BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dengan deret  waktu  bulanan.  Data  tersebut  akan  dikumpulkan  dari  berbagai  sumber,
seperti Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, IMF dan sumber-sumber publikasi lainnya.  Adapun  jumlah  variabel  makroekonomi  yang  berhasil  dikumpulkan
dalam  penelitian  ini  adalah  sebanyak  111  variabel,  sebagaimana  yang  terlampir
pada Lampiran 1.
3.2 Metode Analisis
Penelitian  ini  menggunakan  metode  analisis  siklus  bisnis  business  cycle analysis.  Dalam  prosesnya,  pengolahan  data  akan  dilakukan  dengan
menggunakan Eviews 6. Penyusunan  leading  indicator  merupakan  adopsi  dari  analisis  business  cycle
yang  dibangun  untuk  mendeteksi  siklus  perekonomian.  Hal  yang  mendasari analisis business cycle adalah bahwa shock guncangan yang berasal dari internal
maupun  eksternal  menyebabkan  volatilitas  fluktuasi  aktifitas  perekonomian. Dalam jangka panjang, fluktuasi tersebut akan membentuk suatu siklus business
cycle  perekonomian  dimana  pergerakan  naik  dan  turunnya  aktivitas perekonomian tersebut berada dalam level absolut.
Untuk  menjelaskan  turning  point  dari  terjadinya  fenomena  krisis  utang  di Indonesia,  maka  penelitian  ini  menggunakan  variabel  ekonomi  rasio  utang  luar
negeri  terhadap  Produk  Domestik  Bruto  PDB  Indonesia  debt  to  GDP  ratio. Varibel  ekonomi  ini  digunakan  sebagai  reference  series  karena  mampu
memberikan penilaian tepat atas tingkat solvabilitas suatu negara, sehingga dapat menggambarkan tingkat indebtness suatu negara.
Adapun  nilai  threshold  variabel  ekonomi  debt  to  GDP  ratio  yang  digunakan untuk menggambarkan terjadinya krisis utang mengacu pada ketentuan dari salah
satu  lembaga  keuangan  internasional,  yaitu  IMF  International  Monetary  Fund. IMF  menetapkan  bahwa  suatu  negara  dikategorikan  menghadapi  beban  utang
yang  tinggi  bila  variabel  ekonomi  debt  to  GDP  ratio  mencapai  nilai  yang  lebih tinggi dari 60 persen.
Dengan  mengamati  pergerakan  variabel  makroekonomi  terhadap  reference series,  maka  dapat  ditentukan  apakah  variabel  tersebut  termasuk  Coincident,
Leading  atau  Lagging  Indicators.  Suatu  variabel  makroekonomi  dikategorikan sebagai  Leading  Indicator  bila  memiliki  pergerakan  yang  mendahului  reference
series,  sehingga  variabel  tersebut  dapat  menggambarkan  kondisi  perekonomian apakah  berpotensi  mengalami  krisis  utang  dalam  beberapa  bulan  ke  depan.
Sementara  itu,  suatu  variabel  dikategorikan  sebagai  Lagging  Indicator  apabila pergerakannya  lag  mengikuti  reference  series.  Apabila  suatu  variabel
makroekonomi  bergerak  seiring  dengan  reference  series  sehingga  mampu menggambarkan  kondisi  perekonomian  saat  ini,  maka  variabel  tersebut
dikategorikan sebagai Coincident Indicator.
3.2.1 Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicators
Secara umum, tahapan-tahapan untuk membangun Leading Indicators dengan analisis  business cycle adalah sebagai berikut.
1. Pengumpulan Data Sekunder
Adapun  tahap  pertama  yang  dilakukan  adalah  dengan  mengumpulkan  data- data sekunder  yang dipelukan dari  berbagai sumber. Idealnya, jumlah data yang
diperlukan  dapat  mencapai  ratusan  variabel.  Variabel-variabel  tersebut diperkirakan  dapat  menjadi  kandidat  komponen  leading,  coincident  dan  lagging
index. Data yang dikumpulkan sebaiknya memiliki periode yang panjang dengan frekuensi  tinggi  data  bulanan  agar  dapat  diperoleh  hasil  yang  baik.  Kriteria
pemilihan  variabel  harus  dilihat  dari  aspek  ekonomi  dan  perilaku  data  secara
statistika. 2.
Disagregasi Data
Tahap kedua adalah melakukan disagregasi data dengan menggunakan metode Qubic  Splines  atau  dapat  pula  digunakan  metode  interpolasi  lainnya.  Hal  ini
dilakukan  apabila  data  yang  tersedia  memiliki  frekuensi  observasi  tahunan  atau
kuartalan untuk disesuaikan menjadi data bulanan. 3.
Mengisolir Pengaruh Musiman
Tahap  ketiga  adalah  membersihkan  data  dengan  mengisolir  pengaruh  musim sehingga tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak volatile.
Pada  banyak  negara,  faktor  musim  biasanya  bersifat  fix  tetap  seperti  pada peristiwa hari raya lebaran, natal, tahun baru atau lainnya maupun musim yang
ekstrem  musim  hujan,  kemarau,  dingin,  dan  panas.  Untuk  kasus  Indonesia,
selain  faktor  musim  yang  tetap,  juga  ada  faktor  yang  bergerak  seperti  Idul  Fitri
dan Tahun Baru Imlek. 4.
Pemilihan Kandidat Variabel Coincident , Leading dan Lagging Indicators
Tahap  keempat  adalah  pemilihan  kandidat  variabel  Coincident,  Leading  dan Lagging  Indicators.  Ada  beberapa  metode  yang  digunakan  untuk  memilih  suat
variabel menjadi kandidat Leading Indicators, yaitu dengan pendekatan grafis, uji granger  causality,  dan  uji  cross-correlation.  Oleh  karena  Leading  Indicators
bergerak  mendahului  reference  series,  maka  kandidat  Leading  Indicators  secara
visual melalui grafis seharusnya bergerak mendahului reference series.
Adapun  kriteria  penentuan  Leading  Indicators  berdasarkan  uji  cross correlation dapat dilihat dari adanya korelasi yang cukup tinggi dengan lag yang
cukup  jauh.  Pada  uji  granger  causality,  dapat  dilihat  dari  adanya  hubungan kausalitas  yang  sifatnya  satu  arah  pada  lag  yang  cukup  jauh  pula.  Pengujian
koefisien  korelasi  antara  reference  series  dengan  variabel-variabel  yang diperkirakan  akan  menjadi  Leading  Indicators  dilakukan  secara  terpisah-pisah
untuk  masing-masing  periode  leading  yang  ingin  kita  bentuk.  Untuk  mencari kandidat  Leading  Indicators  3  bulan  maka  kita  harus  mencari  korelasi  antara
reference series dengan  seluruh variabel pada tiga bulan berikutnya. Begitu pula halnya  jika  kita  ingin  mencari  kandidat  Leading  Indicators  6  dan  12  bulan.
Sebaliknya, karena sifatnya yang bergerak sejalan kandidat Coincident Indicators secara grafis haruslah berjalan sejalan dengan variabel reference dengan korelasi
tinggi  di  sekitar  lag  nol.  Causality  antara  Coincident  Indicators  dan  variabel
reference haruslah bersifat dua arah dengan lag yang pendek.
5. Penyusunan  Composite  Coincident  Debt  Index  CDI  dan  Leading  Debt
Index LDI
Tahap kelima adalah penyusunan Composite Coincident Debt Index CDI dan Leading  Debt  Index  LDI  dengan  basis  indicators  yang  diperoleh  dari  tahap
keempat  dengan  cara  menggabungkan  compose  variabel-variabel  kandidat. Akan  tetapi,  karena  amplitudo  dari  masing-masing  variabel  atau  series  bisa  jadi
berbeda-beda,  maka  penyusunan  indeks  tanpa  terlebih  dahulu  dilakukan standardisasi  data  bisa  mengakibatkan  terjadinya  distorsi  pada  index  yang
terbentuk.  Untuk  menghindari  distorsi  tersebut,  perlu  dilakukan  normalisasi terhadap  semua  komponen  siklikal  yang  diturunkan  dari  variabel-variabel
kandidat  serta  reference  series.  Pada  prinsipnya,  proses  standardisasi  diarahkan
agar semua variabel kandidat memiliki mean 100 serta varian yang sama.
Proses  penggabungan  compose  variabel-variabel  kandidat  untuk mendapatkan Coincident Debt Index CDI dan Leading Debt Index LDI terbaik
dilakukan  dengan  cara  trial-error.  Indikator  baiknya  Coincident  Debt  Index didasarkan  pada  persamaan  pergerakannya  dengan  variabel  reference,  sementara
untuk LDI didasarkan pada kemampuannya untuk memprediksi CI dan Reference
Series.
Setiap  indikator  atau  variabel  untuk  pembentuk  CDI  dan  LDI  terbaik tersebut memilki bobot tertentu yang mencerminkan tingkat kemiripan pola antara
variabel  tersebut  dengan  indeks  yang  terbentuk.  Dari  ketiga  indeks  tersebut, Leading  Debt  Index  lebih  menarik  perhatian,  karena  dapat  memberikan  deteksi
dini  early  warning  system  tentang  kemungkinan  terjadinya  krisis  utang  di
Indonesia  secara  agregat.  Sementara  Coincident  Debt  Index  dapat  memberikan gambaran tentang kondisi beban utang Indonesia yang terjadi saat ini.
3.2.2 Metode Penyusunan Early Warning Indicators
Metode-metode  yang  digunakan  dalam  proses  penyusunan  Early  Warning Indicators dapat dijelaskan seperti berikut ini.
1. Metode Cubic-Spline
Data  sekunder  yang  dipublikasi  umumnya  memiliki  frekuensi  release  yang tahunan.  Dalam  penyusunan  Leading  Indicator,  data  yang  digunakan  umumnya
berupa  data  bulanan.  Apabila  data  yang  tersedia  memiliki  frekuensi  kuartalan, maka  perlu  dilakukan  disagregasi  menjadi  bulanan,  sehingga  diperlukan  metode
khusus yang dapat memberikan hasil optimal, salah satunya adalah metode Cubic- Spline.
2. X12-ARIMA
Fluktuasi data yang bersifat musiman dan periodik sepanjang waktu seringkali mengganggu  pergerakan  siklikal.  Oleh  karena  itu,  hal  tersebut  perlu  dihilangkan
terlebih  dahulu.  Metode  X-12  ARIMA  adalah  salah  satu  metode  yang  dapat digunakan  untuk  de-seasonality  data.  Penelitian  ini  menggunakan  X-12  ARIMA
karena sifatnya yang lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Menurut  pandangan  Jackson  dan  Leonard  2001,  penyesuaian  musiman seasonal adjustment dari sebuah series didasarkan pada asumsi bahwa fluktuasi-
fluktuasi  musiman  dapat  diukur  dari  series  awal  x
t
,  t=1,2,...,n  dan  dipisahkan dari  trend  cycle  component  C
t
,  trading  day  componentD
t
,  dan  flukutuasi
irregular I
t
. Komponen musiman atau seasonal S
t
dapat didefinisikan sebagai variasi  dalam  setahun  yang  berulang  secara  konstan  dari  tahun  ke  tahun.  C
t
mengukur variasi variabel menuju faktor siklus jangka panjang, siklus bisnis, dan faktor-faktor  jangka  panjang  lainnya.  D
t
adalah  variasi  yang  ditunjukkan  pada komposisi  dari  kalender.  Sebagai  tambahan,  I
t
adalah  variasi  residual.  Banyak variabel  makroekonomi  yang  time  series  mempunyai  bentuk  hubungn
multiplicative  x
t
=C
t
D
t
S
t
dan  lainnya  berbentuk  additivr  x
t
=C
t
+D
t
+S
t
+I
t
. Sebuah  time  series  yang  disesuaikan  secara  musiman  hanya  terdiri  atas  trend
cycle dan komposisi irregular.
X-12  ARIMA  merupakan  sebuah  model  yang  dapat  digunakan  untuk mendekomposisi  sebuah  time  series  baik  dengan  asumsi  additive  ataupun
multiplicative  untuk  memperoleh  komponen-komponen  C
t
,  D
t
,  S
t
,  ataupun  I
t
. Model  ARIMA  Autoregressive  Integrated  Moving  Average  umumnya
digunakan  untuk  seasonal  time  series.  Model  ARIMA  dengan  asumsi multiplicative seasonal times series, x
t
dapat dituliskan menjadi :
ø BΦB
s
1-B
d
1-B
s D
x
t
= θ BӨ B
s
a
t
dimana : B adalah operator lag Bx
t
=x
t-1
s adalah periode musiman, ø
B = 1 - ø
1
B -...- ø
p
B
p
adalah operator non seasonal autoregressive AR, ΦB = 1 - Φ
1
B
s
-...- Φ
P
B
Ps
adalah operator seasonal AR, θB = 1 - ø
1
B -...- ø
q
B
q
adalah operator non seasonal moving average MA, ΦB
s
= 1 - Φ
1
B
s
-...- Φ
Q
B
Qs
adalah opeartor seasonal moving average ……………………………………… 3.1
a
t
s i.i.d  dengan  rata-
rata nol dan varian σ
2
.1 – B
d
1 – B
s D
mengimplikasikan perbedaan non seasonal orde ke-d dan perbedaan seasonal orde ke-D. Jika d=D=0
tidak ada perbedaan, maka pada umunya dilakukan perhitungan kembali x
t
pada persamaan di atas dengan mengurangkannya terhadap rata-ratanya, yaitu : dengan
x
t
- μ dimana μ = E[x
t
].
3. Cross Correlation
Metode  ini  digunakan  untuk  menganalisis  dan  menentukan  apakah  variabel- variabel  ekonomi  dan  keuangan  lainnya,  jika  dikorelasi  silangkan  dengan
reference  series  akan  menjadi  Leading  Indicators,  Coincident  Indicators,  atau Lagging  Indicators.  Jika  ternyata  ada  beberapa  variabel  yang  dapat  dijadikan
Leading  Indicators,  maka  bisa  dibentuk  Composite  Leading  Indicators  CLI. Korelasi  silang  cross  correlation  antara  dua  variabel,  katakan  x  dan  y  dapat
dihitung :
dan
Periode waktu yang digunakan untuk menguji korelasi adalah 12 periode atau selama satu tahun dengan data bulanan. Untuk dapat dijadikan sebagai indicators
…………….. 3.2
3.3
maka  nilai  r
xy
yang  dicari  adalah  nilai  yang  paling  tinggi  selama  periode pengujian.
Kriteria pemilihan kandidat leading pada uji cross correlation korelasi silang adalah  dengan  melihat  korelasi  tinggi  pada  lag  yang  cukup  jauh.  Pemilihan
kandidat  lagging  berdasarkan  korelasi  tertinggi  pada  lead  yang  cukup  jauh. Sementara  itu,  penetuan  kandidat  coincident  dilakukan  dengan  melihat  korelasi
tertinggi pada lead dan lag nol.
4. Granger Causality Test
Salah  satu  tahap  dalam  analisis  siklus  bisnis  adalah  penggunanaan  metode ekonometrik  dalam  pemilihan  kandidat  leading  indicators.  Langkah  pertama
dalam  pemilihan  komponen  LEI  adalah  uji  kointegrasi  setiap  calon  komponen LEI  dengan  reference  series  untuk  melihat  ada  tidaknya  hubungan  jangka
panjang.  Kemudian,  dilakukan  pengujian  Granger  Causality  Test  antara  calon komponen  LEI  dengan  berbagai  spesifikasi  lag  dengan  reference  series.  Uji
granger yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan 4 spesifikasi lag, yaitu 1,  3,  6,  dan  12.  Berdasarkan  penelitian  yang  dilakukan,  penentuan  lag  tersebut
diasumsikan  telah  mampu  memberikan  hasil  yang  cukup  akurat  dan  mewakili keseluruhan  lag.  Penggunaan  4  spesifikasi  lag  tersebut  dilakukan  untuk
mengetahui perbandingan tingkat spesifikasi pada lag yang semakin jauh. Dengan pengujian  ini,  dapat  diperoleh  variable-variabel  yang  tergolong  sebagai  leading
indicators.  Granger  Causality  Test  dilakukan  untuk  melihat  adanya  hubungan sebab-akibat  kausalitas  dan  arah  kausalitas  di  antara  variabel-variabel  yang
digunakan  dalam  analisis.  Uji  kausalitas  dilakukan  karena  terdapat  tiga
kemungkinan  arah  kausalitas  yang  terjadi  antara  dua  variabel,  yakni  variabel reference dan variabel tertentu yang diuji misalnya variabel X, yaitu :
1. Variabel reference menyebabkan granger cause variabel X 2. Variabel X menyebabkan granger cause variabel reference
3. Variabel reference dan variabel X memiliki hubungan timbal balik yang terjadi apabila variabel reference menyebabkan variabel X dan pada saat yang bersamaan
variabel X juga menyebabkan variabel reference . Dengan  menggunakan  Granger  Causality  Test,  maka  dapat  diketahui  apakah
antara  X  dan  Y  memiliki  hubungan  kausalitas  dan  bagaimana  arah  kausalitas  di antara  kedua  variabel  tersebut.  Nilai  probabilitas  P  value  yang  dihasilkan
menentukan signifikansi arah hubungan kausalitas antar variabel. Ketentuan yang secara  konvensional  disepakati  adalah  jika  probabilitas  lebih  kecil  dari  5 persen,
maka dikatakan terjadi kausalitas yang signifikan. Kriteria kandidat leading pada granger causality ini adalah adanya hubungan
kausalitas  satu  arah  pada  lag  cukup  jauh  yang  menunjukkan  bahwa  variabel  X menyebabkan granger cause variabel reference. Sementara itu, kriteria kandidat
lagging didasarkan pada adanya hubugan kausalitas satu arah pada lag cukup jauh yang  menunjukkan  bahwa  variabel  reference  menyebabkan  granger  cause
variabel X. Adapun pemilihan kandidat Coincident Indicators dilihat dari adanya hubungan kausalitas dua arah dengan lag di sekitar nol.
5. Metode Penyusunan Composite Coincident Debt Index CDI dan Leading
Debt Index LDI
Setelah berbagai data variabel makroekonomi yang tersedia dikelompokkan ke dalam  kandidat  Coincident  Indicator,  Leading  Indicator  dan  Lagging  Indicator,
langkah  selanjutnya  adalah  menyusun  composite  CI  dan  LI  dengan  prosedur sebagai berikut :
Untuk setiap variabel, lakukan perhitungan : 1.
Hitung  perubahan  persentase  simetris  month-on-month  MoM  untuk  setiap variabel atau komponen dengan rumus :
x
t
= 200 X
t
-X
t-1
X
t
-X
t-1
...................................................................3.4 dimana  X
t
adalah  nilai  observasi  komponen  X  pada  waktu  t.  Jika  satuan pengukuran  untuk  komponen  X  berupa  presentasi  seperti  suku  bunga,  maka
month-on-month dihitung dengan formula : x
t
= X
t
-X
t-1
............................................................................................3.5 2.
Lakukan  adjustement  terhadap  MoM  change  dari  setiap  komponen.  Hal  ini dimaksudkan  untuk  menyamakan  volatilitas  MoM  change  dari  semua
komponen. Adjustement tersebut dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a
Hitung  standard  deviation  MoM  change  dari  setiap  komponen misalkan = σ
x
b Hitung inverse dari σx misalkan w
x
= 1σ
x
c Jumlahkan semua w
x
misalkan = k d
Hitung  faktor  standarisasi  weight  untuk  setiap  komponen  dengan rumus:
r
x
= 1kw
x
.....................................................................................3.6 Adjustment  terhadap  MoM  change  dari  setiap  komponen  dihitung
dengan rumus : m
t
= r
x
x
t
.........................................................................................3.7
3. Jumlahkan MoM change yang telah di-adjust langkah 2; misalkan = i
t
4. Lakukan  adjustment  terhadap  i
t
untuk  menyamakan  volatilitas  dengan reference  series;  untuk
Coincident  Economic  Indicator  CEI menggunakan  reference  series  yakni  debt  to  GDP,  serta  untuk  Leading
Economic Indicator LEI dan Lagging Economic Indicator menggunakan reference series CEI atau reference series debt to GDP.
5. Hitung  angka  preliminary  leading  dan  Coincident  Debt  Index  dengan
menetapkan  nilai  indeks  awal  sama  dengan  100.  Nilai  indeks  berikutnya dihitung dengan menggunakan rumus :
I
t
= I
t
-1  200 + i
t
200-i
t
..................................................................3.8 Kombinasi  variabel  yang  menghasilkan  composite  CI  dan  LI  terbaik  diperoleh
dengan  cara  trial  and  error.  Ukuran  kebaikan  CI  didasarkan  pada  kesamaan pergerakannya  dengan  debt  to  GDP  reference  series,  sementara  untuk  LI
didasarkan pada kemampuannya memprediksi pergerakan CI.
6. Penentuan  Turning  Point  Coincident,  Leading  dan  Lagging  Debt  Index
dengan Metode Bry Boschan Procedure
Setelah  proses  seleksi  selesai  dilakukan,  maka  selanjutnya  variabel-variabel yang menjadi kandidat Coincident, Leading dan Lagging Indicators akan melalui
suatu  proses  perhitungan  sehingga  dihasilkan  suatu  indeks  bagi  masing-masing indikator tersebut.
Pada tahap selanjutnya, dilakukan penentuan turning point pada ketiga indeks yang  dihasilkan,  yakni  Coincident  Debt  Index,  Leading  Debt  Index  dan  Lagging
Debt  Index.  Penentuan  turning  points  dimaksudkan  untuk  menetapkan  waktu bulan dan tahun dimana ketiga indeks tersebut mengalami pembalikan dari fase
ekspansi ke kontraksi atau sebaliknya. Penentuan turning points ini penting untuk menyusun kronologi siklus bisnis di Indonesia.
Adapun  metode  yang  digunakan  untuk  melakukan  penentuan  turning  point tersebut adalah metode  Bry Boschan Procedure. Metode ini telah  dikembangkan
sejak lama oleh NBER dan masih digunakan secara luas hingga saat ini. Secara  visual,  grafik  Leading  Debt  Index  bergerak  mendahului  Coincident
Debt  Index  dengan  selang  waktu  tertentu.  Selang  waktu  Leading  Debt  Index bergerak  mendahului  Coincident  Debt  Index  tersebut  dapat  ditentukan  secara
akurat dengan menghitung rata-rata perbedaan antar  titik puncak dan lembah dari kedua  indeks  tersebut.  Perbedaan  rata-rata  selang  waktu  Leading  Debt  Index
mendahului  Coincident  Debt  Index  selanjutnya  ditetapkan  sebagai  jangka  waktu kemungkinan  terjadinya  krisis  utang  setelah  munculnya  sinyal  pada  system
deteksi  dini  yang  telah  dibuat.  Dengan  demikian,  pihak  pengambil  kebijakan memiliki
waktu dalam
periode tertentu
untuk merumuskan
dan mengimplementasikan  kebijakan  yang  penting  dalam  rangka  menghindari
kemungkinan terjadinya krisis utang. Adapun  Lagging  Debt  Index  secara  visual  pergerakan  grafiknya  mengikuti
Coincident  Debt  Index.  Selang  waktu  Lagging  Debt  Index  bergerak  mengikuti Coincident Debt Index tersebut dapat ditentukan secara akurat dengan menghitung
rata-rata  perbedaan  antar    titik  puncak  dan  lembah  dari  kedua  indeks  tersebut. Perbedaan  rata-rata  selang  waktu  Lagging  Debt  Index  mendahului  Coincident
Debt  Index  selanjutnya  ditetapkan  sebagai  jangka  waktu  dampak  penyebaran contagion effect akibat terjadinya krisis utang setelah munculnya sinyal. Dengan
demikian,  pihak  pengambil  kebijakan  memiliki  waktu  dalam  periode  tertentu untuk  merumuskan  dan  mengimplementasikan  kebijakan  yang  penting  dalam
rangka  menghindari  dampak  penyebaran  secara  luas  terhadap  perekonomian secara agregat akibat terjadinya krisis utang yang tidak dapat terhindarkan lagi.
Pengujian  secara  grafis  dengan  metode  Bry  Boschan  Procedure  ini  diawali dengan  penentuan  titik  puncak  peak  dan  lembah  trough  pada  grafik  dari
masing-masing  indeks  yang  telah  dihasilkan.  Penentuan  titik  puncak  peak  dan lembah  trough  tersebut  menjadi  hal  yang  sangat  penting  untuk  dilakukan
mengingat  langkah  ini  akan  memudahkan  penentuan  selang  waktu  perbedaan antara  Coincident  Debt  Index  dengan  Leading  Debt  Index  dan  Lagging  Debt
Index. Titik puncak suatu indeks ditentukan pada periode tertentu dimana indeks tersebut mencapai nilai tertinggi, sedangkan titik lembah suatu indeks ditentukan
pada  periode  tertentu  dimana  indeks  tersebut  mencapai  nilai  terendah.  Suatu indeks  tertentu  dikatakan  memiliki  satu  siklus  bila  pada  rentang  periode  tertentu
memiliki satu titik puncak dan satu titik lembah. Metode  Bry  Boschan  Procedure  menetapkan  bahwa  jarak  perbedaan  waktu
antara  titik  puncak  terhadap  lembah  peak  to  trough  atau  titik  lembah  terhadap puncak  trough  to  peak  dalam  satu  siklus  minimal  enam  bulan.  Bila  suatu
variabel memiliki lebih dari satu siklus dalam rentang periode tertentu, ditetapkan pula bahwa jarak antar titik puncak peak to peak atau antar titik lembah trough
to trough minimal lima belas bulan.
Setelah menetapkan peak dan trough dari masing-masing indeks, maka selang waktu  perbedaan  pergerakan  Leading  Debt  Index  dan  Lagging  Debt  Index
terhadap Coincident Debt Index dapat dihitung secara tepat.
Gambar 3.1 Alur Penyusunan Komponen Early Warning System
Pengumpulan variabeldata sekunder
Data hasil seleksi 1.
Berdasarkan ketersediaan data 2.
Kriteria ekonomi 3.
Kriteria statistik Kompilasi
Data
Data siap digunakan Metode :
1. Disagregasi data Cubic Splines
Generating Data
Metode : 1.
Cross-Correlation Test 2.
Granger Causality Test Seleksi Kandidat
Composite Index
Kandidat Leading Indicators Kandidat LaggingIndicators
Kandidat Coincident Indicators
Coincident Debt Index Leading Debt Index
Lagging Debt Index Penyusunan
Composite Index
Metode Indeksasi Metode X-12 ARIMA
Metode X-12 ARIMA Metode X-12 ARIMA
Metode Bry Boschan Procedure
Metode Bry Boschan Procedure
Metode Bry Boschan Procedure
Penentuan Turning Point dan Perbedaan Selang Waktu Antara Coincident Debt Index dengan Leading Debt
Index dan Lagging Debt Index
3.3 Definisi Operasional
Adapun  beberapa  definisi  operasional  yang  penting  untuk  dipahami  dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Utang  luar  negeri  Indonesia  adalah  posisi  kewajiban  aktual  penduduk
Indonesia  kepada  bukan  penduduk  pada  suatu  waktu,  tidak  termasuk kontinjen,  yang  membutuhkan  pembayaran  kembali  bunga  danatau  pokok
pada waktu yang akan datang. 2.
Utang  luar  negeri  pemerintah  adalah  utang  yang  dimiliki  oleh  pemerintah pusat,  terdiri  dari  utang  bilateral  atau  multilateral,  fasilitas  kredit  ekspor
FKE,  utang  komersial,  dan  leasing,  termasuk  pula  Surat  Berharga  Negara SBN  yang  diterbitkan  di  luar  maupun  di  dalam  negeri  yang  dimiliki  oleh
bukan  penduduk.  SBN  terdiri  dari  Surat  Utang  Negara  SUN    dan  Surat Berharga  Syariah  Negara  SBSN.  SUN  terdiri  dari  Obligasi  Negara  yang
berjangka waktu lebih dari 12 bulan dan Surat Perbendaharaan Negara SPN yang  berjangka  waktu  sampai  dengan  12  bulan.  SBSN  terdiri  SBSN  jangka
panjang Ijarah Fixed RateIFR dan Global Sukuk. 3.
Utang luar negeri bank sentral adalah utang yang dimiliki oleh Bank Indonesia dalam rangka mendukung neraca pembayran dan cadangan devisa. Termasuk
dalam  utang  luar  negeri  Bank  Indonesia  adalah  kewajiban  dalam  bentuk Sertifikat  Bank  Indonesia  SBI  yang  dimiliki  oleh  bukan  penduduk  serta
simpanan deposits bukan penduduk di Bank Indonesia. 4.
Pendapatan Negara dan Hibah adalah seluruh penerimaan negara yang terdiri dari Penerimaan Dalan Negeri dan Hibah.
5. Belanja Negara adalah seluruh pengeluaran negara berupa belanja pemerintah
pusat dan transfer ke daerah. 6.
Surplus adalah selisih yang dihasilkan dari pendapatan negara dan hibah yang lebih besar dari belanja negara.
7. Defisit adalah selisih yang dihasilkan dari pendapatan negara dan hibah yang
lebih rendah dari belanja negara. 8.
Total  Pembiayaan  adalah  pembiayaan  yang  dapat  diterimadibentuk  untuk menutupi  defisit  yang  terjadimembiayai  Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja
Negara  APBN.  Pembiayaan  mencakup  transaksi  penjualan  asset  negara, penerimaan  pinjaman  pemerintah  dari  luar  negeri  dan  dalam  negeri,  dan
rekening-rekening pemerintah. 9.
Balance of  Payment  BoP atau Neraca Pembayaran  Indonesia NPI adalah catatan  transaksi  ekonomu  yang  terjadi  antara  penduduk  dengan  bukan
penduduk Indonesia pada suatu periode waktu tertentu. 10.
Transaksi berjalan mencakup ekspor dan impor barang, jasa, pendapatan, serta transfer  berjalan.  Transaksi  finansial  meliputi  investasi  langsung,  investasi
portofolio,  derivatif  finansial,  dan  investasi  lainnya  di  luar  cadangan  devisa dan kreditpinjaman IMF yang disajikan sebagai komponen sendiri.
11. Transaksi  ekspor  dan  impor  barang  masing-masing  dikelompokkan  atsa
ransaksi ekspor dan impor migas dan nonmigas. 12.
Cadangan  devisa  resmi  Indonesia  Indonesian  official  reserve  assets merupakan  aset  eksternal  yang  dapat  langsung  tersedua  bagi  dan  berada  di
bawah  kontrol  Bank  Indonesia  selaku  otoritas  moneter  untuk  membiayai
ketidakseimbangan  neraca  pembayaran,  melakukan  intervensi  pasar,  dalam rangka memelihara kestabilan nilai tukar, danatau tujuan lainnya antara lain
menjaga  ketahan  perekonomian  daan  nilai  tukar  serta  sebagai  bantalan terhadap net kewajiban Indonesia.
13. Hak  Tarik  Khusus  Special  Drawing  Rights  –  SDR  merupakan  cadangan
devisa  internasional  yang  diciptakan  oleh  IMF  untuk  menambah  cadangan devisA  negara  anggota  dan  secara  periodik  dialokasikan  kepada  anggota
secara proporsional sesuai dengan kuotanya. Walaupun tidak memiliki jangka waktu  jatuh  tempo,  anggota  IMF  yang  menerima  alokasi  SDR  tersebut
memiliki  kewajiban  untuk  embayar  kembali  saat  keluar  dari  keanggotaan IMF.
14. Debt Service Payment adalah jumlah pembayaran pokok dan bunga utang luar
negeri, termasuk fee. 15.
Debt  Service  Ratio  adalah  rasio  pembayaran  pokok  dan  bunga  utang  luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor suatu negara.
16. Debt to Export Ratio adalah rasio total utang luar negeri terhadap penerimaan
hasil ekspor suatu negara. 17.
Debt  to  GDP  Ratio  adalah  rasio  total  utang  luar  negeri  terhadap  Produk Domestik PDB suatu negara.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Utang Luar Negeri Indonesia
Dilihat  dari  sisi  komposisi  dan  distribusinya,  posisi  utang  luar  negeri Indonesia  secara  nominal  terus  mengalami  peningkatan  dari  tahun  ke  tahun.
Kondisi  ini  perlu  diwaspadai  karena  pertumbuhan  utang  luar  negeri  yang  tidak terkendali  dapat  berdampak  buruk  dan  memicu  terjadinya  krisis  utang  di
Indonesia.  Sejauh  ini,  mulai  tahun  2001  hingga  kini,  kemampuan  dalam melakukan  pembayaran  utang  luar  negeri  solvabilitas  Indonesia  menunjukkan
kondisi yang terus membaik. Hal ini dapat dilihat dari indikator debt to GDP yang menunjukkan trend terus menurun dari tahun 2001 hingga kini.
Selain  mengacu  kepada  debt  to  GDP,  penilaian  solvabilitas  Indonesia  juga dapat  dilihat  dari  indikator  debt  to  export.  Ukuran  ini  dihitung  dari  rasio  posisi
utang luar negeri secara keseluruhan terhadap penerimaan ekspor  yang diperoleh suatu  negara.  Dari  tahun  2006  hingga  2011  saat  ini,  debt  to  export  Indonesia
menunjukkan  trend  yang  mengalami  penurunan.  Hal  ini  dapat  dilihat  pada
Gambar 4.1.