Salinitas DO Oksigen Terlarut

Gambar 9. Peta sebaran suhu di sumber air wilayah Kec. Keling

b. Salinitas

Salinitas di Kecamatan Keling dengan lokasi sumber air di Clering dan Ujung Watu yang masing-masing menunjukkan kategori S3 dan S1 yaitu 18 dan 28 ppt. Sehingga untuk salinitas daerah Clering memiliki faktor pembatas cukup serius untuk budidaya ikan kerapu di tambak. Sebaran salinitas di Kecamatan Keling dapat dilihat pada Gambar 10. Parameter salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitas, maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Untuk menyesuaikan diri terhadap tekanan osmotik dari luar atau lingkungannya memerlukan banyak energi, sehingga sebagian energi yang diperoleh ikan dari makanan digunakan untuk keperluan tersebut. Jika sumber air yang akan digunakan untuk budidaya ikan kerapu di tambak mempunyai salinitas rendah dibawah 20 ppt, maka ada kencenderungan menghambat pertumbuhan dan perkembangan ikan kerapu yang berhubungan dengan proses osmoregulasi. Sehingga hal ini ikan kerapu akan terganggu dalam pertumbuhan. Sedangkan salinitas yang optimal ideal untuk budidaya ikan kerapu di tambak adalah berkisar 25-35 ppt Supratno dan Kasnadi, 2003. Di Kecamatan Keling pada musim penghujan ada kecenderungan salinitas rendah, maka cara mengatasinya adalah dengan penginciran air atau sirkualsi air pemutaran air tambak. Gambar 10. Peta sebaran salinitas di sumber air wilayah Kec. Keling

c. DO Oksigen Terlarut

Dari hasil pengukuran kualitas air di lapangan untuk parameter DO pada sumber air di Kecamatan Keling, yaitu lokasi Clering dan Ujung Watu menunjukkan kategori masing-masing S2, yaitu 3,4 dan 3,8 ppm, sehingga memiliki faktor pembatas tidak serius. Sebaran kelarutan oksigen pada sumber air di Kecamatan Keling adapat dilihat pada Gambar 11. Oksigen yang diperlukan untuk pernapasan hewan air atau akuatik termasuk ikan kerapu adalah dalam bentuk terlarut di air. Sumber utama oksigen dalam air berasal dari difusi langsung dari udara, terbawa oleh air hujan dan hasil fotosintesa fitoplankton. Sebaliknya kandungan oksigen terlarut dalam air dapat berkurang, karena dimanfaatkan oleh bahan organik untuk penguraiannya. Dengan terhalangnya difusi karena srtatifikasi salinitas, maka pada konsentrasi O2 rendah, akibatnya ikan dapat lemas dan mati. Konsentrasi yang berlebihan juga dapat mengakibatkan kematian dengan terjadinya gelembung “emboli” pada pembuluh darah. Konsentrasi jenuh biasanya terjadi pada tambak-tambak yang terlalu subur dan fitoplankton yang tumbuh terlalu padat dan biasanya terjadi setelah tengah hari. Batas toleransi kadar oksigen terlarut secara umum untuk budidaya tambak adalah 3 – 10 ppm, sedangkan nilai optimal untuk budidaya di tambak berkisar antara 4 – 7 ppm Poernomo, 1992. Untuk batasan budidya ikan kerapu di tambak yang optimal adalah 3,5 - 8 ppm Supratno dan Kasnadi, 2003. Solusi untuk membantu difusi oksigen dan disribusinya ke lapisan bawah serta meningkatkan oksigen yaitu diperlukan aerasi dapat berupa blower, kincir atau lainnya. Gambar 11. Peta sebaran oksigen terlarut DO pada sumber air di Kec. Keling

d. Amonia NH