Reformulasi

(1)

i

REFORMU LASI

AL-M ASLAH AH

: Re le van s i dan

Im ple m e n tas in ya dalam Pe n ge m ban gan Pe m ikiran

H u ku m Is lam Ko n te m po re r

Te s is

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.A.)

Oleh

Ah m ad Ali

NIM: 0 5.2.0 0 .1.0 1.0 1.0 0 46

KON SEN TRASI SYARIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

U N IVERSITAS ISLAM N EGERI

SYARIF H ID AYATU LLAH

JAKARTA

14 2 9 H ./ 2 0 0 8 M.


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO

ﺔ ﺮ ا

ﺪ ﺎ

ﻬﻬ و

ﺎﻬ ﻬ

”Siapapun yang tidak mendalam wawasannya tentang maqâsid al-Syarî`ah, pemahamannya tidaklah tepat sasaran”.


(6)

vi

Pe rs e m bah an

Ku persembahkan karya ini kepada kedua orang tuaku,

Ayahanda Kyai Muhammad Muslim Daroini, Ibunda Natijah, dan adikku, Mahmud Khomsun,

serta siapapun yang berharap pada pemikiran hukum Islam dengan selaksa harap….


(7)

vii

Pe do m an Tran s lite ras i

H u ru f Arab H u ru f Latin Ke te ran gan

ا tidak dilambangkan

ب b be

ت t te

ث ts te dan es

ج j je

ح h h dengan garis bawah

خ kh ka dan ha

د d de

ذ dz de dan zet

ر r er

ز z zet

س s es

ش sy es dan ye

ص s es dengan garis di bawah

ض d de dengan garis di bawah

ط t te dengan garis di bawah

ظ z zet dengan garis di bawah

ع ` koma terbalik di atas hadap kanan

غ gh ge dan ha

ف f ef

ق q ki

ك k ka

ل l el

م m em

ن n en

و w we

ه h ha

ء ’ apostrof

ي y ye


(8)

viii Untuk vokal tunggal:

ـــــــــــ (fathah) : a ــــــــــــ (kasrah) : i ــــــــــــ (dam m ah) : u Untuk vokal rangkap (diftong):

ــــ

ي : ai (a dan i) ﻮـــــ : au (a dan u) Untukvokal panjang (m âd):

ﺎـ : â (a dengan topi di atas)

ـ

ْي : î (i dengan topi di atas)

ـْو : û (u dengan topi di atas)

Pe n u lis an Kata, Kata San dan g, dan N am a

Kata sandang لا : ditulis al, dengan huruf kecil, bukan kapital, baik diikuti huruf sy am siy y ah maupun huruf qam ariy y ah. Contoh: Sy arî` ah al-Dakhîrah, al-m aslahah, al-Qur’ân, Najm al-Dîn al-Tûfî, dan Wahbah al-Zuhailî.

Nama tokoh/ penulis asal Nusantara, tidak dialihaksarakan, dan ditulis sesuai dengan ejaan namanya. Contoh: Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, Muhammad Quraish Shihab.

Setiap kata, baik kata kerja (fi` l), kata benda (ism ), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Contoh:

ةدﻮ اﺔ ا : al-Maslahah al-Maqsûdah

الﻮ أ : usûl al-fiqh

دأو ا ا : al-Fiqh al-Islâm w a Adillatuh

Pe n u lis an Tâ ’ M a r b û t a h

Ditulis dengan huruf / h/ pada: kata yang berdiri sendiri atau diikuti oleh kata sifat (na` at). Contoh:

ﺔ اﺪ : ` adâlah ﺔ اﺔ ﻜا : al-kulliy y ah al-kham sah Ditulis dengan huruf / t/ ketika diikuti kata benda (ism ), atau susunan izâfiy y ah. Contoh:


(9)

ix

ABSTRAK

Ah m ad Ali

Re fo rm u las i a l-M a s la h a h: Re le van s i dan Im ple m e n tas in ya dalam Pe n ge m ban gan Pe m ikiran H u ku m Is lam Ko n te m po re r

Penelitian ini membuktikan bahwa metode al-Maslahah al-Maqsûdah (ةدﻮ اﺔ ا) adalah metode ijtihâd alternatif kontemporer (m anhaj al-ijtihâd al-m u` âsir), karena relevansinya dengan m aqâsid al-Sy arî` ah dan HAM Internasional.

al-Maslahah al-Maqsûdah merupakan bentuk baru (w ajhun jadîd) dari reformulasi al-m aslahah konvensional. al-Maslahah al-Maqsûdah adalah model al-m aslahah post-kontemporer.

Rumusan baru itu dibuat karena model al-m aslahah konvensional dipandang tidaklah tepat, terlebih lagi klasifikasi m aslahah m ulghah, sehingga perlu direformulasi. Wujud reformulasi ini adalah sebuah kontruksi baru yang penulis sebut dengan al-Maslahah al-Maqsûdah sebagai metode ijtihâd alternatif kontemporer (m anhaj al-ijtihâd al-m u` âsir).

Relevansi al-Maslahah al-Maqsûdah dengan m aqâsid al-Sy arî` ah dan HAM tersebut berwujud dalam bentuk penggunaan m aqâsid al-Sy arî` ah dan HAM sebagai paradigma al-Maslahah al-Maqsûdah dalam merumuskan hukum (ijtihâd). Pada satu sisi Maslahah Maqsûdah menekankan m aqâsid al-Sy arî` ah yang telah diformulasikan secara lebih luas. Pada sisi yang lain, al-Maslahah al-Maqsûdah bersinergi dengan HAM. Hubungan antara keduanya (m aqâsid al-Sy arî` ah dengan HAM) sangatlah erat dan sinergis/ integral. Maqâsid al-Sy arî` ah lebih bernuansa teosentris, moral-transendental (ilâhiy y ah), karena ia merupakan ”wahyu”, meskipun dalam bentuk formulasi yang dihasilkan oleh kreatifitas manusia.

Dalam Maqâsid Sy arî` ah kemaslahatan umum (m aslahah al-` âm m ah, public interests) lebih dijamin daripada kemaslahatan pribadi (m aslahah al-fard, individual interests). Sedangkan HAM lebih bernuansa antroposentris, sebagai produk dan realitas kemanusiaan (tajribat al-insâniy y ah). Dalam HAM kemaslahatan individu (individual interests) lebih dijamin daripada kemaslahatan umum (public interests).

Dengan menempatkan m aqâsid al-Sy arî` ah sebagai spirit hukum yang bernuansa religius, dan HAM sebagai sebuah realitas konsensus dunia internasional, yang bernuansa kemanusiaan, keseimbangan antara hak individu dan hak masyarakat akan terjalin dan lebih terjamin.

Implementasi al-Maslahah al-Maqsûdah dalam menjawab berbagai masalah-masalah hukum memperkuat pengutamaannya sebagai metode ijtihâd alternatif kontemporer. Implementasi al-Maslahah al-Maqsûdah mencakup semua bidang hukum, baik ibadah, maupun muamalah, yang meliputi perdata dan pidana. Masalah-masalah hukum yang dikupas dengan metode al-Maslahah


(10)

x

al-Maqsûdah, antara lain: zakat include dalam pajak, zakat perkebunan, dan zakat perusahaan; perkawinan beda agama (PBA), dan waris beda agama (WBA); hukuman potong tangan terhadap tindak pidana korupsi, hukuman mati terhadap tindak pidana terorisme dan narkotika.

Kesimpulan besar (Tesis) ini dihasilkan melalui kitab-kitab/ karya-karya tulis yang membahas tentang al-m aslahah, baik oleh ulama klasik Abad Pertengahan maupun kontemporer, yang dikaji secara kritis. Kajian kritis ini menggunakan pendekatan filsafat, khususnya filsafat hukum Islam, hermeneutika, dan content analy sis. Adapun rumusan Maslahah al-Maqsûdah dibuat dengan menggunakan 4 (empat) teori: ”open texture”, rekonstruksi konsep qat` î-zannî, topicsnya Vieweg, dan reaktualisasi/ revitalisasi ajaran Islam.

Penelitian (Tesis) ini menghasilkan suatu rumusan (formulasi) baru, yaitu al-Maslahah al-Maqsûdah sebagai metode ijtihâd alternatif kontemporer yang berbeda dengan metode/ teori alternatif yang lain. Sedangkan beberapa penelitian lainnya tentang tema m aslahah tidak menawarkan rumusan al-m aslahah dalaal-m bentuk yang koal-mprehensif dan sisteal-matis, yang al-meal-madukan m aqâsid al-Sy arî` ah dan HAM.

Perbedaan metode al-Maslahah al-Maqsûdah dengan metode yang lain terletak pada paradigma (acuan) yang dipakai dan cara kerjanya. al-Maslahah al-Maqsûdah berpijak pada paradigma m aqâsid al-Sy arî` ah dan HAM Internasional. Cara kerjanya diawali dengan m aqâsid al-Sy arî` ah dan disinergikan dengan HAM. Sedangkan metode/ pendekatan yang lain, seperti teori naskh Mahmüd M. Taha hanyalah menggunakan m aqâsid al-Syarî` ah saja dalam kerangka model ”religious utilitarianism ”, atau menggunakan pendekatan liberal saja, misalnya hermeneutika, atau HAM Internasional, seperti Nazariy y at al-Hudûd (Teori Batas) Muhammad Syahrûr, dan Teori the Double Movem ent (Gerak Ganda) Fazlur Rahman, dalam kerangka model ”religious liberalism e”.


(11)

xi

ا

ﺪ أ

ا

ﺪ ﺪ

:

ﻹا

مﺎﻜ ﻷ

ﺮﻜ ا

ﻄ و

ﺮ ا

ﺬه

و

د

ا

دﺎﻬ

ا

ﻮه

ةدﻮ

ا

ا

نأ

ﺮ ﺎ ا

يرﺎ

ا

نﺎ

ا

قﻮ و

ﺔ ﺮ ا

ﺪ ﺎ

وﺪ

.

ةدﺮ ا

ا

ﺪ ﺪ

ةﺪ ﺪ

ﺔﻬ و

ه

ةدﻮ

ا

ا

.

ه

ةدﻮ

ا

ا

ا

ﺔﻬ و

ةﺪ

ةﺮ ﺎ ا

.

ﺔ اﻮ

ا

لﻮ أ

ةدﺮ ا

ا

ن

ﺔﻬ ﻮ ا

،

ﺎ ﻮ

ا

ﺔ ا

،

ا

ﺪ ﺪ

ﻰ إ

د

.

ﺪ ﺪ

و

ﻮه

ﺪ ﺪ ا

اﺬه

يﺬ ا

دﺎﻬ ا

ةدﻮ

ا

ا

ﺮ ﺎ ا

.

ﺎ ﻬ ﺎ

زﺮ

ﺔ ﺎ ا

نﺎ

ا

قﻮ و

ﺔ ﺮ ا

ﺪ ﺎ

ةدﻮ

ا

ا

ﺔ ﺎ

ﺎ أ

دﺎﻬ

ا

ةدﻮ

ا

ةﺮ

.

ﺔﻬ ا

ﺪ أ

ةدﻮ

ا

ا

ﺔ ﺮ ا

ﺪ ﺎ

مﺪ

نﺎ

ا

قﻮ

ه

ىﺮ أ

ﺔﻬ

و

؛ﺔ ﻮ ا

.

ﺎ ﻬ

ا

أ

قﻮ و

ﺔ ﺮ ا

ﺪ ﺎ

ﺔ دﺎ

ا

ﻮه

نﺎ

ا

.

ﺎﻬ

ﺔ ﺪ ا

وأ

ﺔ ﻬ ﺎ

أ

ﺔ ﺮ ا

ﺪ ﺎ

ﺪﻬ

ا

ﺎﻬ

"

ﻮ ا

"

)

ناءﺮ ا

(

,

ﺎآ

جﺎ

ﺔ ﺮ و

ا

.

ا

ﺪ ﺎ

ﺔ ﺪ

ﺔ ﺎ ا

ﺔ ﺮ

دﺮ ا

.

ﺔ ﺎ

أ

نﺎ

ا

قﻮ

ﺎ أ

،

ﺔ ﺎ

ا

ﺔ ﺮ و

جﺎ

يأ

.

دﺮ ا

نﺎ ا

قﻮ

ﺔ ﺎ ا

ﺔ ﺪ

.

ا

نزاﻮ ا

ﺮ ا

ﻰ و

.

ﺎﻬ

ﻰ إ

ﻮ ﺪ

ﺎ ﻮ ا

ةدﻮ

ا

ا

دﺎﻬ

ا

ﺮ ﺎ ا

.

ﺔ وﺮ ا

ﺎﻬ

و

،

ﺔ ﺎ

وأ

ﺎآ

ةدﺎ

:

ا

لاﻮ ا

ﺔ دوﺪ او

.

ﻬ ا

ﺬه

ﺎﻬ

ا

ﺎ ا

:

ﺔ ﺰ ا

ةﺎآﺰ ا

لﺎ دإ

،

ﺔ ارﺰ ا

ةﺎآزو

ا

ﺎ هﺮآﺬ

ا

ﺔآﺮ ا

لاﻮ أ

ةﺎآزو

،

حﺎﻜ ا

و

ا

هأ

ﺔ ارﻮ او

،

ا

ﺎ و

ﺎﻜ ﻮآﺮ او

روﺮ او

رﻮﻜ

ا

لﺎ ا

ﺔ ﺮ

ﺔ ﺮ ﺎ

.

ﺮ ا

ﺬﻬ

ا

و

ﻜ ا

ﺔ ارﺪ

و

ﺔ ارد

ا

ا

و ا

نﺎ ز

ءﺎ

.

ﺔ ارﺪ ا

ﺬه

ا

،

ﺮهو

ﺎﻜ ﻮ

.

ةدﻮ

ا

ا

ﺎ أو

تﺎ ﺮ ا

ﺔ رﺄ

:

(”open tecture”)

او

ا

ﺪ ﺪ و

,

عﻮ ﻮ و

(View ig’s Topic)

,

و

ﺔ ﻮ

م

ا

.

ﺮ ا

ﺬه

ﺔ ﺮ او

و

ﺮ او

و

ﺔ ﻮ

ا

ا

ه

ىﺮ ا

:

ا

ﻰ و ا

ﺎﻬ

ا

ه

ا

ةدﻮ

ا

د

ا

ﺮ ﺎ ا

.

ﺎ أو

ىﺮ ا

ﺔ وﺮ ا

ا

مﺪ

نﺎ

ا

قﻮ و

ﺔ ﺮ ا

ﺪ ﺎ

ا

مﺎ

و

ا

ةﺮﻜ

.

ﺔ ﺮ او

قﻮ و

ﺔ ﺮ ا

ﺪ ﺎ

ةﺮ

ﺎآ

ﺮ ا

ﻬ او

ةدﻮ

ا

ا

ﺔ ﺎ ا

نﺎ

ا

.

و

ﺔ ﺮ ا

ﺪ ﺎ

لوﺄ

ﺎﻬ

و

نﺎ

ا

قﻮ

ﺪ ﻮ

.

ىﺮ ا

هﺎ ا

ﺎ أو

ﺔ ﺮ ا

ﺪ ﺎ

"

ﺔ ﺪ ا

"

(”religious utilitarianism ”)

،

ﺔ ا

ةﺮ وأ

ﺔ ﺮ ا

،

"

ﺔ ﺪ ا

ﺔ ا

"

(”religious liberalism ”)

ﺔ ﺎ ا

نﺎ ا

قﻮ

وأ

ﺎﻜ ﻮ ﺮﻬآ

.


(12)

xii

Ah m ad Ali

The Re fo rm ulatio n o f a l-M a s la ha h: It’s Re le van ce an d Im ple m e n tatio n in Expan d o f Co n tem po rary Islam ic Law Tho ugh t

This research proves that method of al-Maslahah al-Maqsûdah is a method of contemporary alternative ijtihâd (m anhaj al-ijtihâd al-m u` âsir), because of it’s relevance to m aqâsid al-Sy arî` ah and Human Rights.

al-Maslahah al-Maqsûdah is new form (w ajhun jadîd) of reformulation of conventional al-m aslahah. al-Maslahah al-Maqsûdah is a model of post-contemporary al-m aslahah.

The new formula is contructed because of the model of conventional al-m aslahah is not acurates, particularly on classification of al-al-m aslahah al-al-m ulghah (discredited m aslahah). So, It needs to reformulate. This reformulation is a new contruction of al-m aslahah that I call it al-Maslahah al-Maqsûdah as a method of contemporary alternative ijtihâd (m anhaj al-ijtihâd al-ifdâlî al-m u` âsir).

The relevance of al-Maslahah al-Maqsûdah with m aqâsid al-Sy arî` ah and Human Rights form is in the form of usage of m aqâsid al-Sy arî` ah and Human Rights as paradigm of al-Maslahah al-Maqsûdah in ijtihâd (formulating law). At one side, al-Maslahah al-Maqsûdah emphasizes m aqâsid al-Sy arî` ah which has been formulated broaderly. And the other side, Maslahah al-Maqsûdah relates to Human Rights. The relation of both, m aqâsid al-Sy arî` ah and Human Rights, is very tightly and sinergic/ integral. Maqâsid al-Sy arî` ah is more teocentris nuance, moral-transcendental (ilâhiy y ah), because it’s formulation from the ”revelation” (al-Qur’ân), or by m ujtahid. So, it is more guaranteed than personal interest (rights). While human rights is more anthropocentric nuance, humanity reality, where individual rights are more crucial than common rights. By placing m aqâsid al-Sy arî` ah as spirit of law, and human rights as reality, the balance between individual rightses and public rightses becomes more guaranted.

By placing m aqâsid al-Sy arî` ah as a spirit of religion law, and Human Rights as a international consensus reality, which have humanity nuance, the balance of individual rightses and publics rightses will intertwin and more well guaranted.

The implementation of al-Maslahah al-Maqsûdah in replying various problems of contemporary laws strengthens it’s majoring as method of contemporary alternative ijtihâd. Implementation of al-Maslahah al-Maqsûdah includes or covers all law areas: ` ibâdah (good of religious service), and also m u` âm alah (human relations), covering crime and civil. Problems of law which pared by method of al-Maslahah al-Maqsûdah, are like problem of zakâh (alms-tax, legal alms) including the (alms-tax, problem of zakâh of plantation and company; problem of marital and heir of different religion; hand cut off crime penaltie to corruption criminal, dead penalties to crimes of terrorism and narcotic.

The conclusion of this researches is constructed through many refferences studying on al-m aslahah, either by moslem scholar of classical, Middle Ages and


(13)

xiii

also contemporary. That is studied critically. This study applies approachs of philosophy, expecially Islamic law philosophy, hermeneutic, and content analysis. An the formula of al-Maslahah al-Maqsûdah is made by using 4 ( four) theories: ”open texture”, reconstruction of concept of qat` î-zannî (definite and probable), the topics of Vieweg, and reactualisation or revitalisation of Islamic teaching.

This Research (Thesis) makes an new formula (formulation). It is al-Maslahah al-Maqsûdah as method of contemporary alternative ijtihâd that different with other alternative method or theory. We know that some other researchs wich concer of m aslahah them es doesn’t offer the formulation of al-m aslahah in systematic and comprehensive form, that combines m aqâsid al-Sy arî` ah and Human Rights.

So, the difference between method of al-Maslahah al-Maqsûdah with other method is in this paradigm (reference), the aplied and the mode of action paradigm. Maslahah Maqsûdah treads on two paradigms: m aqâsid al-Sy arî` ah and Internasional Human Rights. The mode of action is started with m aqâsid al-Sy arî` ah and relatied with Human Rights, while another methods or approachs are only using m aqâsid al-Sy arî` ah, like Taha’s abrogation theory. It is just in framework of ”religious utilitarianism” model, or applying of liberally approach of ”religious liberallism” model only, like hermeneutic, or using Human Rights theory, like Lim it Theory of Syahrûr, and Double Movem ent of Rahman.


(14)

xiv

KATA PEN GAN TAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah s.w.t., yang berkat karunia dan rahmat-Nya, penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam, semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang telah mengajarkan penghormatan hak-hak asasi manusia (HAM).

”Kemaslahatan” merupakan sesuatu yang dicita-citakan semua orang. Pembahasan ini menjadi penting artinya bagi realisasi cita-cita ini, dari tataran teoritis, hingga praktisnya. Pilihan tema ini didorong oleh keinginan untuk terus-menerus mengembangkan pengkajian pemikiran Islam, terutama bidang hukum, agar dapat relevan, reasonable dan applicable dengan zaman kontemporer, dan memberikan kontribusi yang besar, baik teoritis maupun praksisnya, bagi kemajuan dunia, khususnya, bidang hukum.

Selesainya studi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu, sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada pembimbing tesis ini, sekaligus sebagai penguji dalam sidang ujian Tesis ini, Prof. Dr. Amir Syarifuddin, yang dengan sungguh-sungguh telah memberikan bimbingan dan menyatakan puas dengan sidang ujian tersebut, dan menilai karya ini sebagai karya yang berkualitas. Kepada para penguji: Dr. H. Muhammad Masyhoeri Naim, Dr. (Phil) Asep Saepudin J ahar, M.A, dan Prof. Dr. Suwito, M.A., yang telah memberikan masukan yang berharga. Para pejabat di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah J akarta: Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor, maupun ketika menjabat sebagai Direktur SPs., dan Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., Direktur SPs., maupun ketika menjabat sebagai Rektor; beserta segenap pembantu/ asdir/ deputinya, yang semuanya telah dan sedang menjalankan tugas untuk memajukan almamater ini.Para Dosen di almamaterku


(15)

xv

tercinta, terkhusus, perlu penulis sebut kembali, Dr. Asep Saepudin J ahar, M.A., yang mendorong agar penulis konsen pada pemikiran hukum Islam. Kepala dan staf Perpustakaan SPs., Bpk. Suali, dan Syukron, yang telah memberikan pelayanan yang baik untuk studi kepustakaan, serta segenap pegawai UIN, tempat penulis studi, dalam semua levelnya, tanpa terkecuali yang telah bekerja dalam menjalankan tugas, dan ikut serta memajukan almamater ini.

Selain itu, tentu saja harus dan selayaknya penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang berperan penting dalam mendukung selesainya studi ini. Di antaranya: Drs. Saidun Derani, M.A. (Abang Angkat), yang telah banyak meminjamkan literatur perpustakaannya, dan teman diskusi dalam berbagai persoalan; dr. Saharawati Mahmouddin, Sp.P., FCCP. (Tante Angkat), dan Drs. Hasbi Hasan, M.H. (Abang Angkat), yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materiil, serta Drs. Edi Riyadi, M.H. (Paman Angkat). Semoga keempatnya diberikan kesehatan, dan kemudahan, dapat segera menyelesaikan studi S3nya di almamater yang sama. Ibu Dra. Lily Zakiyah Munir, MA. (antropolog dan aktivis HAM), Direktur Center for Pesantren and Democracy Studies (CePDeS) yang darinya banyak penulis dapatkan literatur berbahasa Inggris, dan tempat penulis banyak menuangkan ide, terkait dengan m aqâsid al-Sy arî` ah dan HAM. Ucapan terima kasih patut penulis sampaikan kepada Bpk. Letjen (Purn.) Dr. (HC) Moerdiono, mantan Sekneg., dan KH. Salahuddin Wahid (Gus Salah), pengasuh Pesantren Tebuireng J ombang, yang telah memberikan bantuan di awal-awal studi penulis. Tak tertinggal pula untuk Mas Marno, dan Mbak Sri, di Ciganjur, tempat pertama penulis memulai hidup di J akarta. Kawan-kawan, tanpa terkecuali, di P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat), J akarta, tempat penulis belajar banyak menuangkan tulisan dan mencari ”m a` îsyah”; maupun di tempat-tempat living cost/kontrakan, Ciputat: Firdaus, Cak Kholiq, Romi, Mas Arif, Rifqi, Masykur, dan teman-teman kuliah: Arip Purkon dan Silahuddin; sahabat dari almamater IKAHA, Iswahyudi, M.A., dan Taryono. Ucapan terima kasih patut penulis sampaikan kepada KH. Masdar F. Mas’udi, dan Prof. Dr. Masykuri Abdillah, keduanya yang telah


(16)

xvi

memberikan surat rekomendasi pada penulis masuk di SPs ini. Terkhusus untuk adinda Elkhairati, S.HI., M.A. yang telah memberikan supports, ”menemani” dan ”mengisi” perjalanan hidup penulis, dalam suka dan duka.

Last but not least, dukungan dari saudara-saudara sekandung saya di Lampung: Mas Yasir, Dik Fatimah, dan Dik Khomsun; dan semua keluarga di Lampung/ Sumatera, J akarta, dan J awa, kepada mereka semua, ucapan terima kasih penulis sampaikan. Ini pula kesempatan bagi penulis untuk mengenang jasa-jasa para guru, baik di lembaga pendidikan formal, maupun nonformal, yang telah bersaham dalam membentuk kepribadian ilmiah penulis. Salam dan do’a penulis untuk KH. Dzulqurnain (Pengasuh Pesantren Liraf, Sumberagung, Tanggamus), Zamzurie, SH. (almarhum) dan Ir. Bambang Eko Prayitno, (yang pertama pembina, dan yang kedua ketika menjadi Kepala Sekolah, maupun guru Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Bimasakti, Lampung), KH. Imam Sukhrowardi (pengasuh Asrama Perguruan Islam Salafiyah [APIS], Blitar), Pak Abu J alal, Pak Rafiq Faizin, dan Pak Hasyim J alal (guru-guru APIS), KH. Drs. Musta’in Syafi’i, M. Ag., dan Drs. H. Hamim Supaat, M.Hi. (Dosen IKAHA Tebuireng J ombang), RH. Riyan Iskandar (Pimpinan Padepokan Welas Asih, Parung Bogor), dan lain-lain. Di atas itu semua, tentu saja, dukungan moril dan doa orang tua, Ayahanda Kyai Muhammad Muslim Daroini, dan Ibunda Natijah, jauh di sebuah pedesaan, Datarajan Ulu Belu Tanggamus, Lampung. Keduanya telah memberikan kebebasan untuk studi dan menjalani kehidupan ini, jarang bersama penulis, merupakan nilai yang amat berharga bagi pribadi penulis. Untuk itulah, sepatutnya penulis berkewajiban membalas jasa besar keduanya. Semoga kesehatan, rahmat, taufiq, dan hidayah Allah s.w.t., kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, tercurah kepada keduanya. Amin.

Semoga, karya akademik ini, menjadi bermanfaat, terutama bagi diri penulis, dan bagi semua pihak, serta dapat dikembangkan lebih lanjut. Saran dan kritik konstruktif dengan terbuka diterima demi kesempurnaan karya ini, meskipun tentu saja ”tiada gading yang tak retak”.


(17)

xvii

Ciputat: Rabu, 18 Maulid 1429 H./ 26 Maret 20 0 8 M. Penulis,


(18)

xviii

D AFTAR ISI

JU D U L...i

PERN YATAAN KEASLIAN...ii

PERSETUJU AN PEMBIMBIN G...iii

PEN GESAH AN………...iv

MOTTO...v

PERSEMBAH AN...vi

PED OMAN TRAN SLITERASI...vii

ABSTRAK………...ix

KATA PEN GAN TAR………...xiv

D AFTAR ISI………...xvii

D AFTAR SIN GKATAN...xxi

D AFTAR SKEMA DAN TABEL...xxii

D AFTAR LAMPIRAN...xxiii

BAB I PEN D AH U LU AN A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Permasalahan………...12

C. Tujuan Penelitian…….………...13

D. Signifikansi Penelitian.………...13

E. Kajian Pustaka………...14


(19)

xix

G. Metodologi Penelitian………... 22 H. Sistematika Penulisan………...28

BAB II REFORMU LASI AL-M ASLAH AH DALAM KON TEKS

D IN AMIKA PERKEMBAN GAN PEMIKIRAN H U KU M ISLAM

A. Dinamika Perkembangan Pemikiran Hukum Islam Kontemporer...30 1. Model Utilitarianisme Religius………... 32 2. Model Liberalisme Religius………...35 B. al-Maslahah al-Maqsûdah: Model Reformulasi al-Maslahah

1. Perkembangan Konsep al-Maslahah

a. Konsep al-Maslahah Klasik... 43 b. Konsep al-Maslahah Kontemporer...71 2. al-Maslahah al-Maqsûdah Sebagai Metode Ijtihâd Alternatif

a. Kerangka Reformulasi al-Maslahah...89 b. Definisi al-Maslahah al-Maqsûdah…………..………10 1 c. Kerangka Operasional...10 3

BAB III RELEVAN SI AL-M ASLAH AH AL-M AQSÛ D AH D EN GAN

M AQÂSID AL-SY AR Î` AH DAN H AK ASASI MAN USIA

A. Relevansi al-Maslahah al-Maqsûdah dengan Maqâsid al-Syarî` ah 1. Maqâsid al-Sy arî` ah dan Pengembangan Pengertian... 113


(20)

xx

2. Maqâsid al-Sy arî` ah Sebagai Paradigma al-Maslahah

al-Maqsûdah...124

B. Relevansi al-Maslahah al-Maqsûdah dengan Hak Asasi Manusia 1. Hak Asasi Manusia...126

a. Makna, Sejarah dan Kategorisasi HAM Internasional...126

b. Makna, Prinsip-prinsip dan Deklarasi HAM Islam...134

c. Respons Kaum Muslim terhadap HAM Internasional...143

d. Sekilas Komparasi HAM Internasional dan HAM Islam...145

2. Hak Asasi Manusia Sebagai Paradigma al-Maslahah al-Maqsûdah...148

BAB IV IMPLEMEN TASI AL-M ASLAH AH AL-M AQSÛD AH D ALAM MEN GH ADAPI MASALAH -MASALAH H UKUM KON TEMPORER A. Bidang Hukum Ibadah 1. Zakat Include dalam Pajak...15o 2. Zakat Hasil Perkebunan...158

3. Zakat Perusahaan... 162

B. Bidang Hukum Perdata 1. Perkawinan Beda Agama...170

2. Waris Beda Agama...184 C. Bidang Hukum Pidana


(21)

xxi

1. Eksekusi Potong Tangan bagi Tindak Pidana Korupsi... 192

2. Esksekusi Mati bagi Tindak Pidana Terorisme... 201

3. Esksekusi Mati bagi Tindak Pidana Narkotika...20 6 BAB V PEN UTUP A. Kesimpulan………...214

B. Implikasi…..………...…….217

C. Rekomendasi………...217

D AFTAR PU STAKA………..……….………...218

Lam piran -Lam piran……….229


(22)

xxii

D AFTAR SIN GKATAN

a.l. : antara lain

CDHRI : The Cairo Declaration on Human Rights in Islâm dsb. : dan sebagainya

DUHAM : Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

Ed. : editor

Ekosob : Ekonomi, Sosial, dan Budaya

H. : Hijriah

HAM : Hak Asasi Manusia HR. : Hadis Riwayat

ICCRP : International Covenant on Civil and Political Rights

ICESCR : International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana

M. : Masehi

MA RI. : Mahkamah Agung Republik Indonesia

MM : al-Maslahah al-Maqsûdah

MUI : Majelis Ulama Indonesia

No. : Nomor

NU : Nahdhatul Ulama

OKI : Organisasi Konferensi Islam PBA. : Perkawinan Beda Agama PBB : Perserikatan Bangsa-bangsa PKP : Penghasilan Kena Pajak Pph. : Pajak penghasilan

PTKP : Penghasilan Tidak Kena Pajak

QS. : Qur’ân Surat

RI. : Republik Indonesia

RUU : Rancangan Undang-undang s.a.w. : Sallallâhu ` alalih wasallam s.w.t. : Subhânahu Wata` âlâ Sipol : Sipil dan politik

TK/ o : Tidak kena pajak/ orang Ttp. : Tanpa tempat penerbit

Tp. : Tanpa Penerbit

tt. : tanpa tahun

UDHR : Universal Declaration of Human Rights


(23)

xxiii

Vol. : Volume

w. : wafat

WBA : Waris Beda Agama WTC : World Trade Center


(24)

xxiv

D AFTAR SKEMA DAN TABEL

I. Skema

Skema 1: Kedudukan Maslahah dalam Usûl al-Fiqh Konvensional... Skema 2: Sistematika/ Struktur al-Maslahah al-Maqsûdah sebagai Metode

Ijtihâd Alternatif Kontemporer... Skema 3: Cara Kerja al-Maslahah al-Maqsûdah... II. Tabel

Tabel 1: Perbandingan Model Maslahah Klasik... Tabel 2: Perbandingan Model Maslahah Kontemporer... Tabel 3: Perbandingan HAM Islam dan HAM Internasional...


(25)

xxv

D AFTAR LAMPIRAN

Lam piran 1

Universal Declaration of Human Rights (UDHR) Lam piran 2

The Cairo Declaration on Human Rights in Islam (CDHRI) Lam piran 3

Berita Acara Ujian Tesis Lam piran 4


(26)

xxvi

BAB I PEN D AH U LU AN

A. Latar Be lakan g Mas alah

Pembaruan hukum Islam1 telah berlangsung di Indonesia. Pembaruan itu terlihat dari beberapa keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI.) yang banyak didasarkan pada m aslahah m ulghah.2 Dalam konteks pembaruan hukum Islam tersebut, khususnya dalam kaitannya dengan masalah kemaslahatan yang banyak terkait dengan kepentingan umum (m aslahah al-` âm m ah), menurut Abdul Manan (Hakim Agung MA RI.), dalam penelitian Disertasinya,3 metode al-m aslahah selayaknya digunakan tanpa membedakan antara m aslahah m u` tabarah, m aslahah m ursalah,4 maupun m aslahah m ulghah, dalam rangka mewujudkan m aqâsid al-Sy arî` ah bagi warga negara.5

1 Hukum Islam yang dimaksud adalah produk pemikiran hukum Islam, yang meliputi fiqh”, jurisprudensi, fatwa, kompilasi, dan perundang-undangan.

2Maslahah m ulghah adalah salah satu dari 3 (tiga) kategorisasi m aslahah--secara bahasa berarti manfaat atau kepentingan (m anfa` ah, interests)-- dalam usul al-fiqh konvensional, yaitu

m aslahah m u` tabarah (m aslahah yang diungkapkan secara langsung baik dalam al-Qur’ân maupun dalam hadîts), m aslahah m ulghah (m aslahah yang bertentangan dengan ketentuan yang termaktub dalam kedua sumber hukum tersebut), dan m aslahah m ursalah (m aslahah yang tidak ditetapkan oleh kedua sumber hukum tersebut dan tidak pula bertentangan dengan keduanya). J umhur ulama sepakat menggunakan m aslahah m u` tabarah, tetapi mereka juga sepakat dalam menolak m aslahah m ulghah. Sedangkan m aslahah m ursalah sebagai metode dalam berijtihad tetap menjadi kontroversi (polemik) di kalangan ulama. Lihat Najm al-Dîn Abî al-Rabî` Sulaimân bin ` Abd al-Qawî bin ` Abd al-Karîm ibn Sa` îd al-Tûfî, Sy arh Mukhtasar al-Raudah (Beirut: Mu’assasat al-Risâlah, 1990 ), J uz III, h. 20 4-217, Amir Syarifuddin, Usûl al-Fiqh (J akarta: Logos, 20 0 5), J ilid 2, h. 332, juga Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (J akarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 141-143.

3 Disertasi S3 pada Program Doktor Ilmu Hukum di Program Pascasarjana (PPs.) Universitas Sumatera Utara Medan, 20 0 4.

4Maslahah m ursalah, dalam pengertian sebagai tujuan, adalah kemaslahatan yang tidak ada petunjuk dari nass maupun ijm â’ yang mengakuinya (i` itibâr) maupun mengabaikannya

(ilghâ’), seperti kodifikasi m ushaf, dan pembuatan lembaga-lembaga ilmu dan sebagainya. Lihat Muhammad ` Abd Allâh Darrâz dalam al-Syâtibî, al-Muw âfaqât, J uz II, h. 27.

5 Lihat Abdul Manan, Reform asi Hukum Islam di Indonesia (J akarta: Rajawali Press, 20 0 6), h. 336-340 .


(27)

xxvii

al-Maslahah (ﺔ ا)6 atau al-istislâh ( ح ا) itu merupakan salah satu konsep dalam usûl al-fiqh7 yang mengalami dinamika polemik di kalangan Usûliy y în (ulama usûl al-fiqh). al-Maslahah atau al-istislâh lebih lanjut dapat dilihat dari dua sisi: sebagai metode penggalian hukum (m anhaj al-ijtihâd),8 dan tujuan atau alasan hukum (m aqâsid al-Sy arî` ah au ` illat al-hukm , وأﺔ ﺮ اﺪ ﺎ

ﻜ اﺔ ). Sebagai metode ijtihâd, ia telah berperan sangat penting dalam menjadikan hukum Islam bersifat fleksibel dan dinamis. Ijtihâd yang menggunakan m aslahah disebut al-ijtihâd al-istislâhî ( ادﺎ ﻬ ا).9 Sungguhpun demikian, tetap saja kontroversi. Pada mulanya, menurut

6 al-Maslahah sendiri sebagai sebuah konsep dalam epistemologi usûl al-fiqh, telah mengalami perkembangan. Ia telah dirumuskan oleh para ulama/ intelektual klasik dan didukung atau dikembangkan oleh para pemikir modern. Para ulama klasik misalnya, Imâm Mâlik, al-J uwainî, al-Ghazâlî, Fakhr al-Dîn al-Râzî, al-Qarâfî, al-Tûfî, dan al-Syâtibî. Konsep m aslahah

mereka telah memberikan pengaruh terhadap sejumlah pemikir kontemporer. Di antara pemikir kontemporer adalah Subhî Mahmâsânî (Libanon), ` Allâl al-Fâsî (Maroko), Mahmûd Muhammad Taha (Sudan), Muhammad al-Tâhir ibn ` Âsyûr (Tunisia), ` Abd al-Wahhâb Khallâf (Mesir), dan Sa` îd Ramadân al-Bûtî (Syiria). Dalam penelitian Felicitas Opwis (dari Yale University, Departement of Near Eastern Languages and Civilizations, New Haven), Mahmâsânî, al-Fâsî, dan Taha merupakan pendukung konsep m aslahahnya al-Syâtibî. Sedangkan Khallâf dan al-Bûtî merupakan pendukung konsep m aslahahnya al-Ghazâlî/ al-Râzî --konsep yang lebih terbatas

(restrictive) dibandingkan dengan konsep al-m aslahahnya al-Syâtibî. Lihat Facilitas Opwis, ”Maslahah in Contemporary Islamic Legal Theory”, dalam Islam ic Law and Society 12, 2, Leiden, (20 0 5), h. 20 1 dst.

7Usûl al-Fiqh= teori hukum Islam. Yakni penyimpulan dengan metode induksi (istiqrâ’) hal-hal (prinsip-prinsip) yang universal dari dalil-dalil (Sy arî` ah) dengan cara sedemikian rupa hingga mereka menjadi pedoman bagi mujtahid. Lihat Abû Ishâq Syâtibî Ibrâhim bin Mûsâ al-Lakhamî al-Gharnatî al-Mâlikî, al-I` tisâm, Maktab Buhûts wa Dirâsah, ed. (Beirut: Dâr al-Fikr, 20 0 3), J uz 1, h. 22. Lihat juga al-Syâtibî, al-Muw âfaqât fî Usûl al-Sy arî` ah, ` Abd Allâh Darrâz, ed. (Beirût: Dâr al-Kutub al-` Ilmiyyah, 20 0 3), J uz II, h. 29-31. Definisi lainnya, yang serupa, Usûl al-Fiqh adalah prinsip-prinsip yang dipergunakan oleh m ujtahid untuk menarik hukum-hukum Sy arî` ah yang bersifat praktis dari dalil-dalilnya yang spesifik. Lihat misalnya, Imran Ahsan Khan Nyazee, Theories of Islam ic Law : The Methodology of Ijtihâd, (Islamabad: Islamic Research Institute, t.t.), h. 29.

8 Ijtihâd menurut bahasa berarti ”pengerahan kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit”. Atas dasar ini maka tidak tepat jika kata ”ijtihâd” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ ringan. Pengertian ijtihâd menurut bahasa ini relevan dengan pengertian

ijtihâd menurut terminologi, di mana untuk melakukannya diperlukan beberapa persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu dilakukan oleh setiap orang. Ijtihâd, menurut terminologi

fuqahâ’, adalah pengerahan segenap kesanggupan dalam melakukan pengkajian terhadap sesuatu yang terpuji, disertai daya kekuatan (badzl al-m ajhûd w a istifrâ` al-w us` fî fi` l sy ai` fîhî kulfah w a juhd). Tentang ijtihâd lihat misalnya Fakhr al-Dîn al-Râzî, al-Mahsûl fî ` Ilm al-Usûl, Tâhâ J âbir al-` Alwânî, ed. (Beirut: Mu’assasat al-Risâlah, 1992), J uz VI, h. 6 dst. Hasan Hanafî, Min al-Nass ilâ al-W âqi` (Kairo: Markaz al-Kitâb li al-Nasyr, 20 0 5), J ilid II, h. 444 dst., Muhammad Hâsyim Kamâlî, Principles of Islam ic Jurisprudence, reprint (Cambridge: Islamic Texts Society, 1991), h. 366 dst.


(28)

xxviii

Muhammad Khâlid Mas` ûd, m aslahah merupakan metode umum pengambilan keputusan hukum (ijtihâd) oleh para yuris dan karenanya merupakan prinsip yang bebas,10 tetapi kemudian, dalam disiplin usûl al-fiqh konvensional, dipersempit aplikasinya hanya pada m aslahah m ursalah saja. Sedangkan sebagai tujuan atau ilat hukum, m aslahah hanya dibatasi (dipersempit) aplikasinya pada m aslahah m u` tabarah dan m aslahah m ursalah saja.11 Bahkan, seringkali m aslahah digunakan dalam pengertian yang terbatas (m u` tabarah) dan direduksi sebatas m aslahah darûriy y ah (maslahat yang bersifat keniscayaan, em ergency).12 Tentu saja, penyempitan ini menimbulkan implikasi penafsiran atau penetapan hukum yang mendalam, karena sesuatu yang dikategorikan sebagai m aslahah m ulghah maka tidak boleh digunakan untuk landasan hukum (dalil, hujjah). Padahal dari segi substansinya ada yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam atau tujuan-tujuan Sy arî` ah (m aqâsid

10 Muhammad Khâlid Mas` ûd, Islam ic Legal Philosophy : a Study of Abû Ishâq

al-Sy âtibî’s Life and Thought, (Delhi: International Islamic Publishers, 1989), h. 160 .

11 Pembatasan (penyempitan) m aslahah tersebut, ”secara ketat” pada m aslahah

m u` tabarah dilakukan oleh pengikut Syâfi` î dan sejumlah m utakallim ûn: bahwa m aslahah dapat diterima hanya ketika memiliki basis tekstual (asl) yang spesifik. Sedangkan penyempitan

m aslahah ”secara lebih longgar sedikit” dibandingkan kelompok pertama, dilakukan oleh imam Syâfi` î dan mayoritas pengikut Hanafî. Bagi kelompok ini, m aslahah masih dapat diterima sepanjang ia masih serupa dengan m aslahah yang secara anonim diterima (sy abîhah bi al-m asâlih al-al-m u` tabarah) atau yang secara tekstual telah mapan. Adapun Imam Mâlik, pendiri mazhab Mâlikî, menggunakan m aslahah m ursalah ”secara paling longgar” (mutlak, tanpa persyaratan tersebut). Artinya tanpa pertimbangan apa pun mengenai kondisi keserupaan atau apakah ia sejalan dengan nass-nass ataukah tidak, namun pertimbangannya adalah lebih bersifat

reasonable (ra` y ; m a` qûliy y ah). Lihat al-J uwainî, al-Burhân, h. 161-162; al-Syâtibî, al-I` tisâm, 351- 368. J uga Masud, Islam ic Legal Philosophy, h. 150 -151. Namun, m aslahah m ursalah dalam mazhab Mâlik kemudian diberi persyaratan, misalnya, oleh al-Syâtibî, di samping reasonable juga

relevan (m unâsib) dengan kasus hukum yang ditetapkan, serta bertujuan memelihara sesuatu yang darûrî dan menghilangkan kesulitan (raf` al-haraj). Lihat al-Syâtibî, al-I` tisâm, J uz II, h. 93-94.

J adi, dalam usul al-fiqh konvensional terdapat 3 (tiga) kategorisasi m aslahah yaitu

m aslahah m u` tabarah, m aslahah m ulghah, dan m aslahah m ursalah. J umhur ulama sepakat menggunakan m aslahah m u` tabarah, tetapi mereka juga sepakat dalam menolak m aslahah m ulghah. Sedangkan m aslahah m ursalah sebagai metode dalam berijtihad tetap menjadi kontroversi (polemik) di kalangan ulama, sebagaimana telah disinggung di atas. Lihat al-Tûfî,

Sy arh Mukhtasar al-Raudah, J uz III, h. 20 4-217, Syarifuddin, Usûl al-Fiqh, J ilid II, h. 332, juga Djamil, Filsafat Hukum Islam, h. 141-143.

12 Muhammad Muslih al-Dîn, Philoshopy of Islam ic Law and The Orientalist (A


(29)

xxix

Sy arî` ah), seperti keadilan (al-` adâlah, justice), kesetaraan (al-m usâw ah, equality ), dan kebebasan (al-hurriy y ah, freedom ).13

Dengan demikian, dalam literatur Usûl al-Fiqh konvensional, baik konsep Ghazâlî (450 -50 5 H./ 10 58-1111 M.), Râzî (544-60 6 H./ 1149-1210 M.), al-Qarâfî (w. 684 H.), al-Tûfî (w. 716 H./ 1316 M.), maupun al-Syâtibî (w. 790 H./ 1388 M.), misalnya, belum ada formulasi ulang yang utuh dan sistematis terhadap m aslahah m ulghah. Meskipun konsep al-Tûfî dianggap oleh banyak pemikir kontemporer, seperti Muhammad Mustafâ Syâlabî, Muhammad Abû Zahrah, Khallâf, Mustafâ Zaid, dan al-Bûtî,14 lebih maju dalam hal: m aslahah lebih diutamakan ketika berbenturan dengan nass dalam persoalan m u` âm alah, tidak dalam persoalan ` ibâdah dan hudûd (hukuman yang telah ada ketentuan sy ar` înya)15 atau m uqaddarât (ketentuan-ketentuan mengenai ukuran yang berdasarkan syar` î),16 seperti persoalan pembagian harta warisan. Nass yang dimaksud al-Tûfî menurut mereka adalah nass yang bersifat qat` î (meyakinkan, pasti)17. Padahal, dalam penelitian Yûsuf al-Qarâdâwî,18 bahwa nass yang dimaksud itu, bukanlah nass yang bersifat qat` î, tetapi zannî (tidak meyakinkan, tidak pasti).

13 Contohnya adalah model pembagian waris setara antara laki-laki dan perempuan dikategorikan sebagai m aslahah m ulghah, sehingga tidak dibolehkan secara hukum Islam/fiqh. Padahal model pembagian seperti ini sesuai dengan prinsip kesetaraan (al-m usâw ah) dan keadilan (al-` adâlah), yang merupakan ciri-ciri ajaran Islam.

14 Muhammad Mustafâ Syâlabî dalam kitab Ta` lîl al-Ahkâm; Muhammad Abû Zahrah dalam kitab Mâlik, dan Ibn Hanbal; dan Usûl al-Fiqhnya; Syaikh Khallâf dalam Masâdir al-Tasy rî` fî Mâ Lâ Nass fîh; Mustafâ Zaid dalam Maslahah fî Tasy rî` Islâm î w a Najm al-Dîn al-Tûfî; serta al-Bûtî dalam Daw âbit al-Maslahah fî al-Sy arî` ah al-Islâm iy y ah. Demikian penelitian kritis yang dilakukan oleh Yûsûf al-Qarâdâwî. Lihat Yûsûf al-Qarâdâwî, Siy âsah al-Sy ar` iy y ah fî Da’ui Nusûs al-al-Sy arî` at w a Maqâsidihâ (Kairo: Maktabah Wahbah, 1998), h. 160 .

15 Hudûd jamak dari hadd: ` uqûbah m uqaddarah sy ar` an, hukuman kejahatan yang telah ditentukan oleh syara` . Hadd berbeda dengan ta` zîr, yaitu hukuman yang diputuskan berdasarkan atas pendapat qâdi (hakim).Lihat ` Abd al-Rahmân Dimasyqiyyah, Mausû` at Ahl al-Sunnah (Riyâd: Dâr al-Muslim, 1997), J uz 2, h. 954.

16 Lihat al-Tûfî, Sy arh al-Arba` în, dalam apendiks Mustafâ Zaid, al-Maslahah fî Tasy rî`

al-Islâm î w a Najm al-Dîn al-Tûfî (Kairo: Dâr al-Fikr al-` Arabî, 1954), h. 18. Lihat juga al-Zuhailî,

Usûl al-Fiqh al-Islâm î, h. 818.

17Qat` î adalah istilah lain dari m uhkam, yaitu nass yang jelas penunjukannya terhadap hukum, tidak dapat dinasakh, baik karena nass itu sendiri atau karena tidak ada nass lain yang menasakhnya. Lihat Syarifuddin, Usûl al-Fiqh, h. 12.


(30)

xxx

J adi, menurut Mas` ûd, konsep m aslahah yang mulanya merupakan metode umum pengambilan keputusan oleh para yuris (ijtihâd) dan karenanya merupakan prinsip yang bebas, akhirnya dibatasi oleh penentangnya melalui dua pertimbangan. Pertam a, adanya determinisme teologis yang cenderung mendefisikan m aslahah sebagai apa saja yang diperintahkan Tuhan. Kedua, adanya determinisme metodologis yang, dengan tujuan menghindari apa yang nampak sebagai kesemena-menaan metode, mencoba mendudukkan m aslahah kepada qiyâs dengan tujuan mengaitkannya dengan suatu landasan yang lebih pasti. Lanjut Mas` ûd, kedua pertimbangan ini tidaklah memadai. Alasan atau argumentasinya adalah, pertam a, untuk memutuskan bahwa sesuatu adalah m aslahah, bahkan mengatakan bahwa perintah-perintah Tuhan didasarkan pada m aslahah, suatu kriteria yang berada di luar perintah-perintah tersebut mutlak harus diterima. Inilah persisnya yang diingkari oleh determinisme teologis. Kedua, untuk bergerak lebih jauh kepada qiyâs, orang mesti mencari `illah, yang diingkari karena alasan-alasan teologis atau ditafsirkan sebagai ”ayat”. Implikasi-implikasi pandangan ini jelas sekali. Di satu pihak, ia bersikukuh bahwa perluasan aturan-aturan haruslah dalam satuan-satuan; setiap kesimpulan baru harus memiliki kaitan spesifik dalam Syarî` ah. Ia mengingkari perluasan hukum secara keseluruhan. Di lain pihak, ia menolak mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan sosial, karena ia bersikukuh pada penyimpulan hukum dari aturan-aturan spesifik Syarî` ah, bahkan tidak dari tujuan umum hukum (m aqâsid al-Syarî` ah).19

Kedudukan al-m aslahah dalam usûl al-fiqh konvensional tergambar dalam skema berikut.

al-Mu` tabarah m uttafaq ` alaih al-Maslahah al-Mulghah Implikasi m ardûd

al-Mursalah m ukhtakaf fîh Seringkali tidak selaras dengan prinsip-prinsip fundamental/ tujuan Sy arî` ah

(m aqâsid al-Sy arî` ah)/ HAM Islam, dan HAM Internasional

Skem a 1: al-Maslahah dalam Usûl al-Fiqh Konvensional


(31)

xxxi

Dengan demikian, studi usûl al-fiqh konvensional masih berputar-putar pada pendekatan doktriner-normatif-deduktif, dan bersifat sui-generis. Hal ini diakibatkan karena hukum Islam masih sangat didominasi dengan model penarikannya yang diderivasikan dari teks-teks wahyu saja (m in adillatihâ al-tafsîliy y ah; law in book), sedangkan realitas sosial empiris yang hidup dan berlaku di masyarakat (living law ) kurang mendapatkan perhatian yang memadai dan tempat yang proporsional dalam kerangka metodologi hukum Islam klasik tersebut. Pada intinya, ”keterkungkungan” pada pendekatan doktriner-normatif-deduktif, dan bersifat sui-generis dalam metode penemuan hukum Islam selama ini, disinyalir oleh banyak pihak, seperti ` Abd al-Hamîd Abû Sulaimân,20 Wael B. Hallaq,21 Akh. Minhaji,22 dan Luoy Safi,23 disebabkan karena miskinnya analisis sosial empiris (lack of em piricism).24

Hal tersebut dapat dilihat dari orientasi utama dalam kajian Usûl al-Fiqh, sebagaimana dikatakan oleh al-Tâhir ibn ` Âsyûr, ”Sungguh ruang terbesar persolan-persoalan usûl al-fiqh tidaklah berorientasi pada pelayanan hikmah syar` i dan tujuannya, tetapi berputar-putar orientasinya pada penarikan hukum-hukum dari lafal-lafal Sy âri` (istinbât al-ahkâm m in alfâz al-Sy âri` ), dengan melalui kaidah yang dapat digunakan oleh seorang yang mengetahui hukum-hukum tersebut dari penyimpangan cabang-cabang darinya atau dari sifat-sifat yang dapat ditarik darinya melalui prinsip qiyâs, yang dinamakan ` illah .”25

20 Pimpinan Research Board of the International Islamic University Malaysia. Kritiknya lihat ` Abd al-Hamîd A. Abû Sulaimân, Towards an Islamic Theory of International Relation: New Direction for Methodology and Thought, 2th Edition (Herdon: Virginia, IIIT), seperti dikutip dalam Mahsun Fuad, Hukum Islam di Indonesia: Dari Nalar Partisipatoris Hingga Em ansipatoris (Yogyakarta: LKiS, 20 0 5), h. 257-258.

21 Guru Besar Hukum Islam di McGill University. Kritiknya tersebut lihat dalam Wael B. Hallaq, A History of Islam ic Legal Theories: an Introduction to Sunnî Usûl al-Fiqh, (United Kindom: Cambridge University, 1997), h. 245-253.

22 Guru Besar Hukum Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijogo Yogyakarta. Kritiknya tersebut lihat dalam Akh. Minhaji, ”Reorientasi Kajian Usûl al-Fiqh”, dalam

al-Jâm i` ah: Journal of Islam ic Studies, No. 63/ VI tahun 1999, h. 16-17.

23 Intelektual asal Malaysia. Kritik itu seperti tampak dalam bukunya The Foundation of

Know ledge: A Com parative Study in Islam ic and W estern Methods of Inquiry (Kualalumpur: International Islamic University Malaysia dan International Institute of Islamic Thought, 1996).

24 Lihat Fuad, Hukum Islam di Indonesia, h. 257-258.

25 Muhammad al-Tâhir ibn ` Âsyûr, Maqâsid al-Sy arî` ah al-Islâm iy y ah (Kairo: Dâr al-Salâm, 20 0 5), h. 4.


(32)

xxxii

Dalam konteks pemikiran hukum Islam kontemporer, untuk memecahkan problematika tersebut, setidaknya ada beberapa pembaruan pemikiran, yakni pendekatan alternatif dalam memahami hukum Islam (ijtihâd), misalnya yang dilakukan oleh Taha, asal Sudan (w. 1985), Fazlur Rahman, sarjana dan pembaru Pakistan (w. 1988),26 Masdar F. Mas’udi, intelektual Muslim Indonesia (1954-…),27 dan Muhammad Syahrûr, pemikir jenius asal Syiria. Teori/ pendekatan ijtihad alternatif tersebut, misalnya Nazariyyat al-Hudûd (Teori Batas) yang dirumuskan oleh Syahrûr. Dalam teorinya, klasifikasi m aslahah m ulghah tidak digunakan lagi.28 Implikasinya meskipun sesuatu itu termasuk m aslahah m ulghah --menurut konsep ulama klasik-- dalam Teori Batas bila terdapat ”kemaslahatan” dapat dipergunakan. Misalnya dalam persoalan waris: dalam Teori Batas, perempuan dapat memperoleh

26 Metodologi Rahman, dalam memahami hukum Islam, sebagaimana dikatakan Hallaq, adalah ”the Double Movem ent Theory ” (Teori Gerak Ganda). Gerak pertama berawal dari yang partikular kepada yang general (yakni menghadirkan prinsip-prinsip umum dari kasus-kasus tertentu). Sedangkan gerak kedua, prinsip general yang didapatkan dari sumber wahyu dihadirkan pada kondisi masyarakat Muslim saat ini. Lihat Hallaq, A History,h. 244.

27 Pendekatan alternatif yang ditawarkan Mas’udi adalah rekonstruksi penafsiran hukum dengan menggunakan rekonstruksi konsep qat` î-zannî sebagai basis rekonstruksi penafsiran dan metode penemuan hukum. Menurutnya, pandangan umum mengenai ijtihâd yang selama ini berjalan, bisa dikatakan hanya menjangkau hal-hal yang bersifat zannî, dan kurang mencermati dimensi ajaran yang diyakini sebagai qat` î. Dengan meletakkan kembali m aslahah sebagai asas

ijtihâd, maka konsep lama tentang qat` î-zannî terasa begitu gagap untuk menyahuti pelbagai persoalan kontemporer yang terus berkembang. Dari sini, Masdar melihat pentingnya merekonstruksi kedua konsep qat` î dan zannî tersebut agar lebih punya pow er (tenaga) dalam memberikan assist dan kontitum pemecahan berbagai masalah. Lihat Masdar F. Mas’udi, ”Meletakkan Kembali Maslahah sebagai Acuan Sy arî` ah”, dalam ` Ulûm al-Qur’ân, No. 3, Vol. VI, (1995), h. 97.

28 Demikian itu karena Syahrûr tidak memaknai arti hukum dan kandungannya dalam suatu nass, ayat al-Qur` an tentang pembagian waris, misalnya, secara literal, menurut arti bunyi

nass itu, tetapi kandungan hukumnya ditempatkan dalam kerangka batas, yang dikenal sebagai teori hudûd; di mana ada batas atas dan ada batas bawah, yang mana ketentuan hukum dalam satu titik (dapat) bergerak dalam batasan bawah dan atas, sehingga dalam banyak hal ketentuan tekstual nass akan tampak menjadi lebih bersifat longgar dan fleksibel. Pembacaan tersebut dilakukan dengan pembacaan kontemporer (qirâ’ah m u` âsirah), bukan dengan pendekatan/ konsep m aslahah klasik. Dalam masalah tersebut, Syahrûr menggunakan metode ”metaforik saintifik” yang diadopsi dari ilmu-ilmu eksakta metaforik. Lebih terperinci dalam soal penafsiran ayat-ayat waris ia menerapkan ilmu eksakta/ matematika modern, yang diletakkan dasar-dasarnya oleh Rene Descartes, yang memadukan antara hiperbola (al-kam m al-m uttasil) dan parabola (al-kam m al-m unfasil). J uga matematika analitik tentang konsep keturunan (diferensial/al-m usy taq) dan integral (al-takâm ul) yang digagas oleh Newton, teknik analitik dan teori himpunan

(nazariy y at al-m ajm û` ât), di samping matematika klasik masih digunakan. Lihat Muhammad Syahrûr, Nahw a Usûl Jadîdah li Fiqh Islâm î: Fiqh Mar’ah [W asiy y ah, Irts, al-Qiw âm ah, al-Ta` addudiy y ah, al-Libâs] (Suriyyah: al-Ahâlî li al-Tibâ` ah wa al-Nasyr wa al-Tauzî` , 2000), h. 222.


(33)

xxxiii

bagian yang sama dengan laki-laki,29 meskipun menurut konsep m aslahah klasik, pembagian model itu termasuk ke dalam kategori m aslahah m ulghah.30

Meskipun terdapat sejumlah pembaruan pemikiran kontemporer, berupa teori/ pendekatan alternatif dalam memahami hukum Islam, seperti yang diajukan oleh Taha, Rahman, dan Syahrûr, maupun Mas’udi di atas, terasa masih belum memberikan jawaban yang tegas tentang persoalan miskinnya analisis sosial empiris (lack of em piricism ).31 Memang ada kajian yang mengarahkan dari kajian teks kepada realitas (m in al-nass ilâ al-w âqi` ). Realitas kehidupan kemanusiaan diteropong oleh si pembaca teks tersebut, sehingga, menurut Hasan Hanafî, meskipun pengalaman kemanusiaan itu satu, sesungguhnya pengalaman sang pengarang teks itu sendiri adalah pengalaman sang pembaca teks, walaupun terjadi perubahan masa. Keadaan inilah yang menjadikan adanya satu tujuan, yaitu tujuan teks itu sendiri, tujuan sang empunya teks, dan tujuan si pembaca teks.32 Meskipun demikian, penekanan pada realitas sosial belum menjadi orientasi utama dalam pendekatan hukum Islam yang ada selama ini.

Dengan demikian, kecenderungan mendasar tekstualitas sekaligus kurangnya analisis empiris dalam metode penemuan hukum Islam masih belum terselesaikan secara tepat.

Untuk itu, upaya mereformulasi konsep al-m aslahah merupakan sebuah dinamisasi,33 di mana, sebagaimana dikatakan oleh cendekiawan terkemuka, Nurcholish Madjid (almarhum), ”Dalam dinamika itu tidak perlu takut salah, karena

29 Muhammad Syahrûr, al-Kitâb w a al-Qur’ân: Qirâ’ah Mu` âsirah (Mesir: Sînâ li al-Nasyr al-A` âlî, 1992), h. 487-488, Munawir Sjadzali termasuk di antara tokoh nasional yang gencar menegaskan tentang pembagian warisan yang setara tersebut. Karena pembagian waris antara laki-laki dan perempuan: 1: 2 dirasakan tidak memenuhi rasa keadilan. Lihat Munawir Sjadzali, Ijtihad Kem anusiaan (J akarta: Paramadina, 1997), h. 4 dst.

30 Model pembagian waris perempuan bisa sebanding dengan laki-laki merupakan

m aslahah m ulghah di atas sebagaimana secara eksplisit dicontohkan Amir Syarifuddin. Lihat Syarifuddin, Usûl al-Fiqh, h. 331-332.

31 Pendapat demikian, seperti dikemukakan oleh Hallaq. Lihat Hallaq, A History, h. 245-254. 32 Hasan Hanafî, Min al-Nass ilâ al-W âqi` , al-Juz al-Aw w al: Takw în al-Nass, Muhâw alah

Li’i` âdâh Binâ’ ` Ilm Usûl al-Fiqh, (Kairo: Markaz al-Kitâb li al-Nasyr, 2004), h. 27.

33 Hal serupa tentang reformulasi al-m aslahah, yakni pengembangan prinsip

m aslahah/ istislâh di atas juga diusulkan oleh A. Qadri Azizy. Lihat A. Qodri Azizy, Reform asi Berm azhab: Sebuah Ikhtiar m enuju Ijtihad Sesuai Saintifik-Modern (J akarta: Teraju, 20 0 3), h. 94-10 1.


(34)

xxxiv

takut salah itu sendiri adanya kesalahan yang paling fatal.”34 Reformulasi al-m aslahah tersebut menghasilkan formulasi baru yang disebut Maslahah al-Maqsûdah (ةدﻮ ا ﺔ ا) yang dijadikan sebagai sebuah metode ijtihâd alternatif dalam konteks pengembangan pemikiran hukum Islam kontemporer. al-Maslahah al-Maqsûdah didefinisikan sebagai sebuah metode (manhaj) yang berangkat dari cita-cita Islam dan tujuan-tujuan Sy arî` ah (m aqâsid al-Sy arî` ah), disertai dengan pertimbangan hak asasi manusia (HAM) dan realitas sosial, tanpa mempertimbangkan apakah m u` tabarah, m ulghah, ataupun m ursalah, untuk memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan hukum yang lebih membawa kepada kemaslahatan manusia.

Upaya reformulasi m aslahah yang dikaitkan dengan m aqâsid al-Sy arî` ah, juga didorong oleh sebuah hasil penelitian yang dilakukan David J ohnston, bahwa kajian hukum Islam pada abad ke-20 beralih dari alur pendekatan tekstual kepada pendekatan m aqâsid al-Sy arî` ah35 atau substansial-kontekstual. Dalam penelitian J ohnston dan Wael B. Hallaq, disebutkan bahwa pendekatan yang menegaskan dan menekankan pada m aqâsid al-Sy arî` ah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua alur (model): pendekatan ”religious utilitarianism ” (utilitarianisme religius) atau pendekatan m aqâsidi (”purposeful” atau ”purposive”); dan pendekatan religious liberalism (liberalisme religius).36

Pendekatan utilitarian/pendekatan m aqâsidî dalam teori hukum Islam adalah teori yang berangkat dari tujuan-tujuan hukum wahyu dan bergerak dari yang general kepada yang spesifik, bukan hanya menggunakan pertimbangan kepentingan publik (m aslahah) dan keniscayaan (darûrah) sebagai perangkat-perangkat pembimbing ke arah perumusan hukum, tetapi juga mendasarkan pada perintah-perintah etis (im peratives ethical) seperti keadilan (justice), dan terlebih lagi, perdamaian dan rekonsiliasi. Sedangkan pendekatan kelompok

34 Nurcholish Madjid, ”Taqlîd dan Ijtihâd: Masalah Kontinuitas dan Kreativitas dalam Memahami Pesan Agama”, dalam Budhy Munawar-Rachman, ed., Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, cet. ke-2 (J akarta: Paramadina, 1995), h. 349.

35 Lihat dalam Hallaq, A History, h. 214, dan David J ohnston, ”A Turn in the Epistemology and Hermeneutics of Tweentieth Century Usûl al-Fiqh”, dalam Islam ic Law and Society, 11, 2, (Leiden: Koninklijke Brill NV, 2004), h. 255.


(35)

xxxv

kedua itu berpijak pada pengungkapan pemahaman wahyu baik teks dan konteksnya. ”Ini berarti bahwa hubungan antara teks wahyu dan masyarakat modern tidak didasarkan pada penekanaan terhadap hermeneutika literalist, namun lebih pada interpretasi spirit dan (penekanan) atau tujuan utama yang terdapat di balik bahasa spesifik teks”.37

Perhatian pada m aqâsid al-Sy arî` ah itu juga diperlukan bagi pelbagai proyek Islam saat ini. Sebagaimana ditegaskan oleh Walid Saif untuk kebutuhan saat ini proyek Islam harus ditekankan pada prinsip-prinsip Islam dan tujuan Sy arî` ah (m aqâsid al-Sy arî` ah) untuk memproduk sebuah model modern bagi kemajuan dan peradaban yang merefleksikan nilai-nilai universalnya. Ini pada esensinya merupakan proses kesejarahan yang dapat dicapai dengan pencerahan (enlightenm ent), partisipasi aktif dalam pelbagai urusan dunia, produksi pengetahuan dan akumulasi kemajuan-kemajuan dalam semua level kehidupan sosial (masyarakat).38

Di samping itu, penelitian terhadap metode al-m aslahah dengan pendekatan m aqâsidî dan relevansinya dengan perkembangan hukum Islam kontemporer menjadi pertimbangan tersendiri untuk melakukan reformulasi, karena belum ditemukan kajian akademik dalam bentuk skripsi, tesis maupun disertasi yang membahas pemikiran/ konsep al-m aslahah dengan pendekatan (paradigma) m aqâsidî secara komprehensif. Yaitu kajian kritis dengan mengemukakan berbagai teori para pemikir klasik yang diperbandingkan (komparasi), antara konsep para pemikir klasik, maupun antara konsep para pemikir kontemporer.39

Upaya mereformulasi m aslahah dikaitkan dengan m aqâsid al-Sy arî` ah juga didasarkan pada alasan adanya manfaat yang dapat diperoleh,

37 Lihat J ohnston, ”A Turn”,h. 233-235.

38 Lihat Walid Saif, ”Human Rights and Islamic Revivalism”, dalam Tarik Mitri (ed.) Religion,

Law and Society: a Cristian-Muslim Discussion (Geneva: WCC Publication, 1995), h. 123.

39 Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan antara konsep m aslahah Ghazalî/ al-Râzî, dengan al-Qarâfî, al-Syatibî dan al-Tufî. Adapun konsep para pemikir kontemporer seperti konsep m aslahahnya al-Khallâf, al-Bûtî, Taha, dan Mas’udi. Di samping juga teori Gerak Ganda

Rahman dengan TeoriBatasnya Syahrûr. Perbandingan ini dimaksudkan untuk pengembangan pemikiran hukum Islam kontemporer.


(36)

xxxvi

yaitu dapat m em perkay a dan m em perkuat pemikiran Islam kontemporer, serta m engarahkan kepada sasaran yang tepat.40

Lebih lanjut, konsep m aqâsid al-Sy arî` ah sendiri ternyata terus mengalami reformulasi oleh para pemikir kontemporer. Kajian m aqâsid Sy arî` ah semakin dikembangkan lagi muatannya lebih dari sekedar m aqâsid al-Sy arî` ah yang dikenal dengan al-kulliy y ah al-kham sah (lima tujuan universal): hifz al-dîn (perlindungan agama), hifz al-nafs (perlindungan jiwa/ kehidupan), hifz al-nasl (perlindungan keturunan), hifz al-` aql (perlindungan akal), dan hifz al-m âl (perlindungan harta), tetapi lebih mendasar lagi meliputi al-` adâlah (justice, keadilan), al-m usâw ah (equality, egalitarian), al-hurriy y ah (freedom, kebebasan), al-huqûq al-ijtim â` iy y ah w a al-iqtisâdiy y ah w a al-siy âsiy y ah (hak-hak sosial, ekonomi, dan politik).41 Dalam konteks modern, pengertian perlindungan prinsip-prinsip tersebut dikenal sebagai HAM (hak asasi manusia), meskipun dalam tataran konsepnya berbeda. al-Kulliyy ah al-kham sah yang merupakan m aqâsid al-Sy arî` ah diambil dari spirit Islam yang berdasarkan wahyu, sedangkan HAM universal (HAM Internasional), merupakan produk akal manusia. HAM universal tersebut dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948, yang dikenal dengan Universal Declaration of Hum an Rights (UDHR, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia [DUHAM]). Sungguhpun demikian, keduanya saat ini sama-sama dipandang bersifat universal, penting untuk dijadikan sebagai landasan gerak dalam berbagai sendi kehidupan.

B. Pe rm as alah an

40 Lihat Ahmad Raisünî, ”Tasdîr (Pengantar)”, dalam ` Abd Rahmân Ibrâhîm al-Kailânî, Qaw â` id al-Maqâsid ` inda al-Im âm al-Sy âtibî: ` Ard-an w a Dirâsah (Damaskus: Dâr al-Fikr dan al-Ma` had al-` Âlamî li al-al-Fikr al-Islâmî, 20 0 0 ), h. 7-9.

41 Lihat lebih lanjut dalam J amâl al-Dîn ` Atiyyah, Nahw a Taf` îl Maqâsid al-Sy arî` ah (Damaskus: Dâr al-Fikr dan al-Ma` had al-` Älamî li al-Fikr al-Islâmî, 20 0 1), h. 98 dan seterusnya.


(37)

xxxvii

1. Ide n tifikas i Mas alah

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, antara lain sebagai berikut:

a. ditinjau dari perspektif HAM Internasional, sebagai konstruksi manusia modern, banyak hukum yang ditarik dari konsep al-m aslahah konvensional, khususnya kategori m aslahah m ulghah, berbenturan dengan HAM;

b. ditinjau dari prinsip-prinsip Islam atau tujuan-tujuan utama Sy arî` ah (m aqâsid al-Sy arî` ah), yang berdimensi ”wahyu” (ilâhiy y ah), karena diformulasikan dari al-Qur’ân, seperti keadilan, dan kesetaraan, banyak hukum yang ditarik dari konsep al-m aslahah konvensional, terutama m aslahah m ulghah, berbenturan dengan prinsip-prinsip dan tujuan-tujuan utama tersebut;

c. ditinjau dari analisis sosial (sosiologi hukum), berbagai pendekatan-pendekatan hukum Islam yang ditawarkan para pemikir kontemporer pun masih kekurangan analisis sosialnya sehingga implikasinya hukum yang ditarik dari pendekatan tersebut kurang mencerminkan realitas yang perlu diakomodir; dan

d. ditinjau dari keperluan untuk terus melahirkan hukum yang membawa kemaslahatan bagi manusia, maka diperlukan sebuah metode/ pendekatan alternatif yang relevan dengan konteks pemikiran hukum Islam kontemporer.

2 . Pe m batas an Mas alah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar penelitian terfokus dan memperoleh hasil penelitian yang maksimal, maka permasalahan yang tertulis dalam judul mengenai reformulasi al-m aslahah, relevansi dan implementasinya dalam pengem bangan pemikiran hukum Islam kontemporer, dibatasi dengan tinjauan m aqâsid al-Sy arî` ah, dan HAM.


(38)

xxxviii

3 . Pe ru m u s an Mas alah

Masalah utama yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana rumusan al-Maslahah al-Maqsûdah dapat dijadikan sebagai metode ijitihâd alternatif kontemporer. Masalah utama ini dikongkritkan ke dalam rumusan masalah: mengapa metode al-Maslahah al-Maqsûdah dijadikan sebagai metode ijtihâd alternatif kontemporer, apakah karena relevansinya dengan m aqâsid al-Sy arî` ah atau karena mendukung HAM yang merupakan realitas empiris, ataukah kedua-duanya?

C. Tu ju an Pe n e litian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membangun konsep al-m aslahah dengan pendekatan m aqâsid al-Sy arî` ah, yang disebut al-Maslahah al-Maqsûdah, sebagai salah satu metode ijtihâd alternatif kontemporer dalam memahami dan menetapkan hukum Islam. Sedangkan tujuan khusus adalah untuk menjelaskan alasan mengapa metode al-Maslahah al-Maqsûdah dijadikan sebagai metode ijtihâd alternatif kontemporer, apakah karena relevansinya dengan m aqâsid al-Sy arî` ah atau karena mendukung HAM yang merupakan realitas empiris, atau kedua-duanya.

D . Sign ifikan s i Pe n e litian

Penelitian ini diharapkan secara teoritis berguna untuk mengembangkan sebuah pendekatan alternatif baru dalam rangka memahami dan menetapkan hukum Islam kontemporer (ijtihâd), sehingga dapat memberikan jawaban hukum yang lebih tepat dengan kebutuhan (kemaslahatan) manusia. Sedangkan secara praktis penelitian ini berguna untuk menjadi bahan kajian, pemikiran maupun penelitian lebih lanjut dalam konteks pengembangan pemikiran hukum Islam kontemporer.


(39)

xxxix

E. Kajian Pu s taka

Telah ada beberapa penelitian dalam bentuk buku, dan artikel, yang berkaitan dengan tema pembahasan al-m aslahah/ m aqâsid al-Sy arî` ah dan pemikiran hukum Islam kontemporer, antara lain:

4. ”Maslahah in Contem porary Islam ic Legal Theory ”, Facilitas Opwis dalam Islam ic Law and Society, 20 0 5. Dalam artikel ini, Opwis menguraikan konsep m aslahah klasik dan modern (kontemporer). Tesis yang diangkatnya adalah bahwa ada empat model m aslahah klasik.42 Yaitu model Ghazâlî/ al-Râzî, model al-Qarâfî, model al-Tûfî, dan model al-Syâtibî. Dalam konsep m aslahah kontemporer ada kecenderungan atau model yang mendukung atau mengembangkan konsep m aslahah klasik tersebut. Mahmâsânî, al-Fâsî, dan Taha merupakan pendukung konsep m aslahahnya al-Syâtibî. Sedangkan Khallâf dan al-Bûtî merupakan pendukung konsep m aslahahnya al-Ghazâlî/ al-Râzî --konsep yang lebih terbatas (restrictive) dibandingkan dengan --konsep al-m aslahahnya al-Syâtibî.43 Namun, setelah menguraikan dan menganalisa masing-masing konsep tersebut, Opwis tidak melakukan rekonstruksi atau reformulasi terhadap konsep m aslahah m ulghah. Opwis juga belum memberikan tawaran metode/ teori ijtihâd alternatif terhadap konsep m aslahah yang ditelitinya untuk memberikan jawaban hukum terhadap persoalan-persoalan kontemporer.

Konsep m aslahah Taha di atas, misalnya, yang dibungkus dalam teori naskhnya, menekankan pada prinsip-prinsip universal seperti: kebebasan (al-hurriy y ah), kesetaraan (al-m usâw ah), dan keadilan (al-` adâlah).44

42 Opwis, ”Maslahah”, h. 193-197. 43 Opwis, ”Maslahah”, h. 20 1 dst.

44 Ia menegaskan bahwa perbudakan yang masih terdapat dalam pesan pertama Islam, bukanlah ajaran murni Islam; al-hijâb bukanlah ajaran murni Islam, yang merupakan ajaran murni Islam adalah al-sufur, karena sesuai dengan prinsip kebebasan,persamaan/ kesetaraan (al-m usâw ah): misalnya dalam hal kesetaraan ekonomi, kesetaraan politik dan kesetaraan sosial, dan keadilan (al-` adâlah), misalnya poligami yang masih ada dalam pesan pertama Islam, bukanlah ajaran murni Islam. Pengertian al-hijâb seperti yang dimaksudkan oleh Sy arî` ah, adalah menutupi seluruh bagian tubuh perempuan hingga yang tampak hanya bagian wajah dan tangannya. al-Sufur, di lain pihak, lawan dari al-hijâb boleh memakai pakaian menurut selera tradisi modern. Al-Sufur ini merupakan salah satu prinsip asli dalam Islam, karena ia konsisten


(40)

xl

prinsip tersebut dijadikan bingkai/ kerangka yang yang disebutnya dengan istilah pesan kedua Islam (al-risâlah al-tsâniy y ah m in al-Islâm; the second m essage of Islâm ).45

Teori naskh Taha di atas menarik untuk dijadikan sebagai salah satu teori/ landasan bagi reformulasi m aslahah yang menjadi kajian utama penelitian ini. Hal itu karena konsep naskh merupakan konsep yang berasal dan berakar kuat dari tradisi Islam. Dan dengan demikian, diasumsikan (diharapkan) mempunyai signifikansi yang lebih dapat diterima oleh kalangan Muslim sendiri.46 Lebih lanjut, karena konsep naskh Taha mempunyai keunikan, yakni berbeda dengan konsep naskh klasik konvensional.47 Taha menerapkan arti naskh dalam pengertian menunda pemberlakuan suatu ajaran/ ketentuan yang lebih awal karena adanya situasi yang belum memungkinkan bagi penerapan ajaran/ ketentuan tersebut.48

5. ”A Turn in the Epistem ology and Herm eneutics of Tw entieth Century Usûl al-Fiqh”, karya David J ohnston, dan A History of Islam ic Legal Theories: an Introduction to Sunnî Usûl al-Fiqh, karya Hallaq. Kedua karya ini membahas

dengan prinsip asli kebebasan (the original principle of freedom ). Lihat Mahmûd Muhammad Taha, al-Risâlah al-Tsâniy y ah m in al-Islâm, edisi ke-5 (T.Tp.: TP, t.t.), h. 131-133, Mahmûd Muhammad Taha, The Second Message of Islâm,penerjemah ` Abd Allâh Ahmad al-Na` îm (New York: Syracuse University Press, 1996), h. 143-145.

45 Lihat dalam bukunya al-Risâlah al-Tsâniy y ah atau The Second Message of Islam. 46 Perihal signifikansi sesuatu yang punya akar kuat dalam tradisi Islam ini misalnya seperti dikatakan oleh Khâlid Abû al-Fadl, bahwa ”Penting untuk tidak mencangkokkan sebuah epistemologi yang tidak benar-benar mencerminkan pengalaman umat Islam sendiri. Tetapi yang penting adalah kenyataan bahwa pendekatan-pendekatan epistemologis tertentu kemungkinan hanya sedikit memperoleh legitimasi dalam konteks Islam tidaklah kemudian menjadi rekomendasi bagi pendekatan-pendekatan konservatif yang mengakui struktur kekuasaan dan gagasan tentang hirarki. Ini bukan berarti bahwa mengambil epistemologi dari satu budaya tertentu untuk dicangkokkan pada budaya lainnya tidak dibenarkan, tapi saya hanya mengatakan bahwa pencangkokan semacam itu harus dilaksanakan dengan terukur dan rasional sehingga gugus budaya yang menerima proses pencangkokan itu tidak bereaksi keras.” M. Khâlid Abû al-Fadl, Speaking in God’s Nam e: Islam ic Law , Authority, and W om en, (Oxford: Oneworld, 20 0 1), h. 10 0 .

47 Dalam teori naskh klasik umumnya naskh diartikan sebagai penghapusan terhadap ajaran/ ketentuan yang terdahulu oleh ajaran/ ketentuan baru (yang belakangan). Naskh secara

lughaw î digunakan untuk arti al-izâlah yang berarti al-i` dâm (menghilangkan), dan al-naql

(mengalihkan). Secara terminologi, menurut al-Âmidî, misalnya, merupakan ketentuan atau hukum (khitâb) yang menunjukkan penghapusan terhadap hukum yang berlaku pada ketentuan sebelumnya. Lihat al-Âmidî, al-Ihkâm fî Usûl al-Ahkâm (Beirut: Dâr al-Fikr, 1416/ 1996), J uz III, h. 72-74.


(41)

xli

tentang perkembangan pemikiran hukum Islam kontemporer. Tesis yang diangkat dalam kedua karya tersebut adalah bahwa ilmu-ilmu Sy arî` ah dan kajian-kajian keislaman saat ini, sejak abad ke-20 M., mengalami kebangkitan dan consern dalam lapangan m aqâsid al-Syarî` ah dan pemikiran al-m aqâsidî (”purposeful”, ”purposive”). Pendekatan yang menekankan m aqâsid al-Sy arî` ah ada dua alur (model), seperti dikatakan Hallaq dan J ohnston, yaitu: pendekatan ”religious utilitarianism ” (utilitarianisme religius), dan ”religious liberalism ” (liberalisme religius). 49

Di antara teori yang termasuk ke dalam model liberalisme religius adalah Nazariyyat al-Hudûd (Teori Batas) Syahrûr. Secara singkat, Teori Batas Syahrûr ini dapat dijelaskan bahwa hukum yang merupakan titah wahyu yang diungkapkan dalam al-Kitâb dan al-Sunnah, mempunyai Batas Bawah (a Low er Lim it) dan Batas Atas (a Upper Lim it); Batas Atas mewakili ketentuan minimum yang legal mengenai kasus tertentu (partikular), dan Batas Atas merupakan batasan maksimumnya. Batasan minimum tersebut adalah ketentuan yang diperkenankan oleh hukum, dan tak ada ketentuan hukum yang melebihi batasan maksimum tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang absah. Kedudukan batasan-batasan ini sangat penting, karena hukuman-hukuman dapat terjamin (terpenuhi), dalam standar yang dapat diterapkan terhadap suatu pelanggaran hukum.50 Dengan demikian, dalam Teori Batas Syahrûr, di antaranya yang terkait dengan pembagian warisan setara antara anak laki-laki dan anak perempuan, terdapat kelenturan hukum bila dibandingkan dengan konsep/ teori m aslahah klasik: khususnya m aslahah m ulghah.

Berbagai pendekatan hukum Islam di atas, baik yang tergolong ”religious utilitarianism ” maupun ”religious liberalism ” tidak lepas dari kritik. Meskipun Hallaq mengkritik pendekatan pemahaman hukum Islam tersebut, namun ia tidak menawarkan pendekatan alternatif lain dalam memahami hukum Islam agar mampu memberikan jawaban terhadap persoalan hukum kontemporer. Sebagaimana halnya Hallaq, J ohnston juga melakukan kritik, namun tetap tidak

49 Lihat Footnote No. 35 dan 36. 50 Lihat Hallaq, A History, h. 248.


(42)

xlii

memberikan pendekatan alternatif dalam menjawab permasalahan hukum kontemporer. Dia hanya menegaskan bahwa kesiapan untuk melakukan perdebatan terbuka berkenaan kesejarahan al-Qur’ân perlu dilakukan. Tanpa pergulatan serius dengan persoalan ini, ia meragukan teori hukum Islam kontemporer mampu mengartikulasikan sebuah sistem yang komprehensif, koheren, dan konteks yang spesifik.51

6. Reform asi Hukum Islam di Indonesia, karya Abdul Manan, 20 0 6.52 Tesis yang disimpulkan di sini adalah bahwa pembaruan hukum Islam telah berlangsung di Indonesia. Pembaruan itu terlihat dari beberapa keputusan MA RI. yang banyak didasarkan pada m aslahah m ulghah. J adi dalam konteks pembaruan hukum Islam, khususnya dalam kaitannya dengan masalah kemaslahatan yang banyak menyangkut kepentingan umum, menurut penulis buku ini, Abdul Manan (Hakim Agung MA RI), metode al-m aslahah selayaknya digunakan tanpa membedakan antara m aslahah m u` tabarah, m aslahah m ursalah, maupun m aslahah m ulghah, dalam rangka mewujudkan m aqâsid al-Sy arî` ah bagi warga negara.53 Buku ini memang tidak memberikan pendekatan alternatif secara sistematis dan utuh, namun cukup mendukung upaya reformulasi al-m aslahah dalam konteks pengembangan pemikiran atau pembaruan hukum Islam di Indonesia.

Beberapa karya dalam kajian kepustakaan di atas menunjukkan perlunya suatu pendekatan yang tepat dalam menghadapi permasalahan hukum kontemporer. Selain itu, setidaklah juga ditutnjukkan perlunya upaya reformulasi al-m aslahah; tesis yang hendak dibangun dalam penelitian ini. Dalam konteks inilah, upaya reformulasi al-m aslahah perlu dilakukan. Reformulasi al-m aslahah ini berarti merumuskan ulang konsep al-m aslahah konvensional yang ada selama ini. Hasil reformulasi al-m aslahah tersebut dinamakan al-m aslahah al-m aqsûdah, yaitu suatu bentuk metode ijtihâd

51 J ohnston, ”A Turn”, h. 282.

52 Buku ini berasal dari disertasi S3 Program Doktor Ilmu Hukum di PPS Universitas Sumatera Utara Medan, 20 0 4.


(43)

xliii

alternatif kontemporer, yang menggunakan paradigma m aqâsid al-Syarî` ah dan HAM. Penelitian ini merupakan penelitian pertama dalam bentuk tesis mengenai pemikiran al-m aslahah yang bersifat spesifik, dan bersifat holistik (komprehensif), dalam konteks pengembangan pemikiran hukum Islam. Dikatakan spesifik karena menggunakan m aqâsid Syarî` ah dan HAM sebagai paradigma metode al-Maslahah al-Maqsûdah. Dikatakan komprehensif karena dapat diaplikasikan ke dalam pelbagai persoalan hukum kontemporer. Selain itu, karena mengambil sisi positif dari pelbagai konsep, model maupun pendekatan yang telah ditawarkan para ulama klasik maupun pemikir kontemporer. Komprehensifitas itu juga terlihat dari segi pemakaian rujukan (literatur) yang digunakan untuk melakukan reformulasi m aslahah. Literatur tersebut merupakan kombinasi berbagai literatur ulama klasik dan pemikiran para pemikir kontemporer, seperti teori naskh Tâhâ, teori m aslahah Masdar F. Mas’udi, dan Nazariyy at al-Hudûd Syahrûr, untuk melakukan sebuah formulasi al-Maslahah al-Maqsûdah di atas.

Dengan demikian penelitian ini bersifat kritis dan konstruktif yang memang menjadi tugas disiplin filsafat.54 Yakni suatu bentuk penafsiran/ pemikiran yang bersifat membangun kembali atau mengembangkan terhadap suatu konsep/ pemikiran yang telah ada. Ini bukan berarti meruntuhkan total konsep/ pemikiran tersebut, tetapi memberikan pengembangan dengan alternatif atau sudut pandang tertentu, dengan mempertimbangkan dan memperhatikan penggunaan analisis sosial empiris, sehingga lebih memberikan jawaban solutif terhadap persoalan kontemporer.

F. Ke ran gka Te o ri

Dalam penelitian ini, dipergunakan beberapa teori yang mendukung upaya melakukan reformulasi al-m aslahah, sehingga menjadikannya lebih diutamakan, dapat dijadikan sebagai metode alternatif ijtihad kontemporer.

54 Antonius Cahyadi, dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum (J akarta: Kencana, 20 0 7), h. 21-22.


(44)

xliv

Teori-teori yang dimaksud sebagai berikut. Pertam a, teori ”open texture” (tekstur terbuka) yang dikemukakan oleh H. L. A. Hart. Bahwa teks hukum itu tidaklah kaku, namun terbuka terhadap interpretasi. Menurutnya, semua sistem hukum, baik yang diwariskan secara tradisional atau yang bersifat legislatif, menunjukkan persesuaian antara dua persyaratan hukum, yaitu ”perlunya aturan-aturan tertentu” dan ”perlunya untuk tetap terbuka”. Lanjutnya, ”Dalam setiap sistem hukum salah satu bidang yang besar dan penting tetap dibiarkan terbuka untuk memberikan keleluasaan terhadap hakim.55 Berdasarkan teori ini, sebuah struktur norma hukum dalam suatu nass, baik al-Qur’ân maupun hadis, yang tertulis secara kaku, terbuka terhadap interpretasi.

Teori tentang hukum sebagai suatu ”tekstur terbuka” tersebut, sebagaimana dikatakan Bassam Tibi,56 dapat membantu upaya untuk melakukan reformulasi hukum Islam. Dalam konteks ini, teori tentang tekstur terbuka dapat membantu (mendukung) upaya reformulasi al-m aslahah yang pada akhirnya akan memunculkan suatu hukum yang tidak harus sama dengan yang tersebut dalam teks (nass).

Kedua, teori rekontruksi penafsiran qat` î-zannî. Teori ini menyatakan bahwa yang qat` î adalah prinsip-prinsip Islam (m aqâsid al-Syarî` ah) yang berupa kemaslahatan, dan keadilan,57 kesetaraan, kerahmatan, dan kebijaksanaan. Sedangkan nass yang memuat hukuman teknis aplikatif bersifat zannî, dalam arti tidak baku, dan temporer. Berbeda dengan pandangan konvensional bahwa yang qat` î adalah nass yang menunjukkan arti yang jelas yang tidak mengandung naskh (perubahan/ pembatalan). Nass dimaksud adalah ayat-ayat atau hadis-hadis yang memuat hukum yang bersifat teknis-aplikatif, seperti tentang hukum potong tangan, rajam, dan perkawinan serta beda agama. Teori rekontruksi penafsiran qat` î-zannî misalnya dikemukakan oleh Mas’udi dan Taha. Teori rekonstruksi penafsiran qat` î-zannî tersebut mendukung upaya

55 H. L. A. Hart, The Concept of Law (Oxford: Clarendon, 1970 ), h. 10 2.

56 Bassam Tibi, Islâm and the Cultural Accom odation of Social Change, penerjemah Clare Krojzl, (Boulder, San Francisco & Oxford: Westview Press, 1991), h. 70 .


(1)

(2)

(3)

CU RRICU LU M VITAE

PENU LIS

1. N am a Le n gkap : Ahmad Ali, S.Hi. (Achmad ` Aly MD) 2 . Te m pat & Tan ggal Lah ir : Datarajan, 15 September 1977

3 . Agam a : Islam

4 . N am a Oran g Tu a : KyaiMuhammad Muslim Daroini (Ayah),

Natijah (Ibu)

5. Statu s dalam Ke lu arga : Putera kedua dari 4 bersaudara

6 . Alam at As al/ D o m is ili : Datarajan Blok I Ulu Belu Kab. Tanggamus Lampung/ J l. M. Khafi II No. 9A Rt/ Rw. 0 0 5/ 0 0 4 Ciganjur J agakarsa J akarta Selatan

5. Em ail/ H p : alymd_ a@yahoo.com

0 813-877 86 810

6 . Pe n didikan :

a. Formal:

MI Alkhairiyah Datarajan Kec. Pulau Panggung (sekarang Kec. Ulu Belu) Kab. Lamsel (sekarang Kab. Tanggamus) Lampung, tidak tamat.

SDN 1 Datarajan Kec. Ulu Belu Kab. Lamsel (sekarang Kab. Tanggamus) Lampung.

MTs. Mamba’ul Ulum Margoyoso Gunung Batu Kec. Sumberjo Tanggamus Lampung, tidak tamat.

MTs. Darussalam Datarajan Ulu Belu Tanggamus Lampung, tamat 1996. MA. Darussalam Datarajan Ulu Belu Tanggamus Lampung, tamat 1999. S1 Fakultas Syari’ah Institut Keislaman Hasyim Asy’ari (IKAHA) Tebuireng J ombang J awa Timur, 1999-20 0 3.

S2 Program Pengkajian Islam, Konsentrasi Syari’ah Sekolah Pascasarjana (SPs.) UIN Syarif Hidayatullah J akarta, 20 0 5-20 0 8.

b. Nonformal:

Pondok Pesantren (Pontren) Miftah al-` Ulûm Liraf Sumberagung Margodadi Kec. Sumberjo Kab. Tanggamus Lampung, 1992-1995.

MA Ma’arif NU dan Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam Salafiah (APIS) Blitar, J atim, 1996-1999.


(4)

Kursus Bahasa Inggris di Mahesa Institute dan Harvard School, Pare Kediri J atim, 20 0 1.

Pesantren Cililitan, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) J akarta, 20 0 4.

7. Pe n galam an Organ is as i, Ke rja, Partis ipas i Ke giatan , dan Pe n gabdian : Mengajar di Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Bimasakti Datarajan Ulu Belu Tanggamus Lampung, 1995 sekarang;

Koord. Bahtsul Masâ’il Pontren APIS Blitar J atim, 1998-1999;

Koord. Departemen Pengembangan Intelektual BEM Fak. Syari’ah IKAHA Tebuireng J ombang J atim, 20 0 1-20 0 2;

Koord. Pendidikan dan Pengajaran Pontren Seblak Kwaron J ombang J atim, 20 0 1-20 0 2;

Ketua Panitia Seminar Nasional: ”Legalisasi Penerapan Sy ari’at/ Hukum

Islam di Indonesia: Efektivitas dan Im plikasiny a dalam Kehidupan Bem asy arakat, Berbangsa dan Bernegara”, diselenggarakan oleh IKAHA Tebuireng J ombang J atim, 20 0 2;

Pimred Majalah Yarfa’ PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Tebuireng J ombang J awa Timur, 2002-2003;

Wakil Pengasuh Pontren Hayatur Riyadl, Datarajan Ulu Belu Tanggamus Lampung, 2002;

Peserta dan Ketua Komisi Hukum dan HAM dalam Simposium Nasional tentang ASWAJ A DAN PERGERAKAN, diselenggarakan PB-PMII di Kediri, 2003; Delegasi di berbagai Forum Bahtsul Masail Koorda Blitar dan Trenggalek, Korda Karisidenan Kediri (dari 1998-1999), dan se-J awa Timur di J ombang J atim pada 20 0 3;

Mengajar di Madrasah Diniyah dan Pontren Seblak Kwaron J ombang J atim, 20 0 0 -20 0 2, dan di Ponpes Tebuireng J ombang J atim, 20 0 2-20 0 3;

Staf Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (PP LDNU), J akarta 20 0 3 – 20 0 4;

Staf Peneliti, dan Editor/ Redaktur w w w .islam em ansipatoris.com, P3M, J akarta, 20 0 4-20 0 5;

Narasumber/ Moderator Talkshow Perspektif Progresif di radio J akarta

News 97,5 FM (almarhum), Pondok Indah J akarta, 20 0 4/ 20 0 5); Nara-sumber Hikmah Ramadhan di Radio Heartline 10 0 ,6 FM Karawaci Tangerang Banten (20 0 5), dan Tim redaksi Naskah Talkshow Keislaman di TVRI, P3M, 20 0 5;

Peserta Pelatihan Legal Drafting diselenggarakan INN-RED International di Hotel Oasis Amir J akarta, pada 28-29 April 20 0 6;

Peneliti Center for Pesantren and Democracy Studies (CePDeS), J akarta, 20 0 7-sekarang;

Trainer pada Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat, Kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia, dalam Program Pesantren dan Tata Pemerintahan yang Baik

(Pesantren and Good Governance), diselenggarakan oleh CePDeS kerjasama dengan TAF, di J ombang-J atim, Agustus-September 20 0 7;


(5)

• Mengajar di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah, 20 0 7 sekarang;

• Mengajar di Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (Institut IPTIQ),

J akarta, 20 0 8;

• Dll.

8 . Karya Tu lis :

a. Karya Akademik/ Buku:

Meny ingkap Makna Sa` ban: Mem buka Lem baran Baru, Tazkia@Com, J ombang, 20 0 2.

Talfiq Manhajî sebagai Epistem ologi Jam a’î Usûl al-Fiqh untuk Pengem bangan Hukum Islam (Skripsi pada Fakultas Syariah IKAHA Tebuireng J ombang, tidak diterbitkan 20 0 3).

Kala Fatw a Jadi Penjara (kontributor), The Wahid Institute, J akarta 2006. REFORMULASI AL-MASLAHAH: Relevansi dan Im plem entasiny a dalam Pengem bangan Pem ikiran Hukum Islam Kontem porer (Tesis di SPs. UIN Syarif Hidayatullah, J akarta), 20 0 8.

KESEHATAN, ISLAM, DAN HAM (Tim Penulis, dan Editor), sedang dalam proses penerbitan, oleh CePDeS dan TAF, J akarta.

Kunci Sukses Menggapai Hidup Bahagia, dalam proses terbit.

b. Artikel dan Makalah:

Beberapa artikel di berbagai media al.: Indo-Islam ika, Journal of Islam ic Sciences, SPs UIN Syarif Hidayatullah, J akarta; Kom pas, Republika, Sinar Harapan, Pelita, Duta Masy arakat, Harian Merdeka, Harian Suara Kary a; Majalah Bina Pesantren, Depag. RI. dan P3M; Buletin J um’at al-Nadar, P3M J akarta, Buletin al-Tasâm uh, J akarta; w w w .islam

em ansipatoris. com, dan w w w . islam lib.com, dll.

Kesehatan dalam Islam, paper disiapkan untuk Semiloka Program Pesantren dan Tata Pemerintahan yang Baik, diselenggarakan oleh CePDeS kerjasama dengan TAF, J ombang, 16-17 J uni 20 0 7;

Kesehatan sebagai Maqâsid Sy arî` ah dalam Perspektif Islam, dipresentasikan dalam Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat, Kesehatan

sebagai HAM, dalam Program Pesantren and Good Governance,

diselenggarakan oleh CePDeS kerjasama dengan TAF, di J ombang-J atim, Agustus-September 20 0 7.


(6)