Segm en Keluarga Segm en Um at Segm en Kem an usiaan

clxxvi perilaku yang mulia. Pengertian kehormatan ini lebih luas dibandingkan pembatasan kehormatan pada dimensi jenis saja, dengan begitu mencakup dimensi sesuatu yang terkait dengan kemuliaan manusia sebagaimana tesebut dalam bidang sesuatu yang menyempurnakan perlindungan jiwa, dan pembahasan di sini lebih tepat dan kemuliaan kehidupan privasinya. 315 Kelim a , melindungi harta. Yang dimaksud harta di sini adalah harta individu, sedangkan harta keluarga dan umat masuk dalam bahasan segmen keluarga, dan segmen umat. Dalam teori Islam bahwa pada dasarnya harta itu milik Allah, sedangkan manusia hanyalah pelaksana harta itu, yang dituntut untuk dipergunakan bagi kesejahteraan dunia. Berdasar-kan pengertian yang pertama bahwa dalam kepemilikan itu ada tugas atau tanggung jawab sosial w azîfah ijtim â` iy y ah, bukan hak mutlak. Sedangkan berdasarkan pengertian kedua bahwa usaha itu adalah wajib dan bukan mencari rizki an sich, tetapi juga untuk kemakmuran dunia, dan dalam konteks inilah terdapat batasan-batasan tersendiri. Dalam melindungi harta ini telah diberlakukan hukum-hukum khusus terkait usaha dan transaksi untuk peralihan kepemilikan harta, pewarisan, melestarikan sesuatu yang boleh, melestarikan bumi dan sebagainya.

b. Segm en Keluarga

Bidang ini meliputi antara lain: penataan hubungan antara dua jenis manusia tahqîq al-` alâqah bain al-jinsain, melindungi keturunan generasi, realisasi ketenangan, cinta kasih dan rahmat 315 Dalam pengertian ini termasuk juga melindungi kehormatan dari permusuhan agar manusia bisa menjaga dari sesuatu yang merugikan dengan cara-cara yang mudah dilakukan, yaitu berbicara. Dalam konteks ini telah ada nass-nass yang melarang merendahkan kehor-matan manusia dengan menuduh zina, ghibah gosip dan lainnya, serta memperberat hukuman terhadap pelanggar nass tersebut, misalnya hukuman khusus terhadap orang yang menuduh zina, dan hukuman ta` zîr terhadap pelanggaran selain menuduh zina. clxxvii tahqîq al-suknâ w a al-m aw addah w a al-rahm ah , melindungi garis keturunan hifz al-nasab, melindungi keagamaan anggota keluarga bagi keharmonisan dan kuatnya ikatan keluarga hifz al-taday y un li al-usrah , dan penataan bidang fundamental keluarga tanzîm al- jânib al-m u’assis li al-usrah , serta penataan bidang keuangan keluarga tanzîm al-jânib al-m âlî li al-usrah. 316 Tentang melindungi keturunan generasi, misalnya, dilakukan dengan pernikahan. Pembentukan keluarga berencana KB juga bisa dimaksudkan dalam pengertian ini, namun harus berdasarkan kesepakatan suami isteri.

c. Segm en Um at

Bidang umat ini meliputi penataan landasan dasar umat; menjamin keamanan, menegakkan keadilan, melindungi agama dan akhlaq, tolong menolong, pertanggungan dan asuransi, penyebaran ilmu dan melindungi kecerdasan atau kreatifitas umat. Segmen umat ini sangat penting dalam menjaga kesatuan dan persatuan bangsa, terutama dalam negara yang terdiri dari beragam suku, bahasa, dan agama, seperti di Indonesia.

d. Segm en Kem an usiaan

Bidang kemanusiaan ini meliputi: saling kenal-mengenal, saling tolong menolong dan saling menyempurnakan ta` âruf, ta` âw un w a takâm ul ; merealisasikan kepemimpinan umum manusia; realisasi perdamaian dunia yang berpijak pada keadilan tahqîq al-salâm al-` alâm î al-qâ’im ` alâ al-` adl ; pelaksanaan tanggung jawab negara bagi HAM نﺎ ا قﻮ ﺔ وﺪ ا ﺔ ﺎ ا, al-him âyah al-dauliy y ah li huqûq al-insân ; dan penyebaran dakwah Islam 316 Keterangan lebih lanjut tentang hal di atas lihat ` Âtiyyah, Nahw a Taf` îl, h. 148-154. clxxviii nasy r da` w ah al-Islâm yang dilaksanakan secara substantif dan kontekstual. Segmen kemanusiaan ini sifatnya lebih luas, menyeluruh, relevan dengan tuntutan zaman, berupa pemenuhan dan penegakan HAM, tanpa memandang batas-batas agama, budaya, dan negara. Keempat segmen ini didasarkan pada kondisi zaman modern yang berbeda dengan kondisi zaman klasik. J ika pada zaman klasik rumusan m aqâsid al-Sy arî` ah dibatasi pada al-kulliy y ah al-kham sah yang pengertiannya lebih pada perlindungan jam â` ah umat. Menurut ` Atiyyah, peringkasan m aqâsid al-Sy arî` ah menjadi al-kulliy yah al- kham sah hanyalah ijtihâd al-Ghazâlî yang ditarik dari hukuman- hukuman qisâs dan hudûd yang diterapkan untuk melindungi kelima prinsip ini. 317 Artinya, bahwa al-Ghazâlî merumuskan kelima prinsip itu berdasarkan ijtihâd yang tidak terlepas dari konteks ruang dan waktu pada zamannya yang lebih didasarkan pada tekstualitas nass khususnya nass tentang qisas dan hudûd. Rumusan al-Ghazâlî itu pun juga diikuti al- Syâtibî, yang meskipun membagi level m aslahah darûriyyah itu menjadi ` ainiyyah dan kifâ’iyyah, tetapi pemikirannya tetap tidak beranjak dari m aqâsid al-jam â` ah , belum memberikan perluasan pemikirannya pada sisi m aqâsid al-fard tujuan-tujuan atau hak-hak individual. ` Atiyyah, dapat dikatakan telah berusaha mengembangkan, memerinci dan mensistimatisasikan m aqâsid al-Sy arî` ah ke dalam bidang m aqâsid al-fard yang ditempatkan dalam segmen individu m ajâl al-fard . Untuk memperkuat argumentasinya, ia mengutip Muhammad al-Ghazâlî ulama kontemporer, bahwa al-kulliy y ah al-kham sah mesti ditambah, sebab tidak ada alasan untuk menarik manfaat dari pengalaman umat Islam di abad ke-14 M ini. Oleh karenanya, perlu disandarkan kepada kelima prinsip ini, prinsip kebebasan dan keadilan. Kelima prinsip itu memang niscaya untuk standar-standar bagi 317 ` Atiyyah, Nahw a Taf` îl, h. 98. clxxix persoalan-persoalan cabang, tetapi untuk stabilitas negara diniscayakan adanya kebebasan. 318 Berdasarkan alasan di atas, dapat dikatakan bahwa ` Atiyyah, telah mengembangkan, dalam arti menambah, memperluas, memerinci, dan mensistematisasikan m aqâsid al-Sy arî` ah al-` uly â tujuan-tujuan utama Sy arî` ah ke dalam empat segmen tersebut. Pengelompokan keempat segmen tersebut menunjukkan keberadaan masing-masing hak yang berada dalam segmen dimaksud. Segmen individu menunjukkan keberadaan hak-hak individu. Segmen keluarga menunjukkan keberadaan hak-hak kelompok. Segmen umat menunjukkan hak-hak masyarakat secara lebih luas. Sedangkan segmen kemanusiaan menunjukkan hak-hak kemanusiaan lintas batas agama, budaya, dan negara. Keempat segmen tersebut saling terkait. Segmen individu lebih memperhatikan hak-hak individu, sedangkan segmen keluarga, lebih memperhatikan hubungan individu dalam suatu keluarga. Kedua segmen ini selanjutnya menopang, membangun, dan memperkokoh segmen umat dalam arti luas bangsa. Artinya dengan terpenuhinya hak-hak individu dan keluarga, maka semakin mudah terwujudnya hak-hak umat. Pada akhirnya dengan terjalinnya ketiga segmen ini segmen kemanusiaan bisa dicapai. Segmen kemanusiaan ini tidaklah terbatas pada batas-batas agama, budaya, dan regional. Selanjutnya dalam konteks untuk menghindarkan terhadap berbagai penafsiran Syarî` ah yang tidak tepat, yang biasanya tercermin dalam bentuk politisasi Sy arî` ah, maka promosi m aqâsid al-Sy arî` ah perlu dilakukan. Penekankan pada m aqâsid al-Sy arî` ah itu, menurut Walid Saif, diperlukan bagi pelbagai proyek Islam saat ini, untuk memproduk sebuah model modern bagi kemajuan dan peradaban yang merefleksikan nilai-nilai universalnya. Ini pada esensinya merupakan proses kesejarahan yang dapat dicapai dengan pencerahan enlightenm ent, 318 ` Atiyyah, Nahw a Taf` îl, h. 98. clxxx partisipasi aktif dalam pelbagai urusan dunia, produksi pengetahuan dan akumulasi kemajuan-kemajuan dalam semua tingkat kehidupan sosial masyarakat. 319 Promosi m aqâsid al-Sy arî` ah dilakukan di berbagai bidang. Hal ini penting, agar teori atau konsep m aqâsid al-Sy arî` ah itu dapat memberikan kemaslahatan, kemanfaatannya secara jelas. 320 Bidang- bidang yang dimaksud antara lain bidang pendidikan, dakwah, politik, dan ekonomi. 321 319 Lihat Walid Saif, ”Human Rights and Islamic Revivalism”, dalam Tarik Mitri, ed., Religion, Law and Society: a Cristian-Muslim Discussion Geneva: WCC Publication, 1995, h. 123. 320 Hal ini, seperti direfleksikan oleh Mâlik Bi al-Nabî, bahwa perlu diperhatikan adanya tiga level yang saling terkait dan jangan sampai dipisah-pisahkan untuk mensinergikan antara gagasan-gagasan dan tindakan-tindakan dalam berbagai bentuknya termasuk dalam rupa kebijakan-kebijakan praksis-strategisnya. Ketiganya, adalah hubungan antara gagasan-gagasan pemikiran dan parameter tindakan param eters of actions, yang mesti melihat pada tiga level, yakni: pertam a, level politik, ideologi dan etika terkait dengan individual; level logika, filsafat dan sains untuk mencapai ide, gagasan atau pemikiran yang segar; dan ketiga, level sosial, ekonomi dan teknik untuk mencapai sasaran atau tujuan kemaslahatan. Lihat Mâlik Bi al-Nabî, The Question of Ideas in the Muslim W orld , penerjemah Muhammad al-Tahir al-Misâwî Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 20 0 3, h.37. 321 Pendidikan perlu diarahkan pada tujuan pencerahan dan bukan doktriner dan dogmatisme. Demikian juga dakwah, bukan dakwah parsial, namun dakwah komprehensif, dakwah inklusif, dan pluralis, dakwah yang memberdayakan umat. Politik pun menjadi politik substansial, dan bukan sekadar prosedural. Demikian juga ekonomi akan menjadi ekonomi yang mensejahterakan masyarakat, bukan mendukung kesenjangan sosial. Lebih lanjut, dakwah, misalnya, yang berdasarkan pemahaman dan wawasan yang luas terhadap m aqâsid al-Sy arî` ah, dapat selaras dengan tujuan Islam itu sendiri, yaktu rahm atan li al-` âlam în . Dengan demikian, dakwah bukan berarti amar makruf nahi munkar, dengan memahami teks hadis Nabi riwayat Abû Sa` îd al-Khudzrî secara letterlijk, namun lebih memahaminya dengan berpijak pada m aqâsid al-Sy arî` ah, mengarah pada tercapainya rahmat, yang tercermin dalam kehidupan harmonis, toleran, terwujudnya perdamaian, dan kesejahteraan. Strategi dakwah berdasarkan m aqâsid al-Sy arî` ah dapat berwujud dalam bentuk dakwah humanis, inklusif, pluraris dan toleran. Hal ini sebagaimana diajarkan al-Qur’ân, yakni dakwah dilakukan dengan cara bijaksana, dialogis, dan proporsional Lih. QS. al-Nahl [16]: 125-126. Nahi munkar tersebut sangat terkait dengan kewajiban berdasarkan persyaratan yang ketat. Menurut Mankdim, seorang ulama Mu` tazilah, kewajiban ini bisa dilakukan bila memenuhi empat syarat: pertam a, berwawasan hukum know ledge of law . Kedua, mengetahui fakta terjadinya kemunkaran know ledge of fact. Ketiga, tidak menimbulkan efek yang buruk absence of w orse side-effects . Keem pat, mujarab, manjur efficacy . Dan kelim a, tidak menimbulkan madarat yang lebih besar pada diri pada orang lain absence of danger to people. Hadis Nabi diriwayatkan oleh Abû Sa` îd al-Khudzrî tentang amar makruf nahi munkar dengan tangan, lidah, dan hati, ditafsirkan secara baik oleh Syaikh ` Abd al-Qadir al-J îlânî al- Hasanî 470 -561 H.. Menurutnya, amar makruf-nahi munkar itu dilakukan sesuai kompetensi kewenangan masing-masing. Nahi munkar dengan tangan dilakukan oleh penguasa aparat berwenang. Nahi mungkar dengan mulut, nasehat bijaksana, dilakukan oleh ulama, intelektual. Sedangkan nahi munkar dengan hati dilakukan oleh orang biasa. Dalam amar makruf nahi munkar ini, al-J îlânî juga membuat lima syarat, hampir mirip yang dibuat Makhdîm. clxxxi Dengan demikian, seluruh tindakan yang terkait dengan tanggung jawab individual maupun kolektif memang seharusnya ditempatkan dalam kerangka m aqâsid al-Sy arî` ah. Karena agama Islam itu bertujuan untuk menebarkan rahmat bagi semesta alam: kemaslahatan manusia, tanpa membedakan jenis kelamin, ras, warna kulit, suku, bangsa, maupun agama dan keyakinan. 2 . M a q â sid a l-Sy a r î` a h Sebagai Paradigm a a l-M a sla ha h a l- M a q s û d a h Berdasarkan m aqâsid al-Sy arî` ah dan pengembangan pengertiannya dalam arti penambahan, perluasan, perincian, dan sistematisasi yang telah diuraikan di atas, dapat ditegaskan bahwa m aqâsid al-Sy arî` ah adalah paradigma al-Maslahah al-Maqsûdah. Maqâsid al-Sy arî` ah yang dimaksudkan tersebut adalah m aqâsid al- Sy arî` ah bukan hanya yang memuat lima prinsip universal al-kulliy y ah al-kham sah , namun mencakup prinsip-prinsip yang melandasi kelima prinsip di atas, yaitu keadilan, kesetaraan, kebebasan, rahmat, kebijaksanaan, dan kemaslahatan itu sendiri, dalam berbagai aspeknya, baik ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Dalam operasionalisasi al-Maslahah al-Maqsûdah , m aqâsid al-Sy arî` ah senantiasa dijadikan sebagai paradigma untuk menarik kesimpulan hukum istinbât ijtihâd. Atas dasar itulah, penerapan al-Maslahah al-Maqsûdah sebagai metode ijtihâd alternatif kontemporer menjadikan m aqâsid al-Sy arî` ah sebagai salah satu titik pijaknya. Maqâsid al-Sy arî` ah dalam pengertian yang Demikian juga dengan jihâd harus dilandaskan pada m aqâsid al-Sy arî` ah. Jihâd teroris maupun kekerasan lainnya tidaklah sejalan dengan tujuan Islam. Jihâd humanislah yang mencerminkan tujuan Islam ini. Lihat lebih lanjut dalam Michael Cook, Forbidding W rong in Islam New York: Cambridge University Press, 20 0 3, h. 45-56, Syaikh ` Abd al-Qâdir al-J îlânî al- Hasanî, al-Ghuny ah li Tâlib Tarîq al-Haqq fî al-Akhlâq w a al-Tasaw w uf w a al-Âdâb al- Islâm iy y ah Dâr al-Kutub al-Islâmiyyah, t.t., J uz I, h. 50 -52. clxxxii telah dikembangkan tersebut mempunyai sifat yang saling terkait, dan saling menguatkan antara satu dan lainnya. Pilihan paradigma tersebut didasarkan beberapa alasan, antara lain, karena m aqâsid al-Sy arî` ah pada dasarnya adalah ”wahyu Tuhan”, yang lebih lanjut diformulasikan oleh para ulama. Dikatakan sebagai ”wahyu Tuhan”, dalam arti ada teks al-Qur’ân yang langsung menyebutkan secara eksplisit tentang, misalnya, keadilan, dan kebebasan, maupun secara implisit, seperti persaudaraan. 322 Fomulasi m aqâsid al- Sy arî` ah sebagai produk kreatifitas ulama didasarkan pada cita-cita Islam yang tertuang dalam wahyu Tuhan, seperti rahm ah rahmat sebagai maksud Tuhan dalam mengutus Nabi Rasul. 323 Oleh karena itulah, ia merupakan sesuatu yang ideal, yang berlaku universal. Pada dasarnya prinsip-prinsip, seperti keadilan, kehormatan, perdamaian, dan kemerdekaan diakui oleh semua agama. Dalam konteks sekarang perbudakan, misalnya, berdasarkan prinsip kemerdekaan, dan kehormatan manusia tersebut, tidak diperkenankan lagi. Di samping itu, m aqâsid al- Sy arî` ah itu bersifat ”qat` î”, yang tidak mengalami perubahan, sehingga hukum yang didasarkan padanya bersifat meyakinkan dan dapat mengakomodasi perkembangan zaman. Berdasarkan uraian tersebut, tampak jelas relevansi al-Maslahah al-Maqsûdah dengan m aqâsid al-Sy arî` ah. Mekanisme kerja al- Maslahah al-Maqsûdah senantiasa didasarkan pada m aqâsid al- Sy arî` ah dalam pengertian tersebut. Relevansi ini mengarahkan metode al-Maslahah al-Maqsûdah menjadi salah satu metode ijtihâd alternatif di era kontemporer. 322 Misalnya dalam ayat al-Hujurât 49: 13. 323 Lihat QS. al-Anbiyâ’ 21: 10 7: ☺ Artinya: ”Dan Tiadalah Kam i m engutus kam u, m elainkan untuk m enjadi rahm at bagi sem esta alam ”. clxxxiii

B. Relevansi a l-M a sla ha h a l-M a q sûd a h dengan Hak Asasi Manusia