Tabel 1 Kandungan gizi condiment jenis kerang Crassostrea gigas selama masa fermentasi dua bulan
Komponen Jumlah
Air 27,82
Protein 36,60
Lemak 1,36
Abu Karbohidrat
1,61 32,60
Sumber : Young et al 2004
2.5 Fermentasi
Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis atau semi biologis terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama
protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol.
Asam-asam amino
akan terurai
lebih lanjut
menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk.
Produk akhir fermentasi ikan dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus Rahayu et al. 1992. Proses hidrolisis protein ikan yang paling efisien adalah
secara enzimatis, karena enzim menghasilkan peptida yang tinggi dan kurang kompleks, serta mudah dipecah-pecah Ariyani 2003. Hidrolisis enzimatik pada
dasarnya tidak berbeda dengan reaksi hidrolisis protein pada umumnya, namun dengan reaksi enzimatik dapat merangsang munculnya flavor dari bahan baku
agar lebih tercium Lyraz 1997. Dasar proses hidrolisis enzimatis adalah pemutusan ikatan peptida oleh enzim dengan bantuan air, secara kimiawi
Gambar 3, sebagai berikut Peterson 1981 diacu dalam Wardana 2008: -
CHR’-CO-NH-CHR’’ + H
2
O CHR’-COOH + NH
2
- CHR’’
Gambar 3 Proses hidrolisis enzimatis Hal penting yang perlu diamati pada pengolahan ikan adalah perubahan
daya cerna protein in vitro dan komposisi asam amino Setyani dan Utomo 1999. Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan enzim.
Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan. Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik.
Semua organisme membutuhkan sumber energi yang diperoleh dari metabolisme bahan pangan, dimana organisme berada di dalamnya. Selain karbohidrat, bahan
pangan yang diubah selama fermentasi, yaitu makanan berprotein, lemak dan asam-asam nukleat juga dapat dipecah yang berpengaruh pada flavour dan tekstur
bahan pangan. Fermentasi menyebabkan perubahan flavour yang dipertimbangkan lebih disukai daripada bahan baku yang tidak difermentasi Buckle et al. 1985.
Menurut Mizutani et al. 1992, proses fermentasi yang menghasilkan condiment, dapat digunakan untuk meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizi.
Menurut Irianto 2008, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi ikan adalah a mikroorganisme yang terdapat pada ikan dan
garam, b aktivitas proteolitik enzim pada ikan, c kondisi bahan baku yang digunakan pada proses fermentasi, d ada atau tidak adanya oksigen, e suhu,
f kandungan gizi ikan g pH campuran fermentasi, h ketersediaan dan jumlah karbohidrat, dan i lama proses fermentasi. Terdapat beberapa teknik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kecepatan fermentasi, diantaranya adalah a menggunakan suhu yang lebih tinggi, b menambahkan enzim, c menambahkan
bakteri, dan d menambahkan asam. Sebagian besar produk fermentasi diproduksi dengan kandungan garam
diatas 15-20 dan kandungan garam yang tinggi tersebut mampu menghambat pertumbuhan sebagian besar organisme yang merugikan. Jumlah total bakteri
yang terdapat pada kecap ikan menurun selama proses fermentasi. Sebagian besar produk ikan fermentasi juga dipersiapkan pada pH diatas 4. Kandungan garam
tinggi dan pH rendah pada produk ikan fermentasi dapat mencegah pertumbuhan Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan mikroorganisme penghasil
toksin. C.botulinum tipe A1 dihambat pada kadar garam 10-12, umumnya pada pH dibawah 4,5. S.aureus dihambat pada kadar garam 10-20 dan pH 4,5
– 5. Hanya C.botulinum tipe E, F, dan non-proteolitik tipe B dapat tumbuh pada suhu
sekitar 8-10 C.
2.6 Enzim Bromelin