Persentase Penutupan Karang Analisa Data

Gambar 5. Pada survey 2011 penutupan karang keras sedikit berbeda dengan 2009 dimana penutupan karang keras yang tertinggi terdapat pada stasiun Benteng 55,33 ± 3,33 dan nilai terendah adalah stasiun Ujung Seurawan 24,33 ± 3,76 yang merupakan Kawasan Wisata. Penutupan karang keras di wilayah Pulau Weh mengalami penurunan sangat drastis setelah terjadinya fenomena pemutihan karang yaitu mencapai 38,8 dari data sebelumnya 2009 dan turun dari kategori baik menjadi sedang Gomez dan Yap 1988. Rata-rata penutupan karang keras menurun hingga 15-20 dimana Kawasan yang paling besar mengalami penurunan tutupan karang adalah Kawasan Bebas yaitu dari 58,65 menjadi 39,83 diikuti oleh kawasan Panglima Laut sebesar 17 63,55 menjadi 46,47. Kawasan yang paling rendah tingkat penurunan tutupan karang kerasnya dari ketiga kawasan adalah Kawasan Wisata dimana pada tahun 2009 penutupan karang kersa berkisar 43,54 menjadi 32,39. Akan tetapi tingkat penutupan karang keras setiap tahun berbeda signifikan berbeda nyata yaitu P0,005 dimana P0,05 Lampiran 5. Perubahan struktur komunitas karang pasca pemutihan pada daerah Pulau Weh juga pernah dialami pada daerah Pulau Seribu dan Pulau Panjang. Suharsono 1988 melaporkan perubahan struktur komunitas karang pasca pemutihan di kawasan Pulau Seribu dapat memberikan informasi bahwa terdapat potensi pemulihan terumbu karang meskipun lambat. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Suharyadi 2003 bahwa pada saat musim penghujan terumbu karang di paparan terumbu karang Selatan Pulau Panjang hampir mengalami kepunahan, namun demikian pasca musim penghujan berlalu terindikasi mempunyai pemulihan dengan struktur komunitas yang sama. Fenomena pemutihan karang yang terjadi di Pulau Weh sabang mengakibat 50 terumbu karang mengalami kematian sehingga kelimpahan alga semakin meningkat. McClanahan 2002 mengatakan dalam beberapa tahun pertama setelah fenomena pemutihan, yang mendominasi ekosistem adalah alga yang menutupi hamparan terumbu karang. Kematian terumbu karang juga bisa diakibatkan dengan adanya peristiwa-peristiwa yang berlangsung hanya beberapa jam hingga beberapa bulan yang dapat merusak dan mematikan karang, antara lain yaitu terjadinya badai yang dapat merusak ribuan hektar terumbu karang, pasukan air tawar, predator, stress yang dapat berujung pemutihan dan sedimentasi McClanahan 2002. Adapun gangguan lainnya, seperti penyakit karang yang banyak terjadi yang terjadi pada ekosistem karang laut Karibia dalam beberata tahun akhir ini Richardson 1998. Bruno dan Seling in Green 2009 mengatakan rata-rata tutupan terumbu karang Indo-Pasifik telah menurun sekitar 50 sampai 20 dalam empat dekade terakhir ini, hal ini dikarenakan adanya dampak dari badai yang besar dan berbagai dampak manusia yang secara langsung maupun tidak langsung. Williams et al. 2001 mengatakan hilangnya tutupan karang keras yang bisa disebabkan oleh penyakit atau gangguan lainnya dapat memberi ruang untuk alga tumbuh atau meningkatnya jumlah kelimpahan alga. Banyak pendapat yang berkembang selama ini yang mengatakan bahwa terumbu karang yang rusak akibat perubahan iklim tidak mampu memulihkan diri. Akan tetapi temuan para periset Universitas Exeter Inggris mengatakan bahwa ternyata terumbu karang mampu memulihkan diri dari dampak perubahan iklim. Perubahan struktur komunitas terumbu karang pasca bleaching akibat badai Frances pada musim panas 2004 juga terjadi pada daerah Laut Bahama. Para peneliti ini melakukan survey selama 2,5 tahun. Pada awal riset, terumbu karang yang diamati hanya sekitar 7 yang hidup dari kawasan yang tertutup oleh karang. Ini berarti tergolong dalam keadaan rusak Gomez et al. 1998 dan pada akhir riset terumbu karang meningkat menjadi 19.

4.3.2 Indeks Mortalitas Karang