Latar Belakang Perencanaan Bahasa

2. Latar Belakang Perencanaan Bahasa

Ferguson (dalam Muslich dan Oka, 2010:1) mengemukakan bahwa terdapat tiga alasan mendasar yang melatar belakangi dilakukannya perencanaan bahasa. Berikut diuraikan ketiga alasan tersebut. 1.) Bahasa itu dinamis sehingga menyebabkan bahasa tersebut hidup, berubah, dan

berkembang. Bahasa itu aktif dan terus berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat pemakai bahasa tersebut.

2.) Banyak pemakai bahasa yang sedikit banyak telah memiliki pengetahuan mengenai linguistik. Mereka dengan sendirinya dapat menilai dan menentukan benar tidaknya penggunaan suatu bahasa. Mereka juga dapat membedakan suatu bahasa baku, dialek, kreol, slang, dan variasi bahasa lainnya. Pada prinsipnya pemakai bahasa

(penutur, penulis, pendengar, dan pembaca) dpat menilai suatu bahasa benar atau salah berdasarkan ilmu bahasa yang diketahuinya.

3.) Penjajah juga dapat menyebabkan penggunaan bahasa pada masyarakat tertentu berubah. Perubahan semacam ini banyak berlaku di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Penjajah memaksakan penggunaan bahasanya terhadap penduduk atau negara yang dijajahnya. Banyak negara di Afrika jajahan Prancis menggunakan bahasa Prancis sebagai bahasa resmi, meskipun negara tersebut telah merdeka.

Sejalan dengan pendapat Ferguson di atas, Saussure (dalam Muslich dan Oka, 2010:3-4) berpendapat bahwa perencanaan bahasa perlu dilakukan secara berangsur- angsur dan berkesinambungan karena hal-hal berikut. 1.) Budaya suatu masyarakat senantiasa berubah yang mengakibatkan bahasanya pun

berkembang dan berubah. 2.) Bahasa perlu dirancang untuk menyediakan ruang daya cipta dan kreativitas individu. 3.) Perencaaan bahasa dapat membantu corak kepemimpinan suatu bangsa. 4.) Pemerintah yang melaksanakan perencanaan bahasa berarti memelihara jiwa

bangsanya. 5.) Perkembangan bahasa yang terencana dapat dijadikan bahasa nasional dan bahasa resmi.

6.) Perencanaan bahasa dapat menepis pengaruh negatif terhadap bahasa tersebut. 7.) Bahasa yang terencana (perkembangannya) dapat dijadikan alat propaganda

bangsa dan negara. 8.) Bahasa yang terencana (perkembangannya) dapat memupuk sentiment atau ideologi bangsa tersebut. 9.) Bahasa yang terencana (perkembangannya) dapat menampung konsep atau ide baru yang muncul sejalan dengan perkembangan bahasa tersebut. Dalam sejarahnya yang menjadi pelaku perencanaan bahasa adalah lembaga

kebahasaan. Di Eropa badan resmi atau setengah resmi yang mengurusi bahasa sudah muncul sejak abad ke-16. Tahun 1582 didirikan Accademia della Crusca di Firenze untuk bahasa Italia. Tahun 1635 Kardinal Richeliu mendirikan Academie Francaise untuk bahas Perancis dan di Spanyol didirikan Real Academia Espanola pada tahun 1713 untuk bahasa Spanyol, disusul oleh Akademi Swedia pada tahun 1786, Hongaria mendirikan pada tahun 1830, dan Norwegia tahun 1954.

Di Indonesia lembaga yang terlibat dalam perencanaan dan pengembangan bahasa dimulai dengan berdirinya Commisie voor de Volksectuur yang didirikan oleh pemerintah colonial Belanda pada tahun 1908, yang pada tahun 1917 berubah menjadi Balai Pustaka. Lembaga ini dengan majalahnya Sari Pustaka , Pandji Pustaka , dan Kedjawen dapat dianggap sebagai perencanan dan pengembangna bahasa. Pada tahun 1942, pemerintah pendudukan Jepang membentuk dua Komisi Bahasa Indonesia, satu di Jakarta dan satu lagi di Medan. Komisi ini diberi tugas untuk mengembangkan bahasa Indonesia lewat pembentukan istilah keilmuan, penyusunan tata bahasa baru, dan penemuan kata pungutan baru (Moeliono, 1983). Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, pada tahun 1947 pemerintah Republik Indonesia membentuk Panitia Pekerja Bahasa Indonesia dengan tugas mengembangkan peristilahan, menyusun tata bahasa sekolah, dan menyiapkan kamus, kemudian tahun 1948, panitia tersebut diganti dengan Balai Bahasa sebagai bagian (jawatan) dari kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Balai Bahasa mempunyai tugas yang jangkauannya sangat luas, sebab harus memerhatikan, meneliti dan mempelajari bahasa Indonesia dan bahasa Nusantara, lisan maupun tulisan, masa lalu maupun masa kini. Selain itu juga harus memberikan pertimbangan petunjuk kepada masyarakat mengenai hal-hal yang berkenaan dengan bahasa Indonesia dan bahasa Nusantara. Setelah mengalami beberapa perubahan nama dan perubahan status keadministrasian, sejak 1 April 1975 lembaga tersebut bernama Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan bahasa, bertanggungjawab langsung kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian namanya berubah pada tahun 2000 menjadi Pusat Bahasa yang tugasnya sebagai pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan bahasa. Lembaga ini di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang juga dibantu oleh departemen lain. Namun, walaupun ada lembaga formal yang menangani perencanaan bahasa, sesungguhnya menurut Pateda (1990 : 95), perencanaan bahasa menjadi tanggung jawab 4 komponen, yaitu :1.) Para ahli bahasa, 2.)Pemerintah, 3.)Guru Bahasa, 4.Masyarakat penutur bahasa yang bersangkutan. Hingga kini lembaga inilah dengan berbagai perangkatnya, yang diberikan tugas dan wewenang dalam perencanaan dan pengembangan bahasa di Indonesia.