Implikasi Kebijakan Pengelolaan Utang Luar Negeri Indonesia

4.3.3 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Utang Luar Negeri Indonesia

Melalui operasionalisasi early warning system dengan menggunakan instrument Leading Debt Index, maka periode kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia dapat diprediksi 11 bulan sebelumnya. Dengan demikian, pemerintah beserta instansi terkait lainnya memiliki waktu selama 11 bulan untuk mengimplementasikan suatu paket kebijakan khusus dengan tujuan menghindari terjadinya krisis utang di Indonesia. Dalam upaya penyelematan untuk menghindari kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia, maka pemerintah perlu menerapkan suatu paket kebijakan yang efektif, cepat dan tepat. Hal ini disebabkan karena pemerintah hanya memiliki waktu 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang di Indonesia. Dengan demikian, diperlukan implementasi sejumlah kebijakan yang tidak mengandung time lag maupun decision lag. Sejumlah kebijakan dapat diimplementasikan oleh pemerintah pada kurun waktu 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang. Salah satu kebijakan yang dapat dilakukan yakni dengan melakukan debt rescheduling atau penjadwalan kembali periode waktu pembayaran utang. Untuk melakukan debt rescheduling ini, perlu dilakukan negosiasi yang kuat dengan pihak kreditur agar pengajuan perpanjangan tenggat waktu pembayaran utang dapat disetujui sehingga utang luar negeri Indonesia memiliki masa jatuh tempo grace periode yang lebih lama. Kebijakan ini penting untuk dilakukan agar utang luar negeri Indonesia tidak jatuh tempo pada periode bersamaan yang dapat berpotensi menyebabkan terjadinya krisis utang di Indonesia. Selain kebijakan debt rescheduling, pemerintah juga dapat melakukan kebijakan debt swap. Kebijakan ini dilakukan sebagai upaya untuk menukar kewajiban pembayaran utang luar negeri dengan hal-hal lain yang diinginkan oleh pihak kreditur untuk dilakukan oleh Indonesia. Pemerintah dapat bernegosiasi dengan pihak kreditur agar Indonesia dapat membayar utang luar negeri melalui peningkatan komitmen pelestarian hutan lindung. Apabila kebijakan debt swap tersebut disepakati dengan pihak kreditur, maka beban utang luar negeri Indonesia akan berkurang sehingga kemungkinan terjadinya krisis utang dapat dihindari. Kebijakan debt cutting juga merupakan salah satu alternatif kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah selama periode 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang di Indonesia. Kebijakan debt cutting merupakan kebijakan dimana pemerintah bernegosiasi kepada pihak kreditur untuk menyetujui pemotongan jumlah nominal utang luar negeri yang harus dibayar oleh Indonesia. Kebijakan debt cutting ini memang merupakan kebijakan yang kurang popular. Perlu adanya negosiasi dan alasan kuat yang dikemukakan pemerintah dalam pengajuan permohonan debt cutting ini. Instrumen lain yang digunakan dalam operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia adalah Lagging Debt Index. Pergerakan Lagging Debt Index ini memberikan sinyal penyebaran contagion effect akibat terjadinya krisis utang di Indonesia. Melalui operasionalisasi early warning system dengan menggunakan instrument Lagging Debt Index, maka diketahui bahwa dampak akibat terjadinya krisis utang di Indonesia akan meluas dalam kurun waktu 13 bulan setelah terjadinya krisis tersebut. Dengan demikian, pemerintah beserta instansi terkait lainnya memiliki waktu selama 13 bulan setelah krisis untuk mengimplementasikan suatu paket kebijakan khusus dengan tujuan mencegah dampak contagion effect yang semakin meluas akibat krisis utang yang terjadi. Apabila krisis utang terjadi di Indonesia, maka likuiditas perekonomian akan terganggu sehingga berdampak pada aktivitas perekonomian yang semakin menurun. Kondisi ini akan berdampak luas dan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, selama periode 13 bulan setelah terjadinya krisis, pemerintah perlu merumuskan suatu kebijakan dengan tujuan untuk meredam dampak terjadinya krisis utang terhadap kesejahteraan masyarakat. Adapun salah satu kebijakan yang dapat diimplementasikan yakni dengan menyalurkan dana bantuan jaminan sosial kepada masyarakat. Hal ini penting untuk dilakukan agar masyarakat tidak terlalu merasakan shock yang besar akibat terjadinya krisis utang di Indonesia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh enam kandidat yang menjadi leading indicators dan delapan kandidat coincident indicators dalam rangka penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Penyusunan Composite Leading Debt Index dilakukan secara trial and error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat hingga diperoleh bentuk Leading Debt Index yang terbaik dalam memprediksi beban utang luar negeri Indonesia di periode waktu mendatang. Demikian pula penyusunan Composite Coincident Debt Index dilakukan secara trial and error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat hingga diperoleh bentuk Coincident Debt Index yang terbaik dalam menggambarkan beban utang luar negeri Indonesia di periode saat ini. Komponen penyusunan Leading Debt Index yang dianggap terbaik adalah variabel suku bunga LIBOR 6 bulan 54 persen, laju inflasi Jepang 42 persen, dan variabel M2Cadangan Devisa 2 persen serta Nominal Effective Exchange Rate 2 persen. Sedangkan komponen penyusun Coincident Debt Index terbaik adalah interest rate spread 59 persen, suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum 23 persen, suku bunga pinjaman untuk modal kerja rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum10 persen dan SBI 1 bulan 8 persen.