51
51 Tabel 6. Indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi
Indeks Stasiun
I II
III IV
V VI
H Keanekaragaman 1,22
1,11 0,68
1,22 1,36
E Keseragaman 0,75
0,68 0,42
0,75 0,84
D Dominansi 0,09
0,37 1
0,52 0,34
0,25 Nilai Indeks keseragaman berkisar antara 0-0,84. Dibeberapa stasiun seperti
I, II, V, dan VI memiliki nilai keseragaman tinggi d indikasikan dengan nilai indeks keseragaman yang mendekati 1, artinya keseragaman antarspesies relatif merata.
Untuk stasiun yang lain seperti di stasiun III memiliki indeks keseragaman 0, hal ini mengindikasikan keseragaman spesies di dalam komunitas adalah rendah yang
mencerminkan kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda.
Kondisi ini ditunjukan dengan hanya ditemukannya Telescopium telescopium.
Indeks Dominansi tertinggi terdapat pada stasiun III mencapai 1, hal ini menggambarkan bahwa ada spesies yang mendominasi spesies lainnya yaitu
Telescopium telescopium . Dengan kata lain, dapat mengindikasikan bahwa struktur komunitas dalam keadaan labil dan telah terjadi tekanan ekologis sehingga tidak
banyak spesies yang mampu bertahan hidup terhadap kondisi lingkungan tersebut . Secara umum, hampir disetiap stasiun pada lokasi pengamatan tidak terjadi
dominansi. Hal ini menunjukan tidak adanya spesies yang ditemukan dalam jumlah banyak sehingga komunitas gastropoda ini dapat dikatakan cukup baik.
4.5. Produksi dan komposisi jenis udang
Udang akan datang ke daerah mangrove disaat periode pasang surut dan menetap untuk membesarkan larvanya juvenile, selanjutnya bermigrasi ke laut. Perairan
mangrove merupakan daerah yang cocok sebagai tempat membesarkan diri nursery ground dan tempat mencari makan feeding ground.
Berdasarkan data hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap Sero di ditemukan 3 jenis udang Tabel 7, yaitu Penaeus merguensis jerebung,
Metapenaeus ensis udang api-api, dan Mysis sp udang rebon. Pada kisaran waktu 2 dua bulan produksi hasil tangkapan tertinggi untuk semua jenis udang yang
ditemukan adalah udang rebon Mysis sp. dengan rara-rata produksi diatas 500 kg.
52
52 Jenis yang lain, seperti Penaeus merguensis diperoleh hasil tangkapan 200-300 kg
sedangkan produksi Metapenaeus ensis tidak mencapai 100 kg.
Tabel 7. Produksi dan komposisi jenis udang No.
Nama Spesies Produksi kg
Juni Agustus
1. Penaeus merguensis 322,6
232,4 2. Metapenaesus ensis
75,2 46,8
3. Mysis sp 886,8
548,5 Total Produksi kg
1284,6 827,7
Jumlah Jenis 3
3 Sumber : Nelayan Sero Desa Banten 2009
Produksi total udang pada bulan Juni mencapai 1284,6 kg sedangkan pada bulan Agustus mencapai 827,7 kg. Berdasarkan data tersebut terlihat adanya
penurunan produksi hampir 50 . Hal ini dapat dipengaruhi salah satunya dengan musim penangkapan atau migrasi udang tersebut. Faktor lain diduga karena
frekuensi penangkapan para nelayan sero mulai menurun di sekitar perairan Teluk Banten.
Jenis udang yang memiliki produksi hasil tangkapan tertinggi adalah Penaeus merguensis udang putihjerebung. Udang merupakan salah satu komoditas sub-
sektor perikanan. Di Indonesia terdapat lebih dari 83 jenis udang yang termasuk famili Penaeidae yang menyebar hampir di sepanjang pantai Diantara jenis yang ada
baru sebagian kecil saja yang dimanfaatkan sebagai hasil perikanan laut di Indonesia, yaitu jenis-jenis yang ekonomis penting dan populasinya cukup besar. Dalam
statistik perikanan Indonesia, udang penaeid yang penting dibagi menjadi kategori udang windu, udang jerebung dan udang dogol.
Udang rebon yang ditangkap diduga adalah salah satu jenis udang yang berukuran kecil, artinya bukan udang pada stadia mysis. Hal ini, sesuai dengan
pernyataan Crosnier 1984 in Yusmansyah et. al. 2005 bahwa secara ekosistem penyebaran udang dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah muara sungai atau estuaria
dan daerah lepas pantai pada perairan estuaria yang merupakan daerah pemijahan spawning ground udang berada pada stadia post larva dan juvenil yang umumnya
53
53 berukuran kecil sedangkan di lepas pantai udang berada pada stadia dewasa dan
umumnya berukuran besar.. Rebon atau jambret
berasal dari organisme semacam udang
yang dimanfaatkan oleh nelayan di daerah pertambakan sepanjang pantai utara Jawa
Schuster 1952 in Yusmansyah et al. 2005. Rebon termasuk ordo Mysidaceae terdiri dari genus Acetes dan Lucifer; jenis yang cukup penting dan tersebar di
daerah tropis adalah A. erythraeus. A. intermedius, A. sibogae, dan A. vulgaris Dahuri 1986.
Di pantai utara Jawa yang merupakan salah satu daerah penghasil rebon, musim penangkapannya secara umum bersamaan dengan musim barat yaitu antara bulan
September-Mei dan puncak musim berlangsung pada bulan Desember-Januari Sumiono 1988 in Yusmansyah et al. 2005.
Habitat rebon biasanya terbatas pada perairan pantai yang landai, muara sungai dan daerah estuaria. Kelompok rebon juga banyak dijumpai di daerah
pertambakan atau sungai-sungai di sekitar pintu pertambakan. Daerah penyebaran antara lain pantai utara Jawa, Madura, selat Madura, Rembang, Tuban, Cirebon.
Pantai timur sumatera, perairan sibolga dan selatan Jawa khususnya pantai Pangandaran-Cilacap.
Ditinjau dari habitatnya udang rebon dari genera Acetes dan Lucifer famili Sergestidae menyenangi perairan laut dangkal pada kedalaman dari 20 meter,
daerah perairan yang terpisah dari laut terbuka open sea oleh adanya semenanjung atau pulau, kisaran pasang surut cukup tinggi dan dasar perairan berupa lumpur atau
lumpur berpasir. Beberapa karakteristik alat tangkap Sero antara lain adalah alat ini terbuat
dari jaring nelayan, bambu, dan kayu. Sero biasanya dipasang di laut pada kedalaman antara 2 sampai 3 meter. Sero dipasang dengan system tancap. Setia pagi
pemilik sero melakukan panen ikan. Dari sekian banyak udang laut yang terdapat di
Indonesia, ada 11 jenis yang dapat dikategorikan mempunyai nilai ekonomi penting. Umumnya terdiri dari dua marga yakni penaeus dan metapenaeus yang terdapat
tidak hanya di laut, tetapi sampai ke tambak-tambak. Karena sistem kerjanya ditancap yang membentang antara 30 sampai 50
meter dalam bentuk anak panah atau busur. Pada ujung busur disediakan ruang untuk
54
54 menampung ikan. Ukurannya kurang diameter 150 cm. Pada pintu masuk ruang ini
dibentuk sedemikian rupa sehingga ikan hanya bisa masuk tapi tidak bisa keluar. System kerjanya persis seperti bubu. Sementara fungi kaki busur yang terbuat dari
deretan jaring membentang tegak lurus dari kaki hingga ujung busur. Panjangnya bisa antara 30 sampai 50 meter. Fungsinya untuk menggiring ikan menuju ruangan
yang telah disediakan. Pemasangan sero biasanya melihat struktur laut yang dangkal tapi mendekati
kondisi laut yang dalam. Ini salah satu strategi pemilik sero untuk mendapatkan hasil yang banyak. Biasanya ikan pada saat air laut surut pasti akan mencari tempat yang
lebih aman. Sementara pada saat air laut pasang, biasanya ikan akan memenuhi laut yang dangkal. Kesempatan inilah yang diharapkan oleh pemilik sero agar ikan bisa
terjaring kedalam sero pada saat air laut mulai surut. Ekosistem mangrove memiliki peranan penting dalam daur hidup udang karena
perairan mangrove merupakan tempat asuhan nursery ground, tempat mencari makan, dan tempat berlindung. Oleh sebab itu, daerah kegiatan penangkapan udang
di laut, mempunyai banyak persamaan dengan daerah sebaran ekosistem mangrove. Penangkapan udang di laut dibeberapa lokasi telah berjalan dengan sangat intensif
hingga mencapai atau melebihi produksi lestari.
4.6. Interaksi Mangrove dengan Komponen Ekosistem