Keterkaitan Sektoral Peranan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Perekonomian

menempati urutan ke-21, ubi kayu memiliki nilai DIFL sebesar 1,0271 menempati urutan ke-24 dan sayur-sayuran memiliki nilai DIFL sebesar 1,0089 serta menempati urutan ke-28. Berdasarkan nilai DIFL ini maka komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan adalah padi, buah-buahan dan bahan makanan lainnya. Keempat komoditas tersebut memiliki nilai DIFL diatas komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan diatas subsektor tanaman perkebunan dan kehutanan yang juga merupakan bagian dari sektor pertanian. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang atau Direct Indirect Backward Linkage DIBL menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut secara langsung dan tidak langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang DIBL sektor-sektor perekonomian ditampilkan pada Gambar 20. Gambar 20. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian Berdasarkan Gambar 20 tersebut, sektor yang memiliki nilai DIBL tertinggi adalah sektor industri pengolahan dengan nilai 1,5798. Adapun besarnya peranan subsektor tanaman bahan makanan adalah sebagai berikut : jagung memiliki nilai DIBL sebesar 1,1772 menempati urutan ke-17, padi memiliki nilai DIBL sebesar 1,1315 menempati urutan ke-22, buah-buahan memiliki nilai DIBL sebesar 1,1217 menempati urutan ke-25, bahan makanan lainnya memiliki nilai DIBL sebesar 1,1110 menempati urutan ke-26, sayur-sayuran memiliki nilai DIBL sebesar 0,0860 menempati urutan ke-27 dan ubi kayu memiliki nilai DIBL sebesar 1,0814 serta menempati urutan ke-28. Berdasarkan nilai DBL ini maka komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan adalah jagung dan padi. Kedua komoditas tersebut memiliki nilai DIBL diatas komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan diatas subsektor kehutanan yang juga merupakan bagian dari sektor pertanian. Sebagian besar komoditas subsektor tanaman bahan makanan memiliki nilai DIBL yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai DIFL-nya, kecuali komoditas padi yang memiliki nilai DIFL lebih besar dibandingkan dengan nilai DIBL-nya. Hal ini berarti untuk komoditas jagung, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi kayu dan bahan makanan lainnya lebih banyak menggunakan output dari sektor lain secara langsung dan tidak langsung untuk digunakan sebagai input bagi sektornya daripada dapat menghasilkan output yang digunakan sebagai input bagi sektor lainnya. Berbeda dengan komoditas padi, komoditas ini lebih banyak menghasilkan output yang dapat digunakan oleh sektor lain sebagai input secara langsung dan tidak langsung dibandingkan menggunakan output dari sektor lain. Nilai DBL dan DIBL jagung, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi kayu dan bahan makanan lainnya yang lebih besar dibandingkan dengan nilai DFL dan DIFL menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut lebih banyak menggunakan input dari sektor lain daripada outputnya digunakan sebagai input sektor lain. Nilai DFL dan DIFL padi yang lebih besar dibandingkan dengan nilai DBL dan DIBL menunjukkan bahwa output komoditas padi lebih banyak digunakan sebagai input oleh sektor-sektor lainnya dan lebih sedikit menggunakan input dari sektor lain. Selanjutnya, sektor-sektor manakah yang terkait dengan komoditas- komoditas subsektor tanaman bahan makanan secara langsung disajikan pada Gambar 21, 22, 23 dan 24. Keterkaitan langsung komoditas padi dengan sektor- sektor lainnya baik keterkaitan ke depan maupun ke belakang di sajikan pada Gambar 21. Gambar 21. Keterkaitan padi dengan sektor-sektor lainnya Keterkaitan ke depan komoditas padi tertinggi adalah dengan sektor industri pengolahan. Besarnya keterkaitan ke depan komoditas padi dengan industri pengolahan adalah sebesar 87,50 dari total permintaan antara. Hal ini berarti output komoditas padi banyak digunakan sebagai input oleh industri pengolahan. Industri pengolahan yang menggunakan input komoditas padi yang berkembang di Kabupaten Majalengka adalah industri makanan, penggilingan padi dan pembuatan bata merah. Output komoditas padi yang digunakan dalam pembuatan bata merah adalah sekam padi, dimana sekam padi diperlukan sebagai salah satu bahan campuran pembuatan bata merah serta digunakan untuk proses pembakaran bata merah. Komoditas padi ini juga memiliki keterkaitan ke depan dengan sektor peternakan dan hasilnya karena limbah dari komoditas padi ini banyak digunakan sebagai pakan ternak. Keterkaitan ke belakang komoditas padi tertinggi adalah dengan komoditas padi itu sendiri diikuti oleh sektor perdagangan besar dan eceran. Besarnya keterkaitan ke belakang komoditas padi dengan komoditas padi itu a Keterkaitan Langsung ke Depan b Keterkaitan Langsung ke Belakang sendiri adalah sebesar 65,05 dari total input antara. Komoditas padi ini memerlukan sarana produksi sebagai inputnya. Pemenuhan kebutuhan akan sarana produksi bibit, pupuk, dll dapat dipenuhi dari sektor padi itu sendiri dan sektor perdagangan besar dan eceran. Keterkaitan langsung antara komoditas jagung dengan sektor-sektor lainnya baik keterkaitan langsung ke depan maupun ke belakang disajikan pada Gambar 22. Keterkaitan langsung tertinggi baik keterkaitan langung ke depan maupun ke belakang komoditas jagung adalah dengan komoditas jagung itu sendiri. Adapun besarnya keterkaitan ke depan dan ke belakang komoditas jagung dengan komoditas jagung itu sendiri berturut-turut sebesar 29,30 dari permintaan antara dan 30,59 dari total input antara. Komoditas jagung banyak membutuhkan input dari komoditas jagung itu sendiri sebagai benih, membutuhkan sarana produksi lainnya dari perdagangan besar dan eceran serta membutuhkan limbah kotoran dari peternakan sebagai pupuk organik. Output komoditas jagung ini juga digunakan untuk sektor perikanan dan peternakan sebagai pakan ternak serta sebagian diolah oleh industri pengolahan. Gambar 22. Keterkaitan jagung dengan sektor-sektor lainnya Keterkaitan langsung komoditas buah-buahan dengan sektor-sektor lainnya baik keterkaitan ke depan maupun ke belakang disajikan pada Gambar 23. a Keterkaitan Langsung ke Depan b Keterkaitan Langsung ke Belakang Gambar 23. Keterkaitan buah-buahan dengan sektor-sektor lainnya Keterkaitan tertinggi ke depan maupun ke belakang komoditas buah- buahan adalah dengan komoditas buah-buahan itu sendiri. Komoditas buah- buahan banyak membutuhkan input dari komoditas buah-buahan itu sendiri sebagai benih, membutuhkan sarana produksi lainnya dari perdagangan besar dan eceran serta membutuhkan limbah kotoran dari peternakan sebagai pupuk organik. Output komoditas buah-buahan ini juga digunakan oleh sektor jasa sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi serta hotel dan restoran untuk dikonsumsi. Selain itu juga sebagian digunakan untuk industri pengolahan. Keterkaitan antara komoditas sayur-sayuran dengan sektor-sektor lainnya baik keterkaitan ke depan maupun ke belakang di sajikan pada Gambar 24. Gambar 24. Keterkaitan sayur-sayuran dengan sektor-sektor lainnya b Keterkaitan Langsung ke Belakang a Keterkaitan Langsung ke Depan a Keterkaitan Langsung ke Depan b Keterkaitan Langsung ke Belakang Komoditas sayuran memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi dengan komoditas sayuran itu sendiri. Besarnya keterkaitan ke depan komoditas sayuran dengan komoditas sayuran itu sendiri adalah sebesar 77,98 dari total permintaan antara. Komoditas sayuran ini tidak memiliki keterkaitan ke depan dengan industri pengolahan melainkan memiliki keterkaitan ke depan dengan sektor hotel, restoran, pemerintahan umum, jasa sosial kemasyarakatan serta hiburan dan rekreasi. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas sayuran merupakan komoditi yang lebih banyak dikonsumsi langsung. Komoditas sayuran memiliki keterkaitan ke belakang yang tinggi dengan sektor perdagangan besar dan eceran, angkutan jalan raya serta peternakan dan hasil-hasilnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut mempunyai peran yang besar dalam penyediaan input sarana produksi bagi komoditas sayuran. Besarnya keterkaitan ke belakang komoditas sayuran dengan sektor perdagangan besar dan eceran adalah sebesar 52,35 dari total input antara Sektor yang memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor- sektor hulu atau hilir baik melalui mekansime transaksi pasar output maupun pasar input sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi wilayah yang berkelanjutan. Untuk mengetahui sektor-sektor tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan dua indeks keterkaitan yaitu daya penyebaran dan derajat kepekaan. Nilai indeks daya penyebaran dan indeks daya kepekaan ini merupakan nilai keterkaitan kangsung dan tidak langsung yang sudah dinormalkan dengan cara membagi nilai keterkaitan suatu sektor dengan rata-rata nilai keterkaitan seluruh sektor. Dari nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan akan diperoleh indeks daya kepekaan sedangkan dari nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang akan diperoleh indeks daya penyebaran. Indeks daya penyebaran IDP menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian. Nilai indeks daya penyebaran lebih besar dari satu menujukkan bahwa sektor tersebut memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya atau meningkatkan output sektor lainnya yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut, sedangkan nilai kurang dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut kurang mampu menarik sektor hulunya. Pada Gambar 25 ditampilkan nilai indeks penyebaran sektor-sektor perekonomian. Berdasarkan gambar tersebut semua komoditas subsektor tanaman bahan makanan memiliki nilai IDP kurang dari satu yang menunjukkan bahwa komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan kurang mampu meningkatkan pertumbuhan produksi bagi sektor-sektor hulunya. Komoditas yang memiliki nilai IDP terbesar diantara komoditas lain dalam sektor tanaman bahan makanan adalah komoditas jagung dengan nilai IDP sebesar 0,9395 dan padi dengan nilai IDP sebesar 0,9030. Gambar 25. Nilai Indeks Daya Penyebaran sektor-sektor perekonomian Indeks daya kepekaan IDK menunjukkan sumbangan relatif suatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir keseluruhan sektor perekonomian. Nilai indeks daya kepekaan lebih besar dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilirnya yang memakai input dari sektor tersebut. Menurut Rustiadi et al. 2009, jika suatu sektor memiliki karakteristik indeks daya kepekaan 1, maka sektor tersebut merupakan salah satu sektor yang strategis karena secara relatif dapat memenuhi permintaan akhir diatas kemampuan rata-rata sektor yang lain. Nilai indeks daya kepekaan sektor-sektor perekonomian ditampilkan pada Gambar 26. Gambar 26. Nilai Indeks Daya Kepekaan sektor-sektor perekonomian Pada Gambar 26 terlihat bahwa komoditas padi merupakan satu-satunya komoditas sektor tanaman bahan makanan yang memiliki IDK lebih besar dari satu 1,1773. Artinya komoditas padi ini merupakan komoditas yang strategis dan memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilirnya. Komoditas jagung, ubi kayu, buah-buahan, sayur-sayuran dan bahan makanan lainnya memiliki nilai IDK kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas-komoditas tersebut kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Komoditas dengan nilai Indeks Daya Penyebaran IDP dan Indeks Daya Kepekaan IDK tinggi merupakan suatu komoditas yang memiliki basis domestik yang baik dari sisi input maupun output. Artinya komoditas-komoditas tersebut lebih banyak menggunakan input antara yang berasal dari produksi domestiknya dan lebih banyak menjual outputnya untuk memenuhi kebutuhan input antara dari sektor produksi domestik. Dengan kata lain komoditas tersebut lebih sedikit menggunakan input yang berasal dari impor dan sedikit digunakan untuk memenuhi permintaan ekspor. Sektor yang mempunyai IDP tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai pengaruh terhadap sektor lain. Sebaliknya, sektor yang mempunyai IDK yang tinggi berarti sektor tersebut akan cepat terpengaruh bila terjadi perubahan pada sektor lainnya. Berdasarkan IDP dan IDK, komoditas subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka yang memiliki basis domestik yang baik hanyalah komoditas padi. Komoditas padi ini memiliki basis domestik dari sisi output. Artinya komoditas ini lebih banyak menjual outputnya untuk memenuhi kebutuhan input antara sektor-sektor domestik. Selain itu komoditas ini juga merupakan komoditas yang akan cepat terpengaruh dengan adanya perubahan di sektor lainnya.

5.2.3. Multiplier Effect

Multiplier terbagi menjadi multiplier Tipe I dan multiplier Tipe II. Multiplier Tipe I dihitung berdasarkan inverse matriks Leontief I-A -1 , dimana sektor rumah tangga diperlakukan secara exogenous, sedangkan multiplier Tipe II tidak hanya menghitung dampak langsung dan tidak langsung, tetapi termasuk pula dampak induksi, yaitu dampak dari perubahan pola konsumsi rumah tangga akibat peningkatan terhadap kinerja sistem perekonomian wilayah. Analisis multiplier effect yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis multiplier Tipe I. Analisis multiplier effect dari sektor-sektor perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka berdasarkan Tabel I-O Tahun 2009 terdiri atas multiplier output, NTB, pendapatan income dan pajak tak langsung.

5.2.3.1. Multiplier Effect Output

Multiplier Effect Output menunjukkan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di suatu wilayah. Hasil analisis Multiplier Effect Output sektor-sektor perekonomian disajikan pada Gambar 27. Gambar 27. Nilai Multiplier Effect Output sektor-sektor perekonomian Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa peran komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan terhadap output perekonomian adalah : jagung memiliki nilai multiplier effect output sebesar 1,1772 yang menempati urutan ke-17, padi memiliki nilai multiplier effect output sebesar 1,1315 yang menempati urutan ke-22, buah-buahan memiliki nilai multiplier effect output sebesar 1,1217 yang menempati urutan ke-25, bahan makanan lainnya memiliki nilai multiplier effect output sebesar 1,1110 yang menempati urutan ke-26, sayur-sayuran memiliki nilai multiplier effect output sebesar 1,0860 yang menempati urutan ke-27 dan ubi kayu memiliki nilai multiplier effect output sebesar 1,0814 yang menempati urutan ke-28. Berdasarkan nilai multiplier effect output tersebut maka komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan adalah jagung dan padi. Kedua komoditas tersebut memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan komoditas lainnya dan kedua komoditas tersebut memiliki nilai diatas subsektor kehutanan yang merupakan bagian dari sektor pertanian. Nilai multiplier effect output jagung sebesar 1,1772 berarti bahwa setiap peningkatan permintaan akhir jagung sebesar satu satuan, maka output perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka akan meningkat sebesar ekivalen 1,1772. Dengan kata lain, apabila permintaan akhir jagung meningkat 1 milyar rupiah maka dampak terhadap perekonomian wilayah output meningkat sebesar 1,1772 milyar rupiah.

5.2.3.2. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto

Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto NTB atau PDRB Multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan NTB. Nilai Tambah Bruto NTB atau PDRB adalah input primer yang merupakan bagian dari input secara keseluruhan. Dalam tabel I-O diasumsikan NTB atau PDRB berhubungan dengan output secara linier. Artinya peningkatan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan atau penurunan NTB. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui besarnya peranan subsektor tanaman bahan makanan terhadap peningkatan nilai tambah brutoPDRB yaitu komoditas jagung memiliki nilai multiplier NTB sebesar 1,1447 menempati urutan ke-18, padi memiliki nilai multiplier NTB sebesar 1,1189 menempati urutan ke-20, bahan makanan lainnya memiliki nilai multiplier NTB sebesar 1,0965 menempati urutan ke-24, buah-buahan memiliki nilai multiplier NTB sebesar 1,0953 menempati urutan ke-25, sayur-sayuran memiliki nilai multiplier NTB sebesar 1,0660 menempati urutan ke-27 dan ubi kayu memiliki nilai multiplier NTB sebesar 1,0597 menempati urutan ke-28. Berdasarkan nilai multiplier NTB tersebut maka komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan adalah jagung dan padi. Kedua komoditas tersebut memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan kedua komoditas tersebut memiliki nilai diatas subsektor tanaman perkebunan dan kehutanan yang merupakan bagian dari sektor pertanian. Nilai NTB multiplier jagung sebesar 1,1447 berarti bahwa apabila permintaan akhir komoditas jagung meningkat 1 milyar rupiah maka dampak terhadap nilai tambahPDRB akan meningkat sebesar 1,1447 milyar rupiah. Multiplier Effect NTBPDRB sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Majalengka ditampilkan pada Gambar 28. Gambar 28. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto PDRB sektor-sektor perekonomian

5.2.3.3. Multiplier Effect Pendapatan

Nilai dari Multiplier Effect Pendapatan menunjukkan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah. Nilai multiplier effect pendapatan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Majalengka ditampilkan pada Gambar 29. Gambar 29. Multiplier Effect pendapatan sektor-sektor perekonomian Dari Gambar 29 dapat diketahui besarnya peranan subsektor tanaman bahan makanan terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga yaitu komoditas jagung memiliki nilai multiplier effect pendapatan sebesar 1,2260 menempati urutan ke-15, buah-buahan memiliki nilai multiplier effect pendapatan sebesar 1,2201 menempati urutan ke-16, ubi kayu memiliki nilai multiplier effect pendapatan sebesar 1,1503 menempati urutan ke-21, padi memiliki nilai multiplier effect pendapatan sebesar 1,1437 menempati urutan ke-22, sayur-sayuran memiliki nilai multiplier effect pendapatan sebesar 1,1309 menempati urutan ke- 26 dan bahan makanan lainnya memiliki nilai multiplier effect pendapatan sebesar 1,1127 menempati urutan ke-28. Berdasarkan nilai multiplier effect pendapatan tersebut maka komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan adalah jagung dan buah-buahan. Kedua komoditas tersebut memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan kedua komoditas tersebut memiliki nilai diatas subsektor tanaman perkebunan dan kehutanan yang merupakan bagian dari sektor pertanian. Nilai multiplier effect pendapatan untuk komoditas jagung bernilai 1,2260 berati bahwa untuk setiap penambahan permintaan akhir komoditas jagung sebesar satu satuan akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor komoditas jagung sebanyak 1,2260 kali. . Selain itu, berdasarkan nilai multiplier effect pendapatan terlihat bahwa untuk komoditas ubi kayu memiliki nilai multiplier effect pendapatan pada urutan ke-3 diantara komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan menempati posisi diatas komoditas padi, hal ini karena komoditas ubi kayu merupakan komoditas yang relatif mudah ditanam dan tidak terlalu membutuhkan banyak input serta perlakuan khusus dalam membudidayakannya tetapi hasilnya sangat dibutuhkan untuk konsumsi penduduk maupun untuk bahan baku industri sehingga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi petani. Adapun komoditas padi merupakan komoditas yang menjadi bahan makanan pokok bagi masyarakat sehingga campur tangan pemerintah dalam mengendalikan komoditas ini cukup besar termasuk dalam pengendalian harga jual yang mengakibatkan komoditas padi tidak memberikan multipier effect yang besar terhadap peningkatan pendapatan.

5.2.3.4. Multiplier Effect Pajak Tak Langsung