Aplikasi proses hidrolisis enzimatis dan fermentasi dalam pengolahan condiment kupang putih (Corbula faba H.)

(1)

APLIKASI PROSES HIDROLISIS ENZIMATIS DAN FERMENTASI DALAM PENGOLAHAN CONDIMENT

KUPANG PUTIH (Corbula faba H)

Ratih Dini Savitri

C34060694

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

RINGKASAN

RATIH DINI SAVITRI. C34060694. Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.) Dibimbing Oleh DJOKO POERNOMO dan PIPIH SUPTIJAH.

Condiment merupakan bahan masakan Cina klasik yang pada dasarnya terbuat dari campuran kerang, air dan garam (Jiang et al 2006). Tujuan penelitian ini yaitu menentukan rendemen kupang putih (Corbula faba H); kandungan logam berat Pb dan Cd kupang putih rebus; konsentrasi ekstrak nenas terpilih, serta kandungan proksimat, NPN, pH, serta TPC produk condiment selama waktu fermentasi (7, 14, dan 21 hari). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 1 faktor, yaitu konsentrasi ekstrak nenas sebagai sumber enzim bromelin, terdiri dari 5 taraf, yaitu konsentrasi ekstrak nenas 0 %, 5 %, 10 %, 15 %, 20 % (v/b) dari daging kupang putih dengan ulangan sebanyak 3 kali.

Rendemen daging kupang putih sebesar 20,45%. Logam berat Pb dan Cd tidak terdeteksi. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda, dapat mempengaruhi penampakan, rasa serta warna condiment. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter penampakan, berturut-turut sebesar 4,32 dan 5,05, pada konsentrasi ekstrak nenas 5% dan 15%. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter rasa, berturut-turut sebesar 2,55 dan 4,10, pada konsentrasi ekstrak nenas 20 % dan 15%. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter warna, berturut-turut sebesar 4,12 dan 4,98, pada konsentrasi ekstrak nenas 10 % dan 15%. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter aroma, berturut-turut sebesar 2,67 dan 2,98, pada konsentrasi ekstrak nenas 20% dan 0%.

Analisis proksimat condiment meliputi, kadar air tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 66,47 % dan 59,55 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 10 % dan 15%. Kadar protein tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 13,87 % dan 7,38 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 0 % dan 5%. Kadar abu tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 6,78 % dan 6,24 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 10 % dan 5 %. Kadar lemak tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 8,86 % dan 7,16%, pada konsentrasi ekstrak nenas 5 % dan 0 %. Kadar karbohidrat by difference tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 18,27 % dan 7,01 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 15 % dan 0 %. Analisis dengan metode Bayes, menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak nenas 15% merupakan konsentrasi terpilih. Konsentrasi tepilih akan digunakan dalam penelitian utama.

Pada penelitian utama, dilakukan fermentasi selama 7,14, dan 21 hari. Hasil analisis proksimat meliputi, kadar air dengan nilai berturut 59,55 %, 61,1 %, 65,18 %. Kadar protein dengan nilai berturut 8,16 %, 8,75 %, 10,42%. Kadar abu dengan nilai berturut 6,54 %, 5,74 %, 5,23 %. Kadar lemak dengan nilai berturut 7,48 %, 6,92 %, 6,22%. Kadar karbohidrat by difference dengan nilai berturut 18,27 %, 17,49 %, 12,95 %. Nilai NPN selama fermentasi dengan nilai berturut 26,25; 27,01; dan 29,46 mg NPN/100 g Total N. Nilai pH selama fermentasi dengan nilai berturut 5,34; 5,41; 5,27.


(3)

APLIKASI PROSES HIDROLISIS ENZIMATIS DAN FERMENTASI DALAM PENGOLAHAN CONDIMENT

KUPANG PUTIH (Corbula faba H)

RATIH DINI SAVITRI

C34060694

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(4)

SKRIPSI

Judul Skripsi : Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih

(Corbula faba H.) Nama Mahasiswa : Ratih Dini Savitri NIM : C34060694

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Ir. Djoko Poernomo, B.Sc) (Dra. Pipih Suptijah, MBA) NIP. 19580419 198303 1 001 NIP. 19531020 198503 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

(Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil.) NIP. 19580511 198503 1 002

Tanggal Lulus :


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.)” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber-sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2011

Ratih Dini Savitri C34060694


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Februari 1989 di Lamongan, Jawa Timur, dari pasangan Bapak Puthut Suyanto dan Ibu Rasmi. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal tahun 1992-1994 di TK Aisyiah Bustanul Athfal. Tahun 1994-2000 di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah- 04 Blimbing,

Tahun 2000-2003 di SLTPN 6 Tuban, Jatim. Tahun 2003-2006 di SMU Darul ’Ulum 2 BPP-Teknologi Jombang, Jatim. Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) .

Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Ikatan Alumni Darul Ulum (IKALUM) sebagai staff keputrian tahun 2007-2008, Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (HIMASILKAN) sebagai Sekretaris Divisi Informasi tahun 2007-2008, Forum for Scientific Student (FORCES) sebagai anggota tahun 2006-2008, Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ”Koran biRU” sebagai reporter tahun 2008 dan redaktur pelaksana tahun 2009. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum m.k. Ikhtiologi pada periode 2008-2009, asisten m.k Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perairan, serta asisten m.k Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping dan Limbah periode 2009-2010. Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan mahasiswa di IPB.

Penulis melakukan penelitian dengan judul Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.) ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Dra. Pipih Suptijah, MBA.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat serta hidayat-Nya, penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian tugas akhir yang berjudul ” Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan

Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.) ”.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program sarjana Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu, terutama kepada :

1) Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan yang diberikan kepada penulis.

2) Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa selaku dosen penguji atas segala bimbingan, pengarahan yang diberikan kepada penulis.

3) Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi,M.Si selaku dosen pembibing akademik atas bimbingannya selama perkualiahan.

4) Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

5) Ayah, Ibu, Adik-adikku, untuk dukungan yang diberikan baik dukungan materiil maupun moral yang telah diberikan kepada penulis.

6) Seluruh laboran Departemen Teknologi Perairan, khususnya bu Emma, mbak Silvi, dan mbak Lastri, Mas Zaki atas bantuannya.

7) Seluruh staff Tata Usaha Departemen Teknologi Hasil Perairan atas bantuan administrasi.

8) Teman-teman angkatan 43, khususnya Wati, Patma, Nanda, Nico, Umi, Molly, Dwi, Epul, Tyas, Hasanah, Era, Aci, serta teman-teman yang lainnya trimakasih atas bantuannya.

9) Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Teknologi Hasil


(8)

Perikanan, Universitas Brawijaya, khususnya Rini, Tyas, mbak Fitrah, mbak Mey, Dini, Friska, mbak Reni, mbak Ratih, mbak Gita, Adel, Ina, Ica, Mita, Rista, Marco, mbak Rissa, mbak neneng, dan mbak Yushinta, terimakasih atas bantuannya selama penelitian.

10) Teman-teman angkatan 42, 44, serta 45, terimakasih atas kebersamaannya selama ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, April 2011

Ratih Dini Savitri C34060694


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kupang Putih... .. 3

2.2 Habitat Kupang Putih ... 4

2.3 Komposisi Kimia Kupang Putih ... 4

2.4 Condiment ... 5

2.4.1 Deskripsi condiment ... 5

2.4.2 Teknik pembuatan condiment ... 5

2.4.3 Kandungan gizi condiment ... 6

2.5 Fermentasi... 7

2.6 Enzim Bromelin ... 8

3 METODOLOGI ... 11

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat Penelitian. ... 11

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.4 Prosedur Pengujian ... 14

3.4.1 Pengukuran rendemen (Hafiz 2008) ... 15

3.4.2 Analisis proksimat ... 15

3.4.2.1 Analisis kadar air (SNI 2006) ... 15

3.4.2.2 Analisis kadar abu (SNI 2006) ... 15

3.4.2.3 Analisis kadar protein (SNI 2006) ... 16

3.4.2.4 Analisis kadar lemak (SNI 2006) ... 17

3.4.2.5 Analisis kadar karbohidrat (Winarno 1997)... 17

3.4.3 Penilaian Sensori ... 18

3.4.4 Analisis Total Plate Count ... 19

3.4.5 Analisis Logam Berat Pb dan Cd ... 20


(10)

3.4.6 Analisis Nitrogen-non protein ... 22

3.4.7 Pengukuran nilai pH... 23

3.5 Pemilihan Condiment Terbaik berbasis Indeks Kinerja ... 23

3.6 Rancangan Percobaan ... .... 24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 26

4.1.1 Rendemen kupang putih ... 26

4.1.2 Logam berat kupang putih ... 26

4.1.3 Uji sensori ... 28

4.1.4 Analisis proksimat kupang putih dan condiment pendahuluan ... 35

4.1.4.1 Kadar air ... 36

4.1.4.2 Kadar protein... 38

4.1.4.3 Kadar abu ... 39

4.1.4.4 Kadar lemak... 41

4.1.4.5 Kadar karbohidrat by difference ... 42

4.1.5 Pemilihan condiment terbaik berbasis indeks kinerja ... 44

4.2 Penelitian Utama ... 46

4.2.1 Analisis proksimat condiment lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 46

4.2.1.1 Kadar air ... 47

4.2.1.2 Kadar protein ... 47

4.2.1.3 Kadar abu ... 49

4.2.1.4 Kadar lemak ... 50

4.2.1.5 Kadar karbohidrat by difference ... 51

4.2.2 Analisis Nitrogen-non protein ... 51

4.2.3 Analisis pH ... 53

4.2.4 Analisis Total Plate Count ... 54

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran... . 57

DAFTAR PUSTAKA ... .. 58

LAMPIRAN... 63


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1 Kandungan gizi condiment jenis kerang Crassostrea gigas

selama masa fermentasi dua bulan ... 7 2 Nilai rata-rata analisis proksimat bahan baku dan condiment

kupang putih dengan lama inkubasi 7 hari ... 36 3 Karakteristik dan nilai kepentingan parameter subjektif dan

objektif ... 45 4 Hasil pembobotan condiment kupang putih ... 46


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Kupang Putih (Corbula faba H.) ... 3 2 Diagram proses pembuatan kecap keong sawah

(Indrawati 1983) ... 6 3 Proses hidrolisis enzimatis ... 7

4 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian

pendahuluan ... 13 5 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian

utama ... 14 6 Histogram uii sensori skala hedonik penampakan condiment

kupang putih ... 29 7 Histogram uii sensori skala hedonik warna condiment

kupang putih ... 30 8 Histogram uii sensori skala hedonik aroma condiment

kupang putih ... 32 9 Histogram uii sensori skala hedonik rasa condiment

kupang putih ... 34 10 Nilai rata-rata kadar air condiment kupang putih

dengan lama inkubasi 7 hari... 37 11 Nilai rata-rata kadar protein condiment kupang putih

dengan lama inkubasi 7 hari... 38 12 Nilai rata-rata kadar abu condiment kupang putih

dengan lama inkubasi 7 hari... 40 13 Nilai rata-rata kadar lemak condiment kupang putih

dengan lama inkubasi 7 hari... 41 14 Nilai rata-rata kadar karbohidrat by difference condiment

kupang putih dengan lama inkubasi 7 hari ... 43 15 Histogram nilai rata-rata kadar air condiment kupang putih

dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 47 16 Histogram nilai rata-rata kadar protein condiment kupang putih dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 48

17 Histogram nilai rata-rata kadar abu condiment kupang putih

dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 49


(13)

18 Histogram nilai rata-rata kadar lemak condiment kupang putih

dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 50 19 Histogram nilai rata-rata kadar karbohidrat by difference

condiment kupang dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari .. 51 20 Histogram nilai rata-rata nitrogen non protein condiment kupang

putih dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 52 21 Nilai rata-rata pH condiment kupang putih dengan lama

fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 53 22 Nilai rata-rata Total Plate Count (TPC) condiment kupang putih dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 54


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1a Data perhitungan rendemen kupang putih segar ... 63

1b Data hasil uji logam berat Pb dan Cd ... 63

2 Tabel scoresheet uji sensori skala hedonik ... 64

3 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter penampakan ... 65

4 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter penampakan ... 66

5a Hasil uji Kruskal Wallis penampakan condiment ... 67

5b Hasil uji lanjut Tukey penampakan condiment ... 67

6 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter ... 68

warna ... 7 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter warna ... 69

8a Hasil uji Kruskal Wallis warna condiment ... 70

8b Hasil uji lanjut Tukey warna condiment ... 70

9 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter aroma ... 71

10 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter aroma ... 72

11 Hasil uji Kruskal Wallis aroma condiment ... 73

12 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter rasa ... 74

13 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter rasa ... 75

14a Hasil uji Kruskal Wallis rasa condiment ... 76

14b Hasil uji lanjut Tukey rasa condiment` ... 76

15a Data perhitungan analisis proksimat kupang putih ... 77

15b Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi ekstrak nenas (enzim bromelin) 0% ... 77

15c Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi ekstrak nenas (enzim bromelin) 5% ... 77

16a Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi ekstrak nenas (enzim bromelin) 10% ... 78


(15)

16b Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi

ekstrak nenas (enzim bromelin) 15% ... 78 16c Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi

ekstrak nenas (enzim bromelin) 20% ... 78 17a Hasil analisis ragam parameter kadar air condiment

kupang putih ... 79 17b Hasil uji lanjut Duncan kadar air condiment

kupang putih ... 79 18a Hasil analisis ragam parameter kadar protein condiment

kupang putih ... 80 18b Hasil analisis ragam parameter kadar karbohidrat

by different condiment kupang putih ... 80 19 Hasil perhitungan condiment kupang putih terbaik

pada penelitian pendahuluan ... 81 20 Lanjutan hasil perhitungan condiment kupang putih terbaik pada penelitian pendahuluan ... . 82 21a Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama

(waktu fermentasi 7 hari)……….... 83 21b Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama

(waktu fermentasi 14 hari)……….... 83 21c Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama

(waktu fermentasi 21 hari)……… 83 22a Rekapitulasi data hasil uji NPN condiment kupang putih.. 84

22b Rekapitulasi data hasil uji pH condiment kupang putih…. 84 23 Dokumentasi proses produksi serta proses analisis kimia. 85


(16)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kupang putih merupakan salah satu komoditas hasil perairan yang termasuk dalam filum mollusca. Hasil perairan merupakan bahan pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan biologis oleh enzim dan mikroorganisme pembusuk, sehingga dibutuhkan penanganan khusus untuk mempertahankan mutunya. Fermentasi merupakan salah satu cara pengawetan ikan yang dapat dilakukan (Rahayu et al. 1992). Montano dan Wong (2004) menyatakan bahwa fermentasi merupakan metode yang digunakan untuk menghasilkan produk pasta, termasuk di dalamnya yang berasal dari ikan dan kerang-kerangan. Pembuatan produk berupa kecap ikan, dapat dilakukan melalui empat cara, antara lain dengan cara fermentasi, enzimatis, kimia, dan kombinasi enzimatis dengan fermentasi (Purwaningsih dan Poernomo 1997).

Produk olahan kupang putih akhir-akhir ini mulai dikembangkan. Akan tetapi, produk olahan yang dihasilkan hanya terbatas pada olahan seperti kerupuk kupang, petis kupang, dan lontong kupang. Oleh karena itu, diversifikasi produk berbahan baku kupang putih masih perlu dikembangkan. Condiment dapat menjadi salah satu produk diversifikasi olahan kupang Condiment merupakan salah satu produk pangan berupa saus kental yang berwarna agak kehitaman, yang pada dasarnya terbuat dari campuran kerang, air dan garam, namun dalam perkembangannya sudah mengalami banyak modifikasi (Jiang et al.2006).

Condiment tradisional pada umumnya diproduksi menggunakan teknik fermentasi dengan penambahan konsentrasi garam yang tinggi, serta waktu pemeraman antara 3 sampai 12 bulan (Young et al. 2004). Condiment dihasilkan

dari fermentasi daging kerang dengan konsentrasi garam 25% (Dubois et al. 1956). Industri membutuhkan proses fermentasi yang berlangsung

lebih cepat. Proses fermentasi dapat dipercepat salah satunya dengan cara penambahan enzim (Sukarsa et al. 1994). Oleh karena itu aplikasi hidrolisis enzimatis serta fermentasi dalam proses pembuatan condiment kupang putih perlu dilakukan.


(17)

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1 Menentukan rendemen kupang putih (Corbula faba H).

2 Menentukan kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging kupang putih (Corbula faba H) rebus.

3 Menentukan condiment terbaik pada penelitian pendahuluan, dari perlakuan yang diujicobakan.

4 Menentukan kandungan proksimat, Nitrogen - Non Protein (NPN), pH,

Total Plate Count (TPC) condiment terbaik selama fermentasi 7, 14, serta 21.hari.


(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kupang Putih (Corbula faba H.)

Terdapat beberapa jenis kupang, antara lain kupang putih (kupang beras), kupang merah (kupang jawa), kupang tawon, kupang kawung, kupang sapi, kupang kentos, kupang buntut, kupang gelatik, dan kupang mbekembek. Namun, dari sekian banyak jenis kupang ini, yang sering ditangkap oleh para nelayan di daerah sentra produksi kupang, adalah kupang putih dan kupang merah (Prayitno dan Susanto 2000).

Gambar 1, menunjukkan morfologi kupang putih (Corbula faba H), sedangkan klasifikasi kupang putih, sebagai berikut (Prayitno dan Susanto 2000) :

Filum : Mollusca

Kelas : Pelecypoda

Ordo : Vilobransia

Famili : Corbulidae

Genus : Corbula

Spesies : Corbula faba H.

Gambar 1 Kupang putih (Corbula faba H.)

Kupang putih (Corbula faba H.) merupakan salah satu jenis kerang yang termasuk dalam phylum mollusca. Jenis kupang ini berbentuk cembung lateral dan mempunyai cangkang dengan dua belahan serta engsel dorsal yang menutup daerah seluruh tubuh. Kupang putih (Corbula faba H) ini mempunyai bentuk kaki seperti bagian tubuh lainnya, yaitu cembung lateral sehingga disebut pelecypoda


(19)

5 mm – 12 mm. Tubuh kupang hanya menempati sebagian dari rumahnya, yaitu menempel pada tepi kulit dekat hinge ligament (Prayitno dan Susanto 2000).

2.2 Habitat Kupang Putih (Corbula faba H).

Kupang putih (Corbula faba H).termasuk biota pantai, hidup menetap di dasar perairan berlumpur atau berpasir dan konsentrasi terbesar terdapat di muara-muara sungai. Kupang putih (Corbula faba H). hidup menancap pada lumpur sedalam lebih kurang 5 mm, dengan kedudukan tegak pada ujung kulitnya yang berbentuk oval. Bila air surut dan keadaannya menjadi dingin, kupang putih menancap lebih dalam pada lumpur, dan sebaliknya. Dibandingkan dengan kupang merah, kupang putih lebih cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat. Daya tahan hidup kupang putih di udara bebas lebih kurang 24 jam. Jika mati, kulit kupang putih ini tidak membuka, sehingga tidak meimbulkan bau. Pada udara bebas, kupang putih sedikit bergerak atau bahkan tidak bergerak. Jenis kupang putih ini seringkali disebut kupang beras (Prayitno dan Susanto 2000).

Lingkungan perairan kupang putih kebanyakan terdapat diantara 2-4 mil dari daratan pantai yang landai. Pada waktu air surut kedalamannya berkisar antara 0,30 – 0,75 m, sedangkan pada waktu air pasang kedalamannya mencapai 3-4 m. Lebih lanjut diterangkan bahwa pada waktu air surut suhu rata-rata adalah 28,570C, sedangkan kadar garamnya adalah 24,27%. Pada waktu air pasang (mulai pasang) suhu rata-ratanya adalah 28,700C, sedangkan kadar garamnya adalah 29,32% (Subani et al. 1983).

2.3 Komposisi Kimia Kupang Putih

Protein kerang mempunyai kualitas yang tinggi, hal ini dapat ditentukan melalui nilai asam amino esensial dan nilai biologisnya. Kerang-kerangan mengandung asam amino bebas seperti halnya ikan dan kelompok krustacea. Menurut Zaitsev et al. (1969), komposisi kerang sangat beraneka ragam. Hal ini tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur, musim dan habitat (tempat hidup). Komponen gizi yang terkandung dalam daging kupang putih meliputi kadar air 75,70%, kadar abu 3,09%, protein 10,85%, lemak 2,68%, dan karbohidrat 1,02% (Prayitno dan Susanto 2000).


(20)

2.4 Condiment

Flavour kerang pada makanan dapat dihasilkan dari produk pasta kerang yang merupakan hasil dari proses fermentasi, yang pengolahannya mengacu pada produk hasil fermentasi ikan atau udang dengan konsentrasi garam tinggi dan diperam dalam waktu beberapa bulan. Produk akhir dari fermentasi ini adalah pasta yang biasa dikonsumsi sebagai penambah rasa dan aroma pada beberapa masakan tradisional (Montano et al.2004).

2.4.1 Deskripsi condiment

Terdapat beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai penambah rasa nikmat dan memperindah penampakan pada makanan, diantaranya saus, kecap, pasta, dan condiment. Condiment berupa saus kental berwarna agak kehitaman dalam masakan Tionghoa yang dibuat dari bahan dasar tiram dan mempunyai rasa gurih dan asin. Condiment merupakan bahan masakan Cina klasik yang pada dasarnya terbuat dari campuran kerang, air dan garam, namun dalam perkembangannya sudah mengalami banyak modifikasi (Jiang et al. 2006).

Condiment biasanya dimanfaatkan sebagai penambah rasa dan penguat aroma makanan (Harold 2004).

2.4.2 Teknik pembuatan condiment

Condiment tradisional pada umumnya diproduksi menggunakan teknik fermentasi atau pemeraman dengan penambahan konsentrasi garam yang tinggi, dengan perbandingan antara bahan baku dan garam 3:1 dengan suhu 200C serta waktu pemeraman antara 3 sampai 12 bulan (Young et al.2004).

Faktor-faktor yang berperan dalam pembuatan condiment meliputi bahan baku, perlakuan pendahuluan, tahapan proses dan pengolahan lanjutan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan condiment yaitu bahan baku hasil perairan dalam kondisi segar. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan yaitu berupa pencucian serta penyiangan bahan baku. Tahap proses pembuatan yaitu berupa proses fermentasi. Tahap pengolahan lanjutan yaitu berupa pemasakan condiment

pada suhu 70-80 0C selama 15 menit.

Pada proses pembuatan condiment akan terjadi hidrolisis atau penguraian jaringan-jaringan daging bahan tersebut, sehingga terbentuk aroma dan rasa


(21)

yang khas (Rahayu et al. 1992). Modifikasi proses pembuatan condiment dapat disetarakan dengan cara pembuatan kecap keong sawah yang sudah dilakukan oleh Indrawati (1983) pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2 Diagram alir pembuatan kecap keong sawah (Indrawati 1983).

2.4.3 Kandungan gizi condiment

Metode fermentasi yang digunakan untuk memproduksi condiment

bertujuan untuk meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizinya. Selama proses fermentasi kandungan air, protein, lemak, abu dan karbohidrat mengalami perubahan akibat aktivitas bakteri atau kapang. Condiment dapat dihasilkan dari fermentasi daging kerang dengan penambahan konsentrasi garam 25% selama 3 - 12 bulan. Hasil akhir proses fermentasi yaitu berupa filtrat dan padatan yang kemudian akan disaring dengan menggunakan saringan ukuran 40 mesh, serta dilakukan pula pengurangan kadar garam dengan elektridializer (Dubois et al. 1956). Kandungan gizi condiment dari jenis kerang

Crassostrea gigas selama masa fermentasi dua bulan dapat dilihat pada Tabel 1. Penimbangan

Pencucian

Penyiangan

Pencampuran

Fermentasi Keong Sawah

Kecap Keong Sawah

- Garam halus 20% (b/b) - Ekstrak nenas 5 % v/b

Penggilingan

Pemasakan (70-80 0C) selama 15 menit


(22)

Tabel 1 Kandungan gizi condiment jenis kerang Crassostrea gigas

selama masa fermentasi dua bulan

Komponen Jumlah (%)

Air 27,82

Protein 36,60

Lemak 1,36

Abu

Karbohidrat

1,61 32,60 Sumber : Young et al (2004)

2.5 Fermentasi

Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis atau semi biologis terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan

terkontrol. Asam-asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk.

Produk akhir fermentasi ikan dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus (Rahayu et al. 1992). Proses hidrolisis protein ikan yang paling efisien adalah secara enzimatis, karena enzim menghasilkan peptida yang tinggi dan kurang kompleks, serta mudah dipecah-pecah (Ariyani 2003). Hidrolisis enzimatik pada dasarnya tidak berbeda dengan reaksi hidrolisis protein pada umumnya, namun dengan reaksi enzimatik dapat merangsang munculnya flavor dari bahan baku agar lebih tercium (Lyraz 1997). Dasar proses hidrolisis enzimatis adalah pemutusan ikatan peptida oleh enzim dengan bantuan air, secara kimiawi (Gambar 3), sebagai berikut (Peterson 1981 diacu dalam Wardana 2008):

-CHR’-CO-NH-CHR’’ + H2O CHR’-COOH + NH2-CHR’’ Gambar 3 Proses hidrolisis enzimatis

Hal penting yang perlu diamati pada pengolahan ikan adalah perubahan daya cerna protein in vitro dan komposisi asam amino (Setyani dan Utomo 1999). Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan. Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik. Semua organisme membutuhkan sumber energi yang diperoleh dari metabolisme bahan pangan, dimana organisme berada di dalamnya. Selain karbohidrat, bahan


(23)

pangan yang diubah selama fermentasi, yaitu makanan berprotein, lemak dan asam-asam nukleat juga dapat dipecah yang berpengaruh pada flavour dan tekstur bahan pangan. Fermentasi menyebabkan perubahan flavour yang dipertimbangkan lebih disukai daripada bahan baku yang tidak difermentasi (Buckle et al. 1985). Menurut Mizutani et al.(1992), proses fermentasi yang menghasilkan condiment,

dapat digunakan untuk meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizi.

Menurut Irianto (2008), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi ikan adalah (a) mikroorganisme yang terdapat pada ikan dan garam, (b) aktivitas proteolitik enzim pada ikan, (c) kondisi bahan baku yang

digunakan pada proses fermentasi, (d) ada atau tidak adanya oksigen, (e) suhu, (f) kandungan gizi ikan (g) pH campuran fermentasi, (h) ketersediaan dan jumlah

karbohidrat, dan (i) lama proses fermentasi. Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan fermentasi, diantaranya adalah (a) menggunakan suhu yang lebih tinggi, (b) menambahkan enzim, (c) menambahkan bakteri, dan (d) menambahkan asam.

Sebagian besar produk fermentasi diproduksi dengan kandungan garam diatas 15-20% dan kandungan garam yang tinggi tersebut mampu menghambat pertumbuhan sebagian besar organisme yang merugikan. Jumlah total bakteri yang terdapat pada kecap ikan menurun selama proses fermentasi. Sebagian besar produk ikan fermentasi juga dipersiapkan pada pH diatas 4. Kandungan garam tinggi dan pH rendah pada produk ikan fermentasi dapat mencegah pertumbuhan

Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan mikroorganisme penghasil toksin. C.botulinum tipe A1 dihambat pada kadar garam 10-12%, umumnya pada pH dibawah 4,5. S.aureus dihambat pada kadar garam 10-20% dan pH 4,5 – 5. Hanya C.botulinum tipe E, F, dan non-proteolitik tipe B dapat tumbuh pada suhu sekitar 8-100C.

2.6 Enzim Bromelin

Enzim adalah suatu senyawa yang mengandung protein, yang secara alamiah terdapat dalam bahan hasil pertanian dan berfungsi sebagai bahan yang mempercepat suatu reaksi biokimia dalam bahan. Dengan adanya kerja enzim, maka proses metabolisme dalam suatu bahan akan berlangsung lebih cepat dan mengakibatkan perubahan pada komposisi bahan tersebut (Susanto 2000).


(24)

Protease adalah enzim yang aplikasinya luas di bidang industri, antara lain industri detergent, kulit, sutra, keju, roti, sampai hidrolisis protein secara umum, sehingga enzim ini dipandang mempunyai nilai komersial yang tinggi. Enzim protease adalah biokatalisator yang bekerja sangat efisien dan tidak pernah diperlukan dalam jumlah banyak (Wibisono et al. 2003). Aktifitas enzim sangat dipengaruhi oleh substrat, pH, dan suhu (Susanto 2000).

Buah nenas mengandung protein sebanyak 0,4 %; gula sebanyak 12 – 15% (2/3 bagian adalah sukrosa); asam 0,6 % (terbanyak 87 % asam sitrat); air sebanyak 80 – 85 %; abu 0,5 %; lemak 0,2 %; karbohidrat 13,7 %; kalsium sebesar 16 mg/100 g; fosfor 11 mg/100 g; besi 0,3 mg/100 g (Omar et al.1978). Di dalam buah nenas terkandung enzim-enzim. Salah satu enzim yang penting ialah yang dikenal sebagai “bromelein” yang kemudian disebut “bromelin”

(Muljohardjo 1983). Bromelin tergolong kelompok enzim protease sulfihidril. Bedanya dengan enzim papain dan fisin adalah bahwa enzim bromelin merupakan glukoprotein, sedangkan molekul papain dan fisin merupakan protein (Winarno 1995).

Enzim bromelin, yang merupakan enzim protease, mampu memecah ikatan peptida dalam jumlah yang besar, sehingga jumlah peptida menjadi lebih sedikit dan telah berubah menjadi asam amino bebas (Kim dan Taub 1991). Enzim bromelin ini tidak hanya terdapat pada jenis-jenis nanas komersial saja, akan tetapi juga terdapat pada berbagai jenis tanaman yang termasuk dalam keluarga Bromeliaceae. Demikian pula pada bagian-bagian tanaman yang lain, buah, batang, dan daun, mengandung campuran protease yang berbeda (Muljohardjo 1983). Kandungan bromelin dalam buah nenas tua utuh sekitar 4,0 – 7,0 %, sedangkan dalam buah nenas muda utuh terdapat sekitar 6,0 – 8,0 % (Omar et al.1978). Baik buah nenas muda maupun yang tua mengandung bromelin. Bahkan keaktifan bromelin pada kasein dari buah yang muda lebih tinggi bila dibandingkan dengan buah yang tua (Winarno 1995).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menghidrolisis protein dengan menggunakan enzim proteolitik, antara lain: (a) konsentrasi ion hidrogen; (b) konsentrasi enzim proteolitik; (c) konsentrasi protein yang dihidrolisis; (d) suhu; dan (e) ada/tidaknya inhibitor yang dapat menghalangi aktivitas kerja


(25)

enzim tersebut. Reaksinya tidak berjalan spontan, tetapi bertingkat-tingkat dengan hasil diantaranya yaitu protean, meta protein, proteosa, pepton, dan peptida. Hidrolisis dengan cara ini tidak menyebabkan rusaknya asam alfa-amino produk hidrolisis (Sumardjo 2008).

Aktifitas enzim pada umumnya dipengaruhi oleh aktivator enzim, yang meliputi suhu, pH dan kadar air. Suhu yang semakin tinggi dalam batas tertentu akan meningkatkan aktivitas enzim tetapi jika suhu terlalu tinggi dapat mempercepat kerusakan enzim. Suhu optimum untuk aktivitas enzim bromelin berkisar antara 350C sampai 500C, sedangkan pH optimum untuk aktivitas enzim bromelin berkisar 7,6 (Muchtadi et al. 1992). Keaktifan bromelin juga dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi enzim dan lama proses (Muljohardjo 1983).


(26)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Biokimia, Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Kimia, Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah kupang putih yang diperoleh dari pantai desa Balongdowo, Kecamatan Candi, Sidoarjo, Jawa Timur. Bahan-bahan lainnya yang digunakan adalah garam dan ekstrak buah nenas muda. Selain bahan-bahan tersebut digunakan pula bahan-bahan kimia untuk analisis kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, pH, TPC, serta NPN, diantaranya akuades, pelarut peroleum eter, tablet kjeltab, NaOH, H2SO4, H3BO3, HCl, TCA, buffer pH 4 dan pH 7, indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru 0,2% dalam alkohol, 2:1), larutan garam fisiologis, dan media Nutrien Agar.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan condiment antara lain pisau,

timbangan, baskom, talenan, ember, dan inkubator, serta alat-alat lain di laboratorium yang digunakan untuk analisis seperti oven, timbangan analitik,

desikator, cawan porselin, rangkaian alat destruksi dan destilasi, labu kjeldahl, erlenmeyer, inkubator, autoklaf, tanur, homogenizer, cawan petri, kompor listrik, alat ekstraksi soxhlet, dan pH-meter.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan rendemen daging kupang putih, kandungan logam berat Pb dan Cd kupang putih rebus, serta konsentrasi ekstrak nenas yang terpilih dengan menggunakan metode Bayes. Penetapan konsentrasi ekstrak nenas terpilih, hanya dilakukan pada penelitian pendahuluan. Konsentrasi ekstrak nenas yang terpilih yaitu sebesar 15%.


(27)

Konsentrasi ekstrak nenas sebesar 15% ini, akan digunakan sebagai dasar penggunaan konsentrasi ekstrak nenas dalam penelitian utama.

Penelitian utama dilakukan untuk menentukan kadar proksimat, yang meliputi kadar air, protein, lemak, abu, serta karbohidrat (by difference). Selain itu, juga dilakukan analisis kandungan Nitrogen-non protein (NPN), pH, serta

Total PlateCount (TPC). Analisis dilakukan pada hari ke-7, hari ke-14, serta hari ke-21 dari lamanya waktu fermentasi. Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Proses pembuatan condiment kupang putih, diawali dengan pencucian, pengambilan daging, dan penimbangan untuk mengetahui rendemen daging kupang putih. Tahap selanjutnya adalah penambahan ekstrak nenas ke dalam daging kupang putih yang sudah dilumatkan. Konsentrasi ekstrak nenas yang ditambahkan adalah konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, 20% (v/b) dari berat daging kupang putih. Masing-masing konsentrasi kemudian ditambahkan garam sebanyak 25% (b/b). Campuran daging kupang putih, garam, dan ekstrak nenas

tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah kaca dan diinkubasi selama 7 hari, pada suhu 50 0C. Hasil hidrolisa, kemudian difermentasi tanpa

penambahan kultur. Fermentasi dilakukan selama 7, 14, dan 21 hari. Produk hasil fermentasi masing-masing ditambahkan air mineral pH 7 sebanyak 100 ml yang bertujuan untuk mempermudah proses pengadukan dan mencegah kerusakan fisik pada saat pemasakan dengan suhu (700C - 800C selama 15 menit). Gambar 4 dan Gambar 5, menunjukkan diagram alir pembuatan condiment pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama.


(28)

Keterangan * : Yang dimodifikasi

Gambar 4 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian pendahuluan (dimodifikasi dari pembuatan kecap keong sawah oleh Indrawati 1983).

Pencucian

Penyiangan

Pemasakan (70 – 80) 0C selama 15 menit

Analisis :

- Organoleptik skala hedonik - Analisis

proksimat (air, protein, abu, lemak,

karbohidrat (by difference) Kupang putih

Penggilingan

Penimbangan

Pencampuran

Inkubasi selama 7 hari, pada suhu 50 0C

Condiment

Penambahan air 100 ml

- Garam halus * 25% (b/b)

- Ekstrak nenas : 0%,5%, 10%, 15%, 20% (v/b)


(29)

Keterangan * : Yang dimodifikasi

Gambar 5 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian utama (modifikasi dari pembuatan kecap keong sawah oleh Indrawati 1983).

3.4 Prosedur Pengujian

Analisis yang dilakukan pada sampel condiment adalah perhitungan rendemen kupang putih, pengujian logam berat Pb dan Cd kupang putih, uji organoleptik skala hedonik dan analisis proksimat (air, protein, lemak, abu,

karbohidrat by difference) pada penelitian pendahuluan. Sedangkan pada penelitian utama akan dilakukan analisis proksimat, Non Protein Nitrogen

(NPN), pH, serta TPC selama waktu fermentasi 7, 14, serta 21 hari. Pencucian

Penyiangan

Pemasakan (70 – 80) 0C, selama 15 menit

Analisis : - Analisis

proksimat - Analisis NPN

(Nitrogen-Non Protein) - Analisis pH - Analisis TPC

(Total Plate Count) Penggilingan

Penimbangan

Pencampuran

Fermentasi (7, 14, dan 21 hari)

Condiment

Penambahan air 100 ml

- Garam halus * 25% (b/b)

- Ekstrak nenas 15% (v/b)

Kupang putih

Inkubasi selama 7 hari, pada suhu 50 0C


(30)

3.4.1 Perhitungan rendemen (Hafiz 2008)

Rendemen merupakan bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah.

3.4.2 Analisis proksimat

Analisis proksimat dilakukan pada hari ke-7, 14, serta hari ke-21 dari lama waktu proses fermentasi. Analisis proksimat dilakukan pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

3.4.2.1 Analisis kadar air (SNI 01-2354.2-2006)

Persiapan awal yang harus dilakukan adalah mengkondisikan oven yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil. Selanjutnya cawan kosong dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam. Setelah itu, cawan kosong dipindahkan ke dalam desikator selama 30 menit, sampai mencapai suhu ruang dan bobot cawan kosong ditimbang (A). Contoh yang telah dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan di dalam cawan (B). Cawan yang telah

berisi contoh, kemudian dimasukkan ke dalam oven tidak vakum pada suhu 105 0C selama 4 jam. Tahap selanjutnya adalah mengeluarkan cawan dengan

menggunakan alat penjepit dan memasukkan cawan ke dalam desikator selama 30 menit, kemudian cawan ditimbang (C). Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).

Keterangan : A : berat cawan kosong (g) B : berat cawan + contoh awal (g) C : berat cawan + contoh kering (g)

3.4.2.2 Analisis kadar abu metode gravimetri (SNI 01-2354.1-2006)

Tahapan awal dimulai dengan memasukkan cawan porselin kosong ke dalam tungku pengabuan. Suhu tungku pengabuan dinaikkan secara bertahap

sampai mencapai suhu 550 0C, dan suhu tungku pengabuan dipertahankan pada % Rendemen = berat daging sampel x 100%

berat sampel utuh

Kadar air (%) = B-C x 100% B-A


(31)

suhu 550 0C ± 5 0C. Proses pengabuan dilakukan selama 8 jam, sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah selesai, tungku pengabuan diturunkan suhunya menjadi sekitar 40 0C, dan keluarkan cawan porselin dengan menggunakan

penjepit. Cawan porselin kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Bila abu belum berwarna putih, harus dilakukan pengabuan

kembali. Untuk melakukan pengabuan kembali, abu dilembabkan/dibasahi dengan aquades secara perlahan dan dikeringkan dengan menggunakan hot plate. Proses pengabuan selanjutnya dilakukan kembali seperti prosedur pengabuan yang telah tercantum. Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).

3.4.2.3 Analisis kadar protein metode kjeldahl (SNI 01-2354.4-2006)

Sampel ditimbang sebanyak 2 g pada kertas timbang, lipat-lipat dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Tahap berikutnya adalah menambahkan 2 buah tablet katalis, beberapa butir batu didih, 15 ml H2SO4 pekat (95%-97%), serta 3 ml H2O2 secara perlahan-lahan, dan kemudian didiamkan selama 10 menit dalam ruang asam. Tahap destruksi dilakukan pada suhu 410 0C selama 2 jam atau sampai larutan jernih. Setelah tahap destruksi selesai, larutan kemudian didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambah dengan 50-75 ml akuades.

Tahap destilasi dilakukan dengan cara menyiapkan penampung hasil destilasi, berupa erlenmeyer yang telah berisi 25 ml larutan H3BO3 4% dan indikator. Labu destruksi yang telah berisi hasil destruksi, kemudian labu dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Larutan natrium hidroksida-thiosulfat sebanyak 50-75 ml kemudian ditambahkan, dan dilakukan destilasi. Destilat yang dihasilkan, selanjutnya ditampung dalam erlenmeyer hingga volume mencapai minimal 150 ml (hasil destilat akan berubah menjadi kuning). Tahap berikutnya adalah melakukan titrasi pada destilat dengan HCl 0,2 N yang sudah distandarisasi sampai warna berubah dari hijau menjadi abu-abu netral. Pengerjaan beberapa tahapan uji juga dilakukan pada blanko. Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).

Kadar abu (%) = Bobot abu (g) x 100% Bobot sampel (g)


(32)

3.4.2.4 Analisis kadar lemak (SNI 01-2354.3-2006)

Persiapan yang dilakukan adalah menimbang labu takar kosong (A). Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 2 g (B). Sampel dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Tahapan berikutnya adalah menambahkan berturut-turut kloroform sebanyak 150 ml dan selongsong lemak ke dalam alat ekstraksi soxhlet. Pemasangan rangkaian alat soxhlet harus dilakukan dengan benar. Ekstraksi dilakukan pada suhu 60 0C selama 8 jam. Setelah tahap ekstraksi dilakukan, selanjutnya dilakukan evaporasi campuran lemak dan kloroform dalam labu takar sampai kering. Labu takar yang berisi lemak selanjutnya dimasukkan ke dalam oven suhu 105 0C selama 2 jam untuk menghilangkan sisa kloroform dan uap air. Labu dan lemak dikeluarkan dari oven, dan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Labu takar yang berisi lemak (C) ditimbang sampai didapatkan berat yang konstan. Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).

Keterangan :

A : Berat labu takar kosong (g) B : Berat contoh (g)

C : Berat labu takar dan lemak hasil ekstraksi (g)

3.4.2.5 Analisis kadar karbohidrat (by difference) (Winarno 1997)

Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dari penjumlahan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya.

N(%) = (ml HCl – ml HCl blanko) x N HCl x 14,007 x 100% mg sampel

Lemak (%) = C-A x 100% B

Protein (%) = % N x faktor konversi (6,25)


(33)

Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

3.4.3 Penilaian Sensori

Penilaian sensori merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk menentukan mutu produk pangan. Cara penilaian mutu suatu bahan pangan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penilaian secara obyektif dan subyektif. Pengujian obyektif merupakan suatu pengujian dengan menggunakan alat atau instrumen dan faktor manusia dapat diabaikan, sehingga pengukuran menjadi lebih obyektif. Sedangkan pengujian subjektif merupakan pengujian dengan bantuan panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan, dapat juga untuk menilai karakteristik mutu, dan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifat-sifat citarasa suatu bahan.

Penilaian sensori secara subjektif dilakukan dengan menggunakan skala hedonik. Tujuan penilaian dengan skala hedonik adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk melalui penilaian terhadap beberapa atribut produk seperti warna, rasa, dan aroma. Menurut Winarno (1997), penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya.

Pada uji sensori skala hedonik ini, panelis diminta memberikan tanggapan (respon) secara pribadi terhadap tingkat kesukaan suatu produk. Nilai kesukaan panelis dinyatakan dalam beberapa tingkat skala kesukaan. Rentang skala hedonik 1-3, 1-5, 1-7, atau 1-9 tergantung keperluan dan kedalaman pengujian. Sampel disajikan dengan memberikan nomor secara acak dan panelis dengan jumlah 60 orang diminta memberikan penilaian tingkat kesukaan terhadap penampakan, warna, aroma, rasa. Uji skala hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis dalam 7 skala kesukaan (1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; 7 = sangat suka) (Soekarto 1985).

% Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)


(34)

Parameter pengujian pada penelitian condiment kupang putih ini meliputi warna, aroma, rasa dan penampakan condiment kupang putih. Uji sensori skala hedonik dilakukan pada saat penelitian pendahuluan saja, dengan perlakuan penambahan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda. Rasa bahan makanan lebih banyak melibatkan indera lidah. Menurut Winarno (1997), indera pencicip dapat membedakan empat macam rasa utama, yaitu asin, asam, manis dan pahit. Selain itu, dikenal pula rasa umami yaitu sebutan untuk rasa gurih yaitu karakteristiknya mirip monosodium glutamat (MSG).

Aroma makanan dapat menentukan kelezatan makanan tersebut. Alat indera hidung merupakan alat yang digunakan untuk menilai aroma makanan yang diuji. Menurut Winarno (1997), bau yang diterima oleh hidung dan disampaikan ke otak merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus.

Warna merupakan faktor utama yang menentukan dalam penilaian bahan pangan sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan secara visual. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 1997).

3.4.4 Analisis Total Plate Count (TPC) (SNI 01-2332.3-2006)

Prinsip perhitungan Total Plate Count yaitu menghitung jumlah mikroorganisme aerob dan anaerob (psikrofilik, mesofilik, dan termofilik) yang

tumbuh pada media Nutrient Agar, setelah itu contoh diinkubasikan pada suhu 35 0C ± 1 0C selama 48 jam. Mikroorganisme ditumbuhkan pada suatu

media agar, maka organisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Penentuan angka lempeng total dapat dihitung dengan dua cara. Metode pertama yang dapat digunakan, yaitu metode cawan agar tuang, dengan cara menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu kemudian ditambahkan media agar. Pada metode cawan agar tuang untuk menghindari berkurangnya populasi bakteri akibat panas berlebihan, maka media agar yang akan dituang mempunyai suhu 45 0C ± 1 0C.

Contoh ditimbang secara aseptik sebanyak 10 g dan ditambah dengan 90 ml larutan butterfield’s phosphate buffered , dihomogenkan selama 2 menit.


(35)

Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Homogenat sebanyak 1 ml diambil dengan menggunakan pipet steril, dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran 10-3 didapatkan dengan cara mengambil 1 ml contoh dari

pengenceran 10-2 dan memasukkannya ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan

minimal 25 kali. Dalam membuat larutan dengan pengenceran 10-4, 10-5, dan seterusnya, dapat dilakukan melalui cara yang sama dengan sebelumnya. Setelah tahap pengenceran selesai dilakukan, 1 ml contoh dari setiap pengenceran 10-1, 10-2, dan seterusnya diambil dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Untuk setiap pengenceran dilakukan secara duplo (dua kali). Nutrien Agar yang sudah didinginkan dalam waterbath hingga mencapai suhu 45 0C ± 1 0C, selanjutnya ditambahkan ke dalam masing-masing cawan yang sudah berisi contoh sebanyak 12 ml-15 ml. Supaya contoh dan media Nutrien Agar tercampur sempurna, maka dilakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang, serta ke kanan dan ke kiri. Cawan yang mengandung jumlah 25 koloni-250 koloni, merupakan cawan yang dipilih. Perhitungan koloni pada cawan petri, sebagai berikut :

Keterangan :

N : Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g ∑ C : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung

n1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung

d : Pengenceram pertama yang dihitung

3.4.5 Analisis logam berat (Pb) dan (Cd) (SNI 01-2354.7-2006)

Untuk produk basah, sebelumnya dilakukan pengukuran kadar air sampel terlebih dahulu. Setelah itu, cawan porselen tertutup disiapkan dan buka separuh permukaannya untuk meminimalkan kontaminasi dari debu selama pengeringan. Cawan porselen kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada

N = ∑ C x 100% [(1 x n1) + (0,1 x n2)] x (d)


(36)

suhu 103 0C ± 1 0C selama 2 jam. Setelah kering, cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian dilakukan penimbangan dan pencatatan bobot cawan. Produk basah yang telah dikeringkan selanjutnya ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dicatat bobot cawan yang telah berisi sampel. Untuk kontrol positif, dilakukan penambahan 0,25 ml larutan standard timbal 1 mg/l ke dalam contoh sebelum dimasukkan ke dalam tungku pengabuan. Kontrol positif kemudian diuapkan dengan menggunakan hot plate sampai kering

pada suhu 100 0C.

Contoh dan kontrol positif kemudian dimasukkan ke dalam tungku pengabuan dan separuh permukaannya ditutup. Suhu tungku pengabuan

dinaikkan secara bertahap 100 0C setiap 30 menit sampai mencapai 450 0C dan pengabuan dilakukan selama 18 jam. Contoh dan kontrol positif kemudian dikeluarkan dari tungku pengabuan dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah dingin, contoh dan kontrol positif ditambah dengan 1 ml HNO3 65%, serta dikocok secara hati-hati sehingga semua abu terlarut dalam asam.

Tahapan selanjutnya adalah menguapkan cairan yang terdapat pada sampel dengan menggunakan Hot Plate pada suhu 100 0C sampai kering. Setelah kering, contoh dan kontrol positif dimasukkan kembali ke dalam tungku pengabuan. Suhu tungku pengabuan selanjutnya dinaikkan kembali secara bertahap 100 0C setiap 30 menit sampai mencapai 450 0C serta dipertahankan selama 3 jam. Setelah abu terbentuk sempurna (berwarna putih), contoh dan kontrol positif didinginkan pada suhu ruang. HCl 6M sebanyak 5 ml selanjutnya ditambahkan ke dalam masing-masing contoh dan kontrol positif, kocok secara hati-hati sehingga semua abu larut dalam asam. Selanjutnya, sampel diuapkan dengan menggunakan Hot Plate pada suhu 100 0C sampai kering. HNO3 0,1 M sebanyak 10 ml kemudian ditambahkandan sampel didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam. Larutan selanjutnya dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml (polypropylene).

Larutan standar juga disiapkan, minimal 3 (tiga) titik kadar ( 5µg/l, 10µg/l, dan 20µg/l). Pembacaan terhadap larutan standar, contoh, dan kontrol positif


(37)

panjang gelombang 228,8 nm dengan graphite furnace. Kadar contoh dapat ditentukan dengan berdasar pada kurva kalibrasi.

Keterangan :

D : Kadar contoh µ g/l dari hasil pembacaan AAS

E : Kadar blanko contoh µg/l dari hasil pembacaan AAS V : Volume akhir larutan contoh yang disiapkan (ml) Fp : Faktor pengenceran

Ww : Berat basah contoh (g)

3.4.6 Analisis nitrogen-non protein (NPN) (Apriyantono dkk 1989)

Untuk persiapan, sampel ditimbang sebnayak 2 g, lalu dipindahkan ke dalam labu kjeldahl. Selanjutnya 50 ml akuades dan batu didih ditambahkan juga ke dalam labu kjeldahl, tunggu hingga mendidih tetapi harus dijaga jangan sampai kering. Sementara hasil ekstrak masih panas, kemudian ditambahkan 2 ml aluminium sulfat dan dicampur sampai merata. Selanjutnya larutan dipanaskan kembali hingga mendidih, kemudian ditambahkan pula larutan tembaga sulfat sebanyak 50 ml dan dicampur hingga merata, serta dibiarkan sampai dingin. Tahapan berikutnya adalah dilakukan penyaringan larutan sampel dengan menggunakan kertas saring dan corong. Filtrat yang didapat kemudian ditampung dalam labu kjeldahl. Kadar nitrogen yang terdapat pada filtrat dapat ditentukan dengan menggunakan metode mikro kjeldahl.

Perhitungan :

Keterangan : S : Hasil penitaran sampel (ml)

B : Hasil penitaran sampel blanko (ml) N : Normalitas HCl

F : Faktor konversi protein (6,25)

%N = (S-B) x NHCl x 14,007 x 100 mg sampel

Kadar NPN = %N x F

Kadar Pb dan Cd µg/g = (D-E) x Fp x V (ml) x 1 liter 1000 ml Ww


(38)

3.4.7 Pengukuran nilai pH (Suzuki 1981)

Sebelum melakukan pengukuran, pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 dan batang probe dibilas dengan menggunakan akuades. Selanjutnya batang probe dicelupkan kembali pada buffer pH 7, serta membilasnya kembali dengan akuades. Perhitungan sampel dilakukan dengan cara menimbang 5 gram sampel kemudian dihomogenkan dalam 45 ml akuades dingin. Setelah homogen, diukur pH-nya dengan pH-meter. Pengukuran menggunakan pH meter digital.

3.5 Pemilihan Condiment Terbaik berbasis Indeks Kinerja (Marimin 2004) Analisis pengambilan keputusan untuk menentukan konsentrasi terbaik pada penelitian utama, menggunakan metode Bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Untuk menghasilkan keputusan yang optimal perlu dipertimbangkan berbagai kriteria (Marimin 2004). Sebelum dilakukan analisis menggunakan metode Bayes, dilakukan perangkingan terhadap beberapa parameter yang diamati berdasarkan indeks kepentingan dengan mempertimbangkan pendapat ahli.

Nilai kepentingan setiap masing-masing parameter didasarkan pada parameter yang paling dipentingkan sampai yang tidak terlalu dipentingkan. Parameter yang dibobot dalam metode ini meliputi parameter analisis sensori, serta parameter analisis proksimat (kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, serta kadar karbohidrat by difference). Parameter yang dianggap paling penting pada produk condiment kupang putih secara berturut-turut yaitu parameter rasa, aroma, penampakan dan warna, kadar protein dan kadar lemak, kadar air, kadar abu dan kadar karbohidrat by difference.

Secara subjektif parameter rasa pada condiment merupakan parameter paling utama dalam penerimaan produk. Menurut Mizutani et al. (1992), metode fermentasi yang digunakan untuk memproduksi pasta condiment

bertujuan untuk meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizinya. Parameter penampakan memiliki nilai kepentingan yang sama dengan parameter warna.


(39)

Sedangkan Parameter objektif berupa nilai kadar protein dan lemak condiment

juga lebih diutamakan diantara parameter objektif yang lainnya.

Bobot dari setiap parameter diperoleh berdasarkan manipulasi matriks. Matriks diperoleh dari perbandingan nilai kepentingan antar parameter, kemudian dikuadratkan. Nilai bobot diperoleh dari perbandingan antara hasil penjumlahan setiap baris matriks dengan nilai total hasil penjumlahan baris matriks. Nilai bobot kemudian dikalikan dengan nilai rangking. Total nilai hasil perkalian antara nilai rangking dengan nilai bobot digunakan untuk menentukan condiment yang terbaik. Total nilai yang tertinggi yang didapatkan dari hasil perkalian nilai bobot dan rangking, merupakan condiment terbaik pada penelitian pendahuluan.

3.6 Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 1 faktor, yaitu konsentrasi ekstrak nenas sebagai sumber enzim bromelin, terdiri dari 5 taraf, yaitu konsentrasi ekstrak nenas 0 %, 5 %, 10 %, 15 %, 20 % (v/b) dari daging kupang putih dengan ulangan sebanyak 3 (tiga) kali. Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991).

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan untuk perlakuan ke-i, ulangan ke-j µ = Rataan umum

σi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

i = Jumlah perlakuan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda (0%, 5%, 10%, 15%, 20%)

J = Ulangan

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode analisis ragam dengan uji F tabel untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi ekstrak nenas terhadap condiment. Perlakuan memberikan pengaruh nyata apabila


(40)

F hitung lebih besar dari pada F tabel dengan derajat bebas tertentu pada taraf 0,05% (Steel dan Torrie 1993). Selanjutnya dilakukan uji besarnya pengaruh dari masing-masing taraf dengan menggunakan uji lanjut Tukey.

Uji sensori skala hedonik digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk yang dihasilkan. Data yang diperoleh dari uji sensori

dianalisis dengan menggunakan statistik non parametrik dengan metode uji Kruskal-Wallis dan apabila berbeda nyata dilakukan uji lanjut

Multiple Comparison (Steel dan Torrie 1993). Model matematika uji Kruskal-Wallis adalah:

Keterangan :

ni = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan Ri = Jumlah rangking dalam perlakuan ke-i t = Banyaknya pengamatan seri dan kelompok H' = H terkoreksi

Apabila hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata (X2 hitung > dari X2 tabel (0,05), selanjutnya dilakukan uji Multiple Compariso.

Keterangan :

Ri = rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i Rj = rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j k = banyaknya ulangan

n = jumlah total data

H = 12 ∑ Ri2– 3 (n+1) ; H' = H n (n+1) ni pembagi

Pembagi = 1 – T ; T = (t-1) t (t+1) (n-1) n (n+1)


(41)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan rendemen kupang putih, kandungan logam berat Pb dan Cd kupang putih, serta pemilihan

condiment terbaik menggunakan metode Bayes.

4.1.1 Rendemen kupang putih

Rendemen ikan adalah perbandingan berat antara daging dengan ikan utuh (Hadiwiyoto 1993). Rendemen kupang putih diperoleh dari persentase perbandingan antara bobot daging kupang putih (setelah pembuangan jeroan) dengan berat kupang putih utuh (masih memiliki cangkang dan jeroan). Hasil penelitian pendahuluan memperlihatkan bahwa kupang putih memiliki rendemen daging sebesar 20,45%. Hal ini berarti daging kupang putih hanya 20,45% dari berat total kupang putih dengan cangkang. Nilai rendemen kupang putih sebesar 20,45%, termasuk dalam kategori rendemen dalam jumlah yang sedang. Untuk lebih jelasnya, perhitungan rendemen daging kupang putih mentah dapat dilihat pada Lampiran 1a.

Hasil perhitungan rendemen terhadap daging kupang putih pada penelitian ini menunjukkan nilai yang tidak berbeda jauh dengan perhitungan rendemen kupang putih yang telah dilakukan oleh Ayuni (2007), yaitu sebesar 20,24%. Hasil perhitungan rendemen kupang putih antara penelitian Ayuni (2007) dan penulis berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran bahan baku yang berbeda. Semakin besar ukuran bahan baku, cenderung memiliki persentase rendemen yang lebih tinggi.

4.1.2 Analisis logam berat Pb dan Cd

Sampel kupang putih (Corbula faba H.), didapatkan dari desa Balongdowo, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Kandungan logam berat Pb

dan Cd dalam daging kupang putih rebus, tidak terdeteksi. Data hasil uji logam berat Pb dan Cd kupang putih rebus dapat dilihat pada Lampiran 1b. Tidak terdeteksinya logam berat di dalam daging kupang putih, dapat dipengaruhi


(42)

setelah dilakukan perendaman dengan berbagai larutan asam 5%, kandungan Pb daging ikan manyung mengalami penurunan dari 2,109-4,916 ppm menjadi 1,117-2,540 ppm. Penurunan kandungan Pb ini disebabkan oleh larutan asam dapat merusak ikatan kompleks logam protein, selain itu Pb merupakan jenis logam yang dapat larut di dalam lemak. Perendaman daging ikan manyung dalam larutan asam, menyebabkan lemak membentuk emulsi yang halus dan larut di dalam larutan asam, sehingga dengan melarutnya lemak, secara tidak langsung juga menurunkan kandungan Pb yang terdapat pada daging ikan.

Selain itu, tidak terdeteksinya logam berat pada daging kupang putih, juga bisa disebabkan oleh adanya perlakuan pendahuluan berupa perebusan. Hasil penelitian Budiono et al. (2000) menunjukkan bahwa kupang putih mentah mengandung Hg 1,7964 ppm, daging kupang putih rebus siap saji sudah tidak

mengandung Hg, tetapi dalam kaldu kupang putih masih mengandung Hg sebesar 0,0161 ppm. Proses pengolahan berupa perebusan yang dilakukan

terhadap kupang putih kemungkinan dapat mempengaruhi kadar logam berat dalam suatu bahan.

Proses perebusan kupang putih dilakukan untuk membuka cangkang kupang. Proses perebusan dilakukan pada suhu 100 0C. Proses perebusan dapat menyebabkan sebagian protein terdenaturasi. Panas dapat digunakan untuk merusak ikatan hidrogen serta interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga merusak ikatan molekul tersebut. Protein bahan dapat terdenaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang terkandung dalam bahan, sehingga dapat memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut (Ophart 2003).

Menurut Darmono (1995), Ion logam secara alamiah terdapat di dalam bahan makanan dan di dalam tubuh dan hampir semuanya berikatan dengan protein. Ikatan ion dengan protein ini terjadi dalam bentuk interaksi antara protein dan ion logam. Interaksi kompleks antara ion logam dengan protein dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu: (1). Metaloenzim, pada jenis interaksi ini, protein berikatan kuat dengan ion logam. Ikatan yang terbentuk bersifat sangat


(43)

stabil, sehingga ion logam menjadi bagian dari struktur protein, dan hanya dapat dilepas dalam kondisi tertentu. (2). Metal protein, pada jenis interaksi ini, ikatan antara ion logam dan protein bersifat labil (ion logam dapat bertukar dengan protein dengan mudah). Dengan adanya dua jenis interaksi ion logam dengan protein tersebut, memungkinkan terjadinya penurunan konsentrasi logam berat yang terdapat pada kupang putih, akibat terjadinya denaturasi protein selama perebusan.

4.1.3 Uji sensori

Pengujian sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk mengukur daya penerimaan terhadap suatu produk (Soekarto 1985). Uji sensori skala hedonik, dilakukan untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap produk condiment kupang putih yang dihasilkan. Panelis diharapkan menyatakan suka atau tidak suka terhadap produk

condiment yang diujikan. Uji sensori skala hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis dalam 7 skala kesukaan (1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; 7 = sangat suka) (Soekarto 1985). Untuk lebih jelasnya, tabel scoresheet uji sensori tercantum pada Lampiran 2. Parameter yang diuji meliputi warna, aroma, rasa dan penampakan condiment kupang putih.

a) Penampakan

Penampakan merupakan karakteristik utama yang dinilai konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Penampakan merupakan keadaan keseluruhan yang dilihat secara visual melalui penglihatan sehingga dapat menimbulkan tingkat kesukaan atau tidak suka terhadap benda (Soekarto 1985). Berdasarkan uji organoleptik dapat diketahui tingkat penerimaan panelis terhadap penampakan

condiment, memiliki nilai rata-rata 4,32 (netral) sampai 5,05 (agak suka). Rekapitulasi data hasil pengujian sensori terhadap parameter penampakan

condiment kupang putih dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Histogram nilai rata-rata penampakan condiment kupang putih (Corbula faba H.), dapat dilihat pada Gambar 6.


(44)

4.63 (a,b) 4.32 (a) 4.37 (a) 5.05 (b) 4.38 (a)

0 2 4 6 8 10

0% 5% 10% 15% 20%

Konsentrasi ekstrak nenas

N

ila

i

Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscript

yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Gambar 6 Histogram nilai rata-rata uji sensori skala hedonik terhadap penampakan condiment kupang putih (Corbula faba H.)

Hasil pengamatan terhadap terhadap penampakan condiment dengan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 15% memiliki nilai tertinggi yaitu 5,05 dengan penampakan kental dan tidak adanya serabut-serabut daging kupang putih. Sedangkan penilaian panelis terendah terhadap parameter penampakan condiment

yaitu pada penambahan ekstrak nenas sebesar 5%, mempunyai nilai rata-rata 4,32, dengan penampakan encer dan daging kupang putih masih banyak yang belum terhidrolis. Condiment dengan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 0%, mempunyai nilai rata-rata 4,63, dengan penampakan penampakan encer dan daging kupang putih masih banyak yang utuh. Condiment dengan penambahan

konsentrasi ekstrak nenas 10%, mempunyai nilai rata-rata 4,37, dengan penampakan agak kental dan masih ada serabut-serabut daging

kupang putih. Condiment dengan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 20%, mempunyai nilai rata-rata 4,38, dengan penampakan agak encer dan tidak terdapat serabut-serabut daging kupang putih..

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa, penambahan konsentrasi ekstrak nenas hingga 20%, memberikan pengaruh yang nyata terhadap penampakan condiment kupang putih, artinya penambahan konsentrasi ekstrak nenas hingga 20% dapat mempengaruhi penampakan condiment kupang putih (Lampiran 5a). Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 5b), diketahui bahwa perlakuan 15% berbeda dengan perlakuan 5%, 10%, dan 20%. Hal ini berarti penambahan ekstrak nenas 15% mengakibatkan penampakan


(45)

condiment yang berbeda dengan perlakuan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 5%, 10%, dan 20%. Akan tetapi, condiment dengan perlakuan penambahan ekstrak nenas 0% mempunyai penampakan yang relatif sama dengan perlakuan

penambahan ekstrak nenas 15%. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya aktivitas enzim bromelin yang bekerja secara lebih optimal pada perlakuan ekstrak nenas

15% dibandingkan perlakuan yang lainnya, dalam menghidrolisis daging kupang putih. Menurut Rahayu et al. (1992), pada proses pembuatan condiment

akan terjadi hidrolisis atau penguraian jaringan-jaringan daging bahan tersebut.

Condiment merupakan produk yang berupa saus kental berwarna agak kehitaman (Jiang et al. 2006).

b) Warna

Ada beberapa faktor yang menentukan mutu bahan pangan. Faktor-faktor tersebut antara lain cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis, dan warna. Sebelum faktor lain dipertimbangkan secara visual, faktor warna akan tampil lebih dahulu (Winarno 1997). Berdasarkan uji organoleptik dapat diketahui tingkat penerimaan panelis terhadap warna condiment, memiliki nilai rata-rata 4,12 (netral) sampai 4,98 (agak suka). Rekapitulasi data hasil pengujian sensori terhadap parameter warna condiment kupang putih dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Histogram nilai rata-rata warna condiment kupang putih (Corbula faba H.), dapat dilihat pada Gambar 7.

4.60 (a,b) 4.13 (a) 4.12 (a) 4.98 (b) 4.15 (a)

0 2 4 6 8 10

0% 5% 10% 15% 20%

Konsentrasi ekstrak nenas

N

ila

i

Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscript

yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Gambar 7 Histogram nilai rata-rata uji sensori skala hedonik terhadap warna


(46)

Hasil pengamatan terhadap terhadap warna condiment dengan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 15% memiliki nilai tertinggi yaitu 4,98 dengan warna coklat kehitaman. Sedangkan penilaian panelis terendah terhadap parameter warna condiment yaitu pada penambahan ekstrak nenas sebesar 10%, mempunyai nilai rata-rata 4,12, dengan warna coklat muda. Condiment dengan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 0%, mempunyai nilai rata-rata 4,60, dengan warna putih kekuningan. Condiment dengan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 5%, mempunyai nilai rata-rata 4,13, dengan warna coklat muda.

Condiment dengan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 20%, mempunyai nilai rata-rata 4,15, dengan warna hitam.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa, penambahan konsentrasi ekstrak nenas hingga 20%, memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna

condiment kupang putih, artinya penambahan konsentrasi ekstrak nenas hingga 20% dapat mempengaruhi warna condiment kupang putih (Lampiran 8a). Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey, diketahui bahwa perlakuan 15% berbeda dengan perlakuan 5%, 10%, dan 20% (Lampiran 8b). Hal ini berarti penambahan ekstrak nenas 15% mengakibatkan warna condiment yang berbeda dengan perlakuan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 5%, 10%, dan 20%. Akan tetapi,

condiment dengan perlakuan penambahan ekstrak nenas 0% mempunyai warna yang relatif sama dengan perlakuan penambahan ekstrak nenas 15%. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya aktivitas enzim bromelin yang bekerja secara lebih optimal pada perlakuan ekstrak nenas 15% dibandingkan perlakuan yang lainnya, dalam menghidrolisis daging kupang putih. Menurut Rahayu et al. (1992), pada proses pembuatan condiment akan terjadi hidrolisis atau penguraian jaringan-jaringan daging bahan baku tersebut.

Hasil proses hidrolisis, dapat berupa peptida maupun asam-asam amino. Perbedaan warna condiment juga dapat disebabkan oleh adanya asam amino sistein dan metionin. Asam amino sistein dan metionin merupakan jenis asam amino yang rantai cabangnya mempunyai atom belerang. Asam amino sistein dan metionin memiliki peran penting dalam pembentukan ikatan disulfida molekul protein (Winarno 2008). Adanya atom belerang pada asam amino sistein dan metionin, dapat menimbulkan warna hitam pada condiment kupang putih.


(47)

c). Aroma

Aroma suatu makanan dalam banyak hal menentukan enak tidaknya makanan tersebut. Bahkan industri pangan menganggap sangat penting terhadap uji bau, karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilain apakah suatu produk dapat disukai atau tidak oleh konsumen (Soekarto 1985). Berdasarkan uji organoleptik dapat diketahui tingkat penerimaan panelis terhadap aroma

condiment, memiliki nilai rata-rata 2,67 sampai 2,98 (agak tidak suka). Rekapitulasi data hasil pengujian sensori terhadap parameter aroma condiment

kupang putih dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Histogram nilai rata-rata aroma condiment kupang putih (Corbula faba H.), dapat dilihat pada Gambar 8.

2,98(a) 2,83(a) 2,70(a) 2,73(a) 2,67(a)

0 1 2 3 4 5

0% 5% 10% 15% 20%

Konsentrasi ekstrak nenas

N

il

a

i

c

Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscript

yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Gambar 8 Histogram nilai rata-rata uji sensori skala hedonik terhadap aroma

condiment kupang putih (Corbula faba H.)

Hasil pengamatan terhadap terhadap aroma condiment dengan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 0% memiliki nilai tertinggi yaitu 2,98, dengan aroma yang masih didominasi oleh aroma khas daging kupang putih Sedangkan penilaian panelis terendah terhadap parameter aroma condiment yaitu pada penambahan ekstrak nenas sebesar 20%, mempunyai nilai rata-rata 2,67, dengan aroma yang masih didominasi oleh aroma khas daging kupang putih pula.

Condiment dengan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 5%, mempunyai nilai rata-rata 2,83, dengan aroma yang masih didominasi oleh aroma khas daging kupang putih. Condiment dengan penambahan konsentrasi ekstrak nenas 10%, mempunyai nilai rata-rata 2,70, dengan aroma yang masih didominasi oleh aroma khas daging kupang putih. Condiment dengan penambahan konsentrasi


(48)

ekstrak nenas 15%, mempunyai nilai rata-rata 2,73, dengan aroma yang masih didominasi oleh aroma khas daging kupang putih juga.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa, penambahan konsentrasi ekstrak nenas hingga 20%, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma condiment kupang putih, artinya penambahan konsentrasi ekstrak nenas hingga 20% tidak dapat mempengaruhi aroma condiment kupang putih selama waktu inkubasi 7 hari (Lampiran 11). Aroma condiment yang dihasilkan cenderung sama, yaitu masih didominasi oleh aroma khas daging kupang putih. Hal ini dapat disebabkan oleh belum sempurnanya proses hidrolisis daging kupang putih selama 7 hari. Rahayu et al. (1992), menyatakan bahwa pada proses pembuatan condiment akan terjadi hidrolisis atau penguraian jaringan-jaringan daging bahan tersebut, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas.

Apabila proses hidrolisis telah berjalan sempurna, maka aroma condiment

akan muncul. Aroma condiment dapat berasal dari adanya senyawa-senyawa volatil yang mempunyai berat molekul rendah yaitu asam-asam organik dan karbonil. Selain itu, aroma dan cita rasa condiment juga dapat dipengaruhi oleh adanya senyawa asam-asam amino (asam glutamat, histidin, alanin, leusin, fenilalanin dan prolin), amin (trimetil amin, dimetil amin, histamin, glikosamin dan glutamin), asam indol asetat asam betahidroksifenilpirufat (Veen 1965).

d) Rasa

Rasa dalam makanan ditentukan oleh tingkat keasinan, kemanisan, kepahitan dan keasaman. Berdasarkan uji organoleptik dapat diketahui tingkat penerimaan panelis terhadap rasa condiment, memiliki nilai rata-rata 2,55 (agak tidak suka) sampai 4,10 (netral). Rekapitulasi data hasil pengujian sensori terhadap parameter rasa condiment kupang putih dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13. Histogram nilai rata-rata rasa condiment kupang putih (Corbula faba H.), dapat dilihat pada Gambar 9.


(1)

Lampiran 19 Hasil perhitungan condiment kupang putih terbaik pada penelitian pendahuluan

a. Nilai perbandingan antar parameter

Parameter Rasa Aroma Penampakan Warna Protein Lemak Air Abu Karbohidrat

Rasa 1 1,111111 1,25 1,25 1,428571 1,428571 1,666667 2 2

Aroma 0,9 1 1,125 1,125 1,285714 1,285714 1,5 1,8 1,8

Penampakan 0,8 0,888889 1 1 1,142857 1,142857 1,333333 1,6 1,6

Warna 0,8 0,888889 1 1 1,142857 1,142857 1,333333 1,6 1,6

Protein 0,7 0,777778 0,875 0,875 1 1 1,166667 1,4 1,4

Lemak 0,7 0,777778 0,875 0,875 1 1 1,166667 1,4 1,4

Air 0,6 0,666667 0,75 0,75 0,857143 0,857143 1 1,2 1,2

Abu 0,5 0,555556 0,625 0,625 0,714286 0,714286 0,833333 1 1


(2)

b. Matriks

Rasa Aroma Penampakan Warna Protein Lemak Air Abu Karbohidrat

1 1,111111 1,25 1,25 1,428571 1,428571 1,666667 2 2

0,9 1 1,125 1,125 1,285714 1,285714 1,5 1,8 1,8

0,8 0,888889 1 1 1,142857 1,142857 1,333333 1,6 1,6

0,8 0,888889 1 1 1,142857 1,142857 1,333333 1,6 1,6

0,7 0,777778 0,875 0,875 1 1 1,166667 1,4 1,4

0,7 0,777778 0,875 0,875 1 1 1,166667 1,4 1,4

0,6 0,666667 0,75 0,75 0,857143 0,857143 1 1,2 1,2

0,5 0,555556 0,625 0,625 0,714286 0,714286 0,833333 1 1


(3)

Lampiran 20 Lanjutan hasil perhitungan condiment kupang putih terbaik pada penelitian pendahuluan

c. Hasil pengkudratan matriks

Rasa Aroma Penampakan Warna Protein Lemak Air Abu Karbohidrat

731,25 810,0002 911,25 911,25 1041,428 1041,428 1215 1458 1458

658,1251 729,0003 820,1251 820,1251 937,2857 937,2857 1093,5 1312,2 1312,2

585 648,0002 729 729 833,1428 833,1428 972 1166,4 1166,4

586,8 650,0002 731,25 731,25 835,7142 835,7142 975 1170 1170

511,8751 567,0002 637,8751 637,8751 729 729 850,5001 1020,6 1020,6

511,8751 567,0002 637,8751 637,8751 729 729 850,5001 1020,6 1020,6

438,7501 486,0002 546,7501 546,7501 624,8572 624,8572 729,0001 874,8001 874,8001 365,6251 405,0002 455,6251 455,6251 520,7144 520,7144 607,5001 729,0001 729,0001 365,6251 405,0002 455,6251 455,6251 520,7144 520,7144 607,5001 729,0001 729,0001


(4)

Lampiran 21a Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama (waktu fermentasi 7 hari)

Lama Konsentrasi ekstrak nenas 15%

Fermentasi Komposisi U1 (%) U2 (%) U3 (%) Rata – rata (%)

Standar Deviasi

7 hari Air 61,42 58,85 58,38 59,55 1,64

Protein 8,33 7,86 8,29 8,16 0,26

Abu 6,23 7,02 6,37 6,54 0,42

Lemak 6,11 7,56 8,77 7,48 1,33

Karbohidrat by difference

17,91 18,71 18,19 18,27 0,41

Lampiran 21b Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama (waktu fermentasi 14 hari)

Lama Konsentrasi ekstrak nenas 15%

Fermentasi Komposisi U1 (%) U2 (%) U3 (%) Rata – rata (%)

Standar Deviasi

14 hari Air 62,12 61,76 59,42 61,10 1,47

Protein 8,86 8,11 9,28 8,75 0,59

Abu 6,10 5,82 5,30 5,74 0,41

Lemak 6,62 6,24 7,90 6,92 0,87

Karbohidrat by difference

16,30 18,07 18,10 17,49 1,03

Lampiran 21c Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama (waktu fermentasi 21 hari)

Lama Konsentrasi ekstrak nenas 15%

Fermentasi Komposisi U1 (%) U2 (%) U3 (%) Rata – rata (%)

Standar Deviasi

21 hari Air 65,58 64,86 65,10 65,18 0,37

Protein 10,12 11,03 10,11 10,42 0,53

Abu 5,41 5,10 5,18 5,23 0,16

Lemak 6,37 6,08 6,21 6,22 0,15

Karbohidrat by difference

12,52 12,93 13,40 12,95 0,44

Keterangan : U1 : Ulangan 1 ; U3 : Ulangan 3 U2 : Ulangan 2


(5)

Lampiran 22a Rekapitulasi data hasil uji NPN condiment kupang putih Lama Konsentrasi ekstrak nenas 15%

Fermentasi U1 (%) U2 (%) U3 (%) Rata –rata (%) Standar Deviasi

7 hari 25,74 26,31 26,70 26,25 0,48

14 hari 27,25 26,73 27,05 27,01 0,26

21 hari 29,17 29,52 29,69 29,46 0,27

Lampiran 22b Rekapitulasi data hasil uji pH condiment kupang putih Lama Konsentrasi ekstrak nenas 15%

Fermentasi U1 U2 U3 Rata -rata Standar Deviasi

7 hari 5,58 5,21 5,23 5,34 0,21

14 hari 5,52 5,35 5,36 5,41 0,10

21 hari 5,33 5,11 5,37 5,27 0,14

Keterangan : U1 : Ulangan 1 U2 : Ulangan 2 U3 : Ulangan 3


(6)

Lampiran 23 Dokumentasi proses produksi dan analisis kimia

Kupang putih Kupang putih rebus