ccxxiii perhitungan 55 , untuk wilayah 10 kota propinsi di Indonesia.
Sedangkan tarif zakat profesi konsultan adalah 2,5 . Misalnya dalam tahun 20 08 penghasilan brutonya Rp.10 0.0 0 0 .0 00 ,00 seratus juta
rupiah. Dalam hal ini, ia akan terkena pajak dan zakat sebesar Rp. 6.430.0 00 ,0 0 enam juta empat ratus tigapuluh ribu rupiah. Sedangkan
jika membayar pajak saja, tanpa zakat, maka sebesar Rp.4.180.00 0 ,00 empat juta seratus delapan puluh ribu rupiah. J adi ada selisih
Rp.2.250 .00 0 ,00 dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah antara orang yang membayar pajak plus zakat, dengan orang yang membayar
pajak saja.
419
Dalam menghadapi problematika di atas, metode al-m aslahah al- m aqsûdah
dapat diperankan. Dalam konteks inilah ayat yang menjadi landasan utama kewajiban zakat harus dipandang sebagai ”tekstur
terbuka”. Berdasarkan penalaran untuk menghindarkan beban ganda, yang merupakan salah satu tujuan hukum m aqâsid al-Sy arî` ah, yakni
tidak mempermudah dan tidak memberatkan al-taisîr w a raf` al-haraj,
419
Perhitungan demikian, sebagai berikut: Tarif penghitungan 55 x Rp.10 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0
: Rp. 55.0 0 0 .0 0 0 ,0 0
Zakat: 2,5 x Rp.10 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 :
Rp. 2.50 0 .0 0 0 ,0 0 - Penghasilan neto setelah zakat
: Rp. 52.50 0 .0 0 0 ,0 0
PTKP, penghasilan tidak kena pajak TK 0 :
Rp. 13.20 0 .0 0 0 ,0 0 - PKP Penghasilan
kena pajak
: Rp.3 9 .3 0 0 .0 0 0 ,0 0
Pph orang pribadi 10 x Rp.39.30 0 .0 0 0 ,0 0
: Rp. 3.930 .0 0 0 ,0 0
setelah kena zakat 10 x Rp.41.80 0 .0 0 0
: Rp. 4.180 .0 0 0 ,-
tanpa zakat Pajak + zakat
: Rp. 3.930 .0 0 0 ,0 0
Rp. 2.50 0 .0 0 0 ,0 0 + Total
pajak dan
zakat : Rp. 6 .4 3 0 .0 0 0 ,0 0
Selisih antara yang membayar zakat dengan yang membayar pajak saja
: Rp. 4.180 .0 0 0 ,0 0 -
Rp. 2.250 .0 0 0 ,0 0
Tentang penghitungan pajak dan zakat, lebih lanjut, misalnya lihat Gustian Djuanda, ed.al., Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan J akarta: RajaGravindo Persada, 20 0 6,
h.172-174, 20 1-20 3, 225-227.
ccxxiv maka zakat dapat include dalam pajak. Orang yang membayar pajak dapat
dianggap sudah membayar zakat sekaligus. Atas dasar ini, hak individu menjadi lebih diperhatikan. Dalam konteks inilah, distribusi pajak juga
harus memuat sasaran atau bidang yang menerima zakat muzakki. Sebagai konsekuensi dari pemikiran ini, perlu dibuat UU yang lebih lanjut
mengenai zakat include dalam pajak, di mana distribusi pajak memuat objek penerima zakat. Dengan demikian, terdapat keadilan, tidak adanya
beban ganda yang ditanggung orang Muslim sebagai warga negara. Beban pajak itu sekaligus menjadi kewajiban yang bersifat religius.
Karena zakat include dalam pajak, maka distribusi pajak pun harus mencakup di anataranya asnaf tsam âniy y ah delapan kelompok yang
berhak menerima zakat. Dalam hal ini, jatah fakir miskin, misalnya, dipergunakan untuk memperluas lapangan kerja, menyediakan
kebutuhan pokok dan pelayanan kesehatan fakir miskin, jatah sabîlillâh dapat digunakan untuk seluruh sarana dan prasarana kemaslahatan
umum kepentingan masyarakat banyak seperti sektor pendidikan, dan jatah ibn sabîl dapat digunakan pada perhubungan yang tidak berbau
maksiat.
420
Berdasarkan uraian di atas, dengan berpijak pada prinsip kesamaan, dalam hal ini kesamaan kedudukan sebagai warga negara,
yang merupakan HAM, --tidak ada diskriminasi berdasar perbedaan agama--, maka semestinya tidak ada perbedaan kewajiban pajak. Dalam
fiqh klasik, terdapat perbedaan pajak yang dikenakan pada warga Muslim dan nonMuslim. Untuk itulah pajak dikenakan atas seluruh warga negara,
baik Muslim maupun nonMuslim, tanpa ada perbedaan. Dalam hal ini, pajak benda tak bergerak, seperti tanah, bangunan rumah, dan gedung,
serta benda bergerak seperti kendaraan. Demikian juga untuk pajak harta penghasilan, juga tidak ada perbedaan, hanya saja untuk warga Muslim,
420
Sjeichul Hadi Permono, Penday agunaan Zakat dalam Rangka Pem bangunan Nasional
, cet. ke-2 J akarta: Pustaka Firdaus, 1995, h. 79.
ccxxv dari sekian persen pajak itu merupakan zakat. Dengan demikian umat
Islam tidak terkena beban ganda, kewajiban pajak tersendiri, dan kewajiban zakat tersendiri. Cara seperti ini dapat dipandang sebagai
kemaslahatan bagi kaum Muslim sebagai warga negara. Kemaslahatan tersebut terdapat dalam tiadanya beban ganda yang ditanggung mereka.
Pandangan ini dimaksudkan untuk menjadi landasan bagi mereka yang merasa berkeberatan dengan adanya beban ganda tersebut. Dengan
pandangan ini, diharapkan bagi mereka yang hanya membayar pajak saja tetap bisa meniatkan sebagiannya sebagai ibadah zakat.
2 . Zakat H asil Perkebun an
Landasan hukum mengenai objek zakat adalah al-Qur’ân dan Sunnah. al-Qur’ân hanya menyebutkan secara umum tentang infâq,
misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 267.
421
Sedangkan mengenai jenis zakat disebutkan secara terperinci dalam Sunnah. Mengenai zakat hasil
pertanian perkebunan secara eksplisit disebutkan dalam hadis Nabi:
ﻬ لﺎ و ﷲا ﻰ ا نأ ذﺎ و يﺮ
ا ﻰ ﻮ ﻰ أ ﺎ
: ﻰ اﺬ ﺄ
ﺔ ر ا فﺎ ا ﺬه إ ﺔ ﺪ ا
: ﺮ او
ﺰ او ﺔ اوﺮ
ا .
ﻰ اﺮ ا اور ﻰ راﺪ او آﺎ او
. ”Dari Abû Mûsâ al-Asy` arî dan Mu` âdz bahwa Nabi s.aw.
bersabda kepada keduanya --ketika mengutus keduanya ke Yaman untuk mengajarkan persoalan agama kepada manusia--:
421
Ayat dimaksud adalah: ☺
☺ ☺ ☺
☺ ⌧
☺ Artinya: ”Hai orang-orang yang berim an, nafkahkanlah di jalan Allah sebagian dari hasil
usaham u yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kam i keluarkan dari bum i untuk kam u. dan janganlah kam u m em ilih yang buruk-buruk lalu kam u m enafkahkan daripadanya, Padahal kam u
sendiri tidak m au m engam bilnya m elainkan dengan m em incingkan m ata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahw a Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
QS. al-Baqarah [2]: 267.
ccxxvi ”Janganlah kalian m engam bil shadakah zakat kecuali dari
em pat jenis ini: jem aw ut jelai, gandum , biji gandum , anggur, dan kurm a.”
HR. al-Tabrânî, al-Hâkim, al-Dâruqutnî, dan al- Baihaqî.
422
Berdasarkan tekstual hadis di atas tidaklah wajib zakat kecuali pada empat jenis makanan tersebut dua jenis biji-bijian, dan dua jenis
buah-buahan, bukan selainnya. Inilah pendapat al-Hasan al-Basrî, al- Hasan bin Sâlih, al-Tsaurî, al-Sya` bî, dan Ibnu Sîrîn. Bahkan
diriwayatkan dari Ahmad: menurut mereka tidaklah wajib zakat pada biji- bijian al-dzurrah dan semacamnya.
423
Namun al-Syâfi` î, dan Mâlik,
424
mewajibkan zakat pada segala macam biji-bijian tersebut dengan diqiy âskan pada keempat jenis makanan di atas, yaitu segala macam biji-
bijian yang dijadikan makanan pokok dalam keadaan normal, bukan makanan yang dimakan dalam keadaan tidak normal, seperti
kelaparan.
425
Pendapat yang menerapkan qiy âs tersebut mendasarkan dalilnya pada ` illah diwajibkannya zakat yaitu makanan tersebut dipergunakan
sebagai makanan pokok ` illat al-iqtiy ât. Sebaliknya, yang tidak menerapkan qiy âs, tidak berpendapat seperti ini.
Namun ada pendapat lain, yaitu Abû Hanîfâh,
426
dan al-Hâduwi- yyah
427
yang mewajibkan zakat pada setiap yang tumbuh di bumi berdasarkan dalil yang bersifat umum, seperti hadis: ”Pada tanam an
y ang diairi hujan zakatny a sepuluh persen, dan y ang diairi dengan
422
al-Dâruqutnî, Sunan Al-Dâruqutnî Beirut: Dâr al-Ma` rifah, 1966, hadis No. 15, J uz II, h. 98; al-Baihaqî, Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ Makkah al-Mukarramah: Maktabah Dâr al-Bâz,
1994, hadis No. 7242, J uz IV, h. 125. al-Baihaqî, sebagaimana dikutip al-San` ânî, mengatakan: ”para perawi hadis tersebut adalah tsiqât terpercaya dan bersambung sanad-nya m uttasil”.
Muhammad bin Ismâ` il al-Kahlânî, al-San` ânî, Subul al-Salâm Sy arh Bulûgh al-Marâm m in Adillat al-Ahkâm
T.Tp.: Dâr al-Fikr, t.t., J uz II, h. 132.
423
al-San` ânî, Subul al-Salâm , J uz 2, h. 133.
424
Ibnu Rusyd, Bidây at al-Mujtahid, J uz 2, h. 184.
425
al-San` ânî, Subul al-Salâm , J uz 2, h. 133.
426
Ibnu Rusyd, Bidây at al-Mujtahid, J uz 2, h. 184.
427
al-San` ânî, Subul al-Salâm , J uz 2, h. 133.
ccxxvii peralatan zakatny a sepersepuluh lim a persen
,
428
kecuali rerumputan, kayu bakar, dan bambu,
429
karena sabda Nabi riwayat Abû Hurairah: ”Manusia itu berserikat dalam tiga m acam , yaitu air, rum put, dan api
”.
430
Menurut Ibnu Rusyd perbedaan pendapat tersebut terletak pada perbedaan mereka dalam memandang ketergantungan zakat keempat
jenis tersebut apakah karena bendanya ` ain ataukah karena ` illat yang ada padanya, yaitu dijadikan sebagai makanan pokok al-iqtiy ât.
431
Pendapat yang menyatakan karena bendanya hanya membatasi objek zakat pada keempat jenis tersebut; sedangkan pendapat yang menyatakan
karena ` illat dijadikan makanan pokok menghitung kewajiban itu pada semua jenis makanan yang dijadikan sebagai makanan pokok.
Menurut al-San` anî, hadis riwayat Abû Mûsâ al-Asy` ârî dan Mu` âdz di atas menjadi m ukhassis terhadap nass al-Qurân maupun hadis
yang berifat ` âm m , sehingga nass yang bersifat ` âm m maupun qiy âs tidak dapat diterapkan, karena adanya hadis tersebut.
432
Sunnah sebagai penjelas al-Qur’ân bay ân hanya menyebutkan beberapa harta saja yang terkena zakat, yaitu hasil pertanian dari keempat
jenis makanan tersebut. Hasil pertanian ini hanya empat jenis saja yang
428
Teks Arabnya:
ﺎ ﺎ و ﺮ ا نﻮ او ءﺎ ا
ﺎ و ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر لﺎ
ﺮ ا .
HR. Ibnu Mâjah, dari Abû Hurairah r.a.. Lihat Muhammad bin Yazîd Abû ` Abd Allâh al-Qazwainî, Sunan Ibn Mâjah, Muhammad Fû’ad ` Abd al-Bâqî, ed. Beirut: Dâr al-Fikr, t.t., J uz
I, h. 580 .
429
Ibnu Rusyd, Bidây at al-Mujtahid, J uz I, h. 184.
430
Redaksi Aslinya:
رﺎ او ﻜ او ءﺎ ا ث ءﺎآﺮ سﺎ ا ,
Lihat al-San` ânî, Subul al- Salâm
, J uz 2, h. 133, Abû al-Faraj ` Abd al-Rahmân bin Ahmad bin Rajab al-Hanbalî, Jâm i` al- ` Ulûm w a al-Hikam
Beirut: Dâr al-Ma` rifah: 140 8 H., J uz I, h. 30 8. Dalam redaksi Ahmad digunakan lafaz
نﻮ ا sebagai ganti lafaz سﺎ ا. Lihat Musnad Ahm ad, hadis No. 23132, Juz V, h.
364. Dalam Tafsîr al-Manâr, jenis makanan yang selain keempat tersebut merupakan wilayah kehati-hatian m ahall ikhtiy ât, baik diambil zakat maupun tidaknya, namun yang terkuat adalah
tidaklah diambil dikeluarkan zakat dari selain keempat jenis tersebut. al-San` ânî berpendapat bahwa pada dasarnya yang pasti adalah harta seorang Muslim itu
haram diambil zakatnya al-asl al-m aqtû` hurm at m âl al-Muslim , dan tidaklah dikeluarkan zakat darinya kecuali berdasarkan dalil yang qat` î. Selain itu, menurutnya, pada prinsipnya tidak
ada beban kewajiban al-asl barâ’at al-dzim m ah. Berdasarkan dua dasar argumen ini, maka bukanlah termasuk kehati-hatian al-ikhtiy ât, kecuali tidak mengambil zakat dari biji-bijian dan
sejenisnya berdasarkan nass yang bersifat umum saja, yang telah ditakhsîs.
431
Ibnu Rusyd, Bidây at al-Mujtahid, J uz 2, h. 184.
432
al-San` ânî, Subul al-Salâm , J uz 2, h. 133.
ccxxviii disebutkan dalam nass Sunnah. Atas dasar Sunnah, maka hasil pertanian
atau perkebunan lain yang tidak disebutkan dalam nass Sunnah ini, maka tidak terkena kewajiban zakat. Akan tetapi, terasa tidaklah adil, jika zakat
dikenakan terbatas pada beberapa macam tanaman saja. Sedangkan jenis tanaman yang lain tidak dikenai zakat. Untuk memperjelas ini, misalnya
petani padi dikenai zakat hasil panen padinya. Sebaliknya petani kelapa sawit, kopi, karet dan sejenisnya tidak dikenai zakat. Alasan bahwa zakat
terbatas pada beberapa hasil pertanian saja, yang kemudian oleh sebagian mazhab dikembangkan pada makanan-makanan pokok, kurang
menyentuh rasa keadilan. Oleh karena itulah, berdasarkan prinsip keadilan dan kemaslahatan sosial, beberapa hasil perkebunan dan
pertanian lain selain yang disebut dalam nass Sunnah juga terkena kewajiban zakat. Beberapa hasil perkebunan pertanian yang tidak disebut
nass , namun bisa dikenakan zakat, misalnya, kelapa sawit, kopi, karet,
lada, dan sebagainya. Perluasan zakat hasil pertanian atau perkebunan di atas selaras dengan pandangan Abû Hanîfah dan al-Hâduwiyyah, yang
menyatakan bahwa semua hasil bumi, selain tiga macam: rerumputan, kayu bakar, dan bambu, terkena kewajiban zakat. Namun, dasar
penalaran pandangan tersebut dengan penalaran al-Maslahah al- Maqsûdah
berbeda. Pandangan Abû Hanîfah semata-mata didasarkan kepada kemaslahatan. Sedangkan pandangan dengan al-Maslahah al-
Maqsûdah didasarkan pada pertimbangan prinsip keadilan dan
kemaslahatan sekaligus. Perluasan objek zakat tersebut tentu saja menambahkan beban
terhadap seorang m ukallaf, pada satu sisi, tetapi, membawa kemaslahatan, dan keadilan bagi masyarakat umum, pada sisi lainnya.
Berdasarkan metode al-Maslahah al-Maqsûdah dengan berpijak pada prinsip keadilan, dan kemaslahatan, sebagai paradigma metode ini, maka
beberapa hasil perkebunan lain yang tidak disebutkan dalam nass juga terkena kewajiban zakat. Cara pandang demikian selaras dengan m aqâsid
ccxxix al-Sy arî` ah
, berupa keadilan, dan kemaslahatan. Perluasan obyek zakat ini tentu saja diperuntukkan atas orang yang tetap ingin mengeluarkan
zakat, di samping membayar pajak.
3 . Zakat Perusahaan
Persoalan zakat perusahaan merupakan sebuah fenomena baru. Gejala ini dimulai dengan prakarsa para ulama, pengusaha, dan manajer
Muslim modern untuk mengeluarkan zakat perusahaan. Sebab aspek zakat yang prinsipil dalam Islam adalah untuk tujuan kesejahteraan umat
manusia m aslahat al-um m ah. Mungkin, konsep zakat perusahaan ini mengikuti konsep pajak, yang membedakan antara pajak perorangan
individual tax dan pajak perusahaan corporate tax.
Sebagai sebuah gejala baru, paling tidak untuk konteks Indonesia, wajar saja bila persoalan zakat perusahaan ini menimbulkan kontroversi.
Menurut M. Dawam Rahardjo
433
salah seorang pakar ekonomi Islam dan intelektual Muslim, wajib zakat itu tidak terkena pada perusahaan atau
badan hukum, karena perusahaan atau badan hukum tidak melakukan ibadah m ahdah. Yang terkena taklif zakat adalah orang yang bekerja atau
karyawan pada perusahaan atau badan hukum tersebut. Tetapi, perusahaan atau badan hukum sangat terpuji bila melakukan infak dan
sedekah. Dengan demikian menurutnya, perusahaan atau badan hukum tidak terkena nisab tarif sebesar 2,5 dari nilai kekayaan bersih net
w orth . Lain halnya bila perusahaan itu milik perorangan, maka di sini,
zakat perusahaan itu identik dengan zakat pemiliknya. Menurutnya,
434
jika diberlakukan kewajiban zakat atas pemilik dan perusahaannya, maka akan terjadi dua kali zakat. Selain itu, masih perlu diperhitungkan dari
mana tarif 2,5 itu dihitung, dari laba bersih atau kekayaan bersih atau kedua-duanya?
433
M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transform asi Sosial-Ekonom i Jakarta: LSAF, 1999, h. 487.
434
Rahardjo, Islam dan Transform asi, h. 487.
ccxxx Pemikiran Rahardjo ini berlawanan arus dengan mayoritas ulama.
Pendapatnya yang tidak mewajibkan zakat perusahaan berangkat dari pemikiran bahwa zakat adalah ibadah m ahdah, sedangkan perusahaan
atau badan hukum tidak melakukan ibadah m ahdah. Pendapat ini berbeda dengan pendapat mayoritas ulama yang memandang zakat bukan
saja sebagai ibadah m ahdah an sich tetapi mengandung fungsi sosial yang lebih luas di bidang ekonomi, baik dari sudut pendanaan, fungsi
penanaman modal, dan fungsi pemerataan. Mayoritas ulama tersebut menyatakan adanya kewajiban zakat perusahaan, karena memang zakat
itu bukan semata-mata sebagai ibadah m ahdah, tetapi di dalamnya terdapat dimensi sosial, yaitu untuk mengangkat kesejahteraan sosial
masyarakat, terutama kalangan yang lemah dan miskin, al-m ustad` afîn, w a al-fuqarâ’ w a al-m asâkîn
.
435
Pendapat mayoritas ulama itu, misalnya terdapat dalam rekomendasi Muktamar Internasional I tentang Zakat di Kuwait, pada 29
Rajab 140 4 H. 3 April 1984 M., yang menyatakan bahwa perusahaan wajib mengeluarkan zakat, karena keberadaan perusahaan sebagai wadah
usaha menjadi badan hukum reeht person.
436
Perusahaan, menurut hasil muktamar tersebut, termasuk ke dalam sy akhsan i` tibâriy y an
badan hukum yang dianggap orang,
437
atau menurut Mustafâ Ahmad Zarqâ’,
438
perusahaan disebut sy akhsiy y ah hukm iy y ah. Landasan lain yang dijadikan argumentasi dalam Muktamar tersebut, adalah karena di
antara individu-individu itu, baik dalam maupun luar perusahaan,
435
Menurut para ulama tersebut, perusahaan wajib mengeluarkan zakat, karena keberadaan perusahaan adalah sebagai badan hukum reeht person atau yang dianggap orang.
Karena itu, di antara individu tersebut kemudian timbul transaksi meminjam, menjual, berinteraksi dengan pihak luar, dan juga menjalin kerjasama. Segala kewajiban dan hasil akhirnya
pun dinikmati secara bersama-sama pula, termasuk di dalamnya kewajiban kepada Allah Swt dalam bentuk penunaian zakat. Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonom ian Modern
J akarta: Gema Insani, 20 0 2, h. 10 1.
436
Lihat ` Alî Ahmad al-Sâlûs, al-Iqtisâd al-Islâm î w a al-Qadây â al-Fiqhiy y ah al- Mu` âsirah
Beirut: Dâr al-Tsaqâfah, 1998, h. 646.
437
al-Sâlûs, al-Iqtisâd al-Islâm î, h. 649.
438
Mustafâ Ahmad Zarqâ’, al-Fiqh al-Islâm î fî Tsaubihi al-Jadîd Damaskus: 1948, J uz III, h. 277.
ccxxxi melakukan transaksi, meminjam, menjual, berhubungan dengan pihak
lain, dan juga menjalin kerjasama. Segala kewajiban dan hasil akhirnya pun dinikmati secara bersama-sama, termasuk di dalamnya kewajiban
kepada Allah Swt. dalam bentuk mengeluarkan zakat. Di Indonesia sendiri, wacana tentang zakat perusahaan masih
terbilang baru. Walaupun UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat telah menyebut perusahaan sebagai harta yang dikenai pajak Bab
IV pasal 11 ayat [2] bagian b.,
439
tetapi implementasinya di lapangan masih menemui banyak hambatan. Hambatan itu sekurang-kurangnya
berasal dari 3 tiga hal. Pertam a, dari aspek fikih yang belum seragam, kecuali pendapat Rahardjo yang mengatakan --walaupun untuk
sementara-- bahwa perusahaan tidak terkena wajib zakat, juga belum semua perusahaan menyadari dirinya sebagai muzaki wajib zakat.
Kedua , dari aspek manajemennya; potensi zakat perusahaan yang begitu
besar digalang belum digalang dan dimanfaatkan secara optimal. Kecuali karena belum ada data akurat tentang pola dan perilaku perusahaan
dalam menyumbang, juga karena belum ada lembaga amil zakat yang berkonsentrasi secara khusus untuk zakat perusahaan ini. Ketiga, tak
kalah pentingnya adalah, bahwa UU tentang zakat tersebut tidak mengatur tentang sanksi terhadap muzaki yang tidak menunaikan
zakatnya, sebab UU ini lebih dimaksudkan untuk mengatur pengelolaan zakat, di mana sanksi dikenakan terhadap pengelola yang
menyelewengkan dana zakat tersebut. Dalam konteks fiqh, studi tentang muzaki subyek zakat, orang
yang terkena taklif kewajiban zakat, wajib zakat banyak terdapat dalam bab mengenai ”syarat-syarat wajib zakat”.
440
Pada hakikatnya, syarat- syarat wajib zakat terkait pada 2 dua hal. Pertam a, syarat yang
439
Lihat UU 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dalam Departemen Agama RI, h. 6.
440
Hampir semua kitab fikih membahas tentang syarat-syarat wajib zakat. Misalnya, karya Taqî al-Dîn Abî Bakr ibn Muhammad al-Husainî, Kifây at al-Akhy âr fî Halli Ghây ah al-
Ikhtisâr Bandung: al-Ma` ârif, t.t., h. 173.
ccxxxii berkaitan dengan individu muzaki itu sendiri.
441
Kedua, syarat yang berkaitan dengan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.
442
Dengan demikian, syarat-syarat yang ada pada diri m uzakkî tidak secara otomatis menjadikan dirinya berkewajiban mengeluarkan zakat.
Sebab, kewajibannya baru muncul apabila dipenuhi juga syarat-syarat yang terdapat pada harta. Artinya, bahwa untuk menetapkan kewajiban
zakat harus diperhatikan 2 dua kondisi sekaligus: kondisi muzaki dan kondisi zakat yang dimilikinya.
Menurut al-Zuhailî, dalam bukunya al-Fiqh al-Islâm w a Adillatuhu
, persyaratan zakat, baik syarat terkait muzaki maupun harta yang dizakati, ada 9 sembilan macam,
443
yaitu: 1 bebas atau merdeka al-hurriy yah
; 2 Islam al-Islâm ;
444
3 Baligh-berakal al-bulûgh w a al-` aql
; 4 harta tergolong wajib dizakati kaun al-m âl m im m â tajibu fîh al-zakâh
; 5 harta sampai nisab atau seukuran nisâb kaun al-m âl nisâban au m iqdâran bi qîm ah nisâb;
6 kepemilikan penuh al-m ilk al-tâm m li al-m âl, al-m ilkiy y ah al-tâm m ah
; 7 harta yang dimiliki sudah sampai setahun atau mencapai setahun bulan Qamariyyah m adâ
` âm au haw alân haul qam arî ` alâ m ilk al-nisâb ; 8 muzaki tidak
mempunyai utang ` adam al-dain; dan 9 sudah dapat memenuhi melebihi kebutuhan pokoknya al-ziy âdah ` an al-hâjât al-asliyy ah,
sebelum ia membayar zakat.
441
Adapun syarat-syarat wajib zakat yang berkaitan dengan diri muzaki, menurut Taqî al- Dîn Abî Bakr seorang ulama klasik mazhab Syâfî` iyyah, misalnya, ada 2 dua, yaitu: Islam dan
merdeka bukan budak [hamba sahaya]. Kedua syarat ini ditambah oleh Wahbah al-Zuhailî seorang ulama kontemporer dengan dua syarat lainnya, yakni: baligh dan berakal. Sementara
syarat-syarat wajib zakat yang berkaitan dengan harta ada 6 enam, yaitu: berkembang, cukup senisab, milik penuh m ilk al-tâm m , berlaku setahun haul, bebas dari utang, dan lebih dari
kebutuhan biasa pokok. Ibn Muhammad al-Husainî, Kifây at al-Akhy âr, h. 173, al-Zuhailî, al- Fiqh al-Islâm î,
J uz II, h. 739-740 .
442
Sementara syarat-syarat wajib zakat yang berkaitan dengan harta ada 6 enam, yaitu: berkembang, cukup senisab, milik penuh m ilk al-tâm m , berlaku setahun haul, bebas dari
utang, dan lebih dari kebutuhan biasa pokok. al-Zuhailî, al-Fiqh al-Islâm î, J uz II, h. 740 -750 .
443
al-Zuhailî, al-Fiqh al-Islâm î, J uz II, h. 738-750 .
444
Menurut Mâlikiyyah, Islam merupakan syarat sahnya zakat, bukan syarat wajibnya. J adi zakat juga wajib atas orang kafir. Lihat al-J azâ’iri, al-Fiqh al-Islâm î ` alâ Madzâhib al-
Arba` ah , J uz I, h. 477.
ccxxxiii Dalam kaitannya dengan persyaratan zakat tersebut, timbul
masalah bila pada zaman dahulu kepemilikan harta lebih bersifat individual, sementara pada zaman modern dewasa ini banyak
kepemilikan harta bersifat kolektif, seperti dalam bentuk perusahaan, yayasan, koperasi, dan lain-lain. Dalam konteks ini apakah semua bentuk
kepemilikan kolektif itu terkena zakat? Secara spesifik, apakah hukumnya zakat perusahaan?
Untuk melihat problematika zakat perusahaan ini, kita perlu merujuk langsung kepada sumber utama hukum Islam, yaitu al-Qur’ân
dan Sunnah. Di dalam al-Qur’ân dan Sunnah terdapat ketentuan tentang zakat. Namun al-Qur’ân maupun Sunnah tidak menentukan secara
spesifik tentang zakat perusahaan. Dalam surat al-Bâqarah 2 ayat 267, misalnya, terdapat ayat yang bersifat umum yang memerintahkan untuk
berinfaq.
445
Adapun hadis Nabi, yang menunjukkan tentang zakat, misalnya, diriwayatkan Imam al-Bukhârî,
446
dari Muhammad ibn ` Abd Allâh al- Ansârî dari bapaknya, ia berkata bahwa Abû Bakr r.a. telah menulis
sebuah surat yang berisikan kewajiban yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw:
ﻦ و
قﺮ ﺔ ﺪ ا ﺔ ﺸ
ﻦ قﺮ و
. يرﺎ ا اور
4 4 7
”…Ja n g a n la h d is a t u k a n d ik u m p u lk a n h a r t a y a n g m u la -m u la t e r p is a h . Se b a lik n y a , ja n g a n p u la
445
Ayat dimaksud adalah: ☺
.... ”H ai o ran g-o ran g yan g be rim an , n afkah kan lah di jalan Allah s e bagian dari
h as il u s ah am u yan g baik-baik dan s e bagian d ari apa yan g Kam i ke lu arkan dari bu m i u n tu k kam u ”. QS. al-Bâqarah [ 2 ] : 2 6 7 .
446
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Riyâd: Dâr al-Salâm, 20 0 0 , h. 114.
447
Redaksi lengkapnya:
آ ﺮﻜ ﺎ أ نأ ﺪ ﺎ أ نأ أ ﷲا ﺪ ﺔ ﺎ ﺎ ﺪ أ ﺎ ﺪ يرﺎ ا ﷲا ﺪ ﺪ
ﺎ ﺪ ا ﺔ ﺪ ا ﺔ ﺮ
ﻰ ﷲا لﻮ ر ضﺮ و و
ﷲا قﺮ
ﺔ قﺮ و
ﺔ ﺪ ا .
ccxxxiv
d ip is a h k a n h a r t a y a n g p a d a m u la n y a b e r s a t u , k a r e n a t a k u t m e n g e lu a r k a n z a k a t ”. H R. al-Bu kh ârî .
H adis N abi di atas , pada aw aln ya – be rdas arkan a s b â b a l- w u r û d kro n o lo gis m u n cu ln ya h adis , be rkaitan de n gan
pe rko n gs ian s y ir k a h dalam h e w an te rn ak.
4 4 8
Ayat dan h adis yan g te lah diku tip di atas tidak m e n ye bu tkan s e cara s pe s ifik te n tan g zakat pe ru s ah aan . Ayat
dan h adis di atas h aru s dite m patkan s e bagai te ks tu r te rbu ka te rh adap in te rpre tas i yan g baru . Ole h kare n a itu lah , zakat
pe ru s ah aan te rm as u k ke dalam m as alah ijt ih â d î. D alam m e m an dan g pe rs o alan zakat pe ru s ah aan , m e to de
a l-M a s la h a h a l-M a q s û d a h dapat dite rapkan . Atas das ar u n tu k ke m as -lah atan u m at, yan g m e ru pakan s alah s atu dari tu ju an
Sy a r îa h m a q â s id a l-Sy a r î` a h , pe ru s ah aan dapat dike n ai zakat. Me m an g dilih at dari s u du t pan dan g n a s s , zakat
pe ru s ah aan itu akan m e n am bah be ban t a k lîf ke w ajiban , yan g pada as aln ya tidak diw ajibkan , pada s atu s is i. H al in i te rm as u k
dalam kate go ri b a r â ’a t a l-d z im m a h . Akan te tapi, dilih at dari s u du t pan dan g ke te n tu an u m u m al-Qu r’ân yan g be ris i prin s ip-
prin s ip ke m as lah atan , pe n e tapan h u ku m ke w ajiban zakat pe ru s ah aan in i m e n jadi re le van dan s ign ifikan , pada s is i yan g
lain . Se lain itu , u n tu k m e n du ku n g argu m e n tas i yan g didas arkan pada prin s ip ke m as lah atan u m u m te rs e bu t, jika
dilih at dari ke be radaan pe ru s ah aan itu s e n diri, m aka pe ru s ah aan dapat din ilai s e bagai w adah u s ah a yan g m e n jadi
badan h u ku m r e eh t p e r s o n , s e h in gga digo lo n gkan ke dalam s y a k h s a n i` t ib â r a n badan h u ku m yan g dian ggap o ran g , atau
s y a k h s iy y a h h u k m iy y a h . D alam ko n te ks in ilah , ke tika te rjadi pe rte n tan gan an tara s atu ke m as lah atan de n gan ke m as lah atan
448
Abû ` Ubaid al-Qasîm ibn Salâm, al-Anw âl Beirût: Dâr al-Kutub al-` Ilmiyyah, 1986, h. 398.
ccxxxv
lain n ya, dalam h al in i ke m as lah atan u m at de n gan ke m as lah atan pe ru s ah aan , m aka ke m as lah atan yan g le bih
be s ar, yakn i ke m as lah atan u m at itu lah yan g diu tam akan . Adapu n te n tan g ke w ajiban zakat pe ru s ah aan itu , te n tu
s aja bila te lah m e m e n u h i be rbagai pe rs yaratan te rte n tu , s e pe rti n is a b , h a u l, dan pe rs yaratan lain n ya s e bagaim an a
pe rs yaratan yan g te rkait de n gan zakat pe rdagan gan z a k â t a l- t ijâ r a h . D e n gan de m ikian , s e gala yan g be rs an gku t pau t
de n gan cara-cara pe n gh itu n gan zakatn ya pu n h aru s lah diiku ti. D alam h al in i, cara-cara pe n gh itu n gan zakat pe ru s ah aan ,
s e bagai be n tu k ke m u dah an , s e bab m as alah zakat pe ru s ah aan in i m e ru pakan bidan g ijt ih â d î, kare n a tidak ada ke te n tu an n a s s
yan g s e cara s a r îh m e n e ran gkan te n tan g ke w ajiban zakat pe ru s ah aan dan tata cara pe n u n aian n ya.
4 4 9
4 4 9
U n tu k m e m pe rje las pe rs yaratan dan tata cara, dan te kn ik pe n gh itu n gan zakat pe ru s ah aan , yan g dipan dan g s e bagai s y a k h s iy y a h i` t ib â r iy y a h , s e bagaim an a
difatw akan dalam Mu ktam ar Zakat di Ku w ait, diku tip o le h al-Sâlu s , ad alah s e bagai be riku t. Pe r t a m a , te lah ada pe ratu ran pe ru n dan g-u n d an gan yan g m e n e tapkan
ke w ajiban zakat pe ru s ah aan . D alam U U Pe n ge lo laan Zakat te lah dite tapkan adan ya zakat pe ru s ah aan . K e d u a , s is te m yan g fu n dam e n tal te lah m e n e tapkan pe ru s ah aan
s e bagai bad an h u ku m . K e t ig a , pe ru s ah aan te lah diaku i s ah s e cara h u ku m . K e e m p a t , adan ya ke re laan dari para pe m ilik s ah am a l-m u s â h im û n te rh adap pe ru s ah aan
s e bagai bad an h u ku m .
Adapu n tatacara pe n gu ku ran tarif zakat pe ru s ah aan k a ifiy y a t t a q d îr z a k â t a l-s y ir k â t adalah d ipe rs am akan d e n gan tarif zakat pe rdagan gan yaitu 2 ,5. Be s ar
tarif in i ad alah u n tu k h a u l yan g m e n ggu n akan tah u n Qa m a r iy y a h H ijriyah . Apabila m e n ggu n akan tah u n Sy a m s iy y a h Mas e h i , m aka tarif zakatn ya pe rlu
dis e s u aikan . Pada Mu ktam ar Zakat di Ku w ait, te lah dis e pakati bah w a w aktu bu lan Sy a m s iy y a h le bih pan jan g diban din g de n gan tah u n Qa m a r iy y a h , yaitu s e kitar 11
s e be las h ari. Kare n a itu , pe n ggu n a tah u n Sy a m s iy y a h h aru s m e m pe rh itu n gkan pe rbe daan s e lis ih w aktu te rs e bu t. Akibatn ya, tarif zakat pe ru s ah aan yan g
m e n ggu n akan h itu n gan Sy a m s iy y a h 3 6 5 h ari m e n jadi 2 ,575 dibu latkan m e n jadi 2 ,58 yaitu 2 ,5 x 3 6 5 3 54 , tidak de n gan tarif 2 ,5.
Adapu n n is ab zakat pe ru s ah aan , u n tu k m e m pe rm u dah , dipe rs am akan de n gan zakat pe rdagan gan , kare n a dipan dan g dari as pe k le gal d an e ko n o m i.
Ke giatan s e bu ah pe ru s ah aan in tin ya adalah be rpijak pad a ke giatan t r a d in g atau pe rdagan gan t ijâ r a h . Kare n a itu , n is abn ya adalah s am a d e n gan n is ab zakat
pe rdagan gan , yaitu 8 5 gram e m as .
Adapu n te kn ik pe n gh itu n gan zakat pe ru s ah aan , u n tu k m e n jaw ab pe rtan yaan yan g diaju kan Rah ardjo , pe rlu dike m u kakan h al be riku t. Bah w a s e tiap pe ru s ah aan ,
palin g tidak, m e m iliki 3 tiga m acam h arta. Pe r t a m a , h arta dalam be n tu k baran g, baik yan g be ru pa s aran a d an pras aran a m au pu n yan g be ru pa ko m o d itas
ccxxxvi
Sin gkatn ya, ada be be rapa po in pe n tin g yan g m e n jadi titik s e n tral dalam pe rh itu n gan zakat pe ru s ah aan : p e r t a m a , u an g
s e tara kas ; k e d u a , baran g yan g s iap dipe rdagan gkan pe rs e diaan ; k e t ig a , piu tan g; dan k e e m p a t , u tan g-u tan g. Po la
pe rh itu n gan zakat pe ru s ah aan in i, dis im pu lkan o le h pakar aku n tan s i Is lam Kam âl ` Âtiyyah ,
4 50
adalah didas arkan pada n e raca b a la n ce s h e e t yaitu de n gan m e n gu ran gkan ke w ajiban
lan car atas aktiva lan car. Me to de pe rh itu n gan in i bias a dis e bu t de n gan m e to de s y a r ` iy y a h atau n e t a s s e t s . Me to de in i
digu n akan di Sau di Arabia dan be be rapa n e gara Is lam lain n ya s e bagai pe n de katan pe rh itu n gan zakat pe ru s ah aan . D i s am pin g
m e to de n e t a s s e t s , m as ih te rdapat m e to de ke du a, dike n al s e bagai m e to de ke balikan dari m e to de yan g pe rtam a yaitu
m e to de n e t e q u it y .
4 51
pe rdagan gan . K e d u a , h arta dalam be n tu k u an g tu n ai, yan g bias an ya dis im pan di ban k. D an k e t ig a , h arta dalam be n tu k piu tan g. H arta pe ru s ah aan yan g w ajib
dizakati ad alah ke tiga be n tu k h arta te rs e bu t, diku ran gi h arta dalam be n tu k s aran a dan pras aran a dan ke w ajiban m e n de s ak lain n ya, s e pe rti u tan g yan g jatu h te m po
atau yan g h aru s dibayar s aat itu ju ga.
D e n gan m e lih at je n is h arta te rs e bu t, m aka po la pe rh itu n gan zakat pe ru s ah aan didas arkan pada lapo ran ke u an gan n e raca de n gan m e n gu ran gkan
ke w ajiban atas aktiva lan car. Atau , s e lu ru h h arta di lu ar s aran a d an pras aran a ditam bah ke u n tu n gan , diku ran gi pe m bayaran u tan g d an ke w ajiban lain n ya, lalu
dike lu arkan 2 ,5 s e bagai zakatn ya. Se m e n tara m e n u ru t pe n dapat lain , bah w a yan g w ajib dike lu arkan zakatn ya h an yalah ke u n tu n gan n ya s aja. al-Sâlû s , a l-Iq t is â d a l-
Is lâ m î, h . 6 4 9 -6 52 , d an 6 54 , H as an u d d in Ibn u H ibban , ”Zakat Pe ru s ah aan : As pe k Fiqh dan Man age m e n ”, dalam M im b a r Ag a m a Bu d a y a , Vo l XXI, N o . 4 , 2 0 0 4 , h .
3 4 8 , H afid h u ddin , Za k a t , h . 10 1.
450
Kamâl ` Âtiyyah, Accounting and Auditing Standards for Financial Institutions, dikutip dalam Ibnu Hibban, ”Zakat Perusahaan”, h. 350 -353.
451
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung zakat perusahaan, sebagai berikut. Pertam a, menentukan dan menilai harta asset yang dikenai zakat secara syariat, yaitu
aktiva lancar. Sumber data untuk menentukan dan menilai harta yang dikenai zakat adalah neraca balance sheet
dengan penyesuaian-penyesuaian. Kedua, menentukan dan menilai kewajiban yang mengurangi harta asset kena zakat, yaitu utang jangka pendek. Sebagaimana harta yang
dikenai zakat, sumber data untuk menentukan dan menilai kewajiban yang dapat mengurangi harta yang dikenai zakat adalah neraca balance sheet dengan penyesuaian-penyesuaian. Ketiga,
menghitung nilai zakat dengan kadar yang telah ditentukan, yaitu sesuai dengan tarif zakat perdagangan 2,5 . Sementara, kekayaan perusahaan yang harus dizakati adalah selisih antara
harta yang kena zakat poin 1 dikurangi nilai kewajiban yang mengurangi harta yang kena zakat poin 2 sekurang-kurangnya harus senilai 85 gram emas. Ibnu Hibban, ”Zakat Perusahaan”, h.
350 -353.
ccxxxvii Pemikiran tentang zakat perusahaan di atas di atas memperkuat
argumentasi para ulama yang mewajibkan zakat ini. Di samping itu juga memperkuat UU tentang Pengelolaan Zakat yang mewajibkan zakat
perusahaan untuk dipatuhi. Meskipun tidak menunaikan zakat perusahaan tidak dikenai sanksi menurut UU tersebut, namun kesadaran
umat Islam tetap diperlukan. Kesadaran ini tentu saja harus ditopang dengan landasan yang kuat tentang kewajiban zakat perusahaan. Dalam
kaitan inilah, pemahaman terhadap penalaran yang menggunakan metode al-Maslahah al-Maqsûdah menjadi penting. Perluasan obyek
zakat ini tentu saja diperuntukkan atas orang yang tetap ingin mengeluarkan zakat, di samping membayar pajak.
B. Bidan g H ukum Perdata