8 minyak sawit ternyata dapat ditekan oleh sifat hipokolesterolemik dari asam
oleat C18:1 dan juga linoleat C18:2 Haryatiet al., 2003
a
.
Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak intibiji sawit
Asam lemak Minyak kelapa sawit
Minyak intibiji sawit asam kaprilat
- 3-4
asam kaproat -
3-7 asam laurat
- 46-52
asam miristat 1.1-2.5
14-17 asam palmitat
40-46 6.5-9
asam stearat 3.6-4.7
1-2.5 asam oleat
39-45 13-19
asam linoleat 7-11
0.5-2 Sumber : Horinishi 2005
C. MINYAK MERAH
Minyak makan merah adalah minyak alamiah hasil pengolahan lanjut dari CPO, tanpa pewarna dan pengawet buatan. Minyak makan merah
merupakan satu-satunya minyak makan yang kaya dengan karoten provitamin
A, ~440 ppm, sekaligus kaya dengan vitamin E ~ 500 ppm . Keduanya
terbukti secara alamiah sangat esensial untuk kesehatan, sistem kekebalan tubuh, anti-oksidasi, penundaan penuaan, dan pencegahan kanker Haryatiet
al., 2003
b
. Naibaho 1990 menyatakan bahwa minyak sawit merah mengandung karoten sebesar 600-1000 ppm. Karotenoid yang terdapat dalam
minyak sawit merah terdiri dari α-karoten ±36.2, β-karoten ±54.4, γ- karoten ±3.3, likopen ± 3.8, dan xantofil ± 2.2.
Minyak sawit mentah sebagai bahan baku minyak sawit merah diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi,
mengandung sedikit air serta serat halus, berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang Widarta, 2007.Dibandingkan dengan
minyak goreng biasa, minyak sawit merah memiliki aktivitas provitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi. Karakter ini membuat minyak sawit merah
sangat baik dipandang dari segi nutrisi. Menurut Muchtadi 1997 sekitar 90 minyak sawit digunakan untuk
produk-produk pangan seperti minyak goreng, minyak salad, margarin,
9 shortening, vanaspati, dan sebagainya, sedangkan sisanya 10 digunakan
untuk produk-produk nonpangan. Berbeda dengan minyak sawit, minyak sawit merah tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai minyak goreng, karena
karoten yang terkandung di dalamnya mudah rusak pada suhu tinggi. Minyak ini lebih dianjurkan untuk digunakan sebagai minyak makan dalam menumis
sayur, minyak salad, dan bahan fortifikan. Menurut Weiss 1983, minyak sawit merah fraksi olein diperoleh
dengan memisahkan fraksi olein cair dengan fraksi stearin padat. Pemisahan dilakukan dengan cara peningkatan suhu sampai 70°C dan penurunan suhu
secara perlahan-lahan hingga tercapai suhu kamar sambil diagitasi. Pada suhu kamar terjadi kristalisasi fraksi stearin sehingga fraksi olein yang masih
bersifat cair dapat diperoleh dengan penyaringan vakum. Pemurnian minyak sawit merah secara konvensional meliputi,
pemisahan gum degumming, pemisahan asam lemak bebas deasidifikasi, pemucatan bleaching, dan penghilanghan bau deodorisasi. Tahap terakhir
yaitu fraksinasi yang merupakan bagian dari pemurnian sawit hasil ekstraksi. Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi cair olein dan fraksi padat
stearin dari minyak dengan winterisasi, proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah dengan cara
pendinginan chilling hingga suhu 5 -7ºC Ketaren, 1986. Widarta 2008 melakukan proses degumming dan kendali proses
deasidifikasi skala pilot plant terhadap CPO sehingga diperoleh Neutralized Red Palm Oil NRPO. Proses degumming yang dilakukan adalah dengan cara
memanaskan CPO hingga suhu 80°C, kemudian menambahkan larutan asam fosfat 85 sebanyak 0.15 dari berat CPO sambil mengaduknya perlahan-
lahan 56 rpm selama 15 menit. Degumming merupakan proses untuk memisahkan getah atau lendir yang terdapat dalam minyak tanpa mereduksi
asam lemak bebas yang ada. Getah atau lendir pada umumnya terdiri atas fosfatida, protein, karbohidrat, residu dan resin. Kotoran–kotoran yang
tersuspensi tersebut sukar dipisahkan bila berada dalam kondisi anhidrat, sehingga dapat diendapkan dengan cara hidrasi. Penambahan asam fosfat
sebelum netralisasi ke dalam minyak yang mengandung fosfatida yang
10 nonhydrateable umum dipraktekkan untuk menjamin bahwa semua gum telah
hilang selama deasidifikasi, yaitu dengan cara membuatnya menjadi tidak larut sehingga dengan mudah dihilangkan. Proses degummingternyata meningkat-
kan kadar air dan asam lemak bebas serta menurunkan karoten sebanyak 3.42. Proses pemurnian selanjutnya adalah deasidifikasi, yaitu dengan
menambahkan larutan NaOH sambil diagitasi pada suhu dan waktu tertentu. Suhu dan waktu optimum yang diperoleh dari penelitian Widarta 2008 adalah
61±2 °C dan 26 menit. Sabun yang dihasilkan dari proses tersebut dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan spiner, kemudian dilakukan pencucian
dengan air panas 5-8 °C lebih hangat dari suhu minyak yang dapat menghilangkan sabun sekitar 90. Banyaknya air yang digunakan adalah tujuh
kali lebih banyak dibandingkan jumlah minyak. NRPO yang dihasilkan melalui proses tersebut mengalami kenaikan kadar air, penurunan bilangan peroksida,
namun bilangan iod dan bilangan penyabunan yang relatif tetap. Karakteristik
NRPO dari proses optimum dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.
Karakterisasi sifat fisiko kimia CPO dan NRPO dari penelitian Widarta 2008
Parameter CPO
NRPO Kadar Asamlemak bebas
3.62 ± 0.21 0.13 ± 0.02
Kadar Karoten mgkg 460.13 ± 13.58
464.96 ± 11.92 Kadar air
0.14 ± 0.01 0.58 ± 0.11
Bilangan peroksida meqkg 2.60 ± 0.55
2.20 ± 0.45 Bilangan iod Wijs
52.76 ± 0.61 52.56 ± 0.66
Bilangan penyabunan mg KOHg 196.40 ± 1.38
195.44 ± 1.91 Warna
30.00Y+10.34 R 30.04 Y+10.74 R NRPO yang dihasilkan Widarta 2008 kemudian diproses lebih lanjut
oleh Riyadi 2009, yaitu dengan melakukan optimasi proses deodorisasi pada suhu dan waktu tertentu menjadi NDRPO Neutralized and Deodorized Red
Palm Oil. NRPO dihomogenisasi terlebih dahulu pada suhu 46±2 °C selama ±10 menit. Setelah itu, dilakukan pemanasan 130, 140, atau 150 °C selama 1
atau 2 jam pada tekanan vakum 74±2 cmHg dengan laju alir N
2
20Ljam yang dialirkan secara bertahap. Perlakuan pemanasan dengan suhu tinggi akan
menguapkan komponen odor yang selanjutnya akan dipisahkan dari minyak oleh aliran gas N
2
.Jika asam lemak dan senyawa-senyawa odor didistilasi pada
11 suhu lebih rendah, distilasi harus dilakukan pada tekanan absolut yang rendah
yang dipengaruhi oleh sistem vakum. Titik didih dari asam-asam lemak dan tekanan uap dari senyawa-senyawa odor berkurang dengan penurunan tekanan
absolut. Kualitas NRPO yang digunakan oleh Riyadi 2009 tidak homogen karena telah mengalami berbagai perlakuan pada penelitian sebelumnya dan
disimpan dalam waktu yang cukup lama sehingga NRPO mengalami perubahan kualitas, oleh karena itu dilakukan analisis ulang terhadap sifat
fisiko kimia NRPO secara umum Tabel 5. Kondisi deodorisasi terbaik adalah pada suhu 140 °C selama 1 jam karena mampu mempertahankan karoten
hampir 70 375.33 mgkg serta mampu mereduksi odor dengan baik. Hasil karakterisasi sifat fisiko dan kimia NRPO dan NDRPO untuk kondisi proses
deodorisasi terbaik dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5. Karakterisasi sifat fisiko kimia NRPO yang digunakan Riyadi
2009 secara umum
Parameter NRPO
Kadar asam lemak bebas 0.32
Kadar karoten mgkg 525.42
Kadar air 0.3
Bilangan peroksida meq O
2
kg 11.49
Warna 30 Y + 12.8 R
Tabel 6. Sifat fisiko kimia NRPO dan NDRPO kondisi deodorisasi terbaik
penelitian Riyadi 2009 Parameter
NRPO NDRPO
Kadar air 0.34 ± 0.31
Kadar asam lemak bebas 0.484 ± 0.15
0.490 ± 0.15 Kadar akroten 9mgkg
535.64 ± 21.90 375.33 ± 22.87
Bilangan peroksida meq O
2
kg 5.29 ± 1.19
0.12 ± 0.03 Warna, skala Lovibond
30 Y + 12.6 R 30 Y + 9.6 R
Total tokoferol mgkg 859.20 ± 77.09
721.55 ± 28.4 Odor, skala intensitas
10 3.3
D. KAROTENOID