Evaluasi Fasilitas Ruang Tunggu Guna Peningkatan Kualitas Pelayanan Dengan Pendekatan Mikro Ergonomi Dan Makro Ergonomi Pada Stasiun Kereta Api Di Medan

(1)

EVALUASI FASILITAS RUANG TUNGGU GUNA

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN

PENDEKATAN MIKRO ERGONOMI DAN MAKRO

ERGONOMI PADA STASIUN KERETA API DI MEDAN

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

CLARA THERESIA

0 8 0 4 0 3 0 3 5

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

penelitian dengan judul “Evaluasi Fasilitas Ruang Tunggu Guna Peningkatan

Kualitas Pelayanan dengan Pendekatan Mikro Ergonomi dan Makro Ergonomi pada Stasiun Kereta Api di Medan” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik, Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi fasilitas pada bagian ruang tunggu Stasiun Kereta api di Medan. Dengan mengetahui kondisi tersebut selanjutnya diusulkan rancangan perbaikan fasilitas ruang tunggu Stasiun kereta api di Medan dengan pendekatan Mikro Ergonomi dan Makro Ergonomi guna peningkatan kualitas pelayanan pada Stasiun kereta api.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan, maka dengan kerendahan hati penulis mohon maaf dan menerima kritik saran yang membangun dalam penelitian ini.

Medan, Oktober 2012


(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian laporan ini. Pada kesempatan kali ini, penulis mencoba untuk menyebutkan pihak atau nama dalam lembaran ucapan terima kasih ini.

1. Dosen Pembimbing I, Ir. Mangara M. Tambunan M.Sc. dan juga selaku

Koordinator Tugas Sarjana yang telah banyak membimbing dan mengajarkan ilmu serta memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.

2. Dosen Pembimbing II, Ir. Nazlina, MT yang telah banyak membimbing dan

mengajarkan ilmu serta memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.

3. Ketua Departemen Teknik Industri FT USU, Ir. Khawarita Siregar, MT.

4. Sekretaris Departemen Teknik Industri FT USU, Ir. Ukurta Tarigan, MT.

5. Kepala Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja FT USU, Ir.

Dini Wahyuni, MT. yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

6. Pimpinan serta seluruh staf dan karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Divisi Regional I Sumatera Utara khususnya Stasiun Kereta Api Medan yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian.


(4)

7. Papa dan Mama, Ridwan dan Yanti yang selalu memberikan dukungan kepada penulis serta motivasi yang paling besar sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.

8. Cece Sany Monika, Koko Hendra, Dedek Felisia dan Sheryl beserta keluarga

yang selalu mendukung dan memberi motivasi kepada penulis.

9. Sahabat penulis, Fitri M. Siahaan, Dewi Resna, Katarina Marpaung, Yemima

Dayfiventy yang telah banyak memberi dukungan berupa doa, motivasi, dan semangat kepada penulis.

10.Rekan seperjuangan penulis, Ajeng Ayu Cahyaditha yang telah menemani

selama proses penelitian, teman bertukar pikiran dan teman yang telah banyak memberikan semangat kepada penulis.

11.Sahabat tercinta, Merry Mardiana, Ivana, Moureen, Jefri Sanjaya, Yudiana,

Danny, Erida dan Susendy yang meskipun jauh disana tapi selalu memberikan dukungan dan semangat lewat telepon dan sms kepada penulis.

12.Rekan-rekan Asisten 2008 (Marta, Ajeng, Ira, Eka dan Kristoffel) dan

Adik-adik rekan asisten 2009 dan 2010 di Laboratorium Ergonomi & PSK FT USU.

13.Pegawai jurusan Teknik Industri (Kak Dina, Bang Mijo, Bang Ridho, Bang

Nurmansyah, Kak Rahma dan Kak Ani) yang telah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi.

14.Rekan-rekan angkatan 2008 Teknik Industri FT USU.

Medan, Oktober 2012


(5)

ABSTRAK

Stasiun kereta api di Medan merupakan salah satu stasiun yang berada dibawah pengawasan PT. Kereta Api Indonesia (Persero), yang bergerak dalam bidang usaha penyediaan jasa transportasi darat. Banyaknya jumlah penyedia jasa transportasi mendorong persaingan antara penyedia jasa transportasi untuk memberikan pelayanan yang baik guna memuaskan keinginan konsumen. Kualitas pelayanan dan kondisi fasilitas yang ada pada stasiun kereta api di Medan khususnya bagian ruang tunggu masih belum memenuhi Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 9 tanggal 8 Febuari 2011. Oleh sebab itu perlu adanya identifikasi dan penilaian kondisi fasilitas ruang tunggu serta analisis dan evaluasi yang dilakukan untuk peningkatan kualitas pelayanan dengan pendekatan Mikro Ergonomi dan Makro Ergonomi. Dengan pendekatan Mikro Ergonomi akan diberikan usulan perbaikan untuk mengatasi masalah lingkungan kerja (temperatur udara dan tingkat intensitas bunyi) di bagian ruang tunggu Stasiun kereta api. Dengan pendekatan Makro Ergonomi akan dilakukan perancangan ulang sistem kerja pada bagian ruang tunggu Stasiun kereta api yang dapat diimplementasikan oleh pihak pengelola Stasiun kereta api.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisis permasalahan dan memberikan usulan perbaikan pada kondisi fasilitas dibagian ruang tunggu dengan pendekatan Mikro Ergonomi dan Makro Ergonomi guna peningkatan kualitas pelayanan pada Stasiun Kereta Api di Medan.

Penelitian ini memaparkan kondisi fasilitas yang ada pada bagian ruang tunggu Stasiun Kereta Api di Medan melalui kuisioner yang disebarkan kepada pengguna jasa kereta api. Dengan mengetahui kondisi tersebut, dilakukan pengukuran kondisi lingkungan kerja pada bagian ruang tunggu Stasiun Kereta api. Diperoleh hasil pengukuran temperatur udara di bagian ruang tunggu berkisar

pada 31-35,3oC dan tingkat intensitas bunyi pada bagian ruang tunggu berkisar

pada 66,8-88,1dB. Kemudian dilakukan pemecahan masalah dengan pendekatan

Makro Ergonomi menggunakan metode MEAD (Macro Ergonomic Analysis and

Design) melalui sepuluh tahapan proses dan diperoleh hasil pemilihan alternatif

yaitu melakukan perbaikan serta pengadaan fasilitas di bagian ruang tunggu, pelatihan petugas pada Stasiun kereta api dan perbaikan budaya atau kebiasaan penumpang.

Dari penelitian ini diberikan usulan perbaikan fasilitas ruang tunggu pada Stasiun kereta api di Medan yang dapat diimplementasikan oleh pihak manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero) guna peningkatan kualitas pelayanan Stasiun kereta api.

Kata Kunci: Mikro Ergonomi, MEAD (Macro Ergonomic Analysis and Design),


(6)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian... I-3

1.4. Asumsi dan Batasan Penelitian ... I-3

1.5. Manfaat Penelitian... I-4 1.6. Sistematika Penulisan ... I-5


(7)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-5

2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-6

2.3.1. Struktur Organisasi ... II-6

2.3.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-9

III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Kereta Api... ... III-1

3.2. Kriteria Fasilitas Ruang Tunggu ... III-3

3.2.1. Kriteria Fasilitas Ruang Tunggu Berdasarkan Standar

Pelayanan Minimum ... III-3

3.2.2. Kriteria Fasilitas Ruang Tunggu Berdasarkan Indian

Railway Station Standard ... III-4

3.3. Pembuatan Kuisioner ... III-8

3.3.1. Skala Penilaian ... III-10

3.4. Teknik Sampling ... III-12


(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.4.1. Non-Probability Sampling ... III-15

3.5. Ukuran Sampel ... III-17 3.6. Validitas dan Reabilitas ... III-19 3.6.1. Validitas ... III-19 3.4.1. Reabilitas ... III-21 3.7. Lingkungan Kerja ... III-22

3.7.1. Temperatur Udara ... III-22

3.7.2. Kebisingan di Tempat Kerja ... III-24

3.8. Pengertian Makro Ergonomi ... III-25

3.9. Keterkaitan antara Makro Ergonomi dengan Penelitian ini ... III-28

3.10. Macro Ergonomic Analysis and Design Methodology ... III-29

3.10.1. Sistem Sosioteknikal ... III-35

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1

4.2. Rancangan Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Instrumen Penelitian ... IV-2 4.5. Jenis dan Sumber Data ... IV-2


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.7. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3

4.6.1. Definisi Operasional Variabel ... IV-4

4.6.2. Variabel Penelitian ... IV-5

4.8. Metode Pengolahan Data ... IV-5

4.9. Metode Analisis dan Evaluasi ... IV-5

4.10. Kesimpulan dan Saran ... IV-6 V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1. Penyebaran Kuisioner Terbuka ... V-1

5.1.1. Rekapitulasi Kuisioner Terbuka ... V-1

5.1.2. Penyebaran Kuisioner Tertutup ... V-5

5.1.2.1. Uji Validitas ... V-6

5.1.2.2. Uji Reabilitas ... V-9

5.2. Data Fasilitas pada Ruang Tunggu Stasiun Kereta Api ... V-11

5.3. Layout Ruang Tunggu Stasiun Kereta Api di Medan ... V-12

5.4. Pengumpulan Data Lingkungan Kerja Stasiun Kereta Api ... V-15

5.4.1. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Temperatur Udara ... V-22

5.4.2. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Tingkat Intensitas Bunyi V-24


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.5.1. Uraian Elemen Kegiatan ... V-27

5.5.2. Uraian Job Description Petugas Stasiun Kereta Api ... V-29

5.6. Macro Ergonomic Analysis and Design (MEAD)... V-32

5.6.1. Pembuatan Diagram Pohon Permasalahan ... V-32

5.6.2. Identifikasi Data Varians ... V-33 5.6.3. Penyusunan Matrik Varians ... V-34

5.6.4. Penyusunan Tabel Kontrol Varians dan Analisis Peran ... V-38

5.6.5. Penyusunan Function Allocation dan Joint Design ... V-42

5.6.6. Evaluasi Peran dan Persepsi Tanggung Jawab... V-44

5.6.6.1. Evaluasi Bobot Skor Alternatif ... V-44

5.6.6.2. Evaluasi Peran dan Tanggung Jawab ... V-32

5.6.7. Perancangan Ulang Subsistem Pendukung ... V-43 5.6.8. Iterasi, Implementasi dan Improvisasi ... V-52 VI ANALISIS DAN EVALUASI ... VI-1

6.1. Analisis... ... VI-1

6.1.1. Analisis Pemecahan Masalah dengan Pendekatan Mikro

Ergonomi ... VI-1

6.1.2. Analisis Pemecahan Masalah dengan Pendekatan Makro


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

6.2. Evaluasi ... ... .. VI-18

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan... VII-1 7.2. Saran ... VII-3

DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

3.1. Rute Kereta Api Penumpang di Sumatera Utara ... III-1

3.2. Zona Pembagian Tingkat Intensitas Bunyi (dB) ... III-24

3.3. Kebutuhan Iluminasi untuk Pekerjaan ... III-25

5.1. Rekapitulasi Kuisioner Terbuka ... V-2

5.2. Rekapitulasi Jumlah Penumpang pada Stasiun Medan ... V-5

5.3. Butir-butir Pertanyaan pada Kuisioner Tertutup ... V-6

5.4. Pengujian Validitas Sepuluh Butir Pertanyaan ... V-8

5.5. Perhitungan Varians Tiap Butir Pertanyaan ... V-10

5.6. Jadwal Keberangkatan Kereta Api dari Stasiun Medan ... V-13

5.7. Hasil Pengukuran Pendahuluan Tingkat Intensitas Bunyi ... V-14

5.8. Hasil Pengukuran Pendahuluan Tingkat Pencahayaan ... V-16

5.9. Data Hasil Pengamatan Temperatur dan Tingkat Intensitas Bunyi V-16

5.10. Data Hasil Pengamatan Temperatur dan Tingkat Intensitas Bunyi V-19 5.11. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Temperatur Udara ... V-21 5.12. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Tingkat Intensitas Bunyi ... V-23 5.13. Matriks Varians Data ... V-34 5.14. Tabel Kontrol Varians dan Analisis Peran ... V-38 5.15. Kriteria Penilaian Bobot Alternatif ... V-42 5.16. Evaluasi Bobot Skor Alternatif ... V-44


(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT.Kereta Api Indonesia Divre I Sumatera

Utara ... II-8

3.1. Rute Perjalanan Kereta Api Penumpang di Sumatera Utara ... III-2

3.2. Peta Rute Kereta Api di Wilayah Sumatera ... III-2

3.3. Ranah Makro Ergonomi ... III-27

4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3

4.2. Blok Diagram Penelitian ... IV-7

5.1. Kursi pada Bagian Ruang Tunggu Stasiun Kereta Api Medan .... V-11

5.2. Toilet pada Stasiun Kereta Api Medan... V-11

5.3. Free Charger Area ... V-12 5.4. Smoking Area ... V-12

5.5. Posisi Peletakan Titik Pengukuran ... V-15

5.6. Posisi Peletakan Pengukuran ... V-15

5.7. Titik Pengukuran ke-1 Temperatur dan Tingkat Intensitas Bunyi V-17

5.8. Titik Pengukuran ke-2 Temperatur dan Tingkat Intensitas Bunyi V-17

5.9. Titik Pengukuran ke-3 Temperatur dan Tingkat Intensitas Bunyi V-17

5.10. Titik Pengukuran ke-4 Temperatur dan Tingkat Intensitas Bunyi V-18 5.11. Titik Pengukuran ke-5 Temperatur dan Tingkat Intensitas Bunyi V-18 5.12. Display Informasi ... V-26 5.13. Lintasan yang Dilalui Penumpang Kereta Api ... V-27


(14)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.14. Flowchart Penumpang menuju Ruang Tunggu Stasiun Kereta

Api ... V-28 5.15. Diagram Pohon Permasalahan ... V-31 5.16. Alternatif Penyelesaian Masalah ... V-41

6.1. Layout Posisi Peletakan Display Usulan pada Stasiun Kereta

Api (Skala 1:60) ... VI-2 6.2. Air Conditioning ... VI-5

6.3. Posisi Peletakan AC di Ruang Tunggu Stasiun Kereta Api ... VI-5

6.4. Kipas Angin Tipe Tornado Deluxe ... VI-5

6.5. Jarak Antar Loudspeaker Kondisi Aktual di Ruang Tunggu ... VI-6

6.6. Posisi Peletakan Loudspeaker Usulan ... VI-7

6.7. Loudspeaker Tipe ZS-F2000B ... VI-8

6.8. Bentuk Dinding Peredam Bunyi ... VI-9

6.9. Penempatan Dinding Peredam Bunyi ... VI-10


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

I. Standar Pelayanan Minimum PM No.9 Tahun 2011 ... L-1

II. Kuisioner Terbuka ... L-12

III. Kuisioner Tertutup ... L-14

IV. Rekapitulasi Hasil Kuisioner Tertutup ... L-16

V. Tabel Nilai r Product Moment ... L-22


(16)

ABSTRAK

Stasiun kereta api di Medan merupakan salah satu stasiun yang berada dibawah pengawasan PT. Kereta Api Indonesia (Persero), yang bergerak dalam bidang usaha penyediaan jasa transportasi darat. Banyaknya jumlah penyedia jasa transportasi mendorong persaingan antara penyedia jasa transportasi untuk memberikan pelayanan yang baik guna memuaskan keinginan konsumen. Kualitas pelayanan dan kondisi fasilitas yang ada pada stasiun kereta api di Medan khususnya bagian ruang tunggu masih belum memenuhi Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 9 tanggal 8 Febuari 2011. Oleh sebab itu perlu adanya identifikasi dan penilaian kondisi fasilitas ruang tunggu serta analisis dan evaluasi yang dilakukan untuk peningkatan kualitas pelayanan dengan pendekatan Mikro Ergonomi dan Makro Ergonomi. Dengan pendekatan Mikro Ergonomi akan diberikan usulan perbaikan untuk mengatasi masalah lingkungan kerja (temperatur udara dan tingkat intensitas bunyi) di bagian ruang tunggu Stasiun kereta api. Dengan pendekatan Makro Ergonomi akan dilakukan perancangan ulang sistem kerja pada bagian ruang tunggu Stasiun kereta api yang dapat diimplementasikan oleh pihak pengelola Stasiun kereta api.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisis permasalahan dan memberikan usulan perbaikan pada kondisi fasilitas dibagian ruang tunggu dengan pendekatan Mikro Ergonomi dan Makro Ergonomi guna peningkatan kualitas pelayanan pada Stasiun Kereta Api di Medan.

Penelitian ini memaparkan kondisi fasilitas yang ada pada bagian ruang tunggu Stasiun Kereta Api di Medan melalui kuisioner yang disebarkan kepada pengguna jasa kereta api. Dengan mengetahui kondisi tersebut, dilakukan pengukuran kondisi lingkungan kerja pada bagian ruang tunggu Stasiun Kereta api. Diperoleh hasil pengukuran temperatur udara di bagian ruang tunggu berkisar

pada 31-35,3oC dan tingkat intensitas bunyi pada bagian ruang tunggu berkisar

pada 66,8-88,1dB. Kemudian dilakukan pemecahan masalah dengan pendekatan

Makro Ergonomi menggunakan metode MEAD (Macro Ergonomic Analysis and

Design) melalui sepuluh tahapan proses dan diperoleh hasil pemilihan alternatif

yaitu melakukan perbaikan serta pengadaan fasilitas di bagian ruang tunggu, pelatihan petugas pada Stasiun kereta api dan perbaikan budaya atau kebiasaan penumpang.

Dari penelitian ini diberikan usulan perbaikan fasilitas ruang tunggu pada Stasiun kereta api di Medan yang dapat diimplementasikan oleh pihak manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero) guna peningkatan kualitas pelayanan Stasiun kereta api.

Kata Kunci: Mikro Ergonomi, MEAD (Macro Ergonomic Analysis and Design),


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya teknologi, manusia dituntut untuk melakukan pekerjaan secara efisien dan efektif. Untuk mendukung aktivitas tersebut, diperlukan mobilitas berupa transportasi yang memadai. Jasa transportasi yang ada meliputi jalur darat seperti bus dan kereta api, jalur laut seperti kapal, dan jalur udara seperti pesawat udara. Banyaknya jumlah penyedia jasa transportasi mendorong persaingan antara penyedia jasa transportasi untuk memberikan pelayanan yang baik guna memuaskan keinginan konsumen. Di daerah Sumatera Utara khususnya, bus menjadi sarana transportasi darat yang sangat diminati dibandingkan kereta api. Kualitas pelayanan pada kereta api dan kondisi fasilitas fisik yang ada masih belum memenuhi standar pelayanan minimum ini menjadi salah satu faktor penyebab berkurangnya peminat pengguna jasa kereta api.

Oleh sebab itu perlu dilakukan kajian untuk memperbaiki kondisi fasilitas fisik yang ada pada stasiun kereta api. Perbaikan ini memerlukan peninjauan dan penilaian pada skala mikro ergonomi. Namun seiring dengan perkembangan keilmuan saat ini, penilaian ini tidak bisa hanya dari sisi mikro ergonomi, tetapi perlunya pendekatan dari sisi makro ergonomi untuk bisa mengimplementasikan perbaikan yang ada pada lingkungan organisasi. Makro ergonomi merupakan suatu pendekatan sosioteknik dari tingkat atas kebawah yang diterapkan pada


(18)

perancangan sistem kerja secara keseluruhan dengan tujuan mengoptimalkan desain sistem kerja dan memastikan sistem kerja tersebut berjalan dengan harmonis (Hendrick & Kleiner, 2002)

Stasiun Kereta Api di wilayah Medan-Sumatera Utara merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada dibawah pengawasan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 9 tanggal 8 Febuari tahun 2011 mengenai Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api, stasiun kereta api yang ada di Medan masih belum memenuhi standar yang ada khususnya pada fasilitas ruang tunggu. Hal ini meliputi kurang jelasnya informasi mengenai nama dan nomer kereta api, kurang jelasnya informasi mengenai tarif kereta api dan tidak terdapat peta jaringan jalur kereta api yang menggambarkan rute perjalanan kereta api. Oleh sebab itu perlu adanya identifikasi dan penilaian kondisi fasilitas ruang tunggu serta analisis dan evaluasi yang diberikan untuk peningkatan kualitas yang ada dengan pendekatan makro ergonomi. Dengan pendekatan makro ergonomi, akan dilakukan perancangan sistem kerja pada stasiun kereta api secara keseluruhan dan usulan perbaikan kondisi fasilitas ruang tunggu pada khususnya yang dapat diimplementasi oleh pihak pengelola kereta api sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pengguna jasa kereta api. Dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan kereta api di Medan, diharapkan dapat meningkatkan jumlah pengguna kereta api sehingga kereta api bisa menguasai dan


(19)

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini yaitu kondisi fasilitas ruang tunggu pada Stasiun Kereta Api di Medan yang masih belum memenuhi standar pelayanan minimum sehingga perlu dilakukan perbaikan dengan pendekatan Mikro Ergonomi dan Makro Ergonomi guna peningkatan kualitas pelayanan dan

menjadikan kereta api sebagai leader jasa transportasi darat di Sumatera Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengidentifikasi permasalahan yang ada pada fasilitas ruang tunggu pada

Stasiun Kereta Api di Medan.

2. Menganalisis kondisi fasilitas ruang tunggu pada Stasiun Kereta Api di Medan

dengan pendekatan Mikro Ergonomi dan Makro Ergonomi.

3. Memberikan usulan perbaikan fasilitas ruang tunggu Stasiun Kereta Api di

Medan dengan pendekatan Mikro Ergonomi dan Makro Ergonomi guna

peningkatan kualitas pelayanan dan menjadikan kereta api sebagai leader jasa

transportasi darat di Sumatera Utara.

1.4. Asumsi dan Batasan Masalah

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berada pada kondisi baik dan


(20)

2. Waktu pengamatan untuk pengumpulan data lingkungan kerja dimulai 30 menit sebelum jadwal keberangkatan karena penumpang pada umumnya sudah berada di ruang tunggu paling lama 30 menit sebelum jadwal keberangkatan.

3. Tidak ada perbedaan tingkat intensitas bunyi (dB) pada setiap titik

pengukuran.

Sedangkan batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan di Stasiun Kereta Api di wilayah Medan,Sumatera Utara.

2. Pengamatan hanya dilakukan pada bagian ruang tunggu Stasiun Kereta Api.

3. Perbaikan pada fasilitas ruang tunggu Stasiun Kereta Api mengacu pada

Peraturan Menteri Perhubungan No: PM 9 tanggal 8 Febuari tahun 2011 mengenai Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta

Api dan Manual For Standarization and Specification for Railway Station in

India by Ministry of Railway Government of India pada bulan Juni tahun

2009.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Perusahaan

Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai usulan perancangan fasilitas ruang tunggu Stasiun Kereta Api di Medan.


(21)

2. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pengalaman dalam menerapkan teori-teori ergonomi dan makro ergonomi, khususnya dalam perancangan fasilitas kerja dengan pendekatan Makro Ergonomi yang telah diperoleh di perguruan tinggi ke dalam lingkungan industri secara nyata dalam menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan praktis.

3. Bagi Departemen Teknik Industri

Menambah jumlah dan mempengaruhi hasil karya mahasiswa yang dapat menjadi literatur dan referensi penelitian bagi peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya dalam bidang Makro Ergonomi dan perancangam sistem kerja di Departemen Teknik Industri.

1.6. Sistematika Laporan

Sistematika penulisan laporan Tugas Akhir adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN berisikan latar belakang penelitian, tujuan

penelitian, asumsi dan batasan masalah penelitian, manfaat penelitian untuk perusahaan, mahasiswa serta Departemen Teknik Industri, dan sistematika penulisan laporan Tugas Akhir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN berisikan sejarah industri

(perusahaan), ruang lingkup bidang usaha, tenaga kerja dan beberapa hal yang mendukung informasi mengenai Stasiun Kereta Api di Medan yang berada dibawah pengawasan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).


(22)

BAB III LANDASAN TEORI berisikan teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dikaji dalam tugas akhir ini, rumus, metode dan pendekatan yang digunakan sebagai dasar pemecahan masalah. Landasan teori ini mencakup tentang teori-teori yang mendukung permasalahan, teori mengenai

kereta api di Indonesia, teknik sampling, uji validitas dan reabilitas, pengaruh

lingkungan kerja terhadap penumpang, makro ergonomi, metode Makro

Ergonomi Analisis dan Desain (MEAD).

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN berisi tentang jenis penelitian, lokasi

dan waktu penelitian, kerangka konseptual, tahapan penelitian, variabel penelitian, metode dan instrumen penelitian, langkah-langkah pengumpulan dan pengolahan data, arahan analisis dan pemecahan masalah, serta kesimpulan dan saran.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA berisi tentang pengumpulan data pendahuluan, berupa pengumpulan indikator kualitas pelayanan pada stasiun kereta api melalui kuesioner yang disebar kepada pengguna jasa kereta api di Medan. Mengidentifikasi data hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan dengan pendekatan Mikro Ergonomi dan pendekatan Makro Ergonomi dengan metode MEAD.

BAB VI ANALISIS DAN EVALUASI berisikan analisis guna memperjelas

hasil pengolahan data. Selain itu juga diuraikan evaluasi dari hasil penelitian yang dilakukan, yaitu berupa perancangan fasilitas ruang tunggu untuk meningkatkan kenyamaman pengguna kereta api.


(23)

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN berisi kesimpulan dari masalah yang dibahas dalam penelitian dan menjawab tujuan tentang perbaikan kondisi fasilitas ruang tunggu pada Stasiun kereta api. Sedangkan saran yang diberikan berisi tentang usulan perbaikan fasilitas ruang tunggu dengan pendekatan Makro Ergonomi pada stasiun kereta api di Medan.


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA di desa Kemijen pada tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij” (NV NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada tanggal 10 Agustus 1867.

Keberhasilan swasta, NV NISM membangun jalan KA antara Kemijen - Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang-Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864-1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 Km, tahun 1870 menjadi 110 Km, tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi 1.427 Km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 Km. Selain di Jawa, pembangunan jalan KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawasi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar--Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya


(25)

Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA. Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 Km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang Iebih 901 Km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana. Jenis jalan rel KA di Indonesia semula dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 -1943) sepanjang 473 Km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah-Cikara dan 220 Km antara Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro-Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang mempekerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro- Pekanbaru.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamir-kan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam “Angkatan Moeda Kereta Api” (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada tanggal 28 September 1945. Pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian


(26)

berada di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperbolehkan campur tangan lagi urusan perkeretaapi-an di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya “Djawatan Kereta Api Republik Indonesia” (DKARI) yang kemudian namanya dipersingkat dengan Djawatan Kereta Api (DKA), hingga tahun 1950. Institusi tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) pada tahun 1963 dengan PP. No. 22 tahun 1963, kemudian dengan PP. No. 61 tahun 1971 berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP. No. 57 tahun 1990 status perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum sehingga PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka). Perubahan besar terjadi pada tahun 1998, yaitu perubahan status dari Perusahaan Umum Kereta Api menjadi PT Kereta Api (Persero), berdasarkan PP. No. 19 tahun 1998. Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990 dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 No. 16; Tambahan Lembaran Negara No. 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang 25 Pengalihan bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api dinyatakan bubar pada saat pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) tersebut dengan ketentuan bahwa segala hak dan kewajiban, kekayaan serta pegawai Perusahaan Umum (Perum). Kereta Api yang ada pada saat pembubarannya beralih kepada Perusahaan Perseroan


(27)

(Persero) yang bersangkutan. Pendirian PT. Kereta Api Indonesia (Persero) didirikan dengan Akte tertanggal 1 Juni 1999, Nomor 2, dibuat dihadapan Imas Fatimah, SH., Notaris di Jakarta.

Perkeretaapian Indonesia pada awal kemerdekaan hanyalah berstatus sebagai salah satu bagian dari Departemen Perhubungan dengan nama jawatan kereta api Indonesia. Dalam perkembangannya instansi ini kemudian diubah menjadi perusahaan jawatan. Sejak itulah badan-badan usaha milik negara di Indonesia terkelompok dalam apa yang disebut Perjan, Perum dan Persero. Sedangkan struktur susunan organisasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

terdiri dari:

1. Kereta Api Pusat di Bandung 2. Divisi Sarna Bandung

3. Divisi Usaha Pendukung di Bandung 4. Divisi Pelatihan di Bandung

5. Divisi Angkutan Perkotaan di Bandung 6. Divisi Regional I Sumatera Utara di Medan 7. Divisi Regional II di Padang

8. Divisi Regional III Sumatera Selatan di Palembang 9. Daerah Operasional

a. Daerah Operasi 1 di Jakarta b. Daerah Operasi 2 di Bandung c. Daerah Operasi 3 di Cirebon d. Daerah Operasi 4 di Semarang


(28)

e. Daerah Operasi 5 di Purwokerto f. Daerah Operasi 6 di Yogyakarta g. Daerah Operasi 7 di Madiun h. Daerah Operasi 8 di Surabaya i. Daerah Operasi 9 di Jember

Proses perubahan PERUMKA sehingga menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) melalui keputusan Presiden atau Kepres Nomor 39/1999, 1 Juni 1999 PERUMKA secara resmi berubah menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengoperasikan kelas Bisnis, Eksekutif, Ekonomi dan kelas khusus secara komersil pada Kereta Api.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara bergerak di bidang usaha transportasi perkeretaapian, adapun bidang usaha perusahaan yaitu penjualan atau pemasaran jasa angkutan berupa:

1. Angkutan Penumpang

Jenis angkutan penumpang meliputi: a. KA Penumpang Ekonomi

b. KA Penumpang Bisnis c. KA Penumpang Eksekutif 2. Angkutan Barang

PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara melayani distribusi BBM dari Depo Pertamina Labuan menuju dua tempat, yaitu Kisaran sejauh


(29)

149 km dan Siantar sejauh 174 km. Stamformasinya masing-masing 15 gerbong ketel jenis KKW untuk distribusi ke Siantar dan 12 gerbong ketel KKW untuk distribusi ke Kisaran. Gerbong yang digunakan gerbong ketel jenis KKW atau KKRU dengan kapasitas muat 30 ton. PT Kereta Api Indonesia (Persero) juga menyediakan layanan angkutan barang cair. Minyak CPO, PKO dan Lateks dapat diangkut dengan kereta api menggunakan gerbong ketel jenis KKW. Demikian juga dengan biji sawit, bisa diangkut dengan gerbong tertutup jenis TTW. Keunggulan lain yang ditawarkan yaitu proses pengangkutan langsung dari Kebun/Pabrik dengan tersedianya jalur/sepur simpang dan pengiriman ke Belawan langsung ke tempat pembongkarannya di Ujung Baru. Pembongkaran langsung ke tangki penampungan. Beberapa perusahaan penghasil CPO yang telah menjalin kerjasama angkutan barang menggunakan kereta api antara lain : PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, PTPN IV, PT Musim Mas, PT Smart, PT PHG (Permata Hijau Group), dan PT Asian Agri Culture.

2.3. Organisasi dan Manajemen 2.3.1. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi diperlukan untuk membedakan batas-batas wewenang dan tanggung jawab secara sistematis yang menunjukkan adanya hubungan/ keterkaitan antar setiap bagian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara memiliki struktur


(30)

perusahaan. Struktur organisasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(31)

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara VP

DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA

DEPUTY VP

MANAGER SDM & UMUM MANAGER

HUKUM MANAGER

HUMASDA

MANAGER

KEUANGAN MANAGER ASSET

UPT BALAI YASA PUB ASS. MANAGER SDM ASS. MANAGER DOKUMEN & KERUMAHTANGGAAN UPT GUDANG PERSEDIAAN PUB ASS. MANAGER AKUNTANSI ASS. MANAGER KEUANGAN ASS. MANAGER KAS BESAR ASS. MANAGER PENAGIHAN MANAGER SARANA ASS. MANAGER PROGRAM ANGGARAN SARANA ASS. MANAGER PERAWATAN KERETA & GERBONG

ASS. MANAGER PERAWATAN LOKOMOTIF & KRD JUNIOR MANAGER

INSPECTOR

UPT DEPO

MANAGER JALAN REL DAN

JEMBATAN

ASS. MANAGER PROGRAM ANGGARAN JLN. REL & JEMBATAN

ASS. MANAGER FASILITAS SARANA PEMELIHARAAN JJ &

EVALUASI ASS. MANAGER KONSTRUKSI JALAN

REL & JEMBATAN JUNIOR MANAGER

INSPECTOR

UPT RESORT JALAN REL JEMBATAN MANAGER KOMERSIL ASS. MANAGER PEMASARAN ANGKUTAN PENUMPANG ASS. MANAGER CUSTOMER CARE ASS. MANAGER PEMASARAN ANGKUTAN BARANG ASS. MANAGER SISTEM INFORMASI ASS. MANAGER PELAYANAN MANAGER OPERASI SENIOR SUPERVISOR RENC.EV & TU

SENIOR SUPERVISOR OPERATOR RADIO SENIOR SUPERVISOR PENGENDALIAN OPKA JUNIOR MANAGER INSPECTOR UPT CREW KA SENIOR SUPERVISOR RENC.EV & TU

SENIOR SUPERVISOR RENC.EV & TU SENIOR SUPERVISOR RENC.EV & TU

SENIOR SUPERVISOR PENGENDALIAN

SARANA SENIOR

SUPERVISOR RENC.EV & TU

JUNIOR MANAGER PUSDAL OPKA MANAGER SINYAL, TELEKOMUNIKASI DAN LISTRIK ASS. MANAGER PROGRAM ANGGARAN SINTELIS ASS. MANAGER PERAWATAN TELEKOMUNIKASI & LISTRIK ASS. MANAGER PERAWATAN SINYAL JUNIOR MANAGER INSPECTOR UPT. RESORT SINTELIS ASS. MANAGER ANGGARAN ASS. MANAGER PENGGAJIAN AASS.MANAGER BANGUNAN ASS.MANAGER TANAH UPT POST UPT STASIUN


(32)

2.3.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Adapun pembagian tugas dan tanggung jawab pada masing-masing jabatan yang ada di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara yaitu:

1. Vice President

Vice President Divre I Sumatera Utara bertanggung jawab atas tercapainya

visi dan misi perusahaan yang diselenggarakan melalui divisi regional di wilayah geografisnya yaitu:

a. Target pendapatan dan efisiensi

b. Keselamatan, pelayanan, sarana/prasarana perkeretaapian

c. Terselanggaranya proses peningkatan kualitas secara berkelanjutan

d. Melaksanakan program CSR (Coorporate Social Responsibility),

pelestarian cagar budaya dan kelestarian lingkungan

e. Optimalisasi sumber daya perusahaan

f. Terkendalinya operasi perjalanan KA, keamanan dan ketertiban

g. Terkendalinya aktivitas operasi pelayanan konsumen, penjualan dan

customer care

h. Efektivitas penyelenggaraan kerjasama/kemitraan dengan pihak eksternal

2. Deputy VP

Deputy VP memiliki tugas pokok untuk mengkoordinasi seluruh unit kerja dari bagian operasional dan berfungsi mengawasi serta memberikan arahan bagi para staffnya yaitu manajer dan menyampaikan tujuan perusahaan. Deputy VP membawahi beberapa manager yaitu:


(33)

a. Manajer HUMASDA (Hubungan Masyarakat Daerah)

Manajer HUMASDA bertanggung jawab secara langsung kepada Deputy VP. Adapun tugas dan tanggung jawabnya yaitu:

1. Merumuskan dan menjabarkan strategi kebijakan yang berkaitan

dengan tugas dan tanggung jawab yang ditetapkan Kantor Pusat

2. Mengelola informasi dan komunikasi di dalam perusahaan/internal dan

menjalin hubungan dengan media massa diluar perusahaan/eksternal

3. Melaksanakan program CSR di wilayahnya

b. Manager Hukum

Berfungsi melaksanakan kegiatan protokoler, tata usaha, pengadaan alat dan kelengkapan keperluan kantor, pencatatan barang-barang inventaris kantor, pengaturan akomodasi perkantoran, pengurusan wisma/mes, pengarsipan surat menyurat, dan peraturan-peraturan perkeretaapian dan pelaksanaan batuan hukum.

c. Manajer SDM dan Umum

Berfungsi melaksanakan kebutuhan administrasi dan sistem informasi sumber daya manusia serta melaksanakan pengendalian, pembinaan, pelatihan, sertifikasi dan evaluasi kinerja, manajer ini dibantu oleh beberapa asisten manajer, yaitu:

1. Asisten manajer SDM

2. Asisten manajer Dokumen dan kerumahtanggaan


(34)

d. Manajer Keuangan

Manajer keuangan dibantu oleh para Asisten manajer dalam bidang administrasi antara lain keuangan, akuntasi, dan anggaran, dan Kas Besar yang mempunyai fungsi masing–masing untuk memperlancar jalannya roda perputaran perusahaan di bidang administrasi yang diatur oleh ketetapan-ketetapan serta keputusan- keputusan perusahaan.

e. Manajer Sarana

Berfungsi di bidang pemeliharaan serta menyediakan dan armada bagi setiap sarana yang diperlukan dalam kegiatan operasi dan digunakan demi kelancaran perjalanan Kereta Api yang dikepalai oleh Manajer Sarana dan dibantu oleh beberapa asisten manager seperti:

1. Asisten manajer Program Anggaran Sarana

2. Asisten manajer Perawatan Lokomotif dan KRD

3. Asisten manajer Perawatan Kereta dan Gerbong

f. Manajer Jalan Rel dan Jembatan

Berfungsi dalam pengendalian mutu, pemeliharaan serta pemeriksaan jalan atau jembatan yang akan dilintasi kereta api yang dipimpin oleh manajer Jalan dan Jembatan dan dibantu oleh beberapa asisten manajer, yaitu:

1. Asisten manajer Program Anggaran Jalan, Rel dan Jembatan

2. Asisten manajer Konstruksi Jalan, Rel dan Jembatan


(35)

g. Manajer Sinyal dan Telekomunikasi

Berfungsi di bidang pengendalian mutu serta prasarana sinyal dan telekomunikasi. manajer ini dibantu oleh beberapa asisten manajer, yaitu:

1. Asisten manajer Program Anggaran Sintelis

2. Asisten manajer Perawatan Sinyal

3. Asisten manajer Perawatan Telekomunikasi dan Listrik

h. Manajer Operasi dan Pemasaran

Berfungsi merencanakan perjalanan kereta api sehingga pelanggan yang menggunakan jasa kereta api dapat menikmati perjalanan sampai ditujuan dengan aman dan tentram, manajer ini dibantu oleh beberapa Asisten Manajer yaitu:

1. Asisten manajer Program Perjalanan Kereta Api

2. Asisten manajer Pengendalian Operasi Kereta Api

3. Asisten manajer Pemasaran dan Bina Pelanggan

4. Asisten manajer Keamanan dan ketertiban

i. Manajer Asset

Berfungsi dibidang pengendalian mutu serta pengolahan dan pemeliharaan harta tetap milik PT. Kereta Api (Persero) serta memberdayakan lahan ataupun tanah dan bangunan, manajer ini dibantu oleh beberapa asisten manajer, yaitu:

1. Asisten manajer Tanah

2. Asisten manajer Bangunan


(36)

j. Manajer Komersil

Berfungsi menangani urusan pemasaran angkutan penumpang maupun barang, mengatur masalah akses informasi bagi penumpang kereta api dan melayani keluhan dan kritikan dari penumpang. Manajer ini dibantu oleh beberapa asisten manajer, yaitu:

1. Asisten manajer pemasaran angkutan penumpang

2. Asisten manajer pemasaran angkutan barang

3. Asisten manajer customer care

4. Asisten manajer pelayanan

5. Asisten manajer sistem informasi

Tugas dan Tanggung Jawab adalah:

a. Menjalankan kebijakan Direktur Utama PT. Kereta Api indonesia

(persero) dalam memimpin PT. Kereta Api Indonesia (persero) divisi regional Sumatera Utara & NAD, dengan pedoman kepada peraturan, ketentuan perusahaan, anggaran pendapatan dan anggaran biaya serta ketentuan lainnya yang dijalankan secara efektif dan efisiensi serta bertanggung jawab atas manajemen bulanan.

b. Di dalam melaksananakan tugasnya yang telah ditentukan oleh Direksi,

Pengawasan dilaksanakan secara langsung.

c. Menjalankan kerjasama yang baik dengan semua karyawan dalam

hubungan tugas yang berhubungan dengan perusahaan.

d. Menyelenggarakan administrasi umum kereta api dalam arti kata


(37)

e. Membuat perencanaan material dan melaksanakan pengadaan, baik yang diusahakan sendiri dan mengawasi penggunaannya, memelihara serta menjaga keamanan.

f. Menggunakan karyawan secara efektif dan efisiensi serta mengusahakan

penataran serta pendidikan karyawan agar menjadi terampil.

g. Membuat laporan-laporan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah

ditetapkan.

h. Memanfaatkan penemuan-penemuan baru dengan berpedoman kepada

kebijaksanaan demi kepentingan perkembangan perusahaan.

i. Memelihara hubungan kerja sama yang baik dengan pegawai instansi

pemerintah dan masyarakat guna mencapai tujuan perusahaan. Wewenang adalah sebagai berikut:

a. Berwenang mengambil keputusan yang bersifat rutin dan tidak principal

serta tidak menyimpang dari kebijaksanaan Direksi PT Kereta Api indonesia (Persero).

b. Berwenang menandatangani surat-surat yang sifatnya rutin dan tidak


(38)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Kereta Api1

Kereta api merupakan

Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu. Jaringan kereta api di Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan sepanjang 6.482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera. Di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah satu sama lain yakni: sub jaringan Sumatera bagian Utara, sub jaringan Sumatera bagian Barat, dan sub jaringan Sumatera bagian Selatan. Sebagai perusahaan yang mengelola perkeretaapian di Indonesia, PT.Kereta Api Indonesia (Persero) telah banyak mengoperasikan KA penumpang, baik KA Utama (komersil dan non komersil), salah satunya KA di Sumatera yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Rute Kereta Api Penumpang di Sumatera Utara

No: Nama Kereta Api Tujuan Kelas

1 Sribilah Utama Medan–Rantauprapat Eksekutif – Bisnis

2 Siantar Ekspres Medan–Siantar Ekonomi

3 Putri Deli Medan– Tanjungbalai Ekonomi

4 Sri Lelawangsa Medan–Binjai Ekonomi

1


(39)

Rute perjalanan kereta api penumpang di wilayah Sumatera Utara dapat terlihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Rute Perjalanan Kereta Api Penumpang di Sumatera Utara

Peta rute kereta api di wilayah Sumatera dapat terlihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Peta Rute Kereta Api di Wilayah Sumatera Keterangan gambar:

Untuk rute perjalanan di Sumatera Utara yaitu:

Binjai Medan

Belawan Tj.Balai

Kisaran

Pematang Siantar

Rantauprapat Tebing tinggi


(40)

Blw = Belawan

Bij = Binjai

Mdn = Medan

Tbi = Tebing tinggi

Sir = Siantar

Kis = Kisaran

Tnb = Tanjung Balai

Rat = Rantauprapat

Untuk rute perjalanan Sumatera Barat dan Sumatera Selatan meliputi:

Tby = Teluk bayur Tmb = Tanjungenim baru

Sik = Sibusuk Pbr = Pabarannjang

Pd = Padang Kpt = Kertapati

Ida = Indarung Bta = Baturaja

Lig = Lubuk Lingau Tnk = Tanjung karang

3.2. Kriteria Fasilitas Ruang Tunggu

3.2.1. Kriteria Fasilitas Ruang Tunggu berdasarkan Standar Pelayanan Minimum2

1. Ruang tunggu

Terdapat beberapa kriteria mengenai kondisi fasilitas ruang tunggu stasiun kereta api berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan no:9 Tanggal 8 Febuari 2011 yaitu:

2

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api.


(41)

Ruang tunggu merupakan ruangan/tempat yang disediakan untuk menunggu kedatangan kereta api (bisa ruangan tertutup dan atau ruangan terbuka). Luasan

ruang tunggu minimum seharusnya 0,6 m2/1 orang penumpang. Terdapat

beberapa fasilitas pada bagian ruang tunggu meliputi:

a. Toilet

Tersedia toilet pria dengan jumlah 6 untuk penumpang normal dan 2 untuk penyandang cacat dan toilet wanita dengan jumlah 6 untuk penumpang normal dan 2 untuk penyandang cacat.

b. Tempat ibadah

Tersedianya fasilitas untuk melakukan ibadah dengan luasan minimum untuk 4 orang laki-laki dan 4 orang perempuan.

3.2.2. Kriteria Fasilitas Ruang Tunggu di Stasiun Kereta Api berdasarkan Indian Railway Station Standard3

Kapasitas luasan ruang tunggu pada stasiun kereta api menurut Indian

Railways Standard dibedakan atas 2 kelas yaitu: penumpang yang belum reservasi

Area ruang tunggu seharusnya tersedia dengan fasilitas yang memadai.

Hal ini dikarenakan terdapat gap waktu menunggu antara kereta api yang datang

(kondisi aktual) dengan jadwal keberangkatan kereta api yang sangat lama. Oleh sebab itu penumpang seharusnya difasilitasi dengan fasilitas seperti televisi,

musik, rak buku yang berisikan koran dan majalah serta fasilitas vending

machines (mesin penjual makanan dan minuman automatis).

3 Manual For Standarization and Specification for Railway Station in India

. 2009. Ministry of Railway Government of India.


(42)

dengan luasan 1,8m2/orang dan penumpang yang telah reservasi dengan luasan

area 2,25m2/orang.

Fasilitas-fasilitas yang harus ada pada sebuah ruang tunggu meliputi: 1. Ruang tunggu untuk penumpang yang belum reservasi

Fasilitas yang ada yaitu: kursi, toilet, kafe, dan minimarket.

2.Ruang tunggu untuk penumpang yang telah reservasi

Fasilitas yang ada yaitu: kursi, toilet, kafe, cyber cafe, Wi-Fi, free charging

point (untuk komputer dan handphone).

Public restroom yang tersedia di stasiun kereta api harus dalam kondisi

yang bersih dan higienis selain itu terdapat beberapa kriteria khusus antara lain: a. Men’s Restroom

Terdiri dari satu toilet untuk penyandang cacat dan 3 toilet untuk penumpang normal, serta dua wastafel yang dilengkapi dengan kaca.

b. Woman’s Restroom

Terdiri dari satu toilet untuk penyandang cacat dan 3 toilet untuk penumpang normal, serta dua wastafel yang dilengkapi dengan kaca, dan 1 meja untuk

mempermudah ibu-ibu mengganti popok anak bayi (infant one set table).

Ruang tunggu yang baik sehasusnya bisa membuat penumpang merasa nyaman dan aman, berikut ini terdapat beberapa kriteria yang spesifik mengenai kondisi fasilitas yang baik pada bagian ruang tunggu stasiun kereta api:

1. Kursi


(43)

b. Jumlah kursi yang tersedia harus berdasarkan pada volume penumpang pada stasiun kereta api.

c. Disetiap akhir beberapa baris kursi dilengkapi dengan satu set meja.

d. Kursi seharusnya diletakkan diposisi luar yang mendapat sirkulasi udara yang baik dan posisi kursi tidak mengganggu barisan antrian serta menggangu pergerakan penumpang lain.

e. Kursi harus diletakkan berdekatan dengan akses elevator ataupun tangga masuk.

2. Station Information Centre (SIC)

SIC dilengkapi dengan peta rute perjalanan, peta stasiun dan melayani kebutuhan informasi penumpang lainnya. Ada beberapa kriteria mengenai desain dan posisi dari SIC:

a. Petunjuk dengan lebar minimum 3,5 m.

b. Petunjuk harus 0,5 m dari lantai dan paling tinggi 1,5 m ke atas.

c. Petunjuk SIC dengan dua sisi harus dilengkapi dengan informasi yang

sama.

d. Posisi peletakan SIC harus disekitar area masuk stasiun, dibagian platform

dengan jarak akses tidak lebih dari 300 meter dari jalur keberangkatan dan disetiap titik keluar untuk penumpang transit.

3. Telepon Umum

Posisi telepon umum seharusnya berdekatan dengan display informasi ataupun kios untuk kemudahan akses bagi penumpang.


(44)

Stasiun kereta api menyediakan fasilitas akses internet (Wi-Fi) secara gratis. Jaringan transmisi dapat diakses melalui media telekomunikasi seperti Hp dan laptop. Stasiun juga menyediakan tempat yang dilengkapi dengan fasilitas komputer dengan akses internet.

5. Mobile/Laptops Charging Points

Mobile/Laptops Charging Points berada disekitar area ruang tunggu stasiun

kereta api dan dilengkapi dengan tempat duduk.

6. Walk-in Scanning Machine

Stasiun kereta api dilengkapi dengan walk-in scanning machine dengan

ukuran minimal tinggi 2,3 m, panjang 0,9 m, dan lebar 0,17 m. Alat ini berfungsi untuk melakukan sensor secara otomatis kepada penumpang sebelum masuk ke bagian ruang tunggu stasiun kereta api.

7. Baggage Scanning Machine

Baggage scanning machine berfungsi untuk melakukan pengecekan dan sensor

terhadap barang bawaan penumpang kereta api. Pengecekan barang bawaan penumpang bertujuan untuk mencegah adanya benda keras dan berbahaya yang dibawa selama perjalanan demi menjaga keamanan dan kelancaran selama perjalanan.

8. TVM’s (Ticket Vending Machines)

Ticket vending machines dilengkapi dengan mesin penjual tiket automatis dan

informasi pemesanan tiket. Posisi TVM haruslah mudah diakses oleh penumpang dan berdekatan dengan bagian ruang tunggu.


(45)

3.3. Pembuatan Kuisioner4

1. Berdasarkan cara menjawab

Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Pada penelitian, penggunaan kuesioner merupakan hal yang sangat pokok dalam pengumpulan data. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk memperoleh informasi yang relevann dengan tujuan dengan cara mengisi pertanyaan yang diajukan oleh peneliti terhadap responden yang dipilih. Syarat pengisian kuesioner adalah pertanyaan harus jelas dan mengarah ketujuan penelitian.

Ada empat komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu :

1. Adanya subjek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian. 2. Adanya ajakan, yaitu permohonan dari peneliti untuk turut serta mengisi

secara aktif dan objektif pertanyaan maupun pernyataan yang tersedia.

3. Adanya petunjuk pengisisan kuesioner, dimana petunu yang tersedia harus mudah dimengerti.

4. Adanya pertanyaan maupun pernyataan beserta tempat mengisi jawaban baik secara terbuka, semi tertutup, ataupun tertutup. Dalam membuat pertayaan ini juga disertakan dengan isian untuk identitas responden.

Kuesioner dapat dibedakan berdasarkan :

a. Kuesioner terbuka, yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri tanpa dibatasi oleh apapun.

4


(46)

b. Kuesioner tertutup, yang telah disediakan jawabannya sehingga responden hanya tinggal memilih sesuai pilihan yang ada.

2. Berdasarkan jawaban yang diberikan

a. Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya atau memberikan informasi mengenai perihal pribadi.

b. Kuesioner tidak langsung, yaitu jika responden memberikan respon tentang perihal orang lain.

3. Berdasarkan bentuknya

a. Kuesioner pilihan ganda, yaitu sama seperti kuesioner tertutup, dimana terdapat pilihan jawaban.

b. Kuesioner isian, yaitu sama seperti kuesioner terbuka, berbentuk essay.

c. Check List, yaitu sebah daftar dimana responden tinggal membubuhkan

tanda Check List pada klom yang sesuai.

d. Rating Scale, yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang

menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya, mulai dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju.

Keuntungan menggunakan kuesioner :

1. Tidak memerlukan hadirnya peneliti

2. Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden

3. Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing

menurut waktu senggang responden

4. Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden dapat diberi


(47)

Kelemahan menggunakan kuesioner :

1. Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga adanya

pertanyaan yang terlewati tidak dijawab

2. Validitas sulit diperleh

3. Terkadang responden menjawab secara tidak jujur.

4. Sering tidak dikembalikan

5. Waktu pengabilan tidak sama, bahakan kadang-kadang ada yang teralu

lama, sehingga menghambat proses pengolahan data lebih lanjut.

3.3.1. Skala Penilaian

Tujuan dari skala penilaian adalah untuk mengetahui karakteristik sesuatu hal berdasarkan suatu ukuran tertentu, sehingga dapat membedakan, menggolongkan, bahkan mengurutkan karakteristik tersebut.

Skala pengukuran ini diklasifikasikan berdasarkan empat karakteristik sistem bilangan, yaitu:

1. Skala nominal, skala ini hanya sekedar membedakan suatu kategori dengan

kategori lainnya dari suatu variabel. Angka-angka yang diberikan kepada objek merupakan label yang tidak diasumsikan adanya tingkatan antara satu kategori lainnya dari satu variabel.

2. Skala ordinal, skala yang bertujuan untuk membedakan antara

kategori-kategori dalam suatu variabel dengan asumsi bahwa ada urutan atau tingkatan skala. Angka-angka ordinal lebih menunjukkan urutan peringkatan.


(48)

3. Skala interval adalah skala suatu variabel yang selain dibedakan, dan mempunyai tingkatan, juga diasumsikan mempunyai jarak yang pasti antara satu kategori yang lain dalam satu variabel.

4. Skala rasio adalah skala suatu variabel yang mempunyai tingkat serta jarak

antara satu nilai dengan nilai yang lain, juga diasumsikan baha setiap nilai variabel diukur dari suatu keadaan atau titik yang sama. Angka-angka pada skala menunjukkan besaran sesungguhnya dari sifat yang kita ukur.

5. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau penyataan. Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif dampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain :

a. Sangat Setuju (SS) = 5

b. Setuju (S) = 4

c. Netral (N) = 3

d. Tidak Setuju (TS) = 2

e. Sangat Tidak Setuju (STS) = 1

Instrumen penelitian yang menggunkan skala likert dapat dibuat dalam bentuk

checklist ataupun pilihan ganda. Keuntungan skala likert adalah


(49)

2. Terdapat kebebasan dalam memasukan pertanyaan-pertanyaan, asalkan masih sesuai dengan konteks permasalahan.

3. Jawaban suatu item dapat berupa alternatif, sehingga informasi mengenai

item tersebut diperjelas.

4. Reliabilitas pengukuran bisa diperoleh dengan jumlah item tersebut

diperjelas.

3.4. Teknik Sampling5

1. Sampel acak(random sampling/ probabilitysampling)

Sampling adalah metode pengumpulan data yang sangat populer karena

manfaatnya dalam penghematan sumberdaya waktu dan biaya dalam kegiatan

pengumpulan data. Secara garis besar terdapat dua metode teknik sampling yang

umum digunakan dalam suatu penelitian yaitu metode probabilistik dan metode non-probabilistik.

Sebuah sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga setiap satuan elementer mempunyai kesempatan dan peluang itu tidak boleh sama dengan nol.

Disamping itu, pengambilan sampel yang secara acak (random) haruslah

menggunakan metode yang tepat sesuai dengan ciri-ciri populasi dan tujuan penelitian.

Teknik-teknik pengambilan sampel dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

2. Sampel tidak acak(non-random sampling/nonprobability sampling)

5


(50)

Teknik-teknik sampling ini harus disesuaikan dengan tujuan

penggunaannya, situasi yang berbeda membutuhkan teknik sampling yang

berbeda pula.

3.4.1.Probability Sampling

Probability Sampling merupakan teknik pengambilan sampel secara acak

yang hanya dapat dilaksanakan apabila elemen populasi bersifat homogen, maksudnya semua elemen tersebut memiliki kesempatan terpilih yang sama dalam populasi. Misalnya besar populasi adalah N, sedang unsur dalam sampel (sample size) adalah n, maka besarnya kesempatan bagi tiap satuan elementer untuk

terpilih dalam sampel adalah N

n .

Terdapat beberapa teknik Probability Sampling, antara lain:

1. Simple Random Sampling

Teknik pengambilan sampel dengan Simple Random Sampling sangatlah

sederhana. Pertama, setiap anggota sampel diberi nomor, kemudian dilakukan pemilihan sampel secara acak, dapat dengan menggunakan tabel random,

program Excel, calipers atau dengan alat lainnya.

2. Systematic Random Sampling

Teknik ini hampir sama seperti Simple Random Sampling, khususnya pada

saat pengambilan sampel pertama yang dipilih secara acak. Namun, sampel

selanjutnya dipilih secara sistematis sesuai dengan interval k, di mana:

n N k = .


(51)

3. Stratified Random Sampling

Dalam teknik ini, sampel yang akan dipelajari mula-mula dibagi-bagi ke dalam lapisan-lapisan atau strata yang relatif homogen, sehingga keragaman dalam lapisan atau stratum lebih kecil daripada keragaman antar lapisan atau

antar stratum. Dengan kata lain Stratified Random Sampling adalah suatu

sampel yang diperoleh melalui pemisahan unit-unit populasi ke dalam kelompok yang tidak bersifat tumpang-tindih, di mana kelompok-kelompok ini disebut sebagai strata atau lapisan-lapisan, dan kemudian dipilih sampel acak sederhana dari setiap stratum atau lapisan.

4. Cluster Sampling

Secara garis besar dapat dikemukakan langkah-langkah untuk menggunakan teknik penarikan sampel berkelompok, antara lain :

a. Menetapkan kelompok-kelompok (cluster) yang sesuai dengan

permasalahan yang dihadapi.

b. Apabila semua cluster yang tepat telah ditentukan, maka kerangka

penarikan sampel dapat berupa daftar semua cluster dalam populasi harus

disusun.

c. Lakukan pemilihan sampel cluster dengan menggunakan teknik penarikan

sampel acak sederhana.

d. Setelah sample cluster telah dipilih, maka dilakukan sensus (pencacahan

secara menyeluruh) terhadap seluruh elemen yang terdapat di dalam

cluster tersebut. Hal inilah yang membedakan Cluster Sampling dengan


(52)

5. Multi Stage Sampling

Sesuai dengan namanya, Multi Stage Sampling merupakan teknik

pengambilan sampel yang menggabungkan dua teknik sampling yang

dilakukan secara bertahap, bisa saja pertama dilakukan Stratified Sampling

kemudian diikuti dengan Cluster Sampling, ataupun sebaliknya.

3.4.2. Non-Probability Sampling

Non-Random Sampling berbeda dengan Random Sampling dalam hal

sampel dipilih bukan berdasarkan sistem acak. Pengambilan sampel secara tidak acak terdiri atas:

1. Accidental Sampling

Teknik penarikan sampel yang memilih sampel secara kebetulan. Misalnya, akan dilakukan penelitian terhadap dampak meningkatnya harga sembako, maka peneliti pergi ke pasar untuk meneliti, dan langsung mengambil pengunjung yang secara kebetulan ditemui sebagai sampel.

2. Purposive Sampling

Dalam sampling tipe ini pemilihan satuan sampling dilakukan atas dasar

pertimbangan sekelompok pakar di bidang yang sedang diteliti. Misalnya, peneliti akan menyusun IBH (Indeks Biaya Hidup), untuk mengetahui hubungan antara biaya yang dikeluarkan untuk hidup sehari-hari (mobil, kulkas, garam dan lain-lain), maka diperlukan pakar ekonomi.


(53)

3. Quota Sampling

Tipe sampling ini sangat banyak digunakan dalam penelitian pemasaran dan

dalam penelitian pengumpulan pendapat (opinion poll). Langkah kerjanya

sebagai berikut:

a. Ditentukan sebuah Quota-1, yaitu berapa besarnya ukuran sampel

berdasarkan keadaan waktu, biaya dan tenaga. Misalnya, Quota-1 adalah

akan diteliti 500 orang ibu rumah tangga.

b. Ditentukan Quota-2, yaitu bahwa dalam 500 ibu rumah tanga itu haruslah

terdiri dari 250 orang ibu rumah tangga yang berumur di atas 50 tahun dan 250 orang kurang atau sama dengan 50 tahun.

c. Ditentukan Quota-3, yaitu bahwa dari 250 orang ibu rumah tangga

berumur di atas 50 tahun harus ada yang berpendidikan Perguruan Tinggi (PT), SLTA dan SLTP. Demikian juga untuk ibu rumah tangga di bawah atau sama dengan 50 tahun.

4. Accidental Sampling

Teknik penarikan sampel yang memilih sampel secara kebetulan. Misalnya, akan dilakukan penelitian terhadap dampak meningkatnya harga sembako, maka peneliti pergi ke pasar untuk meneliti, dan langsung mengambil pengunjung yang secara kebetulan ditemui sebagai sampel.

5. Snowball Sampling

Teknik pengambilan sampel yang memilih sampel secara berantai, dari ukuran kecil sampai dengan ukuran besar.


(54)

3.5. Ukuran Sampel6

2

1 Ne

N n

+ =

Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.

Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut :

1. Pendapat Slovin

Menurut Slovin jumlah sampel yang dapat diambil yaitu:

Ket: n = ukuran sampel N = ukuran populasi

E = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan misalnya 2%. 2. Pendapat Gay

Ukuran minimum sampel yang dapat diterima bedasarkan pada desain penelitian yang digunakan, yaitu :

a. Metode deskriptif, minimal 10% populasi. Untuk populasi yang relatif

kecil min 20%.

6


(55)

b. Metode deskriptif-korelasional, minimal 30 subyek.

c. Metode ex post facto, minimal 15 subyek per kelompok.

d. Metode eksperimental, minimal 15 subyek per kelompok.

3. Pendapat Kracjie

Sama dengan Slovin, hanya untuk α sebesar 5% dan jumlah populasi N mulai

dari sebesar 10 sampai 100.000. Prinsipnya sama dengan Slovin dan besar sampel yang dihasilkan hampir sama besar.

4. Pendapat Harry King

Harry king menghitung jumlah sampel menggunakan nomogram dan jumlah

populasi maksimum 2000 dengan α bervariasi sampai dengan 15%.

Sehubungan dengan penentuan ukuran sampel (Roscoe,1975), berdasarkan

rule of thumb menyarankan hal-hal sebagai berikut:

a. Ukuran sampel yang layak untuk sebagian besar penelitian adalah antara 30

hingga 500

b. Jika sampel terbagi dalam kategori misalnya laki-laki, perempuan, senior, dan

lain-lain maka jumlah elemen dalam sampel untuk setiap kategori sebaiknya minimum 30

c. Untuk penelitian eksperimen sederhana yang menggunakan experimental


(56)

3.6. Validitas dan Reliabilitas7

1. Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara

skor dengan kinerja. 3.6.1. Validitas

Validitas data adalah suatu ukuran yang mengacu kepada derajad kesesuaian antara data yang dikumpulkan dengan data sebenarnya dalam sumber

data. Data yang valid akan dapat diperoleh apabila instrumen pengumpulan data

juga valid. Oleh karena itu, untuk menguji validitas data maka pengujian

dilakukan terhadap instrumen pengumpulan data. Terdapat beberapa ragam pengujian validitas data yaitu :

2. Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek

psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.

3. Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam

mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.

4. Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur

dengan faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.

7


(57)

5. Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.

6. Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik

uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.

7. Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara

skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang.

8. Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya

sampling dari suatu populasi.

9. Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi

dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.

Cara-cara yang umum digunakan untuk menguji validitas instrumen yaitu melalui analisis korelasi, análisis faktor dan multirait. Analisis korelasi dilakukan

dengan menggunakan rumus korelasi ptoduct moment yang dikembangkan oleh

Pearson yaitu:

dimana :

X : Jumlah jawaban seluruh responden per pertanyaan


(58)

N : Jumlah seluruh responden

rxy : Koefisien Product Moment

3.6.2. Reliabilitas

Reabilitas sebuah alat ukur berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data yang dihasilkan dari proses pengumpulan data dengan menggunakan instrument tersebut. Jenis-jenis pengujian reliabilitas adalah sebagai berikut:

a. Uji reabilitas dengan rumus Alpha Cronbach

Koefisien alpha cronbach merupakan model internal consistency score

berdasarkan korelasi antara butir-butir yang ekuivalen. Skala pengukuran yang

reliabel sebaiknya memiliki nilai alfa cronbach minimal 0,5. Beberapa

karakteristik alfa cronbach yaitu :

1. Perhatikan bahwa nilai alpha cronbach akan bertambah besar sejalan

dengan bertambahnya butir-butir pertanyaan. 2. Nilai alfa cronbach berkisar antara 0-1.

3. Apabila nilai alpha cronbach negatif menunjukkan pengkodean data yang

tidak konsisten atau akibat pencampuran butir dengan dimensi pengukuran yang berbeda.

Rumus korelasi alpha cronbach :

            −       − =

= 2 1 2 1 1 p k i i Cronbach s s k k α


(59)

dimana,

k = jumlah butir dalam skala pengukuran

Si2 = ragam atau varian dari butir ke-i

Sp2 = ragam atau varian dari skor total

3.7. Lingkungan Kerja 3.7.1. Temperatur Udara8

Temperatur udara lebih rendah dari 37°C berati temparatur udara ini dibawah kemampuan tubuh unutk menyesuaikan diri (35% dibawah normal), maka tubuh manuasia akan mengalami kedinginan, karena hilangnya panas tubuh yang sebagian besar diakibatkan oleh konveksi dan radiasi, juga sebagian kecil akibat penguapan. Sebaliknya jika temperatur udara terlalu panas dibanding temperatur tubuh, maka tubuh akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi

Manusia selalu berusaha mempertahankan keadaan normal tubuh dengan sistem tubuh yang sangat sempurna sehingga dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi diluar tubuhnya. Tubuh manusia menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan juka terjadi kekurangan atau kelebihan yang membebaninya. Tetapi, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika perubahannya tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin terhadap temperatur normal ± 24 °C.

8


(60)

yang jauh lebih besar dari kemampuan tubuh untuk mendinginkan tubuhnya malalui sistem penguapan. Hal ini menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut naik dengan tingginya temperatur udara. Temparatur yang terlalu dingin akan mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan temperatur udara yang terlampau panas, akan mengakibatkan cepat timbulnya kelelahan tubuh dan menimbulkan ketidaknyamanan pada seseorang.

Metode terbaik untuk menentukan apakah tekanan panas di lingkungan kerja menyebabkan gangguan kesehatan adalah dengan mengukur suhu inti tubuh manusia yang bersangkutan. Normal suhu inti tubuh adalah 37° C, mungkin mudah dilampaui dengan akumulasi panas dan konveksi, konduksi, radiasi dan panas metabolisme. Apabila rerata suhu inti tubuh pekerja >38° C, diduga terdapat pemaparan suhu lingkungan panas yang dapat meningkatkan suhu tubuh tersebut. Selanjutnya harus dilakukan pengukuran suhu lingkungan kerja.

Menurut Sutalaksana, dkk (1979) berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda sebagai berikut:

a. 49 °C: Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas tingkat kemampuan fisik dan mental.

b. ± 30 °C: Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung

untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan, timbul kelelahan fisik. c. ± 24 °C: Kondisi optimum.


(61)

Harga-harga diatas tidak mutlak berlaku untuk setiap orang karena sebenarnya kemampuan beradaptasi tiap orang berbeda-beda, tergantung di daerah bagaimana dia biasa hidup. Orang yang biasa hidup di daerah panas berbeda kemampuan beradaptasinya dibandingkan dengan mereka yang hidup di daerah dingin atau sedang.

3.7.2. Kebisingan di Tempat Kerja9

No:

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang bersifat mengganggu pendengaran yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Terdapat standar kebisingan menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987 mengenai

kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan, berikut ini pembagian zona tingkat intensitas bunyi dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Zona Pembagian Tingkat Intensitas Bunyi (dB)

Zona

Maksimum dianjurkan

(dB)

Maksimum diperbolehkan

(dB)

1. A (Tempat penelitian, rumah sakit, tempat

perawatan kesehatan, dsb) 35 45

2. B (Perumahan, tempat pendidikan, rekreasi,

dan sejenisnya) 45 55

3. C (Perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar,

dan sejenisnya) 50 60

4. D (Industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal

bis, dan sejenisnya) 60 70

9

Tarwaka.2004.Ergonomi untuk keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA PRESS: Surakarta. Hal 38-42


(62)

3.7.3. Tingkat Pencahayaan di Tempat Kerja10

No:

Tingkat pencahayaan (iluminasi) adalah banyaknya arus cahaya yang

datang pada satu unit bidang yang dinyatakan dalam satuan lux atau lumen/m2.

Pencahayaan yang baik memungkinkan manusia untuk dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas. Iluminasi yang diperlukan sangat bervariasi tergantung pada rumit tidaknya pekerjaan visual yang dilakukan. Semakin rumit kerja visual, maka dibutuhkan iluminasi yang semakin besar. Kebutuhan iluminasi untuk pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kebutuhan Iluminasi untuk Pekerjaan

Kerja Visual Iluminan (lux)

1. Penglihatan biasa 100

2. Kerja kasar dengan detail besar (membaca ringan) 200

3. Kerja umum dengan detail wajar 400

4. Kerja yang lumayan keras dengan detail kecil (studio gambar,

menjahit)

600

5. Kerja keras, lama, detail kecil (perakitan barang halus) 900

3.8. Pengertian Makro Ergonomi11

Makroergonomi adalah suatu subdisiplin ergonomi yang fokus mengkaji mengenai perancangan sistem kerja (Hendrick & Kleiner, 2002). Suatu sistem pekerjaan terdiri atas personil yang saling berinteraksi dengan perangkat keras dan lunak. Suatu sistem pekerjaan melibatkan dua atau lebih individu yang bekerja bersama untuk mencapai suatu tujuan umum dalam suatu organisasi. Subdisiplin

10

Satwiko, Prasastyo. 2008. Fisika Bangunan. Penerbit Andi: Yogyakarta.Hal 145-155.

11

Hendrick, Kleiner. 2002. Macroergonomics Theory, Methods and Aplication. Lawrence Erlbaum Inc: New Jersey. Hal 5.


(63)

ergonomi juga berkaitan dengan teknologi yang lain. Makroergonomi telah dikenal sebagai subdisiplin ergonomi yang terkait dengan hubungan manusia, organisasi dan teknologi. Makroergonomi merupakan sesuatu yang terintegrasi karena mencakup pengetahuan, metode, dan peralatan dari sistem sosio-teknik, psikologi industri, rancang-bangun sistem, ergonomi fisik, dan ergonomi teori. Dalam pelaksanaannya, makroergonomi menghadirkan suatu relung berharga yang tidak satupun dari area ini yang terabaikan. Sebagai ilmu pengetahuan, makro-ergonomi mengarahkan untuk mengembangkan suatu pemahaman sistem pekerjaan, perilaku, atau personil yang saling berinteraksi dengan perangkat keras atau lunak di dalam lingkungan fisik internal, lingkungan eksternal, dan struktur organisasi serta proses agar menjadi lebih baik.

Pendekatan makroergonomi merupakan suatu proses pemecahan yang sistemik yang selanjutnya dilakukan pengkajian secara holistik dan melalui lintas disiplin ilmu serta melakukan pelibatan komponen atau pihak terkait dengan desain. Lebih jelasnya sistemik diartikan semua faktor yang diasumsikan mempengaruhi proses perancangan sistem kerja dan diperkirakan dapat menimbulkan masalah harus diperhitungkan dengan cara memasukkan kaidah ergonomi dalam setiap tahap perancangan desain. Pemecahan masalah dilakukan secara holistik yang menekankan bahwa semua faktor yang terkait atau yang diperkirakan terkait dengan masalah yang ada harus dipecahkan secara proaktif dan menyeluruh. Pendekatan holistik dalam intervensi ergonomi menekankan cara berpikir dan bertindak dalam melakukan perbaikan dengan menggunakan teknologi tepat guna. Penerapan pendekatan holistik memungkinkan terjadinya


(64)

proses tawar menawar untuk mendapatkan suatu perbaikan kondisi kerja yang memenuhi keenam kriteria teknologi tepat guna dengan risiko dan dampak seminimal mungkin. Pendekatan interdisipliner menekankan bahwa proses pemecahan masalah dalam suatu sistem dibutuhkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Selain keterlibatan terkait dengan lintas disiplin ilmu pendekatan makroergonomi juga menggunakan partisipasipan (ergonomi partisipasi). Wilson dan Haines (1998) mendefinisikan ergonomi partisipasi adalah proses perencanaan dan pengendalian dari sejumlah aktivitas yang melibatkan operator dengan pengetahuan dan kemampuan yang memadai dalam mempengaruhi proses dan hasil untuk mencapai tujuan tertentu.

Dengan demikian ergonomi partisipasi merupakan proses pemecahan masalah ergonomi dalam suatu sistem dengan melibatkan pihak terkait dari proses perencanaan sampai pada implementasi. Penerapan ergonomi partisipasi terbukti dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam program pelatihan

melalui workshop di berbagai negara (Kawakami,2004). Lebih jelas lagi ranah

makro ergonomi dapat dilihat pada Gambar 3.3.


(65)

3.9. Keterkaitan antara Teori Makro Ergonomi dengan Penelitian ini Teknologi pada ilmu ergonomi memiliki paling sedikit lima sub bagian dimana empat diantaranya (mesin, lingkungan, manusia-perangkat lunak, manusia-pekerjaannya) berintegrasi dalam ilmu Mikro ergonomi dan yang kelima yaitu konsep manusia-organisasi yang menjadi konsep dasar Makro Ergonomi (Hendrick, 2000). Makro ergonomi berkenaan dengan analisis dan perancangan sistem kerja dimana kata kerja mengacu pada usaha manusia ataupun aktivitas manusia dan kata sistem mengacu pada sosioteknikal yang meliputi: subsistem personal, subsistem teknologi dan perancangan sistem kerja.

Jasa kereta api merupakan salah satu jasa transportasi darat yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu, pihak pengelola jasa kereta api senantiasa melakukan perbaikan secara terus menerus untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Pengguna kereta api biasanya melakukan pembelian tiket kereta api secara langsung pada peron tiket yang tersedia pada setiap stasiun kereta api. Setelah membeli tiket penumpang biasanya akan menunggu keberangkatannya pada ruang tunggu yang tersedia. Oleh sebab itu kenyamanan yang dirasakan penumpang diruang tunggu akan mempengaruhi tingkat kepuasan pengguna terhadap jasa kereta api.

Dari sudut pandang ilmu Makro Ergonomi, kondisi fasilitas yang ada pada stasiun kereta api dipengaruhi oleh subsistem personal yaitu dari pengguna jasa

kereta api (user) dan pihak pengelola kereta api (staff) dan subsistem teknologi


(1)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:

1. Kondisi fasilitas pada bagian ruang tunggu Stasiun kereta api di Medan masih belum sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No.9 Tanggal 8 Febuari 2011.

2. Temperatur udara pada bagian ruang tunggu stasiun kereta api selama satu minggu pengamatan berada pada rentang 31-35,3oC sehingga penumpang merasa kepanasan dan gerah ketika menunggu kedatangan kereta api tujuan. 3. Tingkat intensitas bunyi pada bagian ruang tunggu Stasiun Kereta api berada

pada rentang 66,8 dB sampai 88,1 dB. Tingkat intensitas bunyi yang cukup tinggi di bagian ruang tunggu ini, sangat mengganggu jalannya informasi yang diberikan oleh pihak Petugas Perjalanan Kereta Api (PPKA) dengan mic melalui loud speaker yang ada.

4. Tingkat pencahayaan pada bagian ruang tunggu stasiun kereta api berada pada rentang 200-215 lux. Tingkat pencahayaan yang ada sudah memenuhi standar pencahayaan yang direkomendasi untuk pekerjaan kasar dengan detail besar pada aktivitas yang biasa dilakukan penumpang di bagian ruang tunggu seperti: membaca koran yaitu 200 lux.


(2)

5. Pemecahan permasalahan yang terdapat pada bagian ruang tunggu kereta api menggunakan pendekatan Makro Ergonomi dengan metode MEAD (Macro

Ergonomic Analysis and Design) sehingga diperoleh hasil pemilihan alternatif

perbaikan dengan melakukan perbaikan dan pengadaan fasilitas di bagian ruang tunggu, pelatihan (training) petugas pada stasiun kereta api, dan perbaikan budaya atau kebiasaan penumpang.

5. Usulan perbaikan fasilitas ruang tunggu pada Stasiun kereta api yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen PT. Kereta Api Indonesia Divre 1 Sumatera Utara yaitu dengan melakukan perbaikan sebagai berikut:

a. Melakukan penambahan satu orang supervisor pelayanan stasiun untuk melakukan pergantian display informasi sesuai dengan jadwal keberangkatan yang ada sehingga penumpang mendapat informasi dengan jelas dan penambahan satu orang petugas customer service pada setiap

shift kerja yang ada yaitu shift I (07.30-15.00) dan shift II (15.00-22.30)

untuk memberikan informasi kepada penumpang kereta api.

b. Melakukan pengontrolan tugas petugas cleaning service dan pengecekan peralatan kebersihan secara berkala untuk menciptakan kondisi toilet yang bersih dan memberikan pengarahan atau briefing kepada petugas customer

service mengenai informasi yang akan diberikan kepada penumpang.

c. Membuat display informasi mengenai harga tiket dan gambar peta rute perjalanan kereta api, memperbaiki posisi peletakan serta menambahkan tiga buah display informasi mengenai nomor, jenis kereta, jalur/spoor dan lokasi peron kereta api dan melakukan perawatan terhadap display yang


(3)

ada secara berkala serta melakukan update jika terjadi perubahan informasi yang diberikan dan melakukan pengadaan alat pendingin ruangan (kipas angin atau air conditioning) dan loudspeaker di bagian ruang tunggu stasiun kereta api serta melakukan perawatan secara berkala terhadap fasilitas yang ada.

d. Melakukan sosialisasi, dari petugas customer service kepada penumpang kereta api mengenai display informasi yang ada pada bagian ruang tunggu stasiun kereta api.

7.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini yaitu:

1. Bagi pihak akademisi, diperoleh hasil bahwa dalam melakukan evaluasi fasilitas ruang tunggu Stasiun kereta api dengan menggunakan pendekatan Makro Ergonomi metode MEAD (Macro Ergonomic Analysis and Design) terbukti cukup efektif sehingga diharapkan hal ini dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya.

2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melanjutkan penelitian untuk mengevaluasi jumlah kebutuhan dan pengaturan job description petugas di Stasiun kereta api Medan sehingga pihak Stasiun kereta api dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada penumpang.

3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melanjutkan penelitian untuk mengevaluasi bagian ruang tunggu Stasiun kereta api dengan menggunakan


(4)

Indian Railways Standard guna meningkatkan kualitas pelayanan dan menjadikan kereta api sebagai leader jasa transportasi darat di Sumatera Utara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Hendrick, Kleiner. 2002. Macroergonomics Theory, Methods and Aplication. Lawrence Erlbaum Inc: New Jersey

Keputusan Direktorat Jendral Bina Marga No.036/T/BM/1999 tentang Pedoman

Perencanaan Teknik Bangunan Peredam Bising.

Manual For Standarization and Specification for Railway Station in India. 2009.

Ministry of Railway Government of India.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api

Prasasto,Satwiko. 2008. Fisika Bangunan. Penerbit Andi :Yogyakarta

Roscoe. 1975. Fundamental Reasearch Statistic for the Behavioural. Second Edition:New York

Rosnani Ginting. 2007. Perancangan Produk. Graha Ilmu :Yogyakarta

Saputra, Andrias. 2010. Cara Menghitung Jumlah Kebutuhan AC. (Andrias-Saputra.blogspot.com). Diakses pada Tanggal 15 Oktober 2010.

Sistem Informasi PT.KAI. 2011. Situs Resmi PT.Kereta Api Indonesia (Persero) Sukaria Sinulingga. 2011. Metode Penelitian.USU Press: Medan

Sutalaksana. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Industri, ITB: Bandung

Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press: Surakarta


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Hendrick, Kleiner. 2002. Macroergonomics Theory, Methods and Aplication. Lawrence Erlbaum Inc: New Jersey

Keputusan Direktorat Jendral Bina Marga No.036/T/BM/1999 tentang Pedoman

Perencanaan Teknik Bangunan Peredam Bising.

Manual For Standarization and Specification for Railway Station in India. 2009.

Ministry of Railway Government of India.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api

Prasasto,Satwiko. 2008. Fisika Bangunan. Penerbit Andi :Yogyakarta

Roscoe. 1975. Fundamental Reasearch Statistic for the Behavioural. Second Edition:New York

Rosnani Ginting. 2007. Perancangan Produk. Graha Ilmu :Yogyakarta

Saputra, Andrias. 2010. Cara Menghitung Jumlah Kebutuhan AC. (Andrias-Saputra.blogspot.com). Diakses pada Tanggal 15 Oktober 2010.

Sistem Informasi PT.KAI. 2011. Situs Resmi PT.Kereta Api Indonesia (Persero) Sukaria Sinulingga. 2011. Metode Penelitian.USU Press: Medan

Sutalaksana. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Industri, ITB: Bandung

Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press: Surakarta