keenam komoditas tersebut, perlu diketahui mana yang menurut para stakeholder perlu diprioritaskan dalam rangka pembangunan subsektor tanaman bahan
makanan di wilayah Kabupaten Majalengka. Hal ini penting untuk diketahui agar pengembangan komoditas unggulan selaras dengan kebutuhan dan persepsi para
stakeholdernya. Dari enam komoditas unggulan terpilih berdasarkan hasil analisis yaitu
komoditas padi, jagung, kedelai, mangga, pisang dan melinjo, para stakeholder memilih komoditas padi sebagai prioritas pertama dengan skor penilaian sebesar
0,324, jagung sebagai prioritas kedua dengan skor 0,250, mangga sebagai prioritas ketiga dengan skor 0,180, kedelai sebagai prioritas keempat dengan skor 0,122,
pisang sebagai prioritas kelima dengan skor 0,071 dan melinjo sebagai prioritas terakhir dengan skor 0,052. Gambar 34 menunjukkan hasil persepsi para
stakeholder dalam menentukan prioritas komoditas unggulan.
Gambar 34. Hasil AHP dalam penentuan prioritas komoditas unggulan Alasan utama para stakeholder memilih komoditas padi menjadi prioritas
pertama kemungkinan karena padi merupakan bahan makanan pokok masyarakat sehingga berhubungan erat dengan ketahanan pangan Kabupaten Majalengka.
5.4.2. Prioritas Pengembangan Subsistem Agribisnis
Agribisnis sebagai suatu sistem merupakan konsep pengelolaan pertanian secara luas, utuh dan terdiri dari beberapa subsistem. Menurut Saragih 2010,
agribisnis sebagai bentuk modern pertanian mencakup empat subsistem yaitu 1 subsistem agribisnis hulu, yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana
produksi pertanian primer, 2 subsistem usahatani yang juga disebut sebagai
sektor pertanian primer, 3 subsistem agribisnis hilir yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan baik untuk siap dimasak
maupun siap dikonsumsi beserta kegiatan perdagangannya serta 4 subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan, penyuluhan, penelitian
pengembangan dan kebijakan pemerintah. Dalam melaksanakan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan,
dibutuhkan keterkaitan yang erat dan utuh antar subsistem-subsistem tersebut. Namun kenyataan di lapangan seringkali ditemukan adanya ketimpangan
perkembangan diantara subsistem tersebut. Hal ini menyebabkan kegiatan usahatani tidak memberikan hasil yang maksimal bagi para petani sebagai pelaku
utamanya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan sesuai konsep agribisnis, diperlukan arahan untuk mengetahui
prioritas pengembangan subsistem agribisnis yang dibutuhkan berdasarkan pengalaman para stakeholder di lapangan.
Persepsi para stakeholder pertanian di Kabupaten Majalengka berdasarkan Gambar 35 tersebut, menunjukkan bahwa untuk pengembangan komoditas padi
yang perlu diprioritaskan adalah pengembangan subsistem agribisnis hulu diikuti dengan pengembangan subsistem usahatani, agribisnis hilir dan jasa layanan
pendukung. Para stakeholder lebih memprioritaskan subsistem agribisnis hulu karena subsistem agribisnis hulu menyangkut ketersediaan benih yang bermutu,
pupuk, obat-obatan dan sarana produksi lainnya yang sangat menentukan tingkat keberhasilan petani dalam melakukan usahatani padi.
Urutan prioritas subsistem dalam pengembangan komoditas jagung berturut-turut adalah subsistem agribisnis hilir, usahatani, agribisnis hulu dan jasa
layanan pendukung. Hal ini menunjukkan bahwa aspek pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil komoditas jagung merupakan aspek yang menjadi prioritas
untuk dikembangkan. Untuk pengembangan kedelai yang perlu diprioritaskan secara berturut-turut adalah subsistem usahatani, agribisnis hilir, sgribisnis hulu
dan jasa layanan pendukung. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani kedelai yang selama ini dilakukan belum optimal sehingga masih dibutuhkan
dukungan program-program pemerintah misalnya berupa pembinaan dan
penyuluhan yang intensif dalam hal tehnik budidaya yang baik dan benar untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Persepsi stakeholder dalam pengembangan mangga menunjukkan bahwa subsistem agribisnis hulu sebagai prioritas pertama kemudian subsistem agribisnis
hilir, usahatani dan jasa layanan pendukung. Dari hasil analisis persepsi tersebut menunjukkan bahwa ketersedian sarana produksi merupakan hal yang masih
sangat diperlukan untuk pengembangan mangga sebagai komoditas unggulan. Berdasarkan wawancara di lapangan diketahui bahwa subsistem hulu dipilih
menjadi prioritas dalam pengembangan mangga karena banyak sekali permasalahan yang terkait dengan hama penyakit sehingga ketersediaan dan
kemudahan untuk mendapatkan obat-obatan menjadi hal yang perlu diprioritaskan.
Adapun untuk pengembangan pisang persepsi stakeholder menunjukkan bahwa yang perlu diprioritaskan secara berturut-turut adalah subsistem agribisnis
hilir, usahatani, hulu dan jasa layanan pendukung, demikian pula untuk pengembangan melinjo, subsistem agribisnis hilir menempati prioritas pertama
kemudian diikuti dengan subsistem usahatani, jasa layanan pendukung dan agribisnis hulu. Hal ini menunjukkan bahwa untuk pengembangan pisang dan
melinjo aspek pengolahan dan pemasaran hasil menjadi prioritas yang diperlukan. Nilai dari masing-masing prioritas pengembangan subsistem agribisnis per
komoditas berdasarkan hasil Analytical Hierarchy Process AHP disajikan pada Gambar 35.
Berdasarkan pertimbangan untuk pengembangan keseluruhan komoditas unggulan maka subsistem usahatani merupakan subsistem yang terpilih sebagai
prioritas pertama untuk dikembangkan dengan skor 0,287 kemudian subsistem agribisnis hulu dengan skor 0,275, subsistem agribisnis hilir dengan skor 0,273
dan subsistem jasa layanan pendukung dengan skor 0,166. Hal ini menunjukkan bahwa menurut persepsi para stakeholder, dalam pengembangan komoditas
unggulan di Kabupaten Majalengka masih diperlukan peningkatan tehnik-tehnik budidaya yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kualitas, kuantitas maupun
kontinuitas hasil produksi.