, fire severity dapat diklasifikasikan kelas berikut : 1. Low fire severity terbakar ringan : minimal 50 pohon-pohon menunjukkan kerusakan yang tak terlihat, dengan sisa kebakaran berupa terbakarnya tajuk, matinya tunas bagian atas mati tapi berkecambah, atau matinya akar, 80 pohon-pohon yang rusak atau terbakar dapat bertahan. 2. Moderate fire severity terbakar sedang : 20 - 50 pohon-pohon menunjukkan kerusakan yang tak terlihat, dengan sisa kebakaran; 40 - 80 pohon-pohon yang rusak atau terbakar dapat bertahan. 3. High fire severity terbakar berat : 20 pohon-pohon menunjukkan kerusakan yang tak terlihat, sisa kebakaran sebagian besar berupa kematian akar, 40 pohon-pohon yang rusak atau terbakar dapat bertahan.

2.5.5 Pencegahan Kebakaran Hutan

Pencegahan kebakaran hutan adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan- kegiatan lainnya yang dilakukan dalam rangka mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan maupun kebun Sumantri 2003. Menurut Sumantri 2003 dengan metode pencegahan dapat dikelompokka menjadi : 1. Ragam metode penyuluhan sebagai dasar dalam setiap upaya metode pencegahan yang lain yaitu upaya untuk merubah perilaku sasaran baik pengetahuannya, sikap maupun keterampilannya. 2. Ragam metode peningkatan kesejahteraan. 3. Ragam metode peran serta masyarakat. 4. Ragam metode pengelolaan faktor pemicu : bahan bakar. Ragam metode pengelolaan faktor pemicu dapat dilaksanakan melalui jalur hijau, sekat bakar, fuel break, sloping agricultural land technology, control burning, tanaman penutup, teknik silvikultur, penambangan batubara tradisional, pembuatan parit pada lahan gambut yang tidak terlalu dalam dan lebar dan lain sebagainya. 5. Ragam metode pemantapan kewaspadaan antara lain pemasangan rambu- rambu, peringatan dini, patroli dan penjagaan, apel siaga, serta mengaplikasikan metode penyuluhan untuk kampanye. 6. Ragam metode pemantapan kesiap siagaan.

2.5.6 Tipe Manajemen Bahan Bakar

Menurut Husaeni 2003, manajemen bahan bakar dapat dilakukan dengan 3 cara utama, yaitu modifikasi bahan bakar, pengurangan bahan bakar dan isolasi pemisahan bahan bakar. 1. Modifikasi bahan bakar Modifikasi bahan bakar merupakan usaha untuk merubah satu atau beberapa macam karakteristik bahan bakar. Tujuannya adalah agar bahan bakar tidak mudah terbakar, atau bila terjadi kebakaran penjalaran apinya lambat, sehingga mudah dipadamkan. 2. Pengurangan bahan bakar Pengurangan bahan bakar hutan dilakukan dengan tujuan agar bahan bakar hutan berkurang jumlahnya, sehingga bila terjadi kebakaran hutan, besarnya nyala api, kecepatan penjalaran dan lamanya kebakaran dapat dikurangi. Bahan bakar yang biasa dikurangi jumlahnya adalah bahan bakar permukaan yang termasuk bahan bakar ringan, baik berupa serasah, tumbuhan bawah maupun limbah penebangan. 3. Isolasi bahan bakar Isolasi bahan bakar adalah kegiatan memisahkan suatu kawasan hutan sebagai suatu hamparan bahan bakar dari kawasan di luarnya sebagai hamparan bahan bakar lain dan atau membagi kawasan hutan tersebut menjadi bagian-bagian kawasan hutan bagian hamparan bahan bakar yang lebih kecil, oleh suatu penyekat yang disebut jaluir isolasi. Jalur isolasi adalah suatu jalur dengan lebar tertentu baik berupa jalur terbuka gundul maupun bervegetasi, yang memisahkan bagian hutan tertentu dengan bagian hutan lainnya, atau dengan areal di luar kawasan hutan. Tujuan utama isolasi bahan bakar adalah untuk menghambat penjalaran api kebakaran dari luar kawasan hutan ke dalam kawasan hutan dan sebaliknya, dan dari bagian kawasan hutan blokpetak tertentu ke bagian kawasan hutan blokpetak lainnya. Jalur isolasi ini berfungsi pula sebagai tempat awal operasi pemadaman bila terjadi kebakaran hutan. Ada 3 macam jalur isolasi khusu yang dapat dibuat, yaitu sekat bakar fire break , sekat bahan bakar fuel break dan jalur hijau green belt. a. Sekat bakar adalah suatu jalur bersih tanpa tumbuhan sama sekali yang digunakan untuk menghambat penjalaran api dan digunakan juga sebagai tempat awal untuk operasi pemadaman kebakaran. Sekat bakar dapat berupa jalur bersih yang sudah ada, misalnya alur sungai, jalan hutan, alur batas blokpetak, atau jalur yang dibuat khusus dengan lebar tertentu, yang dibersihkan dari semua tumbuhan sehingga berupa jalur terbuka. Sekat bakar ini sering disebut jalur kuning. b. Sekat bahan bakar adalah suatu jalur lahan yang cukup lebar, yang vegetasinya telah diubah sehingga bila ada kebakaran hutan, api akan menjalar lebih lambat sehingga mudah dipadamkan. Sekat bahan bakar ini biasanya tertutup vegetasi yang mempunyai volume bahan bakar rendah atau sulit terbakar. Sekat bahan bakar dibuat lebih lebar dari sekat bakar sekitar 20 – 100 m, dibuat sepanjang punggung bukit dan batas kawasan hutan, dan dapat dikombinasikan dengan jalan hutan atau sekat bakar. c. Jalur hijau merupakan modifikasi dari suatu sekat bakar yang vegetasinya dipertahankan tetap hidup dan hijau, dengan cara irigasi. Biaya irigasi ini cukup mahal sehingga di Indonesia, jalur hijau ini berupa vegetasi pohon atau perdu. Bila jalur hijau ini dibuat dengan cara penanaman, pohon atau perdu yang dipilih harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1 Tahan kebakaran, artinya pohonperdu dapat tetap hidup bila terbakar, 2 Selalu hijau evergreen, 3 Tajuknya rimbun, agar mampu menekan gulma yang tumbuh di bawahnya, 4 Cepat tumbuh dan mudah bertrubus coppicing bila dipangkas, 5 Serasahnya mudah terdekomposisi, agar tidak terjadi penumpukan serasah, 6 Mempunyai manfaatkegunaan lain selain untuk menghambat penjalaran api kebakaran hutan.

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Letak dan Luas

Implementasi Kebijakan Surat Keputusan Presiden RI Nomor : 29 tahun 1992, tanggal 19 Juni 1992 dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 1128Kpts- II92 tanggal 19 Desember 1992 menguatkan penetapan Taman Hutan Raya R. Soerjo sebagai suatu kawasan pelestarian alam yang telah ditetapkan berdasarkan Tahura R. Soerjo meliputi beberapa kawasan hutan yang berada di dalam kelompok Gunung Arjuno Lalijiwo, yang terletak di empat kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Malang, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pasuruan dan Kota Batu. Luasan masing masing wilayah tersebut ialah Kabupaten Malang seluas 4.287,00 ha, Kabupaten Pasuruan seluas 5.894,30 Ha, Kabupaten Mojokerto seluas 10.181,10 ha, Kabupaten Jombang seluas 2.864,70 ha, dan Kota Batu seluas 4.641,20 ha. Letak geografis : 7º 40‘ 10” - 7º 49‘ 31” LS dan 112º 22‘ 13” - 112º 46‘ 30” BT, dengan luasan : 27.868,30 ha. Dimana kawasan Taman Hutan Raya ini berasal dari beberapa kawasan yaitu Hutan Lindung, Cagar Alam, serta sebagian kecil tanah RVE Recht Van EigendomHak Kepemilikan Atas Tanah, dengan luasan total 27.868,30 Ha. Kawasan Hutan Lindung meliputi Gunung Anjasmoro, Gunung Argowayang, Gunung Kembar I dan Gunung Kembar II, mulai dari ketinggian 1.000 mdpl. Sedangkan kawasan Cagar Alam Arjuno Lalijwo mulai dari ketinggian 2000 mdpl, di mana di dalamnya termasuk juga Gunung Welirang, Gunung Ringgit, Gunung Kembar I dan Gunung Kembar II UPT Tahura R. Soerjo 2009.

3.2 Topografi dan Iklim

Hutan Alam Cemara Casuarina junghuhniana terdapat di Gunung Arjuno Lalijiwo, ketinggian 1.800 m dpl, kerapatan pohon 80-156 pohonHa. Dan tinggi pohon antara 25 - 35 m dan diameter 60 - 100 cm. Padang rumput terdapat di bagian bawah Pondok Welirang seluas 200 Ha, didominasi jenis padi-padian dan Kolonjono Panicum repens. Topografi relatif datar, dapat dikembangkan untuk tempat breeding rusa. Dataran Hutan Hujan Tengah pada ketinggian 2.000 - 2.700 m dpl merupakan hutan campuran tiga tingkatan vegetasi yaitu pohon, semak, dan tumbuhan bawah. Didominasi oleh Pasang Quercus sp., pohon Nyampuh, Sembung dan Gempur Gunung. Pada ketinggian 2.650 m dpl terdapat tegakan homogen : tumbuhan manisrejo, vegetasi tumbuhan bawah umumnya jenis padi-padian Sorgum nitidum dan Edelweis.