Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan Karang .1 Kelimpahan Ikan

3 7 G a m b a r 1 3 P er se n ta se k at eg o ri p em u tih an k o lo n i k ar an g b er d as ar k an t in g k at g en u s k ar an g . A . p ad a b u la n M ei 2 1 d an B . b u la n J u li 2 1 . 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Gardinoseris Favites Astreopora Pocillopora Acropora Galaxea astreata Platygyra Hydnophora Fungia Acanthastrea Millepora Symphyllia Goniastrea Goniopora Favia Pavona Porites massive Cyphastrea Montastrea Porites branching Lobopyllia Montipora Diploastrea Persentase Kategori Bleaching N o rm a l P u ca t -2 P u tih 2 -5 P u tih 5 -8 P u tih 8 -1 P u tih 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Gardinoseris Favites Astreopora Pocillopora Acropora Galaxea astreata Platygyra Hydnophora Fungia Acanthastrea Millepora Symphyllia Goniastrea Goniopora Favia Pavona Porites massive Cyphastrea Montastrea Porites branching Lobopyllia Montipora Diploastrea Persentase Kategori Bleaching N o rm a l P u ca t -2 P u tih 2 -5 P u tih 5 -8 P u tih B . A . Gambar 14 Persentase kategori pemutihan koloni karang berdasarkan tingkat genus karang pada bulan Februari 2011. Tingkat kematian karang yang disebabkan oleh pemutihan karang pada pertengahan tahun 2010 paling parah dialami oleh genus Pocillopora dan Acropora . Dimana pada bulan Juli 2010 kedua genus ini mengalami tingkat kematian yang cukup parah yaitu lebih dari 80 dalam katagori mati dan hampir tidak ditemukannya koloni pada katagori normal. Sedangkan pada saat pengamatan bulan Februari 2011 tingkat kematian masih mendominasi pada kedua genus ini, akan tetapi ada harapan kehidupan dari kedua genus ini yaitu pada katagori normal hampir 10. Naiknya tingkat katagori karang normal pada kedua genus ini dapat dikarenakan kembalinya zooxanthella pada karang-karang lama atau masuknya zooxanthella baru pada induk karang. Pada penelitian ini ditemukan bahwa genus Pocillopora dan Acropora merupakan koloni genus yang sangat rentan terhadap pemutihan diantara koloni genus karang yang lainnya, dimana kedua genus ini sangat berpengaruh besar dan tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan suhu permukaan laut pada perairan Pulau Weh Sabang. Genus Pocillopora, Stylophora dan Acropora di Great 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 G a rd in o se ri s F a v it e s A st re o p o ra P o ci ll o p o ra A cr o p o ra G a la xe a a st re a ta P la ty g y ra H y d n o p h o ra F u n g ia A ca n th a st re a S y m p h y ll ia G o n ia st re a G o n io p o ra F a v ia P a v o n a P o ri te s m a ss iv e C y p h a st re a M o n ta st re a P o ri te s b ra n ch in g M o n ti p o ra D ip lo a st re a P e rs e n ta se K a te go ri B le a ch in g Normal Pucat 0-20 Putih 20-50 Putih 50-80 Putih 80-100 Putih Barrier Reff sangat perpengaruh terhadap peristiwa pemutihan massal 1998, sehingga ketiga genus ini berada pada katagori pemutihan 100 Marshalll dan Baird 2000, hal yang sama juga diamati di terumbu karang Kenya McClanahan et al. 2004. Karang yang mengalami pemutihan terendah adalah karang dengan genus Diplostrea . Dimana pada saat bulan Mei 2010 yakni puncak terjadinya pemutihan karang, genus ini hanya tercatat 5 saja yang mengalami pemutihan 100. Akan tetapi pada katagori pucat genus ini mencapai 60. Selain genus Diplostrea, genus yang mengalami pemutihan karang terendah adalah genus Montipora. Kedua genus ini respon terhadap kenaikan suhu permukaan laut sangat kecil atau genus ini dapat mentolerir terhadap peningkatan suhu perairan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada saat pengamatan bulan Mei 2010 Diplostrea dan Montipora mengalami pemulihan yang sangat pesat yaitu hampir 90 dalam kondisi Normal kembali. Smith et al. 2008 mengatakan ada beberapa spesies karang yang mampu bertoleransi terhadap perubahan lingkungan, namun tidak sedikit pula jenis-jenis karang pada daerah perairan Pulau Weh Sabang yang tergolong dalam jenis karang yang rentan terhadap stres lingkungan yang dapat melebihi ambang batas optimum. Sebastian et al. 2009 menemukan di Afrika Selatan spesies dari genus Montipora merupakan spesies yang paling rentan terhadap pemutihan. 4.3 Penutupan Substrat Dasar 4.3.1 Persentase Tutupan Karang Keras Hard Coral Daerah Pulau Weh Sabang memiliki tipe terumbu tepi fringing reef yang membentuk paparan terumbu reef flat namun sedikit dalam flat. Kondisi terumbu karang di Pulau Weh pada masing-masing lokasi penelitian di analisa berdasarkan persentase penutupan substrat dasar terutama penutupan karang keras hard coral. Perbandingan persentase penutupan subrat dasar sebelum terjadinya fenomena pemutihan karang pada tahun 2009 dan setelah terjadinya pemutihan karang 2011, menunjukkan pada survey 2009 rata-rata penutupan karang keras masih dalam kondisi baik yaitu berkisar 53,56 Gomez dan Yap 1988. Gambar 15 Persentase penutupan karang keras hard coral dan tutupan alga setiap lokasi pengamatan di perairan Pulau Weh Sabang. A. Tahun 2009 dan B. Tahun 2011. Penutupan karang keras tertinggi terdapat pada stasiun Ujung Kareng 74 ± 5,15 yaitu pada kawasan wilayah Panglima Laut, sedangkan nilai penutupan karang terendah terdapat pada stasiun Ujung Seurawan 31,75 ± 8,60 lihat 10 20 30 40 50 60 70 80 U ju n g S e u ra wa n R u b ia h C h a n n e l R u b ia h S e a G a rd e n B a te e M e u ru n ro n Lh o k We n g G a p a n g S u m u r T ig a U ju n g K a re u n g R e u te u k B e n te n g A n o i It a m Ja b o i B e u ra wa n g Kawasan Wisata Panglima Laut Kawasan Bebas P e n u tu p a n HC Alga 10 20 30 40 50 60 70 80 90 U ju n g S e u ra wa n R u b ia h C h a n n e l R u b ia h S e a G a rd e n B a te e M e u ru n ro n Lh o k W e n g G a p a n g S u m u r T ig a U ju n g K a re u n g R e u te u k B e n te n g A n o i I ta m Ja b o i B e u ra wa n g Kawasan Wisata Panglima Laut Kawasan Bebas P e n u tu p a n A. B . Gambar 5. Pada survey 2011 penutupan karang keras sedikit berbeda dengan 2009 dimana penutupan karang keras yang tertinggi terdapat pada stasiun Benteng 55,33 ± 3,33 dan nilai terendah adalah stasiun Ujung Seurawan 24,33 ± 3,76 yang merupakan Kawasan Wisata. Penutupan karang keras di wilayah Pulau Weh mengalami penurunan sangat drastis setelah terjadinya fenomena pemutihan karang yaitu mencapai 38,8 dari data sebelumnya 2009 dan turun dari kategori baik menjadi sedang Gomez dan Yap 1988. Rata-rata penutupan karang keras menurun hingga 15-20 dimana Kawasan yang paling besar mengalami penurunan tutupan karang adalah Kawasan Bebas yaitu dari 58,65 menjadi 39,83 diikuti oleh kawasan Panglima Laut sebesar 17 63,55 menjadi 46,47. Kawasan yang paling rendah tingkat penurunan tutupan karang kerasnya dari ketiga kawasan adalah Kawasan Wisata dimana pada tahun 2009 penutupan karang kersa berkisar 43,54 menjadi 32,39. Akan tetapi tingkat penutupan karang keras setiap tahun berbeda signifikan berbeda nyata yaitu P0,005 dimana P0,05 Lampiran 5. Perubahan struktur komunitas karang pasca pemutihan pada daerah Pulau Weh juga pernah dialami pada daerah Pulau Seribu dan Pulau Panjang. Suharsono 1988 melaporkan perubahan struktur komunitas karang pasca pemutihan di kawasan Pulau Seribu dapat memberikan informasi bahwa terdapat potensi pemulihan terumbu karang meskipun lambat. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Suharyadi 2003 bahwa pada saat musim penghujan terumbu karang di paparan terumbu karang Selatan Pulau Panjang hampir mengalami kepunahan, namun demikian pasca musim penghujan berlalu terindikasi mempunyai pemulihan dengan struktur komunitas yang sama. Fenomena pemutihan karang yang terjadi di Pulau Weh sabang mengakibat 50 terumbu karang mengalami kematian sehingga kelimpahan alga semakin meningkat. McClanahan 2002 mengatakan dalam beberapa tahun pertama setelah fenomena pemutihan, yang mendominasi ekosistem adalah alga yang menutupi hamparan terumbu karang. Kematian terumbu karang juga bisa diakibatkan dengan adanya peristiwa-peristiwa yang berlangsung hanya beberapa jam hingga beberapa bulan yang dapat merusak dan mematikan karang, antara lain yaitu terjadinya badai yang dapat merusak ribuan hektar terumbu karang, pasukan air tawar, predator, stress yang dapat berujung pemutihan dan sedimentasi McClanahan 2002. Adapun gangguan lainnya, seperti penyakit karang yang banyak terjadi yang terjadi pada ekosistem karang laut Karibia dalam beberata tahun akhir ini Richardson 1998. Bruno dan Seling in Green 2009 mengatakan rata-rata tutupan terumbu karang Indo-Pasifik telah menurun sekitar 50 sampai 20 dalam empat dekade terakhir ini, hal ini dikarenakan adanya dampak dari badai yang besar dan berbagai dampak manusia yang secara langsung maupun tidak langsung. Williams et al. 2001 mengatakan hilangnya tutupan karang keras yang bisa disebabkan oleh penyakit atau gangguan lainnya dapat memberi ruang untuk alga tumbuh atau meningkatnya jumlah kelimpahan alga. Banyak pendapat yang berkembang selama ini yang mengatakan bahwa terumbu karang yang rusak akibat perubahan iklim tidak mampu memulihkan diri. Akan tetapi temuan para periset Universitas Exeter Inggris mengatakan bahwa ternyata terumbu karang mampu memulihkan diri dari dampak perubahan iklim. Perubahan struktur komunitas terumbu karang pasca bleaching akibat badai Frances pada musim panas 2004 juga terjadi pada daerah Laut Bahama. Para peneliti ini melakukan survey selama 2,5 tahun. Pada awal riset, terumbu karang yang diamati hanya sekitar 7 yang hidup dari kawasan yang tertutup oleh karang. Ini berarti tergolong dalam keadaan rusak Gomez et al. 1998 dan pada akhir riset terumbu karang meningkat menjadi 19.

4.3.2 Indeks Mortalitas Karang

Nilai indeks mortalitas karang IMK pada tahun 2009 dan 2011 yang paling tinggi di temukan di lokasi Ujung Seurawan yaitu 0,559 ± 0,095SE dan 0,731± 0,038SE. Lokasi indeks mortalitas yang paling rendah di temukan pada lokasi Reutek 2009 dan Anoi Itam 2011 dengan nilai indeks mortalitas karang sebesar 0,1847± 0,013SE dan 0,366± 0,031SE. Indeks mortalitas terumbu karang menunjukkan besarnya resiko kematian karang yang diperlihatkan dari persentase karang hidup dan patahan karang rubble Tabel 2. Hasil penelitian kondisi terumbu karang yang paling buruk adalah lokasi Ujung Seurawan yaitu masuk pada wilayah Kawasan Wisata, hal ini dibuktikan