BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dengan deret waktu bulanan. Data tersebut akan dikumpulkan dari berbagai sumber,
seperti Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, IMF dan sumber-sumber publikasi lainnya. Adapun jumlah variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah sebanyak 111 variabel, sebagaimana yang terlampir
pada Lampiran 1.
3.2 Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan metode analisis siklus bisnis business cycle analysis. Dalam prosesnya, pengolahan data akan dilakukan dengan
menggunakan Eviews 6. Penyusunan leading indicator merupakan adopsi dari analisis business cycle
yang dibangun untuk mendeteksi siklus perekonomian. Hal yang mendasari analisis business cycle adalah bahwa shock guncangan yang berasal dari internal
maupun eksternal menyebabkan volatilitas fluktuasi aktifitas perekonomian. Dalam jangka panjang, fluktuasi tersebut akan membentuk suatu siklus business
cycle perekonomian dimana pergerakan naik dan turunnya aktivitas perekonomian tersebut berada dalam level absolut.
Untuk menjelaskan turning point dari terjadinya fenomena krisis utang di Indonesia, maka penelitian ini menggunakan variabel ekonomi rasio utang luar
negeri terhadap Produk Domestik Bruto PDB Indonesia debt to GDP ratio. Varibel ekonomi ini digunakan sebagai reference series karena mampu
memberikan penilaian tepat atas tingkat solvabilitas suatu negara, sehingga dapat menggambarkan tingkat indebtness suatu negara.
Adapun nilai threshold variabel ekonomi debt to GDP ratio yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya krisis utang mengacu pada ketentuan dari salah
satu lembaga keuangan internasional, yaitu IMF International Monetary Fund. IMF menetapkan bahwa suatu negara dikategorikan menghadapi beban utang
yang tinggi bila variabel ekonomi debt to GDP ratio mencapai nilai yang lebih tinggi dari 60 persen.
Dengan mengamati pergerakan variabel makroekonomi terhadap reference series, maka dapat ditentukan apakah variabel tersebut termasuk Coincident,
Leading atau Lagging Indicators. Suatu variabel makroekonomi dikategorikan sebagai Leading Indicator bila memiliki pergerakan yang mendahului reference
series, sehingga variabel tersebut dapat menggambarkan kondisi perekonomian apakah berpotensi mengalami krisis utang dalam beberapa bulan ke depan.
Sementara itu, suatu variabel dikategorikan sebagai Lagging Indicator apabila pergerakannya lag mengikuti reference series. Apabila suatu variabel
makroekonomi bergerak seiring dengan reference series sehingga mampu menggambarkan kondisi perekonomian saat ini, maka variabel tersebut
dikategorikan sebagai Coincident Indicator.
3.2.1 Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicators
Secara umum, tahapan-tahapan untuk membangun Leading Indicators dengan analisis business cycle adalah sebagai berikut.
1. Pengumpulan Data Sekunder
Adapun tahap pertama yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data- data sekunder yang dipelukan dari berbagai sumber. Idealnya, jumlah data yang
diperlukan dapat mencapai ratusan variabel. Variabel-variabel tersebut diperkirakan dapat menjadi kandidat komponen leading, coincident dan lagging
index. Data yang dikumpulkan sebaiknya memiliki periode yang panjang dengan frekuensi tinggi data bulanan agar dapat diperoleh hasil yang baik. Kriteria
pemilihan variabel harus dilihat dari aspek ekonomi dan perilaku data secara
statistika. 2.
Disagregasi Data
Tahap kedua adalah melakukan disagregasi data dengan menggunakan metode Qubic Splines atau dapat pula digunakan metode interpolasi lainnya. Hal ini
dilakukan apabila data yang tersedia memiliki frekuensi observasi tahunan atau
kuartalan untuk disesuaikan menjadi data bulanan. 3.
Mengisolir Pengaruh Musiman
Tahap ketiga adalah membersihkan data dengan mengisolir pengaruh musim sehingga tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak volatile.
Pada banyak negara, faktor musim biasanya bersifat fix tetap seperti pada peristiwa hari raya lebaran, natal, tahun baru atau lainnya maupun musim yang
ekstrem musim hujan, kemarau, dingin, dan panas. Untuk kasus Indonesia,
selain faktor musim yang tetap, juga ada faktor yang bergerak seperti Idul Fitri
dan Tahun Baru Imlek. 4.
Pemilihan Kandidat Variabel Coincident , Leading dan Lagging Indicators
Tahap keempat adalah pemilihan kandidat variabel Coincident, Leading dan Lagging Indicators. Ada beberapa metode yang digunakan untuk memilih suat
variabel menjadi kandidat Leading Indicators, yaitu dengan pendekatan grafis, uji granger causality, dan uji cross-correlation. Oleh karena Leading Indicators
bergerak mendahului reference series, maka kandidat Leading Indicators secara
visual melalui grafis seharusnya bergerak mendahului reference series.
Adapun kriteria penentuan Leading Indicators berdasarkan uji cross correlation dapat dilihat dari adanya korelasi yang cukup tinggi dengan lag yang
cukup jauh. Pada uji granger causality, dapat dilihat dari adanya hubungan kausalitas yang sifatnya satu arah pada lag yang cukup jauh pula. Pengujian
koefisien korelasi antara reference series dengan variabel-variabel yang diperkirakan akan menjadi Leading Indicators dilakukan secara terpisah-pisah
untuk masing-masing periode leading yang ingin kita bentuk. Untuk mencari kandidat Leading Indicators 3 bulan maka kita harus mencari korelasi antara
reference series dengan seluruh variabel pada tiga bulan berikutnya. Begitu pula halnya jika kita ingin mencari kandidat Leading Indicators 6 dan 12 bulan.
Sebaliknya, karena sifatnya yang bergerak sejalan kandidat Coincident Indicators secara grafis haruslah berjalan sejalan dengan variabel reference dengan korelasi
tinggi di sekitar lag nol. Causality antara Coincident Indicators dan variabel
reference haruslah bersifat dua arah dengan lag yang pendek.
5. Penyusunan Composite Coincident Debt Index CDI dan Leading Debt
Index LDI
Tahap kelima adalah penyusunan Composite Coincident Debt Index CDI dan Leading Debt Index LDI dengan basis indicators yang diperoleh dari tahap
keempat dengan cara menggabungkan compose variabel-variabel kandidat. Akan tetapi, karena amplitudo dari masing-masing variabel atau series bisa jadi
berbeda-beda, maka penyusunan indeks tanpa terlebih dahulu dilakukan standardisasi data bisa mengakibatkan terjadinya distorsi pada index yang
terbentuk. Untuk menghindari distorsi tersebut, perlu dilakukan normalisasi terhadap semua komponen siklikal yang diturunkan dari variabel-variabel
kandidat serta reference series. Pada prinsipnya, proses standardisasi diarahkan
agar semua variabel kandidat memiliki mean 100 serta varian yang sama.
Proses penggabungan compose variabel-variabel kandidat untuk mendapatkan Coincident Debt Index CDI dan Leading Debt Index LDI terbaik
dilakukan dengan cara trial-error. Indikator baiknya Coincident Debt Index didasarkan pada persamaan pergerakannya dengan variabel reference, sementara
untuk LDI didasarkan pada kemampuannya untuk memprediksi CI dan Reference
Series.
Setiap indikator atau variabel untuk pembentuk CDI dan LDI terbaik tersebut memilki bobot tertentu yang mencerminkan tingkat kemiripan pola antara
variabel tersebut dengan indeks yang terbentuk. Dari ketiga indeks tersebut, Leading Debt Index lebih menarik perhatian, karena dapat memberikan deteksi
dini early warning system tentang kemungkinan terjadinya krisis utang di
Indonesia secara agregat. Sementara Coincident Debt Index dapat memberikan gambaran tentang kondisi beban utang Indonesia yang terjadi saat ini.
3.2.2 Metode Penyusunan Early Warning Indicators
Metode-metode yang digunakan dalam proses penyusunan Early Warning Indicators dapat dijelaskan seperti berikut ini.
1. Metode Cubic-Spline
Data sekunder yang dipublikasi umumnya memiliki frekuensi release yang tahunan. Dalam penyusunan Leading Indicator, data yang digunakan umumnya
berupa data bulanan. Apabila data yang tersedia memiliki frekuensi kuartalan, maka perlu dilakukan disagregasi menjadi bulanan, sehingga diperlukan metode
khusus yang dapat memberikan hasil optimal, salah satunya adalah metode Cubic- Spline.
2. X12-ARIMA
Fluktuasi data yang bersifat musiman dan periodik sepanjang waktu seringkali mengganggu pergerakan siklikal. Oleh karena itu, hal tersebut perlu dihilangkan
terlebih dahulu. Metode X-12 ARIMA adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk de-seasonality data. Penelitian ini menggunakan X-12 ARIMA
karena sifatnya yang lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Menurut pandangan Jackson dan Leonard 2001, penyesuaian musiman seasonal adjustment dari sebuah series didasarkan pada asumsi bahwa fluktuasi-
fluktuasi musiman dapat diukur dari series awal x
t
, t=1,2,...,n dan dipisahkan dari trend cycle component C
t
, trading day componentD
t
, dan flukutuasi
irregular I
t
. Komponen musiman atau seasonal S
t
dapat didefinisikan sebagai variasi dalam setahun yang berulang secara konstan dari tahun ke tahun. C
t
mengukur variasi variabel menuju faktor siklus jangka panjang, siklus bisnis, dan faktor-faktor jangka panjang lainnya. D
t
adalah variasi yang ditunjukkan pada komposisi dari kalender. Sebagai tambahan, I
t
adalah variasi residual. Banyak variabel makroekonomi yang time series mempunyai bentuk hubungn
multiplicative x
t
=C
t
D
t
S
t
dan lainnya berbentuk additivr x
t
=C
t
+D
t
+S
t
+I
t
. Sebuah time series yang disesuaikan secara musiman hanya terdiri atas trend
cycle dan komposisi irregular.
X-12 ARIMA merupakan sebuah model yang dapat digunakan untuk mendekomposisi sebuah time series baik dengan asumsi additive ataupun
multiplicative untuk memperoleh komponen-komponen C
t
, D
t
, S
t
, ataupun I
t
. Model ARIMA Autoregressive Integrated Moving Average umumnya
digunakan untuk seasonal time series. Model ARIMA dengan asumsi multiplicative seasonal times series, x
t
dapat dituliskan menjadi :
ø BΦB
s
1-B
d
1-B
s D
x
t
= θ BӨ B
s
a
t
dimana : B adalah operator lag Bx
t
=x
t-1
s adalah periode musiman, ø
B = 1 - ø
1
B -...- ø
p
B
p
adalah operator non seasonal autoregressive AR, ΦB = 1 - Φ
1
B
s
-...- Φ
P
B
Ps
adalah operator seasonal AR, θB = 1 - ø
1
B -...- ø
q
B
q
adalah operator non seasonal moving average MA, ΦB
s
= 1 - Φ
1
B
s
-...- Φ
Q
B
Qs
adalah opeartor seasonal moving average ……………………………………… 3.1
a
t
s i.i.d dengan rata-
rata nol dan varian σ
2
.1 – B
d
1 – B
s D
mengimplikasikan perbedaan non seasonal orde ke-d dan perbedaan seasonal orde ke-D. Jika d=D=0
tidak ada perbedaan, maka pada umunya dilakukan perhitungan kembali x
t
pada persamaan di atas dengan mengurangkannya terhadap rata-ratanya, yaitu : dengan
x
t
- μ dimana μ = E[x
t
].
3. Cross Correlation
Metode ini digunakan untuk menganalisis dan menentukan apakah variabel- variabel ekonomi dan keuangan lainnya, jika dikorelasi silangkan dengan
reference series akan menjadi Leading Indicators, Coincident Indicators, atau Lagging Indicators. Jika ternyata ada beberapa variabel yang dapat dijadikan
Leading Indicators, maka bisa dibentuk Composite Leading Indicators CLI. Korelasi silang cross correlation antara dua variabel, katakan x dan y dapat
dihitung :
dan
Periode waktu yang digunakan untuk menguji korelasi adalah 12 periode atau selama satu tahun dengan data bulanan. Untuk dapat dijadikan sebagai indicators
…………….. 3.2
3.3
maka nilai r
xy
yang dicari adalah nilai yang paling tinggi selama periode pengujian.
Kriteria pemilihan kandidat leading pada uji cross correlation korelasi silang adalah dengan melihat korelasi tinggi pada lag yang cukup jauh. Pemilihan
kandidat lagging berdasarkan korelasi tertinggi pada lead yang cukup jauh. Sementara itu, penetuan kandidat coincident dilakukan dengan melihat korelasi
tertinggi pada lead dan lag nol.
4. Granger Causality Test
Salah satu tahap dalam analisis siklus bisnis adalah penggunanaan metode ekonometrik dalam pemilihan kandidat leading indicators. Langkah pertama
dalam pemilihan komponen LEI adalah uji kointegrasi setiap calon komponen LEI dengan reference series untuk melihat ada tidaknya hubungan jangka
panjang. Kemudian, dilakukan pengujian Granger Causality Test antara calon komponen LEI dengan berbagai spesifikasi lag dengan reference series. Uji
granger yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan 4 spesifikasi lag, yaitu 1, 3, 6, dan 12. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penentuan lag tersebut
diasumsikan telah mampu memberikan hasil yang cukup akurat dan mewakili keseluruhan lag. Penggunaan 4 spesifikasi lag tersebut dilakukan untuk
mengetahui perbandingan tingkat spesifikasi pada lag yang semakin jauh. Dengan pengujian ini, dapat diperoleh variable-variabel yang tergolong sebagai leading
indicators. Granger Causality Test dilakukan untuk melihat adanya hubungan sebab-akibat kausalitas dan arah kausalitas di antara variabel-variabel yang
digunakan dalam analisis. Uji kausalitas dilakukan karena terdapat tiga
kemungkinan arah kausalitas yang terjadi antara dua variabel, yakni variabel reference dan variabel tertentu yang diuji misalnya variabel X, yaitu :
1. Variabel reference menyebabkan granger cause variabel X 2. Variabel X menyebabkan granger cause variabel reference
3. Variabel reference dan variabel X memiliki hubungan timbal balik yang terjadi apabila variabel reference menyebabkan variabel X dan pada saat yang bersamaan
variabel X juga menyebabkan variabel reference . Dengan menggunakan Granger Causality Test, maka dapat diketahui apakah
antara X dan Y memiliki hubungan kausalitas dan bagaimana arah kausalitas di antara kedua variabel tersebut. Nilai probabilitas P value yang dihasilkan
menentukan signifikansi arah hubungan kausalitas antar variabel. Ketentuan yang secara konvensional disepakati adalah jika probabilitas lebih kecil dari 5 persen,
maka dikatakan terjadi kausalitas yang signifikan. Kriteria kandidat leading pada granger causality ini adalah adanya hubungan
kausalitas satu arah pada lag cukup jauh yang menunjukkan bahwa variabel X menyebabkan granger cause variabel reference. Sementara itu, kriteria kandidat
lagging didasarkan pada adanya hubugan kausalitas satu arah pada lag cukup jauh yang menunjukkan bahwa variabel reference menyebabkan granger cause
variabel X. Adapun pemilihan kandidat Coincident Indicators dilihat dari adanya hubungan kausalitas dua arah dengan lag di sekitar nol.
5. Metode Penyusunan Composite Coincident Debt Index CDI dan Leading
Debt Index LDI
Setelah berbagai data variabel makroekonomi yang tersedia dikelompokkan ke dalam kandidat Coincident Indicator, Leading Indicator dan Lagging Indicator,
langkah selanjutnya adalah menyusun composite CI dan LI dengan prosedur sebagai berikut :
Untuk setiap variabel, lakukan perhitungan : 1.
Hitung perubahan persentase simetris month-on-month MoM untuk setiap variabel atau komponen dengan rumus :
x
t
= 200 X
t
-X
t-1
X
t
-X
t-1
...................................................................3.4 dimana X
t
adalah nilai observasi komponen X pada waktu t. Jika satuan pengukuran untuk komponen X berupa presentasi seperti suku bunga, maka
month-on-month dihitung dengan formula : x
t
= X
t
-X
t-1
............................................................................................3.5 2.
Lakukan adjustement terhadap MoM change dari setiap komponen. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan volatilitas MoM change dari semua
komponen. Adjustement tersebut dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a
Hitung standard deviation MoM change dari setiap komponen misalkan = σ
x
b Hitung inverse dari σx misalkan w
x
= 1σ
x
c Jumlahkan semua w
x
misalkan = k d
Hitung faktor standarisasi weight untuk setiap komponen dengan rumus:
r
x
= 1kw
x
.....................................................................................3.6 Adjustment terhadap MoM change dari setiap komponen dihitung
dengan rumus : m
t
= r
x
x
t
.........................................................................................3.7
3. Jumlahkan MoM change yang telah di-adjust langkah 2; misalkan = i
t
4. Lakukan adjustment terhadap i
t
untuk menyamakan volatilitas dengan reference series; untuk
Coincident Economic Indicator CEI menggunakan reference series yakni debt to GDP, serta untuk Leading
Economic Indicator LEI dan Lagging Economic Indicator menggunakan reference series CEI atau reference series debt to GDP.
5. Hitung angka preliminary leading dan Coincident Debt Index dengan
menetapkan nilai indeks awal sama dengan 100. Nilai indeks berikutnya dihitung dengan menggunakan rumus :
I
t
= I
t
-1 200 + i
t
200-i
t
..................................................................3.8 Kombinasi variabel yang menghasilkan composite CI dan LI terbaik diperoleh
dengan cara trial and error. Ukuran kebaikan CI didasarkan pada kesamaan pergerakannya dengan debt to GDP reference series, sementara untuk LI
didasarkan pada kemampuannya memprediksi pergerakan CI.
6. Penentuan Turning Point Coincident, Leading dan Lagging Debt Index
dengan Metode Bry Boschan Procedure
Setelah proses seleksi selesai dilakukan, maka selanjutnya variabel-variabel yang menjadi kandidat Coincident, Leading dan Lagging Indicators akan melalui
suatu proses perhitungan sehingga dihasilkan suatu indeks bagi masing-masing indikator tersebut.
Pada tahap selanjutnya, dilakukan penentuan turning point pada ketiga indeks yang dihasilkan, yakni Coincident Debt Index, Leading Debt Index dan Lagging
Debt Index. Penentuan turning points dimaksudkan untuk menetapkan waktu bulan dan tahun dimana ketiga indeks tersebut mengalami pembalikan dari fase
ekspansi ke kontraksi atau sebaliknya. Penentuan turning points ini penting untuk menyusun kronologi siklus bisnis di Indonesia.
Adapun metode yang digunakan untuk melakukan penentuan turning point tersebut adalah metode Bry Boschan Procedure. Metode ini telah dikembangkan
sejak lama oleh NBER dan masih digunakan secara luas hingga saat ini. Secara visual, grafik Leading Debt Index bergerak mendahului Coincident
Debt Index dengan selang waktu tertentu. Selang waktu Leading Debt Index bergerak mendahului Coincident Debt Index tersebut dapat ditentukan secara
akurat dengan menghitung rata-rata perbedaan antar titik puncak dan lembah dari kedua indeks tersebut. Perbedaan rata-rata selang waktu Leading Debt Index
mendahului Coincident Debt Index selanjutnya ditetapkan sebagai jangka waktu kemungkinan terjadinya krisis utang setelah munculnya sinyal pada system
deteksi dini yang telah dibuat. Dengan demikian, pihak pengambil kebijakan memiliki
waktu dalam
periode tertentu
untuk merumuskan
dan mengimplementasikan kebijakan yang penting dalam rangka menghindari
kemungkinan terjadinya krisis utang. Adapun Lagging Debt Index secara visual pergerakan grafiknya mengikuti
Coincident Debt Index. Selang waktu Lagging Debt Index bergerak mengikuti Coincident Debt Index tersebut dapat ditentukan secara akurat dengan menghitung
rata-rata perbedaan antar titik puncak dan lembah dari kedua indeks tersebut. Perbedaan rata-rata selang waktu Lagging Debt Index mendahului Coincident
Debt Index selanjutnya ditetapkan sebagai jangka waktu dampak penyebaran contagion effect akibat terjadinya krisis utang setelah munculnya sinyal. Dengan
demikian, pihak pengambil kebijakan memiliki waktu dalam periode tertentu untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang penting dalam
rangka menghindari dampak penyebaran secara luas terhadap perekonomian secara agregat akibat terjadinya krisis utang yang tidak dapat terhindarkan lagi.
Pengujian secara grafis dengan metode Bry Boschan Procedure ini diawali dengan penentuan titik puncak peak dan lembah trough pada grafik dari
masing-masing indeks yang telah dihasilkan. Penentuan titik puncak peak dan lembah trough tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan
mengingat langkah ini akan memudahkan penentuan selang waktu perbedaan antara Coincident Debt Index dengan Leading Debt Index dan Lagging Debt
Index. Titik puncak suatu indeks ditentukan pada periode tertentu dimana indeks tersebut mencapai nilai tertinggi, sedangkan titik lembah suatu indeks ditentukan
pada periode tertentu dimana indeks tersebut mencapai nilai terendah. Suatu indeks tertentu dikatakan memiliki satu siklus bila pada rentang periode tertentu
memiliki satu titik puncak dan satu titik lembah. Metode Bry Boschan Procedure menetapkan bahwa jarak perbedaan waktu
antara titik puncak terhadap lembah peak to trough atau titik lembah terhadap puncak trough to peak dalam satu siklus minimal enam bulan. Bila suatu
variabel memiliki lebih dari satu siklus dalam rentang periode tertentu, ditetapkan pula bahwa jarak antar titik puncak peak to peak atau antar titik lembah trough
to trough minimal lima belas bulan.
Setelah menetapkan peak dan trough dari masing-masing indeks, maka selang waktu perbedaan pergerakan Leading Debt Index dan Lagging Debt Index
terhadap Coincident Debt Index dapat dihitung secara tepat.
Gambar 3.1 Alur Penyusunan Komponen Early Warning System
Pengumpulan variabeldata sekunder
Data hasil seleksi 1.
Berdasarkan ketersediaan data 2.
Kriteria ekonomi 3.
Kriteria statistik Kompilasi
Data
Data siap digunakan Metode :
1. Disagregasi data Cubic Splines
Generating Data
Metode : 1.
Cross-Correlation Test 2.
Granger Causality Test Seleksi Kandidat
Composite Index
Kandidat Leading Indicators Kandidat LaggingIndicators
Kandidat Coincident Indicators
Coincident Debt Index Leading Debt Index
Lagging Debt Index Penyusunan
Composite Index
Metode Indeksasi Metode X-12 ARIMA
Metode X-12 ARIMA Metode X-12 ARIMA
Metode Bry Boschan Procedure
Metode Bry Boschan Procedure
Metode Bry Boschan Procedure
Penentuan Turning Point dan Perbedaan Selang Waktu Antara Coincident Debt Index dengan Leading Debt
Index dan Lagging Debt Index
3.3 Definisi Operasional
Adapun beberapa definisi operasional yang penting untuk dipahami dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Utang luar negeri Indonesia adalah posisi kewajiban aktual penduduk
Indonesia kepada bukan penduduk pada suatu waktu, tidak termasuk kontinjen, yang membutuhkan pembayaran kembali bunga danatau pokok
pada waktu yang akan datang. 2.
Utang luar negeri pemerintah adalah utang yang dimiliki oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral atau multilateral, fasilitas kredit ekspor
FKE, utang komersial, dan leasing, termasuk pula Surat Berharga Negara SBN yang diterbitkan di luar maupun di dalam negeri yang dimiliki oleh
bukan penduduk. SBN terdiri dari Surat Utang Negara SUN dan Surat Berharga Syariah Negara SBSN. SUN terdiri dari Obligasi Negara yang
berjangka waktu lebih dari 12 bulan dan Surat Perbendaharaan Negara SPN yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan. SBSN terdiri SBSN jangka
panjang Ijarah Fixed RateIFR dan Global Sukuk. 3.
Utang luar negeri bank sentral adalah utang yang dimiliki oleh Bank Indonesia dalam rangka mendukung neraca pembayran dan cadangan devisa. Termasuk
dalam utang luar negeri Bank Indonesia adalah kewajiban dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia SBI yang dimiliki oleh bukan penduduk serta
simpanan deposits bukan penduduk di Bank Indonesia. 4.
Pendapatan Negara dan Hibah adalah seluruh penerimaan negara yang terdiri dari Penerimaan Dalan Negeri dan Hibah.
5. Belanja Negara adalah seluruh pengeluaran negara berupa belanja pemerintah
pusat dan transfer ke daerah. 6.
Surplus adalah selisih yang dihasilkan dari pendapatan negara dan hibah yang lebih besar dari belanja negara.
7. Defisit adalah selisih yang dihasilkan dari pendapatan negara dan hibah yang
lebih rendah dari belanja negara. 8.
Total Pembiayaan adalah pembiayaan yang dapat diterimadibentuk untuk menutupi defisit yang terjadimembiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara APBN. Pembiayaan mencakup transaksi penjualan asset negara, penerimaan pinjaman pemerintah dari luar negeri dan dalam negeri, dan
rekening-rekening pemerintah. 9.
Balance of Payment BoP atau Neraca Pembayaran Indonesia NPI adalah catatan transaksi ekonomu yang terjadi antara penduduk dengan bukan
penduduk Indonesia pada suatu periode waktu tertentu. 10.
Transaksi berjalan mencakup ekspor dan impor barang, jasa, pendapatan, serta transfer berjalan. Transaksi finansial meliputi investasi langsung, investasi
portofolio, derivatif finansial, dan investasi lainnya di luar cadangan devisa dan kreditpinjaman IMF yang disajikan sebagai komponen sendiri.
11. Transaksi ekspor dan impor barang masing-masing dikelompokkan atsa
ransaksi ekspor dan impor migas dan nonmigas. 12.
Cadangan devisa resmi Indonesia Indonesian official reserve assets merupakan aset eksternal yang dapat langsung tersedua bagi dan berada di
bawah kontrol Bank Indonesia selaku otoritas moneter untuk membiayai
ketidakseimbangan neraca pembayaran, melakukan intervensi pasar, dalam rangka memelihara kestabilan nilai tukar, danatau tujuan lainnya antara lain
menjaga ketahan perekonomian daan nilai tukar serta sebagai bantalan terhadap net kewajiban Indonesia.
13. Hak Tarik Khusus Special Drawing Rights – SDR merupakan cadangan
devisa internasional yang diciptakan oleh IMF untuk menambah cadangan devisA negara anggota dan secara periodik dialokasikan kepada anggota
secara proporsional sesuai dengan kuotanya. Walaupun tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo, anggota IMF yang menerima alokasi SDR tersebut
memiliki kewajiban untuk embayar kembali saat keluar dari keanggotaan IMF.
14. Debt Service Payment adalah jumlah pembayaran pokok dan bunga utang luar
negeri, termasuk fee. 15.
Debt Service Ratio adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor suatu negara.
16. Debt to Export Ratio adalah rasio total utang luar negeri terhadap penerimaan
hasil ekspor suatu negara. 17.
Debt to GDP Ratio adalah rasio total utang luar negeri terhadap Produk Domestik PDB suatu negara.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Utang Luar Negeri Indonesia
Dilihat dari sisi komposisi dan distribusinya, posisi utang luar negeri Indonesia secara nominal terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Kondisi ini perlu diwaspadai karena pertumbuhan utang luar negeri yang tidak terkendali dapat berdampak buruk dan memicu terjadinya krisis utang di
Indonesia. Sejauh ini, mulai tahun 2001 hingga kini, kemampuan dalam melakukan pembayaran utang luar negeri solvabilitas Indonesia menunjukkan
kondisi yang terus membaik. Hal ini dapat dilihat dari indikator debt to GDP yang menunjukkan trend terus menurun dari tahun 2001 hingga kini.
Selain mengacu kepada debt to GDP, penilaian solvabilitas Indonesia juga dapat dilihat dari indikator debt to export. Ukuran ini dihitung dari rasio posisi
utang luar negeri secara keseluruhan terhadap penerimaan ekspor yang diperoleh suatu negara. Dari tahun 2006 hingga 2011 saat ini, debt to export Indonesia
menunjukkan trend yang mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 4.1.