Operasionalisasi dan Pengelolaan Early Warning System Krisis Utang

negeri Indonesia, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, peningkatan suku bunga LIBOR 6 bulan yang mencapai titik puncaknya pada periode April 1997 berdampak pada semakin besarnya beban utang luar negeri Indonesia pada kurun waktu 19 bulan kemudian, tepatnya bulan November 1998. Selain variabel suku bunga LIBOR 6 Bulan, pergerakan Leading Debt Index yang mencapai titik puncak di periode Juni 1997 juga dipengaruhi oleh variabel laju inflasi Jepang. Variabel ini mencapai titik puncaknya pada periode bulan Agustus 1997 akibat krisis nilai tukar yang melanda Asia, termasuk Jepang. Pada periode tersebut, mata uang yen juga mengalami depresiasi yang hebat sehingga berdampak pada kemunduran perekonomian di negara tersebut. Hal ini ditandai dengan inflasi yang terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, pergerakan laju inflasi Jepang telah memberikan sinyal yang kuat dalam memprediksi kondisi beban utang luar negeri yang harus ditanggung Indonesia.

4.3.2 Operasionalisasi dan Pengelolaan Early Warning System Krisis Utang

di Indonesia Dengan menggunakan instrumen Leading Debt Index yang dihasilkan dari penyusunan early warning system ini, maka kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia dapat diprediksi pada periode 11 bulan sebelumnya. Prediksi tersebut dapat dilakukan dengan mengobservasi pergerakan Leading Debt Index yang dihasilkan. Adapun skematik operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia dapat dijelaskan pada Gambar 4.7. Gambar 4.7 Skematik Penggunaan Instrumen Leading Debt Index Dalam Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang Pada Gambar 4.7, dimisalkan bahwa krisis utang di Indonesia akan terjadi pada periode waktu t yang ditunjukkan dengan tercapainya titik puncak pada grafik CDI. Terjadinya krisis utang di periode t tersebut telah dapat diprediksi 11 bulan sebelumnya. Ketika grafik LDI menunjukkan tanda-tanda pergerakan yang mengalami peningkatan, maka saat itu sinyal peringatan kemungkinan terjadinya krisis utang perlu diwaspadai. Sebelum LDI ini mencapai titik puncaknya pada periode 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang, maka kebijakan yang bersifat preventif dan antisipatif harus segera diimplementasikan untuk mengendalikan beban utang luar negeri Indonesia. Hal ini perlu dilakukan secara cermat dan akurat untuk menghindari kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Selain dengan instrumen LDI, operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia juga dilakukan dengan menggunakan instrumen Lagging Debt Index. Dengan menggunakan instrumen Lagging Debt Index yang dihasilkan dari penyusunan early warning system ini, maka kemungkinan terjadinya contagion effect akibat krisis utang di Indonesia dapat dicegah pada periode 13 bulan setelah terjadinya krisis utang. Prediksi tersebut dapat dilakukan dengan mengobservasi pergerakan Lagging Debt Index yang dihasilkan. Adapun skematik operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia dapat dijelaskan pada Gambar 4.8. Gambar 4.8 Skematik Penggunaan Instrumen Lagging Debt Index Dalam Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang Pada Gambar 4.8, dimisalkan bahwa krisis utang di Indonesia akan terjadi pada periode waktu t yang ditunjukkan dengan tercapainya titik puncak pada grafik CDI. Dampak dari terjadinya krisis utang di periode t tersebut akan menyebar secara luas ke variabel-variabel makroekonomi lainnya dalam kurun waktu 13 bulan. Hal ini direfleksikan dengan tercapainya titik puncak grafik Lagging Debt Index pada periode 13 bulan setelah terjadinya krisis. Oleh karena itu, selama periode 13 bulan setelah terjadinya krisis, perlu dilakukan sejumlah kebijakan tertentu yang diimplementasikan dalam rangka mencegah penyebaran contagion effect secara meluas akibat terjadinya krisis utang. Model early warning system yang terbentuk dalam penelitian ini sudah cukup baik untuk digunakan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia pada kurun waktu 5 tahun ke depan. Hal ini dikarenakan model early warning system dengan instrument utama Leading Debt Index ini disusun oleh leading indicators yang memiliki rentang waktu yang cukup panjang, yakni dari periode bulan Januari 1990 hingga Desember 2011. Dengan demikian, siklus bisnisnya tidak akan banyak mengalami perubahan secara signifikan karena durasi suatu siklus bisnis bisa berlangsung lebih dari sepuluh sampai dua belas tahun. Meskipun model early warning system yang terbentuk dalam penelitian ini sudah cukup baik, namun proses kaliberasi tetap perlu dilakukan secara berkala tiap lima tahun sekali. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan komponen penyusun Coincident, Leading, maupun Lagging Debt Index akibat perubahan struktur perekonomian Indonesia. Misalnya saja, ketika model early warning system debt crises dibuat pada saat ini, variabel laju inflasi Jepang merupakan kandidat leading indicator yang pergerakannya memberikan sinyal kuat terhadap kondisi beban utang luar negeri Indonesia. Namun, tidak menutup kemungkinan pada kurun waktu 5 tahun mendatang, pergerakan variabel ini tidak lagi mampu memprediksi kondisi beban utang luar negeri Indonesia. Oleh karena itu, proses kaliberasi sangat penting untuk dilakukan agar sinyal yang dihasilkan dari model early warning system ini selalu akurat dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.

4.3.3 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Utang Luar Negeri Indonesia