BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bagian kajian pustaka ini, akan disajikan pengertian umum tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini serta teori-teori dan penjelasan-
penjelasan yang mendasarinya dengan segala kekuatan dan kelemahannya dan bagaimana teori-teori tersebut diimplementasikan serta penelitian-penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini. Teori-teori dan penjelasan- penjelasan serta implementasinya, yang mempunyai kekuatan akan dijadikan
landasan dalam pengumpulan dan analisis data, sedangkan yang mempunyai kelemahan akan dijadikan bahan perbandingan.
2.1 Pengertian IstilahPenjelasan dan Kerangka Teori 2.1.1 Pengertian IstilahPenjelasan
2.1.1.1 Korespondensi Bunyi
Langacker 1972:329-230 mengatakan bahwa alat metode komparatif adalah korespondensi bunyi sistematis dalam bahasa-bahasa berkerabat. Dia
mengatakan perbedaan-perbedaan bentuk fonetis dalam perangkat korespondensi bersifat sistematis. Bunyi-bunyi yang berkorespondensi tidak harus sama tetapi
muncul secara teratur pada posisi yang sama dalam kata-kata yang mirip baik dari segi bentuk maupun arti.
Dalam penjelasan tersebut, dia tidak menggunakan istilah perangkat korespondensi fonemis, tetapi menggunakan istilah korespondensi bunyi yang
datanya adalah data fonetis.
Universitas Sumatera Utara
Crowley 1992:93 mengatakan bahwa korespondensi bunyi adalah perangkat bunyi dalam kata-kata berkerabat yang dipantulkan oleh satu proto-
bahasa. Crowley 1992:106 menjelaskan bahwa perangkat korespondensi bunyi melibatkan bunyi-bunyi yang mirip secara fonetis.
Seperti Langacker, dia tidak menggunakan istilah perangkat korespondensi fonetis atau perangkat korespondensi fonemis, melainkan menggunakan istilah
perangkat korespondensi bunyi sound correspondence, korespondensi vokal vowel correspondence, dan korespondensi konsonan consonant
correspondence. Namun, dia mengatakan, “….here we are trying to analyse the phonemes of the proto-language by using the sound correspondences as the
‘phonetic’ raw data.” Penjelasan tersebut berarti bahwa untuk menganalisis proto-bahasa
digunakan korespondensi bunyi sebagai data mentah fonetis. Artinya, data yang digunakan dalam perangkat korespondensi bunyi adalah data fonetis alih-alih data
fonemis. Itulah sebabnya mengapa dalam langkah-langkah melakukan rekonstruksi, tidak disebutkan langkah mengubah data fonetis menjadi data
fonemis. Crowley 1992:75-89 menggunakan data fonemis untuk menganalisis apakah perubahan proto-fonem berwujud perubahan fonetis yang mengakibatkan
perubahan fonemis atau tidak. Menurut dia, perubahan fonetis tanpa perubahan fonemik berwujud alofon atau subfonem sedangkan perubahan fonetis dengan
perubahan fonemis berwujud menghilangnnya fonem, pertambahan fonem, dan refonemisasi perubahan satu fonem dengan fonem lain.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, Hock 1988:562 memakai istilah korespondensi bunyi secara rekuren dan sistematis, alih-alih perangkat korespondensi fonemis. Dalam
penjelasannya, dia menggunakan data fonetis. Untuk maksud yang sama, korespondensi bunyi, Keraf 1991:49
mengganti istilah korespondensi bunyi dengan istilah korespondensi fonemis atas alasan bahwa hukum bunyi mengandung tendensi adanya ikatan yang ketat. Dia
tidak menjelaskan apakah perangkat korespondensi bunyi berwujud fonetis atau fonemis. Namun, dia menggunakan data fonetis dalam penjelasannya. Hal itu
dapat dilihat dari fakta bahwa dia tidak mereduksi data fonetis menjadi data fonemis sebelum melakukan rekonstruksi. Artinya, penggunaan perangkat
korespondensi fonemis hanya sebatas penggunaan istilah dan tidak bermaksud bahwa data korespondensi bunyi haruslah data fonemis.
Jika tidak hati-hati, seorang peneliti akan tersesat setelah membaca istilah perangkat korespondensi fonemis. Ia akan menggunakan data fonemis dalam
korespondensi bunyi. Atas dasar itu, peneliti akan menggunakan perangkat korespondensi bunyi seperti yang digunakan Langacker 1972:329-230 dan
Crowley 1992:93. Keraf 1991:49 memberikan penjelasan yang lebih jauh tentang
korespondensi fonemis. Dikatakannya, korespondensi fonemis adalah fonem- fonem yang terdapat pada posisi yang sama dalam pasangan kata yang
mempunyai kesamaan atau kemiripan bentuk dan makna. Korespondensi fonemis dapat dilihat pada sepuluh bilangan utama dalam
bahasa Indo-Eropa.
Universitas Sumatera Utara
Glos Yunani
Latin Sanskerta
Gotik satu
oinos unus ekas
ains
dua dyo duo dv
a twai
tiga treis tres
travas threis
empat tettaras quattuor catvaras fidwor
lima pente quinque panca
fimf
enam heks sex sas
saih tujuh hepta
septem sapta sibun
delapan okto octo asta
ahtau sembilan en-nea novem nava
niun
sepuluh deka decem
dasa ta
ihum
Data di atas menunjukkan perangkat korespondensi, yakni d-d-d-t yang
terdapat pada glos dua dan sepuluh. Perangkat korespondensi lain adalah h-s-s- s, yaitu perangkat fonem konsonan awal pada glos enam dan tujuh. Perangkat
korespondensi ketiga adalah e-e-a-i, yang merupakan perangkat korespondensi vokal pertama pada glos sepuluh dan tujuh.
Menurut Keraf, perangkat korespondensi pada satu pasang kata tidak cukup dan masih merupakan indikasi adanya perangkat korespondensi tersebut.
Sehubungan dengan itu, perangkat tersebut harus diuji pada sebanyak mungkin pasangan kata pada bahasa-bahasa yang dibandingkan. Hal itu penting untuk
menghindarkan faktor kebetulan atau penghilangan korespondensi yang seharusnya ada dan pemaksaan perangkat yang tidak berkorespondensi menjadi
perangkat berkorespondensi. Keterdapatan secara berulang dan teratur perangkat korespondensi disebut rekurensi fonemis phonemic recurrance.
Universitas Sumatera Utara
Rekurensi fonemis dapat dilihat pada contoh berikut: Glos
b.Inggris b.Jerman
b.Belanda b.Denmark b.Swedia
orang mn
man man man
man tangan
hnd hant hant
hn hand
kaki fut fu:s
vu:t fo: fo:t
jari fig
fier vier feer fier
rumah haws
haws hs hu:s
hu:s m.dingin
wint vinter winter
vendr vinter m.panas
sm zomer
zo:mer sm smar
minum drik triken drike
dreg drika
bawa bri
brien bree bre
bria hidup
livd le:pte le:vde le:v
le:vde
Untuk glos rumah pada data di atas, terdapat perangkat korespondensi h
h h
h h
aw aw
u
u s
s s
s s
Dari ketiga perangkat korespondensi tersebut, perangkat korespondensi aw:aw::u:u mengalami rekurensi seperti terlihat pada data berikut:
Glos b.Inggris
b.Jerman b.Belanda
b.Denmark b.Swedia tikus
maws maws
ms mu:s
mu:s kutu
laws laws
ls lu:s
lu:s keluar
awt awt
t u:d
u:t
Universitas Sumatera Utara
coklat brawn
brawn brn
bru:n bru:n
Dalam bahasa-bahasa Austronesia, Keraf 1991: 51 memberikan contoh: kata hidung dalam bahasa Melayu: hidung, Batak: igung, dan Sunda: irung. Dari
data tersebut dapat ditarik perangkat korenspondensi yang diperkirakan akan mengalami rekurensi fonemis, yakni d-g-r yang terlihat dalam:
h i d u i g u
i r u Pada data yang mencukupi, d-g-r diperkirakan akan terjadi berulang
dan teratur rekuren. Untuk menghindarkan dikeluarkannya fonem tertentu dari perangkat
korespondensi karena kelihatan sangat berbeda dari fonem-fonem lainnya seperti dijelaskan sebelumnya, Keraf mengatakan bahwa ko-okurensi co-occurance
harus dicermati. Ko-okurensi adalah gejala-gejala tambahan yang terjadi sedemikian rupa pada kata-kata berkerabat yang dapat mengaburkan kemiripan
makna dan bentuk serta korespondensi fonetis. Menurut Keraf 1991:55, kata baru dalam bahasa Melayu adalah baru,
bahasa Jawa: weru, bahasa Karo: mbaru, dan bahasa Lamalera: fu. Karena kata fu identik dengan fu busur, ada kecenderungan peneliti untuk mengeluarkan
kata tersebut dari pasangan kata berkerabat sehingga fonem f tidak dimasukkan dalam perangkat korespondensi b:w:b:f. Namun, karena gejala yang sama
terdapat dalam bahasa itu dan bahasa-bahasa Nusantara lainnya, f dalam kata fu baru tetap merupakan anggota perangkat korespondensi tadi atas dasar, fu
berkerabat dengan kata baru. Kata fu telah mengalami kontraksi dari bentuk baru- waru-werun-wehu-weu-fu. Mula-mula fonem r menjadi h yang kemudian
Universitas Sumatera Utara
hilang dari bentuk tersebut. Kedua vokal yang mengapit h mengalami proses sandi dan berubah menjadi u.
Gejala hilangnya r antarvokal intervocalic r merupakan hal yang umum terjadi dalam bahasa-bahasa Nusantara. Misalnya, kata turut, dalam bahasa
Melayu adalah turut dan tut dalam bahasa Jawa. Contoh lain, kata beras dalam bahasa Jawa mengalami proses perubahan sebagai berikut: berat-behat-beat-bot;
beras-behas-beas-wos atau beras-weras-wehas-weas-wos. Keraf juga menjelaskan, penentuan perangkat korespondensi harus
terlepas dari analogi, yakni menjadikan ko-okurensi dalam bahasa-bahasa berkerabat sebagai dasar untuk memasukkan fonem-fonem dari dari bahasa-
bahasa lain dalam perangkat korespondensi fonemis. Misalnya, kata pikir yang berasal dari bahasa Arab, fikir dirasakan sudah merupakan kata bahasa Melayu.
Atas dasar itu, kemungkinan peneliti akan menjadikan f-p sebagai perangkat korespondensi fonemis dalam bahasa-bahasa berkerabat Nusantara. Penentuan
perangkat korespondensi seperti ini didasarkan pada analogi yang salah.
2.1.1.2 Metode Komparatif
Menurut Langacker 1972:329, metode komparatif comparative method adalah teknik untuk menentukan keberhubungan secara genetis sekelompok
bahasa dan untuk merekonstruksi proto-bahasa yang menurunkan bahasa-bahasa tersebut.
Sementara itu, Hock 1988:556 mengatakan bahwa metode komparatif adalah metode untuk menemukan kemiripan bentuk-bentuk bahasa-bahasa
Universitas Sumatera Utara
berkerabat yang tidak terjadi secara kebetulan, melainkan karena adanya asumsi bahwa bahasa-bahasa tersebut diturunkan oleh proto-bahasa yang sama.
2.1.1.3 Pasangan Kata Berkerabat
Langacker 1972:331 mengatakan bahwa satuan-satuan leksikal dalam bahasa-bahasa berkerabat dikatakan kognat apabila diturunkan oleh unsur leksikal
yang sama dalam proto-bahasa. Misalnya, pater dalam bahasa Latin, pate r
dalam bahasa Junani, pita dalam bahasa Sansakerta, dan father dalam bahasa
Inggris adalah kognat karena dapat ditelusuri perkembangannya dari satu bentuk proto-Indo Eropa.
Dia menambahkan bahwa kata-kata kognat berhubungan satu sama lainnya dalam bentuk korespondensi bunyi yang menunjukkan perkembangan
bentuk proto-bahasa dalam evolusi historis bahasa-bahasa yang diturunkannya. Menurut Crowley 1992:90, perangkat bunyi dikatakan berkerabat apabila
direfleksikan satu proto-bahasa dan didistribusikan dalam kata-kata yang mempunyai kesamaan atau kemiripan bentuk dan arti.
Gudschinsky 1956:132, menggunakan istilah pasangan berkerabat cognate sets untuk perangkat korespondensi bunyi. Dia memerinci prosedur
yang harus diikuti untuk membandingkan kata-kata dan menetapkan kriteria- kriteria dalam menentukan apakah pasangan-pasangan kata yang dibandingkan
berkerabat atau tidak. Menurutnya, dalam perbandingan, yang dibandingkan adalah fonem dengan fonem, fonem dengan klaster fonem atau klaster fonem
dengan klaster fonem. Perbandingan hanya dapat dilakukan antara fonem dengan fonem atau antara fonem dengan klaster fonem dalam posisi yang dapat
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan comparable sets. Prosedur perbandingan tersebut telah dijelaskan pada bagian terdahulu.
Selanjutnya, Gudschinsky 1956:132 menjelaskan bahwa setelah diketahui pasangan fonem-fonem atau pasangan fonem-klaster fonem yang dapat
dibandingkan, kriteria penentuan pasangan-pasangan yang berkerabat adalah sebagai berikut:
1. Pasangan-pasangan itu identik misalnya [a]:[a], [c]:[c]. Pasangan-
pasangan yang dibandingkan mirip secara fonetis [p]:[b], [t]:[d], dan lain- lain. Pasangan-pasangan itu berbeda akibat lingkungan conditioning
factors. Misalnya, [i]: [a] dalam ciki dialek Huatla, Meksiko dan caki dialek Mazatec, Meksiko kayu bakar dianggap berkerabat karena
perbedaan pengucapan [c] merupakan penyebab berubahnya [i] menjadi [a] atau sebaliknya.
2. Pasangan-pasangan itu muncul berulang dalam pasangan-pasangan kata
lainnya pada posisi yang dapat dibandingkan. Misalnya, [š] dalam dialek Ixcatec berkerabat dengan [1] dalam dialek Mazatec karena pasangan
[š]:[1] muncul pada kata-kata lain yang dibandingkan yakni [šwi] : [p1] ‘api’ dan pada [šu]:[lao]. Dua buah kata yang dibandingkan hanya dapat
dikatakan berkerabat apabila paling sedikit tiga pasangan fonem dengan fonem, fonem dengan klaster fonem atau klaster fonem dengan klaster
fonem berkerabat. Jika dalam kata-kata yang dibandingkan terdapat kurang dari tiga fonem yang berkerabat, maka kata-kata tersebut
tidak berkerabat.
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan Langacker, Crowley, Gudschinsky, dan Keraf di atas saling melengkapi sehingga rekonstruksi proto dan pengelompokan bbB dapat
dilakukan dengan lebih akurat.
2.1.1.4 Rekonstruksi Proto-bahasa
Menurut Kridalaksana 1983:144, rekonstruksi adalah metode untuk memperoleh moyang bersama dari suatu kelompok bahasa yang berkerabat
dengan membandingkan ciri-ciri bersama atau dengan menentukan perubahan- perubahan yang dialami sebuah bahasa sepanjang sejarahnya. Kridalaksana juga
menyebutkan, proto-bahasa adalah awalan yang bermakna ‘purba’ dan dipakai dalam istilah, seperti proto-Indo-Eropa, proto-Germania, dan sebagainya. Karena
proto adalah awalan, dalam penelitian ini, akan digunakan istilah proto-bahasa proto-bbB alih-alih bahasa proto.
Menurut Crowley 1992:104 rekonstruksi adalah perkiraan tentang kemungkinan bentuk proto-bahasa dengan menelesuri perubahan-perubahan yang
terjadi di antara proto-bahasa dengan bahasa-bahasa berkerabat yang diturunkannnya sister languages.
Meskipun Crowley tidak mendefinisikan secara eksplisit istilah proto, tetapi kedua definisi tersebut sama-sama menyatakan bahwa rekonstruksi proto-
bahasa adalah penelusuran perubahan-perubahan bentuk yang terjadi dalam sejarah perkembangan proto-bahasa dan bahasa atau bahasa-bahasa berkerabat
yang diturunkannya. Untuk menyatakan maksud yang sama, Mbete 2009:31 mengatakan, rekonstruksi adalah peracikan atau perancangbangunan kembali
sistem bahasa purba berdasarkan data dan fakta kebahasaan yang berpijak pada bahasa-bahasa kerabat.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun Kridalaksana dan Mbete menggunakan istilah moyang dan purba, dalam penelitian ini, kedua istilah itu tidak digunakan dan
menggantikannya dengan istilah proto. Ada beberapa alasan peneliti menggunakan istilah proto. Pertama, istilah proto sudah merupakan istilah
bahasa Indonesia dan digunakan dalam kamus umum dan kamus linguistik, termasuk Kamus Linguistik karya Kridalaksana 1983. Kedua, istilah-istilah
ilmu pengetahuan, termasuk linguistik perlu diarahkan ke keseragaman untuk memudahkan pemahaman masyarakat internasional misalnya, kata kerja
dipadankan dengan verba, kata benda dipadankan dengan nomina, dan kata sifat dipadankan dengan ajektiva. Ketiga, istilah proto-bahasa telah digunakan secara
luas oleh peneliti-peneliti linguistik historis komparatif di Indonesia. Crowley 1992:91 mengatakan bahwa bentuk-bentuk proto-bahasa dapat
direkonstruksi dari refleksi-refleksi yang terdapat dalam bahasa-bahasa yang berkerabat dengan menggunakan metode komparatif untuk mengetahui
perubahan-perubahan yang telah terjadi di antara proto-bahasa dengan bahasa- bahasa yang diturunkannya. Untuk mengetahui perubahan-perubahan tersebut,
dilakukan perbandingan atas refleksi-refleksi bentuk pada bahasa-bahasa berkerabat yang diperkirakan berasal dari atau dipantulkan oleh satu proto-bahasa.
Crowley 1992:96 selanjutnya menjelaskan, untuk melakukan rekonstruksi bentuk-bentuk proto-bahasa, dilakukan beberapa langkah sebagai
berikut: Langkah pertama adalah memisahkan kata atau kata-kata yang berkerabat
dari kata-kata yang tidak berkerabat. Misalnya, tafuafi ‘membuat api’ harus dikeluarkan dari data:
Universitas Sumatera Utara
b.Tonga b. Samoa
b. Rarotong b. Hawai
Glos tafuafi
sia ika
hia membuat api
Langkah kedua adalah menentukan korespondensi bunyi pada bahasa- bahasa yang berkerabat seperti pada glos dilarang pada data berikut:
b.Tonga t
a p
u b.Samoa
t a
p u
b.Rarotong t
a p
u b.Hawai
k a
p u
Perangkat korespondensi dalam data tersebut adalah t-t-t-k, a-a-a- a, p-p-p-p, dan u-u-u-u.
Langkah ketiga adalah memeriksa perangkat bunyi berkorespondensi yang mempunyai perbedaan untuk menentukan proto-fonemnya seperti pada data
berikut. b.Tonga
b.Samoa b.Rarotong
b.Hawai t
t t
k
n Perbedaan perangkat bunyi pada data pertama adalah t-k dan pada
data kedua adalah -n. Ada kemungkinan, t atau k adalah proto dari t dan k serta atau n adalah proto dari atau n. Namun
karena t dan mempunyai distribusi paling luas atau rekurensi paling luas pada data yang ada, maka t dan adalah fonem-fonem proto dalam keempat
bahasa tersebut. Langkah ketiga tersebut sering tidak dapat diaplikasikan jika tidak ada
fonem yang mempunyai distribusi paling luas dalam suatu perangkat korespondensi seperti dalam contoh berikut:
b.Tonga b.Samoa
b.Rarotong b.Hawai
k
k
Universitas Sumatera Utara
Pada data itu k dan mempunyai distribusi yang sama. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diingat bahwa perubahan bunyi harus
berlangsung secara alamiah atau wajar. Proto-fonem k dan yang lebih alamiah atau wajar adalah k, alih-alih karena perubahan k menjadi
k → merupakan perubahan yang sangat umum terjadi melalui
proses pelemahan atau lenisi. Perubahan menjadi k →k sangat
jarang terjadi.meskipun mungkin melalui proses penguatan fortisi. Bahwa k merupakan proto-fonem k dan dapat dikuatkan
dengan proto-fonem Polinesia berikut: Bilabial
Alveolar Velar
Hambat p
t Nasal
m n
Karena sistem fonologis bahasa selalu seimbang, kekosongan velar hambat k, alih-alih untuk mengimbangi velar nasal harus diisi. Itulah
sebabnya mengapa k ditetapkan sebagai proto-fonem, sehingga bagan di atas menjadi sebagai berikut:
Bilabial Alveolar
Velar Hambat
p t
k Nasal
m n
Untuk melakukan rekonstruksi, perlu diingat ketentuan-ketentuan berikut: Setiap rekonstruksi harus mengandung perubahan bunyi yang umum
terjadi atau logis lihat jenis-jenis perubahan bunyi pada bagian berikut kajian teori ini.
Universitas Sumatera Utara
Setiap rekonstruksi harus mengandung sesedikit mungkin perubahan bunyi dari proto-bahasa ke bahasa-bahasa berkerabat yang diturunkannya.
Setiap rekonstruksi harus menutup kekosongan sistem fonologis berimbang, alih-alih menciptakan sistem fonologi yang tidak berimbang atau
logis. Contoh sistem fonologis berimbang, jika sebuah bahasa mempunyai dua vokal bulat belakang misalnya, u dan o, diprediksi bahwa bahasa itu
mempunyai dua vokal tidak bulat depan misalnya, i dan e. Depan
Belakang Tinggi
i u
Sedang e
o Rendah
a Contoh sistem fonologis yang tidak berimbang, sebuah bahasa
mempunyai vokal depan tinggi i dan vokal depan sedang e tetapi tidak mempunyai vokal tinggi belakang.
Depan Belakang
Tinggi i
- Sedang
e o
Rendah a
Sebuah proto-fonem tidak perlu direkonstruksi jika data yang cukup tidak tersedia dalam bahasa-bahasa berkerabat yang diturunkannya.
Untuk menyimpulkan penjelasan di atas, Crowley 1992:110 memberikan petunjuk tentang metode rekonstruksi sebagai berikut:
1. memilah bentuk-bentuk yang nampak berkerabat dan mengabaikan
bentuk-bentuk yang tidak berkerabat; 2.
melakukan inventarisasi lengkap perangkat korespondensi dalam bahasa- bahasa yang dibandingkan termasuk bunyi-bunyi yang identik; perlu
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan korespondensi di mana suatu bunyi berkorespondensi dengan ;
3. mengelompokkan perangkat-perangkat korespondensi yang mempunyai
pantulan-pantulan yang mirip secara fonetis; 4.
menemukan bukti adanya distribusi komplementer atau kontrastif antara bunyi-bunyi yang dicurigai sebagai perangkat korespondensi;
5. menganggap sebagai fonem lain setiap perangkat korespondensi yang
tidak mempunyai distribusi komplementer dengan perangkat korespondensi lain;
6. melakukan perkiraan atas bentuk proto-fonem dengan menggunakan
kriteria berikut: a.
Fonem proto yang dipilih harus logis. Artinya, perubahan-perubahan bunyi tersebut menjadi bunyi-bunyi dalam bahasa-bahasa yang
diturunkannya harus dapat dijelaskan dalam konteks perubahan- perubahan bunyi bahasa yang secara umum terjadi dalam bahasa-
bahasa yang ada di dunia. b.
Bunyi yang mempunyai distribusi paling luas dalam bahasa-bahasa berkerabat paling mungkin sebagai proto-fonem.
c. Sebuah bunyi yang berkorespondensi dengan kekosongan bunyi
pada daftar fonem rekonstruksi juga mungkin merupakan proto-fonem salah satu dari perangkat-perangkat korespondensi.
d. Sebuah bunyi yang tidak ada dalam bahasa-bahasa berkerabat tidak
perlu direkonstruksi jika tidak ada alasan yang cuku p untuk melakukannya.
Universitas Sumatera Utara
7. Menganggap setiap perangkat korespondensi yang mempunyai distribusi
komplementer mempunyai satu proto-fonem dengan menggunakan kriteria nomor 6 untuk merekonstruksi bentuknya.
Mengenai rekonstruksi proto-fonem, Langacker 1972:334 menjelaskan bahwa apabila proto-fonem ditunjukkan oleh refleks yang sama
dalam semua bahasa berkerabat, maka proto-segmen yang mewakili perangkat korespondensi dalam bahasa-bahasa tersebut adalah sama.
Dia juga mengatakan bahwa jika sebuah proto-segmen berkembang secara berlainan dalam satu bahasa berkerabat atau lebih sesuai dengan
lingkungan, proto-segmen direpresentasikan dalam dua perangkat korespondensi atau lebih seperti terlihat pada contoh berikut:
Glos Comanche
Hopi Yaqui
kaki tama
tama katek
duduk kari
kati katek
Pada posisi awal kata, t dipantulkan dalam ketiga bahasa untuk glos kaki. Namun, t pada posisi di antara dua vokal intervocalic
berkembang dengan cara yang berbeda yakni t dalam bahasa Hopi dan Yaqui dan r dalam bahasa Comanche untuk glos duduk. Atas dasar itu,
t adalah proto-fonem perangkat korespondensi t-t-t pada posisi awal kata dan r-t-t pada posisi di antara dua vokal.
Untuk menentukan proto-fonem dalam perangkat korespondensi yang di dalamnya terdapat bunyi yang berdistribusi terluas diterapkan prinsip distribusi
terluas majority wins seperti dijelaskan pada The Comparative Method and Linguistic Reconstruction, http:en.wikipedia.orgwikiComparative_method.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai hal yang sama, Keraf 1991:61 menjelaskan bahwa sebuah fonem yang distribusinya paling banyak dalam sejumlah bahasa berkerabat dapat
dianggap merupakan pantulan linear dari proto-fonem. Apabila prinsip distribusi terluas tidak dapat diterapkan, Crowley
1992:99 mengatakan bahwa data perangkat korespondensi dapat diperluas dengan menggunakan data bahasa yang paling dekat atau data proto-bahasa yang
menurunkannya, Menurut Dempwolf 1938, rekonstruksi dapat dilakukan dengan dua cara
yakni rekonstruksi internal internal reconstruction dan rekonstruksi komparatif comparative reconstruction. Rekonstruksi internal adalah rekonstruksi dengan
membandingkan satu bahasa dalam dua atau lebih kurun waktu. Misalnya, bahasa Inggris Kuno dibandingkan dengan bahasa Inggris Pertengahan, danatau bahasa
Inggris Moderen. Rekonstruksi komparatif adalah rekonstruksi yang membandingkan dua atau lebih bahasa kontemporer yang berkerabat.
Rekonstruksi internal sama dengan yang dikatakan Mbete 2009:15 yakni dari bawah ke atas bottom-up dan rekonstruksi dari atas ke bawah top down
dengan menggunakan sistem etimon dan bunyi proto-bahasa hasil rekonstruksi yang ada seperti proto-Austronesia PAN.
2.1.1.5 Kosakata Dasar
Menurut Hartmann dkk, 1973: 250 kosakata dasar basic core vocabulary adalah kata-kata yang menunjuk konsep dan situasi yang bersifat
umum dan mendasar dalam semua kegiatan manusia. Karena bersifat umum dan mendasar, kosakata dasar pasti dimiliki semua
bahasa mulai dari masa pra-sejarahnya hingga menjadi bahasa atau bahasa-bahasa
Universitas Sumatera Utara
kontemporer. Bentuk-bentuk kosakata dasarlah yang berkembang dari proto- bahasa ke bentuk-bentuk bahasa atau bahasa-bahasa berkerabat.
Analisis diakronis analisis perkembangan bahasa dari waktu ke waktu menggunakan kata-kata yang dipantulkan dari proto-bahasa ke bahasa atau
bahasa-bahasa yang diturunkannya, sebagai data. Atas dasar itu, telaah leksikostatistik dan rekonstruksi proto-bahasa menggunakan kosakata dasar
sebagai data. Swadesh 1952:109 mengatakan bahwa kosakata dasar mencakup kata-
kata yang menunjuk kata-kata ganti, kata-kata bilangan, anggota-anggota tubuh dan sifat atau aktivitasnya, alam dan sekitarnya, alat-alat perlengkapan sehari-
hari. Pada mulanya, Swadesh membuat daftar kosakata dasar yang terdiri atas
200 kata sebagai dasar perbandingan. Akan tetapi, atas pertimbangan akurasi data dan pengalaman-pengalaman di lapangan, Swadesh 1955 memodifi-
kasi daftar tersebut dan merumuskan daftar kosakata dasar yang terdiri atas 100 kata, lihat Towards Greater Accuracy in Lexicostatistics Dating 1955. Mengenai
jumlah kosakata dasar, para linguis mempunyai jumlah kata yang berbeda. Ogden 1930:72, misalnya, mempunyai 850 kata dalam daftar kosakatanya dan Stokhof
1980:78-99 mempunyai 1.645 kata. Daftar kosakata Swadesh mengandung kelemahan-kelemahan yang
bersumber dari penetapan 200 atau 100 kata yang termasuk dalam kosakata dasar yang dikatakan Swadesh dapat diterapkan kepada semua bahasa. Penerapan
prinsip-prinsip mengenai kosakata dasar tidak mutlak sama dalam semua bahasa karena setiap bahasa mempunyai keunikan di samping keuniversalan. Setidaknya,
dapat dicatat di bawah ini berbagai kelemahan penerapan daftar kosakata tersebut:
Universitas Sumatera Utara
1. Dengan asumsi bahwa kosakata dasar dapat diperoleh dari kata-kata
yang menunjuk alam dan sekitarnya, Swadesh telah memasukkan kata- kata snow salju, ice es, dan freeze beku dalam daftar 200 kosakata
dasarnya. Akan tetapi sesungguhnya, ketiga kata itu bukanlah kosakata dasar di daerah-daerah tropis karena sifat-sifat atau gejala-gejala alam
seperti itu tidak ada. Pengenalan kelompok-kelompok masyarakat terhadap alam berbeda-beda sesuai dengan perbedaan sifat-sifat dan gejala-gejala alam
itu sendiri. Boleh jadi ketiga kata itu telah dikenal luas di daerah-daerah tropis berkat
kemudahan mobilitas dan meluasnya pemakaian alat pendingin freezer belakangan ini. Namun, kata-kata ini bukan merupakan kosakata dasar di daerah
beriklim tropis, termasuk daerah-daerah Austronesia, umumnya, dan daerah- daerah Batak, khususnya. Menyadari hal ini, Dyen 1962:53 mengeluarkan
ketiga kata tersebut dalam penelitiannya terhadap bahasa-bahasa Melayu Polinesia. Bahkan Gudschinsky 1962, meskipun mempertahankan daftar 200
kosakata dasar versi Swadesh, memasukkan sejumlah kata yang berbeda dari kata-kata Swadesh dalam daftar kosakata dasarnya Hal ini mengakibatkan daftar
200 kosakata dasar Swadesh berbeda dengan daftar 200 kosakata Gudschinsky clothing, cook, dance, terdapat dalam daftar Swadesh tetapi tidak terdapat dalam
daftar Gudschinsky; dust, fly terdapat dalam daftar Gudschinsky tetapi tidak terdapat dalam daftar Swadesh. Rea dalam Lehman 1962 memakai daftar 100
kosakata yang sebagian berbeda dari daftar kosakata Swadesh. Lain lagi. Travis 1986, dalam penelitiannya terhadap bahasa-bahasa di Ambon, ia memakai kata-
Universitas Sumatera Utara
kata yang berjumlah 210 yang diperolehnya dari hasil survei Summer Institute of Linguistics SIL di Maluku.
Perbedaan kosakata dasar dan perbedaan jumlah kata yang diterapkan para
.
2. Dalam bahasa tertentu, daftar Swadesh kurang memperhatikan urutan prioritas
kosakata. Meskipun, misalnya, kosakata dasar Swadesh merupakan kosakata dasar dalam bahasa-bahasa tertentu, tetapi kosakata lain mungkin lebih
penting lagi dari kosakata tertentu yang ada dalam daftar Swadesh. Misalnya, kata-kata hamil, pagi, biru, coklat, ayah, ibu, dan sebagainya lebih
penting daripada besi. Berdasarkan hal demikianlah, barangkali, Keraf 1991 mengganti sejumlah kata dalam daftar Swadesh dan melengkapinya dengan
daftar 100 kosakata dasar. Memakai kata-kata yang kurang mesra dengan para pemakai bahasa yang diteliti berarti membuka kemungkinan munculnya kata-
kata kosong. Pada hal, dalam studi komparatif, semakin sedikit data akan semakin kabur hasil penelitian leksikostatistik.
linguis menunjukkan bahwa daftar Swadesh tidak dapat diterapkan dalam semua bahasa. Berdasarkan fakta ini, peneliti akan menggabungkan kata-kata
yang ada dalam daftar-daftar kosakata tersebut, kemudian memilih kata-kata yang sesuai dengan daerah-daerah dan budaya-budaya Batak. Peneliti menge-
luarkan kata-kata yang kurang dekat dengan masyarakat Batak seperti rusa, telur kutu, dan lontar serta memasukkan kata-kata yang lebih sesuai seperti
biru, coklat, pagi, hamil, ibu, ayah.
3. Dalam daftar Swadesh terdapat kata lie yang mempunyai makna
ganda ambigious meaning. Kata lie bisa berarti berbohong dan terletak. Jika alat penjaring data bermakna ganda, data yang
Universitas Sumatera Utara
diperoleh kurang sahih dan hasil penelitian sudah barang tentu akan diragukan.
4. Sejumlah kata dalam daftar Swadesh kurang sesuai dengan bahasa-bahasa
yang mengenal perbedaan pemakaian kosakata dasar pada siatuasi yang berbeda. Artinya, satu kata dalam daftar Swadesh boleh jadi mempunyai
padanan lebih dari satu kata dalam bahasa yang mengenal perbedaan seperti itu. Jika masalah ini terjadi, akan timbul keraguan peneliti untuk
menentukan kata mana dari kata-kata alternatif yang diberikan informan yang akan dibandingkan dengan kata dalam bahasa lain. Contoh, bahasa
Toba mengenal kata mate, monding, marujung, mintop untuk kata dead mati yang pemakaiannya masing-masing disesuaikan dengan situasi.
Tidaklah mudah bagi peneliti yang bukan orang Toba untuk memilih satu dari sejumlah kata alternatif di atas. Memakai kata dead dalam
bahasa ini, seorang peneliti harus mengetahui kapan kata tersebut digunakan. Swadesh tidak memberikan solusi atas masalah seperti ini.
Peneliti yang dihadapkan pada kasus seperti ini harus meminta informan untuk memakai kata itu dalam konteks. Lalu, dia harus memilih mana yang
paling umum di antara kata-kata yang diberikan. Jika ternyata semua kata itu sama-sama umum, peneliti harus memilih kata pertama yang diucapkan
informan atas dasar bahwa pengucapannya lebih spontan lihat Travis, 1986. 5.
Swadesh mengatakan bahwa kata-kata kerabat cognates adalah kata-kata yang mempunyai bentuk dan makna yang mirip atau sama. Tetapi
kenyataan menunjukkan, ada beberapa kata dalam bahasa-bahasa nonkerabat yang mempunyai bentuk dan arti yang mirip atau sama yang tidak
merupakan kata-kata kerabat. Misalnya, kata mata bahasa Indonesia
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kemiripan fonetis dan kesamaan makna dengan kata mati bahasa Junani. Contoh lain, kata badh bahasa Sudan mempunyai kemiripan
fonetis dan kesamaan makna dengan kata bad bahasa Inggris. Kesamaan atau kemiripan tersebut tidaklah disebabkan oleh fakta bahwa kata mata
dan mati serta badh dan bad merupakan kata-kata kerabat, melainkan disebabkan oleh faktor kebetulan. Bahasa Indonesia dan bahasa Junani serta
bahasa Sudan dan bahasa Inggris tidak mempunyai kontak budaya yang erat. Selain dari faktor kebetulan, kemiripan atau kesamaan bentuk dan arti
dapat disebabkan oleh faktor peminjaman, seperti kata aljabar dalam bahasa Indonesia dan aljabar dalam bahasa Arab. Kata aljabar dalam
bahasa Indonesia sudah barang tentu merupakan pinjaman dari bahasa Arab karena Indonesia dan Arab, pencetus istilah aljabar, mempunyai hubungan
budaya yang sangat erat. 6.
Swadesh tidak memberikan alasan mengapa ia tidak memakai kata morning pagi untuk mendampingi kata afternoon siang dan night malam.
Aneh kedengarannya jika ada kelompok masyarakat yang mengenal kata siang dan malam tidak mengenal kata pagi. Ia juga tidak menjelaskan
mengapa dia tidak memakai kata-kata blue biru dan brown coklat untuk mendampingi kata-kata white putih, black hitam’, dan yellow kuning.
Memang ada kemungkinan bahwa tidak semua warna dasar dikenal kelompok masyarakat tertentu, tetapi Swadesh tidak memberitahukan
mengapa blue dan brown tidak dipakai. 7.
Swadesh 1952:13 mengatakan bahwa jika ada dua kata atau lebih dalam satu bahasa sebagai padanan alternatif bagi satu kata dalam bahasa lain,
peneliti harus memilih satu dari kata-kata tersebut secara acak. la
Universitas Sumatera Utara
memberikan alasan bahwa pemilihan secara acak terhadap kata-kata tertentu dalam satu bahasa akan mengimbangi pemilihan dengan teknik
yang sama terhadap kata-kata dalam bahasa lain, sehingga perhitungan statistik tidak akan terpengaruh oleh pemilihan tersebut. Tetapi cara seperti
itu dapat merugikan apabila teknik random kebetulan memilih kata-kata yang salah secara berulang dalam satu bahasa dan memilih kata-kata yang
benar secara berulang dalam bahasa lain. Untuk menghidarkan kekeliruan seperti itu, kata-kata alternatif
tersebut harus diuji dalam konteks yang berbeda. Cara demikian akan memungkinkan peneliti dapat menentukan kata mana yang paling sesuai
dengan kata yang ada dalam alat penjaring data. Yang menjadi kesulitan adalah hal bahwa peneliti dan informan mungkin tidak saling mengerti
apabila harus membicarakan konteks pemakaian kata-kata tersebut. 8.
Revisi Swadesh terhadap dattar kosakata dasar yang memuat 200 kata menjadi 100 untuk tujuan akurasi hasil penelitian boleh jadi justru mengaburkan,
karena semakin sedikit jumlah data hasil perhitungan statistik akan semakin kabur. Swadesh boleh saja melakukan penyesuaian-
penyesuaian dengan mengeluarkan kata-kata yang dianggap tumpang tindih. Tetapi setidaknya, dia masih dapat mempertahankan jumlah 200 kata,
bahkan menambahkan kata-kata lain kepada daftar 200 kata itu. Tidak tertutup kemungkinan daftar 1.000 kata dasar dapat disusun. Kroeber
1955:97 mengatakan bahwa daftar 1.000 kata lebih baik daripada daftar 100 atau 200 kata. Pemakaian daftar 1.000 kata dasar jelas sangat
menguntungkan karena kesalahan penentuan kata-kata kerabat dalam jumlah
Universitas Sumatera Utara
yang kecil, misalkan 5 atau 10 pasang, tidak begitu mempengaruhi hasil statistik. Sebaliknya, jika terjadi kesalahan dalam jumlah yang sama dengan
memakai daftar 100 kata, misalnya, kesalahan tersebut pasti akan sangat merugikan lihat Gudschinsky, 1956:182. Atas argumentasi itulah,
peneliti tidak memakai daftar 100 atau 200 kata. Gudschinsky 1956 memodifikasi daftar kosakata dasar Swadesh dengan
mengurangi, dan sekaligus menambah kosakata dasar Swadesh. Di antara kata- kata yang dikurangi itu adalah snow, ‘salju’, cook memasak, dan dance
menari’, dan di antara kata-kata yang dimasukkannya itu adalah dust debu, fly terbang, dan sebagainya.
Di samping itu, Gudschinsky mengatakan bahwa suatu daftar kosakata dapat direvisi dengan menambah atau mengurangi sejumlah kata dari
daftar tersebut sehingga kata-kata yang dipakai untuk menjaring data benar-benar sesuai dengan keadaan geografis dan budaya masyarakat pemakai bahasa yang
diteliti. Ini berarti, kosakata dasar dalam setiap bahasa tidak mutlak sama, tetapi prinsip-prinsip mengenai keuniversalan kosakata dasar harus dijadikan sebagai
landasan dalam menentukan suatu daftar kosakata dasar. Gudschinsky menambahkan bahwa jika jumlah kosakata kerabat
sangat kecil, satu kesalahan dalam penentuan pasangan kata kerabat akan berakibat fatal terhadap penghitungan tingkat kekerabatan.
Hockett 1955:89 menekankan, The mathematical methods which are to be applied to the data are
of statistical nature: the smaller the sample, the more vague the results.
Universitas Sumatera Utara
Khusus mengenai rekonstruksi proto-bahasa, data yang tidak akurat dan terbatas akan melahirkan analisis yang tidak jelas dan membatasi jumlah
perangkat korespondensi. Seperti Swadesh, Gudschinsky dalam daftar kosakata dasarnya yang meru-
pakan modifikasi atas daftar Swadesh, memakai kata yang bermakna ganda yaitu fly. Kata tersebut, jika tidak diikuti oleh keterangan, dapat membingungkan
karena mengandung dua makna yang frekuensi pemakainya sama-sama tinggi yaitu terbang dan lalat. Di samping kelemahan itu, Gudschinsky juga
memakai daftar kosakata yang jumlahnya tergolong kecil 200 kata. Daftar pendek seperti ini kurang ampuh mengatasi kekaburan studi komparatif jika
peneliti membuat kesalahan dalam menentukan kata-kata kerabat. Keraf 1990:91 mengatakan, ada 100 kata yang merupakan pengkhususan
bagi wilayah Austronesia. Penjelasan tersebut melengkapi daftar kosakata dasar Swadesh, Gudschinsky, Rea, dan Travis.
Alasan Keraf untuk merumuskan daftar 100 kosakata itu adalah sebagian besar dari kata-kata tersebut sudah digunakan Kern dalam menentukan negeri
asal bahasa-bahasa Austronesia. Dari daftar tersebut, dipilih kata-kata yang dianggap mesra dengan masyarakat Batak. Beberapa kata dikeluarkan dan
sebagai penggantinya dimasukkan sejumlah kata yang merupakan pengkhususan bagi wilayah dan budaya Batak.
Dalam daftar kosakatanya, Keraf kelihatannya menerjemahkan secara langsung kosakata yang terdapat dalam daftar 200 kosakata Swadesh, tanpa
mempertimbangkan masalah konteks. Hal demikian menyebabkan banyak kata terjemahan Keraf itu tidak merupakan isi content kosakata dasar sumbernya.
Dia mungkin lupa bahwa apa yang dimaksud Swadesh 1951 dan
Universitas Sumatera Utara
Gudschinsky 1956:175-210 dengan terjemahan bukanlah terjemahan yang terlepas dari konteks. Akibatnya, dia memuat kata-kata ekor dan hati yang
masing-masing bermakna ambigu, jika tidak dilengkapi dengan keterangan. Kata ekor dapat ditafsirkan sebagai bagian dari organ tubuh hewan dan satuan untuk
mengatakan jumlah hewan. Sama halnya, kata hati bisa ditafsirkan sebagai bagian organ tubuh manusia atau hewan dan perasaan manusia terhadap sesuatu.
Pada hal, yang dimaksud Swadesh dengan ekor adalah tail organ tubuh hewan dan hati adalah lever organ tubuh manusia.
Selain daripada kekeliruan-keliruan itu, Keraf membuat kesalahan-kesalahan lain yang dapat menyesatkan seorang peneliti. Kesalahan-
kesalahan tersebut adalah sebagai berikut: Keraf
Swadesh Terjemahan yang seharusnya
busuk rotten log
lapuk kayu gosok
scratch itch garuk gatal
jatuh fall drop
ter jatuh kulit
skin person kulit manusia
panas warm weather
panas cuaca tongkat
stick wood tongkat kayu
tahu know
tahu verba Seharusnya Keraf lebih hati-hati dalam menerjemahkan kata-kata tersebut. Andai
kata seorang peneliti memakai daftar terjemahan ini, dan kebetulan membuat kesalahan-kesalahan dalam menentukan pasangan-pasangan kata kerabat,
sudah dapat dibayangkan betapa kaburnya hasil penelitian yang dilakukan peneliti tersebut. Keraf tidak konsisten dengan apa yang dikatakannya pada Keraf
1991:134, bahwa seorang peneliti harus cermat dalam menentukan kosakata dasar dan pasangan-pasangan kata kerabat.
Travis 1986:23, dalam penelitiannya memakai daftar kosakata yang terdiri atas 210 kata. Daftar ini dapat dijadikan sebagai bahan bandingan
Universitas Sumatera Utara
dalam penentuan kosakata dasar bbB. Travis juga mencatat cara memilih satu kata dari beberapa kata yang mungkin akan diberikan para informan sebagai
padanan bagi satu kata dalam daftar kosakata, penjaring data. Travis memilih satu dari beberapa kata yang diberikan informan sebagai
padanan dari satu kata setelah melakukan pengecekan konteks pemakaian kata- kata. tersebut. Jika informannya tidak dapat menunjukkan kata mana yang lebih
diinginkan, dia memilih kata yang pertama atas dasar bahwa pengucapan kata tersebut lebih spontan dari pengucapan kata-kata lain.
Menurut observasi yang dilakukan peneliti terhadap bahasa-bahasa Batak, adanya beberapa kata sebagai padanan satu kata dalam daftar penjaring data tidak
dapat dielakkan. Tarigan 1991:35 melengkapi teori Swadesh mengenai penentuan kata-
kata apa saja yang termasuk dalam kosakata dasar. Menurut Tarigan, kosakata dasar mencakup istilah kekerabatan, seperti: ayah, ibu, anak, adik; nama-nama
bagian tubuh, seperti kepala, rambut, mata, kata ganti diri, penunjuk, seperti: saya, dia, kami, mereka, ini, itu; kata bilangan pokok, seperti satu, dua,
tiga, sepuluh, seribu, sejuta; kata kerja pokok, seperti: makan, minum, tidur, bangun; kata keadaan pokok, seperti: suka, duka, senang, sehat, bersih; serta
benda-benda universal, seperti: langit, bulan, bintang, matahari. Berdasarkan kekuatan dan kelemahan berbagai daftar kosakata dasar
di atas, peneliti membuat daftar 300 kata yang merupakan kombinasi dari daftar kosakata Swadesh 1952;1955, Gudschinsky 1956, Rea dalam Lehman
1962, Travis 1986, Keraf 1991, dan Tarigan 1991 yang disesuaikan dengan budaya dan keadaan daerah-daerah Batak.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.6 Pengelompokan Bahasa
Tentang pengelompokan bahasa-bahasa berkerabat, Langacker 1972:339 menjelaskan bahwa kriteria dasar pengelompokan bahasa-bahasa berkerabat
adalah inovasi bersama shared innovation. Secara utuh, penjelasan tersebut dikutip di bawah ini:
The basic criterion for establishing subfamilies is shared innovation. If two or more languages have undergone a substantial
number of common changes that have not occurred in any other daughters, it is likely that these languages constitute a subfamily
and derive from a common pattern that does not underlie the other daughters.
Mengenai hal yang sama, Crowley 1992:163-164 mengatakan, bahasa- bahasa berkerabat dalam satu kelompok subgroup mempunyai tingkat kedekatan
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tingkat kedekatan tersebut dijadikan sebagai landasan pengelompokan bahasa-bahasa berkerabat.
Hal itu dapat dilihat dari data berikut:
b.Inggris b. Belanda