Keran gka Teo ri

xliii alternatif kontemporer, yang menggunakan paradigma m aqâsid al-Syarî` ah dan HAM. Penelitian ini merupakan penelitian pertama dalam bentuk tesis mengenai pemikiran al-m aslahah yang bersifat spesifik, dan bersifat holistik komprehensif, dalam konteks pengembangan pemikiran hukum Islam. Dikatakan spesifik karena menggunakan m aqâsid al-Syarî` ah dan HAM sebagai paradigma metode al- Maslahah al-Maqsûdah . Dikatakan komprehensif karena dapat diaplikasikan ke dalam pelbagai persoalan hukum kontemporer. Selain itu, karena mengambil sisi positif dari pelbagai konsep, model maupun pendekatan yang telah ditawarkan para ulama klasik maupun pemikir kontemporer. Komprehensifitas itu juga terlihat dari segi pemakaian rujukan literatur yang digunakan untuk melakukan reformulasi m aslahah. Literatur tersebut merupakan kombinasi berbagai literatur ulama klasik dan pemikiran para pemikir kontemporer, seperti teori naskh Tâhâ, teori m aslahah Masdar F. Mas’udi, dan Nazariyy at al-Hudûd Syahrûr, untuk melakukan sebuah formulasi al-Maslahah al-Maqsûdah di atas. Dengan demikian penelitian ini bersifat kritis dan konstruktif yang memang menjadi tugas disiplin filsafat. 54 Yakni suatu bentuk penafsiran pemikiran yang bersifat membangun kembali atau mengembangkan terhadap suatu konsep pemikiran yang telah ada. Ini bukan berarti meruntuhkan total konsep pemikiran tersebut, tetapi memberikan pengembangan dengan alternatif atau sudut pandang tertentu, dengan mempertimbangkan dan memperhatikan penggunaan analisis sosial empiris, sehingga lebih memberikan jawaban solutif terhadap persoalan kontemporer.

F. Keran gka Teo ri

Dalam penelitian ini, dipergunakan beberapa teori yang mendukung upaya melakukan reformulasi al-m aslahah, sehingga menjadikannya lebih diutamakan, dapat dijadikan sebagai metode alternatif ijtihad kontemporer. 54 Antonius Cahyadi, dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum J akarta: Kencana, 20 0 7, h. 21-22. xliv Teori-teori yang dimaksud sebagai berikut. Pertam a, teori ”open texture” tekstur terbuka yang dikemukakan oleh H. L. A. Hart. Bahwa teks hukum itu tidaklah kaku, namun terbuka terhadap interpretasi. Menurutnya, semua sistem hukum, baik yang diwariskan secara tradisional atau yang bersifat legislatif, menunjukkan persesuaian antara dua persyaratan hukum, yaitu ”perlunya aturan-aturan tertentu” dan ”perlunya untuk tetap terbuka”. Lanjutnya, ”Dalam setiap sistem hukum salah satu bidang yang besar dan penting tetap dibiarkan terbuka untuk memberikan keleluasaan terhadap hakim. 55 Berdasarkan teori ini, sebuah struktur norma hukum dalam suatu nass, baik al-Qur’ân maupun hadis, yang tertulis secara kaku, terbuka terhadap interpretasi. Teori tentang hukum sebagai suatu ”tekstur terbuka” tersebut, sebagaimana dikatakan Bassam Tibi, 56 dapat membantu upaya untuk melakukan reformulasi hukum Islam. Dalam konteks ini, teori tentang tekstur terbuka dapat membantu mendukung upaya reformulasi al-m aslahah yang pada akhirnya akan memunculkan suatu hukum yang tidak harus sama dengan yang tersebut dalam teks nass. Kedua , teori rekontruksi penafsiran qat` î-zannî. Teori ini menyatakan bahwa yang qat` î adalah prinsip-prinsip Islam m aqâsid al-Syarî` ah yang berupa kemaslahatan, dan keadilan, 57 kesetaraan, kerahmatan, dan kebijaksanaan. Sedangkan nass yang memuat hukuman teknis aplikatif bersifat zannî, dalam arti tidak baku, dan temporer. Berbeda dengan pandangan konvensional bahwa yang qat` î adalah nass yang menunjukkan arti yang jelas yang tidak mengandung naskh perubahan pembatalan. Nass dimaksud adalah ayat-ayat atau hadis-hadis yang memuat hukum yang bersifat teknis-aplikatif, seperti tentang hukum potong tangan, rajam, dan perkawinan serta beda agama. Teori rekontruksi penafsiran qat` î-zannî misalnya dikemukakan oleh Mas’udi dan Taha. Teori rekonstruksi penafsiran qat` î-zannî tersebut mendukung upaya 55 H. L. A. Hart, The Concept of Law Oxford: Clarendon, 1970 , h. 10 2. 56 Bassam Tibi, Islâm and the Cultural Accom odation of Social Change, penerjemah Clare Krojzl, Boulder, San Francisco Oxford: Westview Press, 1991, h. 70 . 57 Mas’udi, ”Melatakkan Kembali Maslahah ”, h. 97-98. xlv reformulasi al-m aslahah, di mana menjadikan m aqâsid al-Sy arî` ah sebagai paradigmanya, sehingga melahirkan penafsiran hukum yang relevan dengan semangat Islam, yang tercermin dalam etika atau prinsip-prinsip Islam tersebut. Ketiga , teori ”topics”nya Viehweg. Topics di sini merujuk pada ”teknik berpikir yang memfokuskan pada berbagai permasalahan”, di mana pengertiannya merupakan teknik berpikir dengan batasan permasalahan. 58 Etika Islam memiliki karakter yang sangat sistematik, sehingga orientasi permasalahan yang terpisah dapat muncul dan, di salah satu sisi, memper-timbangkan kebutuhan masyarakat Muslim dalam proses perkembangan dan, di sisi lain, juga memungkinkannya untuk berintegrasi dalam sistem etika Islam, tanpa harus mengikuti pendapat kaku dari doktrin fiqh scholastik. 59 Untuk hukum Islam, adopsi metode ini akan memunculkan gagasan tentang hukum yang dimunculkan dari permasalahan masyarakat Islam dan tidak semata-mata dari teks. Suatu pengantar wacana topikal tentang Islam berarti memahami ide bahwa fungsi tema-tema topikal terletak pada ”penyajian pembahasan masalah”. Tema-tema topikal, yang ikut membantu, memberikan arti masing-masing dari permasalahan itu sendiri. 60 Dalam hal inilah, permasalahan seputar tema-tema hukum Islam, seperti zakat include dalam pajak, zakat perkebunan dan perusahaan, perkawinan beda agama PBA, dan waris beda agama WBA, serta hukuman terhadap tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika, disajikan secara tematik dan dilakukan interpretasi. Interpretasi dilakukan dengan metode al-Maslahah al-Maqsûdah. Interpretasi penafsiran tersebut, merupakan salah satu unsur dalam teknik berpikir topikal, di mana interpretasi ini melibatkan pembentukan kemungkinan baru untuk memunculkan arti tanpa merusak arti yang lama. Hal ini terjadi dengan cara mengikuti penandaan baku yang telah dibuat tetapi dengan mengubahnya menjadi sudut-sudut baru, yang seringkali muncul dalam berbagai hubungan yang sangat berbeda, dan kini menawarkan suatu kesempatan 58 Theodor Viehweg, Topik and Jurisprudenz, dikutip dalam Tibi, Islâm and the Cultural Accom odation , h. 71. 59 Tibi, Islâm and the Cultural Accom odation, h. 71-72. 60 Tibi, Islâm and the Cultural Accom odation, h. 71-72. xlvi untuk memberikan aplikasi baru pada aturan lama. 61 Teori berpikir topikal ini bermanfat bagi penafsiran baru terhadap arti al-m aslahah, sehingga menjadi suatu bentuk nuansa baru. Keem pat , teori reaktualisasi revitalisasi ajaran Islam. Konsepsi tentang reaktualisasi revitalisasi penafsiran ajaran Islam mengimplikasikan bahwa penafsiran-penafsiran ajaran Islam yang masih dominan yang ada sekarang berasal dari upaya mengadaptasikan ajaran tersebut ke dalam situasi masa lampau. Karena itu, penafsiran tersebut telah terlalu dipengaruhi oleh proses perkembangan historis dan kultural. J adi, reaktualisasi revitalisasi berarti melepas beban-beban sejarah dan budaya itu guna diberi alternatif-alternatif baru yang diharapkan lebih responsif, kontekstual, dan selaras dengan kebutuhan manusia. Dengan kata lain, warisan keagamaan Islam tradisional banyak yang dipandang tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan zaman. 62 Reaktualisasi penafsiran ajaran Islam, dalam hal ini hukum Islam, bisa dilakukan dengan cara merumuskan teori yang relevan dengan tujuan-tujuan Islam m aqâsid al-Sy arî` ah. Oleh karena itu, berbagai teori untuk ijtihâd alternatif, yang diusulkan para pemikir kontemporer dari berbagai disiplin ilmu, perlu diapresiasi secara baik, dan dikembangkan lebih lanjut. Beberapa teori para pemikir tersebut, di antaranya ada yang diambil atau digunakan untuk membantu reformulasi al-m aslahah. Dalam teori reaktualisasi, ada beberapa pasangan pilihan yang dapat dipertimbangkan, yaitu pilihan wahyu dan akal; pilihan kesatuan dan keragaman; pilihan idealisme dan realisme; dan pilihan stabilitas dan perubahan. 63 Untuk menjadikan hukum Islam itu dapat selalu aktual, maka langkah reaktualisasi yang digunakan adalah dengan menggunakan pertimbangan akal, pertimbangan keragaman, realisme, dan perubahan. Dalam konteks inilah, hukum yang ditarik dari metode al-Maslahah al-Maqsûdah, sangat ditentukan oleh pertimbangan akal, 61 Viehweg, dalam Tibi, Islâm and the Cultural Accom odation, h. -72. 62 Yusdani, Peranan Kepentingan Um um dalam Reaktualisasi Hukum Islam : Kajian Konsep Hukum Islam Najm al-Din al-Tûfî Yogyakarta: UII Press, 20 0 0 , h. 2. 63 Lihat Atho’ Mudzhar, ”Fiqh dan Reaktualisasi Ajaran Islam”, dalam Munawar- Rachman, Kontekstualisasi Doktrin Islam , h. 371-375. xlvii sehingga memunculkan keragaman hukum, dalam arti hukum tidak harus sama dalam setiap tempat, hukum tersebut mencerminkan realitas kehidupan masyarakat, dan pada akhirnya hukum itu dapat selaras dengan tuntutan perubahan, tidak kaku, namun fleksibel.

G. Meto do lo gi Pen elitian