33 persen untuk kategori tidak layak. Masyarakat lapisan sosial menengah sebesar 56 persen kondisi fisik tempat tinggal dengan kategori layak, sebesar 25 persen
dengan kategori sedang, dan sebesar 19 persen dengan kategori sangat layak. Selanjutnya pada lapisan sosial atas,masing-masing sebesar 43 persen untuk
kondisi fisik tempat tinggal layak dan tidak layak, dan 14 persen dengan kondisi fisik tempat tinggal sedang.
Tempat tinggal masyarakat Kampung Tangsi sebagian besar kondisi fisiknya biasa saja. Hal ini dikarenakan masyarakat Kampung Tangsi berstatus
pendatang yang tidak memiliki tempat tinggal. Masyarakat menyewa tempat tinggal sesuai dengan kebutuhan dan keuangan. Masyarakat dengan kategori
lapisan sosial atas atau yang pendapatannya diatas rata-rata pendapatan masyarakat Kampung Tangsi terlihat kondisi fisik tempat tinggalnya layak untuk
tinggali meskipun lingkungan sekitarnya berbahaya bagi kesehatan.
5.4 Kepemilikan Lahan
Kepemilikan lahan merupakan jumlah lahan yang dimiliki seseorang disekitar kawasan industri. Meskipun sebagian besar masyarakat Kampung Tangsi
menurut World Bank berada jauh di bawah garis kemiskinan, akan tetapi beberapa rumah tangga di Kampung Tangsi masih memiliki lahan. Sebenarnya di wilayah
Kampung Tangsi sekarang ini sebagian besar berupa lahan kosong. Lahan besar tersebut dimiliki oleh PT G yang akan segera dibangun untuk memperbesar
produksi.
5.4.1 Rumah Tangga yang Memiliki Lahan
Kepemilikan lahan pada rumah tangga masyarakat di Kampung Tangsi sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh perluasan area yang dilakukan pihak
perusahaan sehingga tidak memungkinkannya masyarakat memiliki tanah. Selain itu, penduduk Kampung Tangsi juga semakin berkurang karena lahan tempat
tinggal mereka telah diambil alih oleh perusahaan dengan ganti rugi berupa sejumlah uang. Hal ini sebagaimana terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Persentase Kepemilikan Lahan Responden Berdasarkan Lapisan Sosial, 2011
Pada masyarakat lapisan sosial masyarakat bawah, menengah, dan atas masing-masing sebesar 100 persen, 69 persen, dan 71 persen tidak memiliki
lahan. Hal ini dikarenakan pendapatan mereka yang rendah sehingga tidak memungkinkan untuk membeli lahan. Pendapatan yang didapat hanya digunakan
untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan berstatus sebagai pendatang.
“Kadang untuk makan saja susah, apalagi harus beli tanah. Lagipula, kalaupun ada uang lebih baik disimpan untuk sekolah
anak. Sekarang kalau tidak sekolah susah untuk mencari pekerjaan. Lagipula kalau sudah bisa cari kerja, bisa punya
rumah sendiri kemudian beli tanah”. Bapak SMA, 44 tahun. Masyarakat lapisan sosial menengah dan atas, masing-masing persentase
yang memiliki lahan sebesar 31 persen dan 29 persen. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat yang memiliki lahan merupakan asli daerah Kampung
Tangsi yang sebelum adanya industri telah memiliki lahan di kampung tersebut. Selain itu, pekerjaan yang memberikan pendapatan besar seperti bekerja pada
sektor perdagangan atau pengusaha juga menjadi faktor masyarakat untuk memiliki lahan sebagai investasi, baik lahan di Kampung Tangsi maupun lahan di
luar Kampung Tangsi.
5.4.2 Luas Lahan
Luas lahan merupakan jumlah lahan yang ditempati suatu keluarga per satuan meter persegi m
2
. Sebagian besar lahan yang ada di wilayah Kampung Tangsi sebelum adanya industri yaitu berupa lahan kosong. Setelah masuknya
industri dan berkembang dengan pesat, PT G memperluas lahannya. Besarnya industri yang ada di Kampung Tangsi mempengaruhi besarnya jumlah lahan yang
dimiliki oleh masyarakat Kampung Tangsi. Perubahan luas lahan yang dimiliki cukup besar. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perubahan Luas Lahan yang dimiliki Masyarakat Kampung Tangsi, 2011 Perubahan
Luas Lahan Luas Lahan yang dimiliki
Total Rumah
Tangga I
II III
IV V
Sebelum Adanya
Industri Lapisan
Bawah 12
100 35
Lapisan Menengah
11 69
5 31
Lapisan Atas
5 71
2 29
Setelah Adanya
Industri Lapisan
Bawah 12
100 35
Lapisan Menengah
16 100
Lapisan Atas
5 71
2 29
Sumber: Diolah dari data primer Keterangan: I = Lahan 0,001 hektar
II = 0,001 hektar ≤ Lahan 0,01 hektar III = 0,01 hektar ≤ Lahan 0,1 hektar
IV = 0,1 hektar ≤ Lahan 0,5 hektar V = lahan ≥ 0,5 hektar
Berdasarkan Tabel 5, sebelum adanya industri sebagian besar masyarakat lapisan sosial atas yang memiliki lahan yang lebih dari 0,5 hektar sebanyak dua
rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh lahan di Kampung Tangsi masih berupa lahan kosong yang dimiliki oleh masyarakat asli secara turun temurun. Hal ini
berbeda setelah adanya industri. rumah tangga yang memiliki lahan lebih dari 0,5 hektar berkurang menjadi lahan antara 0,1 hektar sampai 0,5 hektar. Sementara
itu, untuk masyarakat lapisan sosial menengah, sebanyak lima rumah tangga yang memiliki lahan lebih dari 0,1 hektar dan kurang dari 0,5 hektar berubah hingga
tidak memiliki lahan.
PT G yang menjadi perusahan terbesar di wilayah Desa Sukadanau, mencoba menguasai lahan yang ada di wilayah Kampung Tangsi, sehingga
masyarakat yang berada di wilayah sekitar diharuskan untuk menjual lahannya kepada PT G.
“PT G ini terbesar disini, hampir semua tanah dibeli sama PT G. hanya warga asli saja yang mempertahankan tanahnya. Liat saja,
wilayah RT saya hanya tiga blok. Sebelumnya luas sekali. Rumah-rumah blok samping ini, sudah tidak ada. Sudah pada
digusur dibeli sama PT G, mereka pergi ada yang keluar desa, ada juga yang pulang kampung. Rencana PT G 10 tahun ke
depan, semua lahan di kampung ini sudah jadi milik mereka. Tidak tahu bagaimana, apa saya masih jadi ketua RT apa tidak”.
Bapak Naiman, Tokoh Masyarakat, 48 tahun. Berdasarkan pernyataan tokoh masyarakat yang ada di Kampung Tangsi,
hampir seluruh masyarakat Kampung Tangsi pergi meninggalkan daerah setempat dikarenakan pengusuran yang dilakukan oleh PT G untuk memperluas
bangunannya dalam memproduksi barang. Penggusuran yang dilakukan oleh PT G tidak terjadi konflik besar dikarenakan setiap kepala rumah tangga yang tempat
tinggalnya diambil alih oleh PT G mendapatkan uang sebagai pengganti tanah yang diambil. Masyarakat hanya mengeluh dengan keadaan seperti itu, tetapi
karena pihak perusahaan lebih berkuasa maka masyarakat tidak dapat melawan.
5.5 Persepsi Kesempatan Kerja