Mj : impor sektor j, komponen input produksi sektor j yang diperolehdibeli
dari luar wilayah Analisis yang dilakukan terhadap tabel I-O adalah analisis keterkaitan
antar sektor dan angka pengganda sektoral multiplier effect. Analisis ini dilakukan berdasarkan hasil perhitungan koefisien teknis matriks A dan invers
matriks Leontief matriks B yang diperoleh dari perhitungan tabel I-O. Selanjutnya matrik tersebut diolah kembali sehingga diperoleh data mengenai
keterkaitan sektoral dan angka pengganda multiplier. Koefisien teknologi sebagai parameter yang paling utama dalam analisis I-O secara matematis
diformulasikan dengan rumus sebagai berikut : atau
di mana :
a
ij
: rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j atau disebut pula sebagai koefisien input.
Beberapa parameter teknis yang diperoleh melalui analisis I-O adalah : 1. Kaitan langsung ke belakang direct backward linkage B
j
yang menunjukkan efek permintaan sektor pertanian terhadap perubahan tingkat
produksi sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung. Kaitan langsung ke belakang secara matematis dirumuskan
sebagai berikut :
untuk mengukur secara relatif perbandingan dengan sektor lainnya terdapat ukuran normalized
yang merupakan rasio antar kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektor-sektor lainnya
yang diformulasikan dengan rumus sebagai berikut :
j ij
ij
X X
a
j ij
ij
X a
X .
n i
ij j
a B
j j
j j
j n
i j
j
B B
n B
B B
.
j
B
2. Kaitan langsung ke depan direct forward linkage F
i
yang menunjukkan banyaknya output sektor pertanian yang dipakai oleh sektor-sektor lain.
Kaitan langsung ke depan F
i
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Sementara itu, Normalized F
i
atau
i
F dirumuskan sebagai berikut :
3. Kaitan ke belakang langsung dan tidak langsung indirect backward linkage yang menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan
akhir satu unit sektor pertanian yang dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian, dihitung dengan rumus sebagai berikut :
di mana b
ij
adalah elemen-elemen matriks B atau I-A
-1
yang merupakan matriks Leontief.
4. Kaitan ke depan langsung dan tidak langsung indirect foreward linkage FL
i
, yaitu peranan sektor pertanian dapat memenuhi permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian, dihitung dengan rumus sebagai berikut :
5. Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran backward power of dispersion
β
j
menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir sektor pertanian dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor
perekonomian, dihitung dengan rumus sebagai berikut :
i j
i i
j n
i j
bij bij
n bij
bij
1
j ij
n j
j ij
i
a x
x F
i i
i i
i n
i i
F nF
F F
F
1
n i
ij j
b BL
j ij
i
b FL
6. Kepekaan terhadap signal pasar permintaan akhir atau indeks daya kepekaan foreward power of dispersion .
i
menunjukkan sumbangan relatif sektor pertanian
dalam memenuhi
permintaan akhir
keseluruhan sektor
perekonomian yang diformulasikan dengan rumus sebagai berikut :
7. Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir sektor pertanian sebesar
satu unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah. Jenis- jenis multiplier diantaranya dijabarkan dengan rumus sebagai berikut :
a. Output multiplier, merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir
suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di suatu wilayah yang diformulasikan sebagai berikut :
b. Total value added multiplier atau PDRB multiplier adalah dampak
meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan PDRB. Diasumsikan Nilai Tambah Bruto NTB atau PDRB berhubungan
dengan output secara linier yang dapat diformulasikan sebagai berikut :
dimana V : matriks NTB
v ˆ
: matriks diagonal koefisien NTB X : matriks output, X = I-A
-1
.F
d
c. Income multiplier, yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah
secara keseluruhan. Income multiplier dapat dihitung dengan rumus :
i j
n j
i
bij bij
1
d
F A
I X
.
1
X v
V .
ˆ
X w
W .
ˆ
dimana W : matriks income
w ˆ
: matriks diagonal koefisien income X : matriks output, X = I-A
-1
.F
d
d. Tax multiplier, yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pajak tak langsung. Tax multiplier dapat dihitung
dengan rumus :
dimana T : matriks jumlah tenaga kerja
tˆ
: matriks diagonal koefisien Tax X : matriks output, X = I-A
-1
.F
d
Analisis input-output I-O memberikan informasi yang penting bagi perencanaan pembangunan daerah. Hasil analisis input-output yang meliputi
keterkaitan ke depan, keterkaitan ke belakang, keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung, keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung, indeks daya
penyebaran, indeks daya kepekaan serta multiplier effect dapat memberikan informasi mengenai keterkaitan antar sektor perekonomian dan potensi dampak
ganda bagi berbagai indikator pembangunan. Oleh karena itu, hasil analisis input- output dapat digunakan sebagai indikator pengembangan wilayah.
Perkembangan suatu wilayah salah satunya ditentukan oleh perkembangan aktivitas-aktivitas sektor perekonomiannya. Hasil analisis berbagai nilai
keterkaitan sektor perekonomian dalam analisis input-output dapat menjadi indikator perkembangan aktivitas perekonomian suatu wilayah yang pada
akhirnya dapat memberikan gambaran mengenai perkembanganpembangunan suatu wilayah. Selain itu, analisis input-output ini juga dapat memberikan arahan
dalam menetapkan sektor-sektor prioritas dalam pembangunan wilayah. Analisis multiplier effect dapat menjadi indikator pengembangan wilayah
karena dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ekonomi suatu wilayah. Misalnya, analisis keterkaitan komoditas-
komoditas tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lainnya dapat menjadi
X t
T .
ˆ
indikator pengembangan perekonomian wilayah karena dapat mengetahui hubungan antar komoditas tanaman bahan makanan dengan sektor lainnya dan
bagaimana solusi untuk meningkatkan keterkaitan tersebut dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah. Income multiplier dapat menjadi indikator
pengembangan wilayah karena dapat melihat besarnya peningkatan pendapatan masyarakat yang berarti terjadinya peningkatan kesejahteraan dan penurunan
kemiskinan. Dengan demikian, hasil analisis keterkaitan antar sektor dan multiplier effect ini dapat menjawab isu-isu strategis yang disebutkan dalam
dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kabupaten Majalengka khususnya mengenai isu kemiskinan.
3.5.3. Analisis Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan
Analisis komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan dilakukan secara deskriptif berdasarkan hasil analisis kondisi, potensi daya saing dan peran
subsektor tanamaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya.
Penetapan komoditas unggulan dilakukan dengan menganalisis potensi komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan pada level makro, meso
dan mikro. Pada level makro dilakukan sintesis dari hasil analisis LQ dan SSA differential shift yang membandingkan komoditas subsektor tanaman bahan
makanan yang ada di Kabupaten Majalengka dengan komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang ada di KabupatenKota lainnya di Jawa Barat. Dari
hasil sintesis ini akan diperoleh beberapa komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang merupakan komoditas basis serta memiliki keunggulan secara
komparatif dan kompetitif dari berbagai aspek yang dinilai yaitu luas tanam, luas panen, jumlah pohon dan produksi.
Pada level meso dilakukan sintesis dari hasil analisis tabel input-output Kabupaten Majalengka Tahun 2009. Pada level ini bertujuan untuk melihat
tingkat keterkaitan dan multiplier effect komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka. Dari hasil
sintesis ini akan diperoleh beberapa komoditas yang memiliki keterkaitan dan nilai multiplier effect yang lebih besar dibandingkan komoditas subsektor tanaman
bahan makanan lainnya. Pada level mikro dilakukan analisis terhadap angka luas panen dan produksi pada Tahun 2009. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui
komoditas apa saja yang menjadi pilihan masyarakat dalam berusahatani. Selain itu luas panen dan produksi juga merupakan resultante kesesuaian tumbuh dengan
kondisi agroekologi serta memenuhi kriteria unggul dari sisi penawaran. Selanjutnya, berdasarkan penilaian dari setiap level kriteria tersebut
dilakukan sintesis untuk memilih komoditas yang menjadi unggulan. Dalam penentuan komoditas unggulan, komoditas subsektor tanaman bahan makanan
dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok komoditas tanaman pangan, buah- buahan dan sayuran-sayuran. Komoditas yang akan ditetapkan sebagai komoditas
unggulan adalah komoditas yang memenuhi kriteria unggul di setiap levelnya
3.5.4. Analisis Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan
Makanan Analisis prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan
dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process AHP. Pengambilan keputusan atau kebijakan akan lebih mudah bila menggunakan
model kebijakan karena merupakan sajian sederhana mengenai aspek terpilih dari situasi problematik didasari atas tujuan-tujuan khusus. Ada beberapa model yang
dapat digunakan dalam merumuskan kebijakan namun masing-masing model memfokuskan perhatian pada aspek yang berbeda.
Salah satu model analisis data yang dapat digunakan untuk menelaah kebijakan adalah AHP. Model ini banyak digunakan pada pengambilan keputusan
dengan banyak kriteria perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas strategi yang dimiliki pengambil keputusan dalam situasi konflik. Dalam
perkembangannya metode ini tidak saja digunakan untuk penentuan prioritas pilihan dengan banyak kriteria multikriteria tetapi dalam penerapannya telah
meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah. Hal ini dimungkinkan karena metode AHP dapat digunakan dengan
cukup mengandalkan intuisi atau persepsi sebagai masukan utamanya, namun intuisi atau persepsi tersebut harus datang dari orang yang mengerti permasalahan,
pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi.
Langkah awal dari proses ini adalah merinci tujuanpermasalahan kedalam komponen-komponen dan kemudian diatur ke dalam tingkatan-tingkatan hirarki.
Hirarki yang paling atas diturunkan ke dalam beberapa set kriteriaelemen, sehingga diperoleh elemen-elemen spesifik yang mempengaruhi alternatif
pengambilan keputusan. Setelah hirarki tersusun, langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas
elemen-elemen pada masing-masing tingkatan. Kemudian dibangun set matriks- matriks perbandingan dari semua elemen pada suatu tingkat hirarki dan
pengaruhnya terhadap elemen pada tingkatan yang lebih tinggi untuk menentukan prioritas serta mengkonversi penilaian komparatif individu ke dalam pengukuran
skala rasio. Penentuan tingkat kepentingan pada tiap hirarki dilakukan dengan teknik perbandingan berpasangan pairwise comparison yang menghasilkan
suatu matriks peringkat relatif untuk masing-masing tingkat hirarki.
Gambar 5. Struktur hirarki untuk penentuan prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka
Struktur hirarki yang dibangun dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di
Kabupaten Majalengka. Gambaran dari struktur hirarki yang akan diteliti dapat
Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Majalengka
Padi Jagung
Kedelai Mangga
Pisang
Subsistem Agribisnis Hulu
Subsistem Usahatani
Subsistem
Agribisnis Hilir
Subsistem Jasa Layanan Pendukung
SDM Sapras
Kelembagaan Melinjo
dilihat pada Gambar 5. Struktur hirarki tersusun atas 4 level. Level 1 merupakan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan di level 2, 3 dan 4. Level 2 merupakan
tahapan untuk menentukan komoditas unggulan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dalam rangka pencapaian tujuan di level 1. Level 3 merupakan
tahapan untuk menentukan subsistem mana yang diprioritaskan untuk mendukung level 2. Level 4 merupakan tahapan untuk menentukan aspek pendukung mana
yang menjadi prioritas untuk mendukung level 2 dan 3. Faktor-faktor pada level 2, 3 dan 4 dinilai dengan cara perbandingan berpasangan. Misalnya untuk
perbandingan pada level 2 yaitu pemilihan komoditas unggulan, mana yang lebih penting antara pengembangan komoditas padi dan jagung, antara komoditas padi
dan kedelai, antara komoditas unggulan padi dan mangga dan seterusnya. Faktor-faktor yang berpengaruh pada level 3 dapat dijelaskan sebagai
berikut : 1. Subsistem Agribisnis Hulu, menunjukkan kegiatan ekonomi yang
menghasilkan sarana produksi primer dan perdagangan sarana produksi pertanian seperti industri pembibitanperbenihan, pupuk, obat-obatan, alat dan
mesin pertanian, dll. 2. Subsistem Usahatani menunjukkan kegiatan ekonomi yang menggunakan
sarana produksi pertanian untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. 3. Subsistem Agribisnis Hilir menunjukkan kegiatan ekonomi yang mengolah
komoditas pertanian primer menjadi produk-produk olahan baik berupa produk intermediate maupun produk akhir beserta kegiatan perdagangannya.
4. Subsistem Jasa Layanan Pendukung, menunjukkan kegiatan yang menghasilkan dan menyediakan jasa yang dibutuhkan seperti perbankan,
transportasi, penelitian dan pengembangan, layanan informasi agribisnis, kebijakan pemerintah, penyuluhan dan konsultasi, dll.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada level 4 dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Faktor SDM menunjukkan pengetahuan dan keterampilan dari para pelaku kegiatan pertanian. Sumberdaya Manusia SDM sebagai pelaku utama
aktivitas pertanian meliputi petani, dan pelaku pengolahan serta pemasaran hasil pertanian.
2. Faktor Sarana Prasarana Sapras menunjukkan fasilitas pendukung yang berupa sarana dan prasarana untuk mendukung kelancaran kegiatan
pembangunan pertanian. 3. Faktor Kelembagaan menunjukkan organisasi dan norma-norma yang berlaku
di dalam kegiatan pertanian. Kelembagaan menjadi penting karena dapat meningkatkan posisi tawar petani.
Untuk memperoleh bobot dari tiap-tiap kriteria AHP digunakan perbandingan berpasangan pairwise comparison dengan skala 1 sampai 9. Nilai
bobot 1 menggambarkan sama penting, ini berarti bahwa atribut yang sama skalanya nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut
yang paling absolut dibandingkan yang lainnya. Tabel skala perbandingan berpasangan menurut Saaty 2008 disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Skala Perbandingan Berpasangan
Tingkat Kepentingan
Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama
pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang
sama besar terhadap tujuannya 3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain
Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen
yang lain 5
Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain
Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding yang
lain 7
Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain
Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek
9 Elemen yang satu mutlak lebih
penting dari elemen yang lain Bukti yang mendukung elemen yang satu
terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai
pertimbangan yang berdekatan Nilai ini diberikan bila ada kompromi
diantara dua pilihan Kebalikan
Reciprocals Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka
bila dibandingkan dengan aktivitas j, mempunyai nilai kebalikan bila
dibandingkan dengan i
Sumber: Saaty 2008
3.5.5. Penyusunan Arahan Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan
Makanan dalam Pengembangan Wilayah
Arahan pengembangan subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka akan disusun berdasarkan hasil
dari analisis sebelumnya yang meliputi hasil analisis kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan yang dilakukan berdasarkan analisis
Location Quotient LQ dan Shift Share Analysis SSA, analisis peran subsektor tanaman bahan makanan yang dilakukan dengan menggunakan analisis input-
output, analisis penentuan komoditas unggulan serta analisis prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka
dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process AHP. Selanjutnya hasil analisis tersebut dipadukan dengan analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan
untuk tiga komoditas unggulan terpilih sehingga diperoleh lokasi arahan untuk pengembangan komoditas tersebut.
Analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk komoditas unggulan dilakukan melalui pengolahan peta dengan sistem informasi geografis. Analisis
kesesuaian lahan diperoleh dengan mengolah data peta tanah dan peta landsystem dengan persyaratan tumbuh masing-masing komoditas unggulan. Kriteria
persyaratan tumbuh mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat 2003 yang disajikan pada Lampiran
16. 17 dan 18. Kesesuaian lahan ditetapkan pada tingkat ordo. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan atas ordo S Sesuai dan ordo N Tidak Sesuai.
Lahan yang tergolong ordo S adalah lahan yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Lahan yang tergolong ordo N adalah lahan yang
mempunyai kesulitan atau faktor pembataspenghambat yang berat sehingga tidak dapat digunakan untuk tujuan penggunaan tertentu Sitorus, 2004; Hardjowigeno
dan Widiatmaka, 2007. Selanjutnya, peta kesesuaian lahan ditumpangtindihkan dengan peta
penggunaan lahan landuse dan RTRW untuk mengetahui lokasi-lokasi lahan yang memiliki kriteria sesuai berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian dan tersedia
untuk pengembangan suatu komoditas karena belum dialokasikan untuk penggunaan lain ataupun telah dialokasikan untuk penggunaan lahan pertanian