berbeda setelah adanya industri. rumah tangga yang memiliki lahan lebih dari 0,5 hektar berkurang menjadi lahan antara 0,1 hektar sampai 0,5 hektar. Sementara
itu, untuk masyarakat lapisan sosial menengah, sebanyak lima rumah tangga yang memiliki lahan lebih dari 0,1 hektar dan kurang dari 0,5 hektar berubah hingga
tidak memiliki lahan.
PT G yang menjadi perusahan terbesar di wilayah Desa Sukadanau, mencoba menguasai lahan yang ada di wilayah Kampung Tangsi, sehingga
masyarakat yang berada di wilayah sekitar diharuskan untuk menjual lahannya kepada PT G.
“PT G ini terbesar disini, hampir semua tanah dibeli sama PT G. hanya warga asli saja yang mempertahankan tanahnya. Liat saja,
wilayah RT saya hanya tiga blok. Sebelumnya luas sekali. Rumah-rumah blok samping ini, sudah tidak ada. Sudah pada
digusur dibeli sama PT G, mereka pergi ada yang keluar desa, ada juga yang pulang kampung. Rencana PT G 10 tahun ke
depan, semua lahan di kampung ini sudah jadi milik mereka. Tidak tahu bagaimana, apa saya masih jadi ketua RT apa tidak”.
Bapak Naiman, Tokoh Masyarakat, 48 tahun. Berdasarkan pernyataan tokoh masyarakat yang ada di Kampung Tangsi,
hampir seluruh masyarakat Kampung Tangsi pergi meninggalkan daerah setempat dikarenakan pengusuran yang dilakukan oleh PT G untuk memperluas
bangunannya dalam memproduksi barang. Penggusuran yang dilakukan oleh PT G tidak terjadi konflik besar dikarenakan setiap kepala rumah tangga yang tempat
tinggalnya diambil alih oleh PT G mendapatkan uang sebagai pengganti tanah yang diambil. Masyarakat hanya mengeluh dengan keadaan seperti itu, tetapi
karena pihak perusahaan lebih berkuasa maka masyarakat tidak dapat melawan.
5.5 Persepsi Kesempatan Kerja
PT G merupakan perusahaan besar yang bergerak dibidang pengolahan besi dan baja. Sejalan dengan perubahan waktu, perusahan ini berkembang hingga
mengekspor barang produksinya ke luar negeri. Dengan perkembangan tersebut, industri manufaktur terbesar di Bekasi ini tentunya akan mempengaruhi
perubahan pada berbagai aspek seperti kesempatan kerja. Banyaknya jumlah pendatang yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk asli mengakibatkan
peluang bekerja diberbagai sektor industri maupun non industri semakin berkurang. Pada Gambar 14 disajikan persepsi mayarakat mengenai kesempatan
kerja yang ada di wilayah Kampung Tangsi berdasarkan Lapisan Sosial.
Gambar 14. Persentase Pendapat Responden tentang Kesempatan Kerja di Kampung Tangsi Berdasarkan Lapisan Sosial, 2011
Berdasarkan Gambar 14 lebih dari 50 persen masyarakat baik pada lapisan bawah, lapisan menengah maupun lapisan atas mengatakan bahwa tidak ada
kesempatan kerja di wilayah Kampung Tangsi. Menurut responden yang berstatus sebagai pendatang, kesempatan kerja untuk mencari pekerjaan lain sangat sulit
karena kesibukan pada pekerjaan di perusahaan. Selain itu, mereka datang ke wilayah Kampung Tangsi hanya untuk bekerja di perusahaan tersebut sesuai
dengan pendidikan akhir yang ditempuh. Menurut responden yang berstatus sebagai penduduk asli, kesempatan kerja di wilayah kampung tangsi dirasa sangat
sulit karena persaingan kerja dengan masyarakat pendatang. Selain itu, masyarakat asli sudah dahulu bekerja sebagai pengusaha ataupun pedagang
sehingga tidak ingin mencari pekerjaan lain.
5.6 Konflik Akibat Aktivitas Industri
Menurut Gibson, et al 1977, hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini
terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau
tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain. Dampak perkembangan industri yang ada di wilayah Kampung Tangsi pada aspek sosial
terlihat dengan adanya konflik akibat perubahan lingkungan seperti perubahan udara, polusi suara, dan gangguan air. Masyarakat yang berada di sekitar industri
merasa tidak nyaman dengan kondisi udara yang panas, gersang, dan berdebu akibat dari aktivitas industri. Pada Gambar 15 disajikan persentase tingkat
kedalaman konflik akibat aktivitas industri.
Gambar 15. Persentase Persepsi tentang Tingkat Kedalaman Konflik Akibat Aktivitas Industri Berdasarkan Lapisan Sosial, 2011
Berdasarkan Gambar 15, pada lapisan sosial bawah sebanyak 83 persen mengatakan biasa saja serta 17 persen mengatakan mengeluh pada aktivitas
industri baja yang dilakukan setiap hari selama 24 jam. Sedangkan pada lapisan menengah, sebanyak 44 persen mengatakan biasa saja dan 56 persen mengatakan
mengeluh. Pada lapisan sosial atas, responden yang mengatakan biasa saja sebanyak 71 persen, dan 29 persen untuk responden yang mengatakan mengeluh.
Responden yang mengatakan mengeluh pada lapisan sosial menengah dan atas lebih banyak dibandingkan dengan lapisan sosial bawah. Hal ini dikarenakan pada
lapisan sosial menengah dan atas, sebagian masyarakat bekerja pada sektor diluar industri dan berstatus sebagai penduduk asli setempat yang terganggu dengan
aktivitas industri. Tetapi, masyarakat tidak dapat melakukan perlawanan terhadap
pihak perusahaan karena pihak perusahan sering melakukan negosiasi dengan memberikan sumbangan berupa seekor sapi untuk setiap rukun tetangga RT.
Tidak hanya itu, apabila masyarakat melakukan perlawanan terhadap perusahaan, jumlah masyarakat yang tidak menerima adanya aktivitas industri tidak sebanding
dengan jumlah karyawan perusahaan tersebut sehingga jika terjadi bentrok masyarakat akan mengalami kekalahan.
Konflik yang ada tidak hanya terjadi antara masyarakat dan PT G saja akibat aktivitas industri. Seperti yang dikatakan Ibu SSI, karyawan PT G beberapa
tahun yang lalu pernah melakukan unjuk rasa pada pihak PT G dalam hal pembagian gaji yang tidak sesuai.
“dahulu, beberapa tahun yang lalu, karyawan pabrik pernah melakukan unjuk rasa. Hal itu dikarenakan gajinya tidak naik sudah
lama sekali sedangkan kebutuhan terus bertambah. Tembok yang ini, pernah dirobohkan. Ban-ban truk dibakar, orang-orang
atasannya dihadang sampai pada menginap di pabrik. sudah begitu banyak karyawan yang luka-luka, kalau tidak salah ada yang
meninggal. Kashian. Akhirnya orang-orang atas merasa takut juga, melihat karyawannya unjuk rasa begitu banyak, terus naik gajinya
walau tidak seberapa. Tapi bagi sebagian orang kecil seperti kita berarti sekali. Lagipula tidak sesuai saja, kerja berat di pabrik tapi
gajinya tidak naik-naik. Sudah begitu belum lagi kita menerima bau, debu, panasnya dari mesin-mesin pabrik sama truk yang
lewat.” Ibu SSI, 43 tahun. Unjuk rasa yang dilakukan oleh karyawan PT G diakhiri oleh kenaikkan
gaji yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Menurut Ibu SSI yang suaminya bekerja di pabrik PT G, pekerjaan di perusahaan tersebut begitu berat dan
melelahkan. Selain itu, dampak yang terjadi akibat aktivitas industri membuat masyarakat tidak nyaman dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
5.7 Hubungan Antar Masyarakat