Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto

sayuran memiliki nilai multiplier effect pajak sebesar 1,1925 menempati urutan ke-22 dan bahan makanan lainnya memiliki nilai multiplier effect pajak sebesar 1,1536 menempati urutan ke-24. Nilai multiplier effect pajak untuk komoditas buah-buahan bernilai 1,5827 berati bahwa untuk setiap penambahan permintaan akhir komoditas buah-buahan sebesar satu satuan akan meningkatkan pajak tak langsung sebesar ,1536 kali. Berdasarkan nilai multiplier effect pajak tak langsung tersebut maka komoditas sektor tanaman bahan makanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan adalah jagung dan buah-buahan. Kedua komoditas tersebut memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan kedua komoditas tersebut memiliki nilai diatas subsektor kehutanan yang merupakan bagian sektor pertanian. Hotel memiliki nilai multiplier effect pajak tak langsung yang paling tinggi, hal ini karena tabel input-output Kabupaten Majalengka 2009 merupakan hasil turunan dari tabel input-output Kabupaten Ciamis 2008, sehingga hasil perhitungan multiplier effect pajak tak langsung sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di Kabupaten Ciamis. Kabupaten Ciamis memiliki potensi kunjungan wisata yang tinggi karena memiliki beberapa obyek wisata andalan seperti pantai pangandaran, batu hiu, karang nini dan green canyon cukang taneuh. Hal tersebut menjadi potensi yang dapat mengakibatnya tingginya nilai multiplier effect pajak tak langsung dari sektor hotel. Adapun untuk Kabupaten Majalengka multiplier effect pajak tak langsung sektor hotel yang tinggi kurang mencerminkan kondisi yang ada di lapangan hal ini salah satu penyebabnya karena potensi wisata di Kabupaten Majalengka masih rendah. Berdasarkan seluruh indikator keterkaitan dan multiplier effect melalui analisis I-O di atas diketahui bahwa secara umum komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan masih memiliki nilai keterkaitan dan multiplier effect yang rendah, sehingga upaya pembangunan subsektor tanaman bahan makanan yang dapat dilakukan dalam mewujudkannya menjadi salah satu sektor unggulan yang strategis adalah dengan meningkatkan keterkaitan subsektor tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lain dalam internal wilayah Kabupaten Majalengka. Peningkatan keterkaitan subsektor tanaman bahan makanan dengan sektor- sektor lain dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik peningkatan keterkaitan ke belakang maupun ke depan. Peningkatan keterkaitan ke belakang subsektor tanaman bahan makanan dengan subsektor peternakan misalnya adalah dengan pengembangan program komoditas tanaman bahan makanan organik dengan cara memanfaatkan penggunaan pupuk kandang sebagai pupuk organik. Keterkaitan dengan industri pengolahan misalnya dengan pengembangan industri kemasan dan labelling untuk meningkatkan nilai jual komoditas-komoditas tanaman bahan makanan. Dan keterkaitan dengan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya dalam bentuk kemudahan untuk mengakses kredit atau pinjaman modal usaha. Adapun peningkatan keterkaitan ke depan subsektor tanaman bahan makanan dapat dilakukan dengan cara pengembangan industri pengolahan hasil pertanian yang menggunakan bahan baku lokal, peningkatan keterkaitan dengan sektor restoran dengan himbauan untuk menggunakan bahan baku lokal sebagai menu hidangannya, pengembangan sektor perdagangan besar dan eceran maupun sektor angkutan yang dapat menunjang mobilitas hasil-hasil pertanian.

5.3. Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan di

Kabupaten Majalengka Pengembangan komoditas ungulan daerah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat dalam rangka meningkatkan perekonomian dan pengembangan wilayah. Penetapan komoditas unggulan daerah diperlukan agar program dan kebijakan pembangunan serta pemanfaatan sumberdaya pertanian lebih efektif dan efisien karena terfokus pada pengembangan komoditas unggulan tersebut. Untuk menentukan komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang menjadi unggulan di Kabupaten Majalengka dilakukan dengan menganalisis potensi dan daya saing komoditas subsektor tanaman bahan makanan pada level makro, meso dan mikro. Analisis potensi dan daya saing komoditas dilakukan pada level makro bertujuan untuk melihat potensi dan kondisi komoditas secara makro yaitu dalam hal ini potensi komoditas subsektor tanaman bahan makanan Kabupaten Majalengka di wilayah Provinsi Jawa Barat. Analisis di level meso bertujuan untuk melihat kondisi dan potensi komoditas subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah di Kabupaten Majalengka sedangkan analisis di level mikro bertujuan untuk melihat potensi dan kondisi komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang ada di wilayah Kabupaten Majalengka dalam hal ini dilihat dari aspek produksi dan luas panen.

5.3.1. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Makro

Pada level makro, kriteria yang digunakan adalah komoditas tersebut merupakan komoditas basis yang memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Penilaian pada level makro dilakukan berdasarkan hasil analisis LQ dan SSA differential shift yang membandingkan komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang ada di Kabupaten Majalengka dengan komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang ada di KabupatenKota di Jawa Barat. Hasil analisis LQ dan SSA differential shift untuk komoditas tanaman pangan tersaji pada Tabel 39. Tabel 39. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan No. Komoditas Nilai LQ Differential Shift Luas Tanam Luas Panen Produksi Luas Tanam Luas Panen Produksi 1 Padi 0,97 0,97 1,03 -0,03 -0,02 -0,09 2 Jagung 1,91 2,15 2,32 0,24 0,18 0,12 3 Kedelai 0,96 1,10 1,17 0,23 -0,04 0,08 4 Kacang Tanah 0,32 0,33 0,31 -0,44 -0,38 -0,48 5 Kacang Hijau 2,28 2,25 1,91 0,36 0,31 0,05 6 Ubi Kayu 0,50 0,48 0,43 -0,18 -0,19 -0,35 7 Ubi Jalar 0,56 0,63 0,77 -0,31 -0,33 -0,30 Sumber : Hasil Analisis 2011 Berdasarkan Tabel 39 tersebut maka komoditas tanaman pangan yang merupakan komoditas basis dan memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif adalah padi, jagung, kedelai dan kacang hijau. Untuk komoditas padi terlihat bahwa secara produksi komoditas ini merupakan komoditas basismemiliki keunggulan komparatif tetapi tidak unggul secara kompetitif atau nilai differential shiftnya negatif, hal ini dimungkinkan karena sejak awal