Struktur Perekonomian Kabupaten Majalengka Tahun 2009

penyusutan dan pajak tak langsung. Berdasarkan struktur input primer atau NTB, sebanyak 30,23 dari NTB merupakan upah gaji Rp 36.879,18 juta, 60,23 merupakan surplus usaha Rp 73.480,52 juta, 5,74 merupakan penyusutan Rp 6.997,97 juta dan 3,80 adalah pajak tak langsung Rp 4.639,60 juta. Komponen surplus usaha yang besar menunjukkan besarnya surplus atau keuntungan yang diperoleh dari investasi di wilayah tersebut. Investasi akan bermanfaat bagi suatu daerah jika dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada di daerah tersebut. Adapun struktur tabel input-output Kabupaten Majalengka Tahun 2009 secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11. Pada Tabel 38 ditampilkan total output tiap sektor berdasarkan Tabel I-O Kabupaten Majalengka Tahun 2009. Berdasarkan tabel tersebut, maka peran subsektor tanaman bahan makanan adalah sebagai berikut : padi memberikan kontribusi sebesar Rp 684.744,12 juta atau 9,21, sayur-sayuran memberikan kontribusi sebesar Rp. 233.993,77 juta atau 3,15, buah-buahan memberikan kontribusi sebesar Rp 150.744,16 juta atau 2,03, jagung memberikan kontribusi sebesar Rp 87.616,79 juta atau 1,18, bahan makanan lainnya memberikan kontribusi sebesar Rp 37.418,21 juta atau 0,50 dan ubi kayu memberikan kontribusi sebesar Rp 12.374,13 juta atau 0,17 . Secara keseluruhan kontribusi dari keenam komoditas sektor tanaman bahan makanan tersebut apabila digabungkan adalah sebesar Rp 1.206.891,18 juta atau 16,23 dari total output seluruh sektor perekonomian atau menempati peringkat ke-2 dari 23 sektor perekonomian. Adapun lima sektor yang memberikan sumbangan paling tinggi terhadap total output Kabupaten Majalengka Tahun 2009 berturut-turut adalah : sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, bangunan, padi serta pemerintahan umum dan pertahanan. Kontribusi paling besar disumbangkan oleh sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp 1.937.571,83 juta atau 26,05 . Tabel 38. Total Output Tiap Sektor Berdasarkan Tabel I-O Kabupaten Majalengka Tahun 2009 No. Sektor Perekonomian Total Output Persentase Juta rupiah 1 Industri pengolahan 1.937.571,83 26,05 2 Perdagangan besar dan eceran 800.083,26 10,76 3 Bangunan 687.069,09 9,24 4 Padi 684.744,12 9,21 5 Pemerintahan umum dan pertahanan 681.837,89 9,17 6 Angkutan jalan raya 433.929,60 5,83 7 Restoran 410.117,34 5,51 8 Sayur-sayuran 233.993,77 3,15 9 Peternakan dan hasil-hasilnya 207.747,73 2,79 10 Pertambangan dan penggalian 200.775,78 2,70 11 Perorangan dan rumah tangga 182.386,59 2,45 12 Bank dan lembaga keuangan lainnya 176.271,41 2,37 13 Sewa bangunan 157.957,08 2,12 14 Buah-buahan 150.744,16 2,03 15 Jagung 87.616,79 1,18 16 Listrik 75.661,82 1,02 17 Tanaman perkebunan 51.427,38 0,69 18 Jasa sosial kemasyarakatan 49.757,97 0,67 19 Komunikasi 48.083,54 0,65 20 Perikanan 47.874,81 0,64 21 Bahan makanan lainnya 37.418,21 0,50 22 Jasa perusahaan 31.944,81 0,43 23 Jasa penunjang angkutan 23.020,48 0,31 24 Jasa hiburan dan rekreasi 14.441,16 0,19 25 Ubi kayu 12.374,13 0,17 26 Kehutanan 6.946,69 0,09 27 H o t e l 3.078,32 0,04 28 Air bersih 2.430,40 0,03 Jumlah 7.437.306,17 100,00 Sumber : Hasil Analisis 2011 Berdasarkan struktur PDRB dan total output, sektor industri pengolahan dan perdagangan besar dan eceran memiliki peran yang cukup besar dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka. Peran tersebut akan menjadi lebih baik jika industri pengolahan yang ada merupakan industri yang menggunakan sumberdaya lokal yang ada di Kabupaten Majalengka.

5.2.2. Keterkaitan Sektoral

Karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan oleh distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral perekonomian wilayah merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam rangka pengembangan wilayah. Salah satu model yang dapat digunakan untuk mengetahui keterkaitan sektoral ini adalah analisis input-output I-O. Dari hasil analisis I-O dapat diketahui sektor- sektor mana saja yang bisa dijadikan leading sector atau sektor pemimpin dalam pembangunan ekonomi sehingga dengan memfokuskan pembangunan pada sektor-sektor yang menjadi pemimpin maka target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat dicapai dengan lebih baik. Beberapa parameter teknis yang bisa diketahui dari analisis I-O adalah keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, indeks penyebaran dan indeks kepekaan. Dengan analisis tersebut dapat diketahui tingkat hubungan atau keterkaitan teknis antar sektor-sektor perekonomian suatu wilayah. Keunggulan suatu sektor dapat dilihat dari tingkat keterkaitan antara sektor tersebut dengan sektor lainnya dalam aktivitas perekonomian Daryanto dan hafizrianda 2010a. Keterkaitan yang kuat dari suatu sektor ditandai dengan nilai-nilai parameter keterkaitan yang tinggi. Sektor dengan angka keterkaitan ke belakang yang tinggi menunjukkan bahwa peningkatan output sektor tersebut dapat menarik aktivitas sektor-sektor di belakangnya hulu. Sektor yang mempunyai keterkaitan ke depan yang kuat berarti mampu mendorong aktivitas sektor-sektor perekonomian yang ada di hilirnya. Adanya keterkaitan antar sektor dapat menunjukkan adanya sinergi yang baik dalam roda perekonomian suatu wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa antar sektor ekonomi dapat saling melengkapi dengan memanfaatkan seoptimal mungkin sumberdaya domestik. Makin kuat keterkaitan antar sektor, makin kecil ketergantungan sektor tersebut pada impor, sekaligus memperkecil kemungkinan terjadinya kebocoran wilayah sehingga nilai tambah yang dihasilkan dapat dinikmati oleh masyarakat di wilayahnya sendiri. Analisis keterkaitan antar sektor pada dasarnya melihat dampak output dan kenyataan bahwa sektor-sektor tersebut saling mempengaruhi dalam roda perekonomian Rustiadi et al. 2009. Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang digunakan oleh sektor-sektor lain. Keterkaitan ini menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Pada Gambar 17 ditampilkan keterkaitan langsung ke depan atau Direct Forward Linkage DFL sektor-sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Majalengka. Nilai DFL di atas rata-rata a dalah yang memiliki indeks ≥ 1. Berdasarkan Gambar 17 diketahui bahwa sektor yang memiliki nilai DFL ≥ 1 adalah sektor perdagangan besar dan eceran yaitu memiliki nilai DFL sebesar 1,2292 sedangkan sektor lainnya memiliki indeks 1. Urutan sektor yang memiliki nilai DFL tertinggi adalah 1 perdagangan besar dan eceran, 2 industri pengolahan, 3 bank dan lembaga keuangan lainnya, 4 jasa perorangan dan rumah tangga, 5 bangunan. Gambar 17. Keterkaitan langsung ke depan sektor-sektor perekonomian Adapun besarnya peran subsektor tanaman bahan makanan berdasarkan Gambar 17 adalah sebagai berikut : padi memiliki nilai DFL sebesar 0,2561 menempati urutan ke-7, buah-buahan memiliki nilai DFL sebesar 0,0928 menempati urutan ke-15, bahan makanan lainnya memiliki nilai DFL sebesar 0,0823 menempati urutan ke-16, jagung memiliki nilai DFL sebesar 0,0627 menempati urutan ke-21, ubi kayu memiliki nilai DFL sebesar 0,0238 menempati urutan ke-24 dan sayur-sayuran memiliki nilai DFL sebesar 0,0085 serta menempati urutan ke-27. Berdasarkan nilai DFL ini maka subsektor tanaman bahan makanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan adalah padi, buah-buahan dan bahan makanan lainnya. Ketiga komoditas tersebut memiliki nilai DFL diatas komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan diatas subsektor perikanan, tanaman perkebunan dan kehutanan yang merupakan bagian dari sektor pertanian. Gambar 18. Keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian Keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage DBL menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian ditampilkan pada Gambar 18. Nilai DBL di atas rata-rata adalah yang memiliki nilai indeks ≥1. Berdasarkan gambar tersebut, semua sektor memiliki nilai DBL 1, hal ini menunjukkan bahwa semua sektor memiliki nilai di bawah rata-rata. Sektor yang memiliki nilai DBL yang tertinggi adalah sektor industri pengolahan, hotel dan bangunan. Adapun besarnya peranan subsektor tanaman bahan makanan berdasarkan nilai DBLnya secara berurutan adalah sebagai berikut : jagung memiliki nilai DBL sebesar 0,1394 menempati urutan ke-17, padi memiliki nilai DBL sebesar 0,1106 menempati urutan ke-21, buah-buahan memiliki nilai DBL sebesar 0,0967 menempati urutan ke-24, bahan makanan lainnya memiliki nilai DBL sebesar 0,0940 menempati urutan ke-26, sayur-sayuran memiliki nilai DBL sebesar 0,0674 menempati urutan ke-27 dan ubi kayu memiliki nilai DBL sebesar 0,0639 serta menempati urutan ke-28. Berdasarkan nilai DBL ini maka komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan adalah jagung dan padi. Kedua komoditas tersebut memiliki nilai DBL diatas komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan diatas subsektor kehutanan yang juga merupakan bagian dari sektor pertanian. Hampir semua komoditas subsektor tanaman bahan makanan memiliki nilai DBL yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai DFL-nya, kecuali sektor padi yang memiliki nilai DFL lebih besar dibandingkan dengan nilai DBL- nya. Hal ini berarti untuk komoditas jagung, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi kayu dan bahan makanan lainnya lebih banyak menggunakan output dari sektor lain untuk digunakan sebagai input bagi sektornya daripada dapat menghasilkan output yang digunakan sebagai input bagi sektor lainnya secara langsung. Berbeda dengan padi, komoditas ini lebih banyak menghasilkan output yang dapat digunakan oleh sektor lain sebagai input secara langsung dibandingkan menggunakan output dari sektor lain untuk digunakan sebagai input sektornya sendiri. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan atau Direct Indirect Forward Linkage DIFL menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut secara langsung dan tidak langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan DIFL sektor-sektor perekonomian ditampilkan pada Gambar 19. Lima sektor yang memiliki nilai DIFL tertinggi berturut-turut adalah 1 perdagangan besar dan eceran, 2 industri pengolahan, 3 bank dan lembaga keuangan lainnya, 4 jasa perorangan dan rumah tangga, 5 padi. Gambar 19. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor-sektor perekonomian Berdasarkan Gambar 19 tersebut, besarnya peranan subsektor tanaman bahan makanan adalah sebagai berikut : padi memiliki nilai DIFL sebesar 1,4751 menempati urutan ke-5, buah-buahan memiliki nilai DIFL sebesar 1,1173 menempati urutan ke-15, bahan makanan lainnya memiliki nilai DIFL sebesar 1,0960 menempati urutan ke-17, jagung memiliki nilai DIFL sebesar 1,0716 menempati urutan ke-21, ubi kayu memiliki nilai DIFL sebesar 1,0271 menempati urutan ke-24 dan sayur-sayuran memiliki nilai DIFL sebesar 1,0089 serta menempati urutan ke-28. Berdasarkan nilai DIFL ini maka komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan adalah padi, buah-buahan dan bahan makanan lainnya. Keempat komoditas tersebut memiliki nilai DIFL diatas komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan diatas subsektor tanaman perkebunan dan kehutanan yang juga merupakan bagian dari sektor pertanian. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang atau Direct Indirect Backward Linkage DIBL menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut secara langsung dan tidak langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang DIBL sektor-sektor perekonomian ditampilkan pada Gambar 20. Gambar 20. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian