9
9 Gambar 3. Hubungan ketergantungan dalam ekosistem mangrove a dan
Asosiasi ekosistem mangrove b Dephut 2006
2.3. Fungsi dan Manfaat Ekologis
Sebagaimana tumbuhan lainnya, mangrove mengkonversi cahaya matahari dan unsur hara nutrien menjadi jarigan tumbuhan bahan organik melalui proses
fotosintesis. Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial, dalam berbagai bentuk bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove. Bengen
2004, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem mangrove berbeda dengan tumbuhan pada umumnya, bukan tumbuhan itu sendiri melainkan detritus yang
berasal dari tumbuhan mangrove daun, ranting, buah, batang dan sebagainya. Sebagian detritus didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi nutrient yang
terlarut dapat secara langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton, algae maupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis. Sebagian lain dari detritus
dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya. Proses makan memakan dalam berbagai kategori dan tingkatan biota membentuk suatu jala
makanan Gambar 3. Proses pertukaran dan asimilasi energi berkaitan dengan aspek kimiawi ekosistem mangrove yang merupakan sumber bahan organik yang
dibutuhkan dalam kehidupan biota yang hidup di ekosistem tersebut.
10
10 Fungsi ekologis mangrove sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir,
diantaranya adalah: a Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan
lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran permukaan run off b Sebagai penghasil sejumlah besar detritus
c Sebagai daerah asuhan, daerah mencari makanan dan daerah pemijahan bermacam biota perairan baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.
2.4. Parameter Lingkungan 2.4.1. Parameter fisika
2.4.1.1. Suhu
Pada perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, sehingga suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan
suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan
organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembangbiakan organisme perairan. Perubahan suhu dapt menjadi
isyarat bagi organisme untuk memulai atau mengakhiri berbagai aktivitas, misalnya reproduksi Nyabakken 1988. Yasman 1998 in Fitriana 2006 menyatakan bahwa
naungan mangrove menyebabkan kecilnya penguapan dan fluktuasi suhu, sehingga habitat tersebut disukai gastropoda.
Peningkatan suhu juga menyebakan peningkatan kecepatan metabolisme serta respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi
oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 C menyebabkan terjadinya
peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga
keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi.
2.4.1.2. Pasang surut
Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove. Durasi pasang surut berpengaruh besar tehadap perubahan salinitas pada areal mangrove.
Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove, terutama distribusi horizontal.
11
11 Pada areal yang selalu tergenang hanya Rhizophora mucronata yang tumbuh
baik, sedang Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. jarang mendominasi daerah yang sering tergenang. Semakin ke arah daratan, arus pasang surut semakin kecil dan
kandungan lumpur serta bahan organik tanah semakin tinggi Marsono dan Setyono 1993. Menurut Soemidihardjo 1979, terdapat korelasi antara jenis tegakan dengan
tinggi pasang dan lamanya genangan air.
2.4.1.3. Gelombang dan arus
Gelombang pantai yang dipengaruhi angin dan pasut merupakan penyebab penting abrasi dan suspensi sedimen. Pada pantai berpasir dan berlumpur,
gelombang dapat membawa partikel pasir dan sedimen laut. Partikel besar atau kasar akan mengendap, terakumulasi membentuk pantai berpasir. Mangrove akan tumbuh
pada lokasi yang arusnya tenang.
2.4.1.4. Kekeruhan
Boyd 1989 in Nur 2002 mendefinisikan kekeruhan sebagai ukuran biasa cahaya dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi suatu
polutan yang terkandung di perairan. Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari sehingga dapat membatasi proses fotosintesis dan produktivitas primer
perairan.
2.4.1.5. Substrat
Pada tanah berlumpur lunak, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia spp., dan Avicennia spp. tumbuh berlimpah. Pramudji 2001
mengatakan bahwa tanah lumpur yang dalam dan lembek akan tumbuh didominasi oleh Rhizophora mucronata yang terkadang berdampingan dengan Avicennia
marina, untuk Rhizophora stylosa lebih menyukai pantai yang bersubstrat pasir atau pecahan terumbu karang, biasanya berasosiasi dengan Sonneratia alba, sedangkan
Rhizophora apiculata hidup pada daerah transisi. Serasah yang dihasilkan mangrove merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi
fauna mangrove dan perairan sekitarnya Pramudji 2000. Tinggi rendahnya kandungan karbon organik dipengaruhi oleh masukan air dari daratan, sehingga
letak lokasi pun mempengaruhi nilai C-organik. Guguran serasah daun mangrove juga merupakan penyuplai C-organik yang terbesar Soeroyo 1989 in Nursal et. al.
2005. Kondisi substrat berpengaruh terhadap perkembangan komunitas gastropoda.
12
12 Substrat lumpur berpasir dengan sedikit liat merupakan substrat yang sesuai dengan
gastropoda Rangan 1996 in Fitriana 2006 . Jenis vegetasi mangrove yang kurang mampu beradaptasi terhadap substrat ataupun lingkungan yang ada akan
menyebabkan banyak tegakan mangrove yang mati pada tingkat semai Pramudji 1996.
2.4.2. Parameter kimia 2.4.2.1. Derajat keasaman pH
Kadar ion hidrogen perairan merupakan salah satu parameter lingkungan yang berhubungan dengan susunan spesies dari komunitas dan proses-proses hidupnya.
Perairan yang kemasamannya sangat rendah akan berakibat fatal terhadap kehidupan ikan. Batasan pH yang baik bagi pertumbuhan ikan adalah 6,5-9,0. Pertambahan
bahan organik dalam air dapat menunjukan kemasaman akibat pelepasan gas CO
2
melalui penguraian bahan organik.
2.4.2.2 Salinitas
Ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam salinitas mengendalikan efisiensi metabolik metabolic efficiency dan ekosistem mangrove. Ketersediaan air
tawar bergantung pada: 1 frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat, 2 frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, dan 3 tingkat
evaporasi ke atmosfer. Walaupun spesies mangrove memiliki mekanisme adaptasi terhadap salinitas tinggi ekstrem, namun tidak adanya suplai air tawar yang
mengatur kadar garam tanah dan isi air bergantung pada tipe tanah dan sistem pembuatan irigasi. Perubahan penggunaan lahan darat mengakibatkan terjadinya
modifikasi masukan air tawar, tidak hanya mengubah kadar garam yang ada, tetapi dapat mengubah aliran nutrien dan sedimen Dahuri et al. 1996.
Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove
tumbuh subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 PSU. Beberapa spesies dapat tumbuh di daerah dengan salinitas sangat tinggi. Di Australia dilaporkan Avicennia
marina dan Exceocaria agallocha dapat tumbuh di daerah dengan salinitas maksimum 63 PSU, Ceriops spp. 72 PSU, Sonneratia spp. 44 PSU, Rhizophora
apiculata 65 PSU dan Rhizophora stylosa 74 PSU. Mangrove merupakan vegetasi yang bersifat salt-tolerant bukan salt-demanding, oleh karenanya mangrove dapa
13
13 tumbuh secara baik di habitat air tawar. Kebanyakan mangrove tumbuh di habitat
maritim mungkin disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1 penyebaran bijipropagul mangrove terbatas oleh daya jangkau pasang surut, 2 anakan
mangrove kalah bersaing dengan tumbuhan darat, dan 3 mangrove dapat mentoleransi kadar garam.
2.4.2.3. Nutrien
Pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral anorganik dan bahan organik
serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring-jaring makanan berbasis detritus detrital food web. Konsentrasi relatif dan nisbah rasio optimal dari
nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem mangrove ditentukan oleh: 1 frekuensi, jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau
air tawar dan 2 dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus. Nutrien mangrove dibagi atas nutrien inorganik dan detritus organik. Nutrien
inorganik penting adalah N dan P jumlahnya sering terbatas, serta K, Mg, dan Na selalu cukup. Sumber nutrien inorganik adalah hujan, aliran permukaan, sedimen,
air laut dan bahan organik yang terdegradasi. Detritus organik adalah nutrien organik yang berasal dari bahan-bahan biogenik melalui beberapa tahap degradasi
mikrobial. Detritus organik berasal dari authochthonous fitoplankton, diatom, bakteri, algae, sisa orgaisme dan kotoran organisme dan allochthonous partikulat
dari air, limpasan sungai, partikel tanah dari pantai dan erosi tanah, serta tanaman dan hewan yang mati di zona pantai dan laut Kusmana et al. 2003.
2.4.2.4. Oksigen terlarut
Oksigen terlarut sangat penting bagi eksistensi flora dan fauna mangrove terutama dalam proses fotosintesis dan respirasi dan percepatan dekomposisi
serasah sehingga konsentrasi oksigen terlarut beperan mengontrol distribusi dan pertumbuhan mangrove. Konsentrasi oksigen terlarut bervareasi menurut waktu,
musim, kesuburan tanah dan organisme akuatik. Konsentrasi oksigen terlarut harian tertinggi dicapai pada siang hari dan terendah pada malam hari. Aksornkoae 1978
in Rachmawani 2007 mendapatkan konsentrasi oksigen terlarut di mangrove 17-34 mgl, lebih rendah dibanding di luar mangrove yang besarnya 4,4 mgl. Perairan
14
14 yang diperuntukan untuk kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen
terlarut tidak kurang dari 5 mgl.
2.5. Biota akuatik yang berasosiasi
Bentos adalah organisme dasar perairan, baik berupa hewan maupun tumbuhan, baik yang hidup dipermukaan dasar ataupun di dasar perairan.
Berdasarkan kebiasaan hidupnya fauna bentik dapat dikelompokan sebagai infauna, yaitu yang hidup menetap di dalam sedimen dan epifauna, yaitu yang hidup
menempel pada daun lamun dan di atas dasar perairan. Menurut Barness 1987 in Nur 2002 sumber makanan bagi hewan yang
hidup di dasar perairan terdiri dari detritus, plankton dari massa air dan detritusnya serta mikroorganisme yang melekat didasar. Gastropoda berasosiasi dengan
ekosistem mangrove sebagai tempat hidup, tempat berlindung, memijah dan menyuplai makanan yang menunjang pertumbuhan biota tersebut. Rantai makanan
yang berperan di ekosistem mangrove adalah rantai makanan detritus. Sumber
utama detritus berasal dari dedaunan dan ranting mangrove yang gugur dan membusuk. Gastropoda berperan sebagai detrivor dalam rantai makanan pada
ekosistem mangrove ini. Kartawinata et al. 1978 mengatakan bahwa salah satu gastropoda yang
mendominasi ekosistem mangrove adalah famili Potamididae. Famili ini merupakan penghuni asli mangrove dan mendominasi komunitas ekosistem tersebut. Genus
Terbrallia lebih menyukai hidup pada dasar substrat mangrove berupa lumpur yang memadat liat berlumpur dan biota ini memiliki sebaran menegak. Budiman dan
Darnaedi 1982 mengatakan bahwa umunya mereka turun menuju dasar substrat mangrove pada waktu air pasang menempel di batang mangrove.
Ekosistem mangrove memiliki peranan penting dalam daur hidup udang karena perairan mangrove merupakan tempat asuhan nursery ground, tempat
mencari makan, dan tempat
berlindung. Oleh sebab itu, daerah kegiatan
penangkapan udang di laut, mempunyai banyak persamaan dengan daerah sebaran ekosistem mangrove. Penangkapan udang di laut di beberapa lokasi telah berjalan
dengan sangat intensif hingga mencapai atau melebihi produksi lestari Nontji 2005.
15
15 Kira-kira 12 jam setelah dikeluarkan, telur menetas menjadi larva yang pada
stadium pertama disebut nauplius. Setelah mengalami pergantian kulit beberapa kali, kemudian menjadi zoea. Pada stadium zoea, larva mulai mengambil makanan
disekitarnya. Makanan udang pada stadium larva adalah alga renik microalga terutama Diatom, berbagai jenis zooplankton. Udang dikenal bersifat omnivor yang
memakan tumbuhan, hewan kecil, dan detritus. Bentuk zoea akan berubah menjadi mysis, kemudian bermetamorfosis menjadi
stadium post-larva. Anakan udang yang bersifat planktonik ini kemudian beruaya migrasi ke pantai, cenderung ke perairan muara sungai. Pada stadium post-larva,
anakan udang merayap atau melekat pada benda-benda di dasar perairan. Dimuara- muara sungai, terlebih di perairan sekitar ekosistem mangrove, anakan udang ini
banyak ditemukan. Anakan udang ini, hidup dengan menyesuaikan diri pada salinitas yang bervariasi antara 4-35 PSU. Untuk mencapai tingkat juwana juvenil
Penaeus merguensis melewati 14 tingkatan dengan 18-22 kali berganti kulit. Udang- udang muda ini segera kembali ke laut untuk tumbuh menjadi besar, dewasa dan
akhirnya memijah. Dari menetas sampai stadium post-larva memerlukan waktu sekitar 1 bulan, dari post-larva menjadi juvenil sekitar 3-4 bulan, sedangkan dari
juvenil sampai dewasa diperlukan waktu selama 8 bulan Nontji 2005.
2.6. Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Berkelanjutan