3.4.1 Perhitungan rendemen Hafiz 2008
Rendemen merupakan bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah.
3.4.2 Analisis proksimat
Analisis proksimat dilakukan pada hari ke-7, 14, serta hari ke-21 dari lama waktu proses fermentasi. Analisis proksimat dilakukan pada penelitian
pendahuluan dan penelitian utama. 3.4.2.1 Analisis kadar air SNI 01-2354.2-2006
Persiapan awal yang harus dilakukan adalah mengkondisikan oven yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil. Selanjutnya cawan kosong
dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam. Setelah itu, cawan kosong dipindahkan ke dalam desikator selama 30 menit, sampai mencapai suhu ruang dan
bobot cawan kosong ditimbang A. Contoh yang telah dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan di dalam cawan B. Cawan yang telah
berisi contoh, kemudian dimasukkan ke dalam oven tidak vakum pada suhu 105
C selama 4 jam. Tahap selanjutnya adalah mengeluarkan cawan dengan menggunakan alat penjepit dan memasukkan cawan ke dalam desikator
selama 30 menit, kemudian cawan ditimbang C. Pengujian dilakukan minimal duplo dua kali.
Keterangan : A : berat cawan kosong g
B : berat cawan + contoh awal g C : berat cawan + contoh kering g
3.4.2.2 Analisis kadar abu metode gravimetri SNI 01-2354.1-2006
Tahapan awal dimulai dengan memasukkan cawan porselin kosong ke dalam tungku pengabuan. Suhu tungku pengabuan dinaikkan secara bertahap
sampai mencapai suhu 550 C, dan suhu tungku pengabuan dipertahankan pada
Rendemen = berat daging sampel x 100 berat sampel utuh
Kadar air = B-C x 100 B-A
suhu 550 C ± 5
C. Proses pengabuan dilakukan selama 8 jam, sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah selesai, tungku pengabuan diturunkan suhunya
menjadi sekitar 40 C, dan keluarkan cawan porselin dengan menggunakan
penjepit. Cawan porselin kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Bila abu belum berwarna putih, harus dilakukan pengabuan
kembali. Untuk melakukan pengabuan kembali, abu dilembabkandibasahi dengan aquades secara perlahan dan dikeringkan dengan menggunakan hot plate. Proses
pengabuan selanjutnya dilakukan kembali seperti prosedur pengabuan yang telah tercantum. Pengujian dilakukan minimal duplo dua kali.
3.4.2.3 Analisis kadar protein metode kjeldahl SNI 01-2354.4-2006
Sampel ditimbang sebanyak 2 g pada kertas timbang, lipat-lipat dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Tahap berikutnya adalah menambahkan
2 buah tablet katalis, beberapa butir batu didih, 15 ml H
2
SO
4
pekat 95-97, serta 3 ml H
2
O
2
secara perlahan-lahan, dan kemudian didiamkan selama 10 menit dalam ruang asam. Tahap destruksi dilakukan pada suhu 410
C selama 2 jam atau sampai larutan jernih. Setelah tahap destruksi selesai, larutan kemudian
didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambah dengan 50-75 ml akuades. Tahap destilasi dilakukan dengan cara menyiapkan penampung hasil
destilasi, berupa erlenmeyer yang telah berisi 25 ml larutan H
3
BO
3
4 dan indikator. Labu destruksi yang telah berisi hasil destruksi, kemudian labu
dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Larutan natrium hidroksida-thiosulfat sebanyak 50-75 ml kemudian ditambahkan, dan dilakukan destilasi. Destilat yang
dihasilkan, selanjutnya ditampung dalam erlenmeyer hingga volume mencapai minimal 150 ml hasil destilat akan berubah menjadi kuning. Tahap berikutnya
adalah melakukan titrasi pada destilat dengan HCl 0,2 N yang sudah distandarisasi sampai warna berubah dari hijau menjadi abu-abu netral.
Pengerjaan beberapa tahapan uji juga dilakukan pada blanko. Pengujian dilakukan minimal duplo dua kali.
Kadar abu = Bobot abu g x 100 Bobot sampel g
3.4.2.4 Analisis kadar lemak SNI 01-2354.3-2006
Persiapan yang dilakukan adalah menimbang labu takar kosong A. Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 2 g B. Sampel dimasukkan ke dalam
selongsong lemak. Tahapan berikutnya adalah menambahkan berturut-turut kloroform sebanyak 150 ml dan selongsong lemak ke dalam alat ekstraksi soxhlet.
Pemasangan rangkaian alat soxhlet harus dilakukan dengan benar. Ekstraksi dilakukan pada suhu 60
C selama 8 jam. Setelah tahap ekstraksi dilakukan, selanjutnya dilakukan evaporasi campuran lemak dan kloroform dalam labu takar
sampai kering. Labu takar yang berisi lemak selanjutnya dimasukkan ke dalam oven suhu 105
C selama 2 jam untuk menghilangkan sisa kloroform dan uap air. Labu dan lemak dikeluarkan dari oven, dan dimasukkan ke dalam desikator
selama 30 menit. Labu takar yang berisi lemak C ditimbang sampai didapatkan berat yang konstan. Pengujian dilakukan minimal duplo dua kali.
Keterangan : A : Berat labu takar kosong g
B : Berat contoh g C : Berat labu takar dan lemak hasil ekstraksi g
3.4.2.5 Analisis kadar karbohidrat by difference Winarno 1997
Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 dari penjumlahan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan
kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. N = ml HCl
– ml HCl blanko x N HCl x 14,007 x 100 mg sampel
Lemak = C-A x 100 B
Protein = N x faktor konversi 6,25
Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
3.4.3 Penilaian Sensori
Penilaian sensori merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk menentukan mutu produk pangan. Cara penilaian mutu suatu bahan pangan dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penilaian secara obyektif dan subyektif. Pengujian obyektif merupakan suatu pengujian dengan menggunakan alat atau
instrumen dan faktor manusia dapat diabaikan, sehingga pengukuran menjadi lebih obyektif. Sedangkan pengujian subjektif merupakan pengujian dengan
bantuan panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan, dapat juga untuk menilai karakteristik mutu, dan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
sifat-sifat citarasa suatu bahan. Penilaian sensori secara subjektif dilakukan dengan menggunakan
skala hedonik. Tujuan penilaian dengan skala hedonik adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk melalui penilaian terhadap beberapa
atribut produk seperti warna, rasa, dan aroma. Menurut Winarno 1997, penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa
faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Pada uji sensori skala hedonik ini, panelis diminta memberikan tanggapan
respon secara pribadi terhadap tingkat kesukaan suatu produk. Nilai kesukaan panelis dinyatakan dalam beberapa tingkat skala kesukaan. Rentang skala hedonik
1-3, 1-5, 1-7, atau 1-9 tergantung keperluan dan kedalaman pengujian. Sampel disajikan dengan memberikan nomor secara acak dan panelis dengan jumlah 60
orang diminta memberikan penilaian tingkat kesukaan terhadap penampakan, warna, aroma, rasa. Uji skala hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan
panelis dalam 7 skala kesukaan 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; 7 = sangat suka Soekarto 1985.
Kadar karbohidrat = 100 - kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein
Parameter pengujian pada penelitian condiment kupang putih ini meliputi warna, aroma, rasa dan penampakan condiment kupang putih. Uji sensori
skala hedonik dilakukan pada saat penelitian pendahuluan saja, dengan perlakuan penambahan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda. Rasa bahan makanan
lebih banyak melibatkan indera lidah. Menurut Winarno 1997, indera pencicip dapat membedakan empat macam rasa utama, yaitu asin, asam, manis dan pahit.
Selain itu, dikenal pula rasa umami yaitu sebutan untuk rasa gurih yaitu karakteristiknya mirip monosodium glutamat MSG.
Aroma makanan dapat menentukan kelezatan makanan tersebut. Alat indera hidung merupakan alat yang digunakan untuk menilai aroma makanan
yang diuji. Menurut Winarno 1997, bau yang diterima oleh hidung dan disampaikan ke otak merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam,
tengik, dan hangus. Warna merupakan faktor utama yang menentukan dalam penilaian bahan
pangan sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan secara visual. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila
memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya Winarno 1997.
3.4.4 Analisis Total Plate Count TPC SNI 01-2332.3-2006
Prinsip perhitungan Total Plate Count yaitu menghitung jumlah mikroorganisme aerob dan anaerob psikrofilik, mesofilik, dan termofilik yang
tumbuh pada media Nutrient Agar, setelah itu contoh diinkubasikan pada suhu 35
C ± 1 C selama 48 jam. Mikroorganisme ditumbuhkan pada suatu
media agar, maka organisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Penentuan angka lempeng total
dapat dihitung dengan dua cara. Metode pertama yang dapat digunakan, yaitu metode cawan agar tuang, dengan cara menanamkan contoh ke dalam cawan petri
terlebih dahulu kemudian ditambahkan media agar. Pada metode cawan agar tuang untuk menghindari berkurangnya populasi bakteri akibat panas berlebihan,
maka media agar yang akan dituang mempunyai suhu 45 C ± 1
C. Contoh ditimbang secara aseptik sebanyak 10 g dan ditambah dengan
90 ml larutan butterfield’s phosphate buffered , dihomogenkan selama 2 menit.
Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10
-1
. Homogenat sebanyak 1 ml diambil dengan menggunakan pipet steril, dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan
butterfield’s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 10
-2
. Pengenceran 10
-3
didapatkan dengan cara mengambil 1 ml contoh dari pengenceran
10
-2
dan memasukkannya
ke dalam
9 ml
larutan butterfield’s phosphate buffered. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan
minimal 25 kali. Dalam membuat larutan dengan pengenceran 10
-4
, 10
-5
, dan seterusnya, dapat dilakukan melalui cara yang sama dengan sebelumnya. Setelah
tahap pengenceran selesai dilakukan, 1 ml contoh dari setiap pengenceran 10
-1
, 10
-2
, dan seterusnya diambil dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Untuk setiap pengenceran dilakukan secara duplo dua kali. Nutrien Agar yang sudah
didinginkan dalam waterbath hingga mencapai suhu 45 C ± 1
C, selanjutnya ditambahkan ke dalam masing-masing cawan yang sudah berisi contoh
sebanyak 12 ml-15 ml. Supaya contoh dan media Nutrien Agar tercampur sempurna, maka dilakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang, serta
ke kanan dan ke kiri. Cawan yang mengandung jumlah 25 koloni-250 koloni, merupakan cawan yang dipilih. Perhitungan koloni pada cawan petri,
sebagai berikut :
Keterangan : N
: Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g ∑ C : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n
1
: Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n
2 :
Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung d
: Pengenceram pertama yang dihitung 3.4.5 Analisis logam berat Pb dan Cd SNI 01-2354.7-2006
Untuk produk basah, sebelumnya dilakukan pengukuran kadar air sampel terlebih dahulu. Setelah itu, cawan porselen tertutup disiapkan dan buka separuh
permukaannya untuk meminimalkan kontaminasi dari debu selama pengeringan. Cawan porselen kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada
N = ∑ C x 100
[1 x n
1
+ 0,1 x n
2
] x d
suhu 103 C ± 1
C selama 2 jam. Setelah kering, cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian dilakukan penimbangan dan pencatatan
bobot cawan. Produk basah yang telah dikeringkan selanjutnya ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dicatat bobot cawan yang telah berisi sampel. Untuk
kontrol positif, dilakukan penambahan 0,25 ml larutan standard timbal 1 mgl ke dalam contoh sebelum dimasukkan ke dalam tungku pengabuan.
Kontrol positif kemudian diuapkan dengan menggunakan hot plate sampai kering pada suhu 100
C. Contoh dan kontrol positif kemudian dimasukkan ke dalam
tungku pengabuan dan separuh permukaannya ditutup. Suhu tungku pengabuan dinaikkan secara bertahap 100
C setiap 30 menit sampai mencapai 450 C dan
pengabuan dilakukan selama 18 jam. Contoh dan kontrol positif kemudian dikeluarkan dari tungku pengabuan dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah
dingin, contoh dan kontrol positif ditambah dengan 1 ml HNO
3
65, serta dikocok secara hati-hati sehingga semua abu terlarut dalam asam.
Tahapan selanjutnya adalah menguapkan cairan yang terdapat pada sampel dengan menggunakan Hot Plate pada suhu 100
C sampai kering. Setelah kering, contoh dan kontrol positif dimasukkan kembali ke dalam tungku pengabuan. Suhu
tungku pengabuan selanjutnya dinaikkan kembali secara bertahap 100 C
setiap 30 menit sampai mencapai 450 C serta dipertahankan selama 3 jam.
Setelah abu terbentuk sempurna berwarna putih, contoh dan kontrol positif didinginkan pada suhu ruang. HCl 6M sebanyak 5 ml selanjutnya ditambahkan
ke dalam masing-masing contoh dan kontrol positif, kocok secara hati-hati sehingga semua abu larut dalam asam. Selanjutnya, sampel diuapkan dengan
menggunakan Hot Plate pada suhu 100 C sampai kering. HNO
3
0,1 M sebanyak 10 ml kemudian ditambahkandan sampel didinginkan pada suhu ruang
selama 1 jam. Larutan selanjutnya dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml polypropylene.
Larutan standar juga disiapkan, minimal 3 tiga titik kadar 5µgl, 10µgl, dan 20µgl. Pembacaan terhadap larutan standar, contoh, dan kontrol positif
dilakukan pada
alat spektrofotometer
serapan atom
AAS pada
panjang gelombang 228,8 nm dengan graphite furnace. Kadar contoh dapat ditentukan dengan berdasar pada kurva kalibrasi.
Keterangan : D
: Kadar contoh µ gl dari hasil pembacaan AAS E
: Kadar blanko contoh µgl dari hasil pembacaan AAS V
: Volume akhir larutan contoh yang disiapkan ml Fp
: Faktor pengenceran Ww
: Berat basah contoh g
3.4.6 Analisis nitrogen-non protein NPN Apriyantono dkk 1989