2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang rekonstruksi dan pengelompokan bahasa-bahasa rumpun Austronesia telah dilakukan sejumlah peneliti. Namun penelitian tentang
rekonstruksi dan pengelompokan bbB masih sangat terbatas. Rekonstruksi proto-Melayu telah dilakukan oleh Adelaar 1992 yang
metodenya dikritik oleh Kridalaksana. Adelaar melakukan rekonstruksi fonologi serta rekonstruksi sebagian dari leksikon dan morfologinya.
Nothofer 1988 juga telah melakukan rekonstruksi atas dua kelompok bahasa Austronesia, yakni proto-Malay dan proto-Malayc. Selain dari penelitian
histroris komparatif terhadap bahasa Melayu, penelitian histroris komparatif terhadap bahasa Bali, Sasak, dan Sumbawa telah dilakukan. Mbete melakukan
penelitian tentang refleks PAN q dan R terhadap bahasa Bali, Sasak, dan Sumbawa. Penelitian tersebut merupakan rekonstruksi dari atas ke bawah top-
down. Dalam penelitiannya, dia merujuk rekonstruksi PAN yang dilakukan Dempwolff 1938, Dyen 1975, dan Blust 1980 dengan menggunakan data
bahasa-bahasa turunan Austronesia, yakni bahasa Bali, bahasa Sasak, dan bahasa Sumbawa.
Di samping itu, penelitian terhadap relasi historis kekerabatan bahasa Flores telah dilakukan Fernandez 1996 dan penelitian tentang refleks fonologis
protobahasa Austronesia PAN pada bahasa Lubu BL telah dilakukan Masrukhi 2002.
Sementara itu, penelitian tentang rekonstruksi dan pengelompokan turunan Austronesia selain dari bahasa Melayu, termasuk bbB masih sangat
terbatas. Penelitian diakronis terdahulu terhadap bbB yang dapat dicatat dalam
Universitas Sumatera Utara
disertasi ini adalah penelitian yang dilakukan Voorhoeve 1955 dan Panggabeaan 1994.
Voorhoeve 1955, dalam penelitiannya tentang bbB melakukan rekonstruksi proto-bahasa-bahasa tersebut yang hasilnya adalah, bahasa Toba dan
bahasa Angkola adalah kelompok Batak Selatan, bahasa Karo, bahasa Alas, dan bahasa Dairi adalah kelompok Batak Utara, sedangkan bahasa
Simalungun adalah bahasa Batak Timur. Namun dia mempunyai data yang sangat terbatas dan hanya memberikan data mengenai variasi fonem-fonem
tertentu dalam bbB. Dia mengelompokkan bbB dengan mengatakan bahwa proto- fonem k berubah menjadi fonem h dalam bahasa Batak Selatan dan Batak
Simalungun dan fonem tersebut diwariskan secara linear dalam bahasa Batak Utara.
Seharusnya, Voorhoeve menunjukkan pada posisi mana perbedaan bunyi tersebut terjadi. Yang lebih penting, fonem h dalam kelompok bahasa Batak
Selatan bahasa Toba dan bahasa Angkola tidak selalu k dalam bahasa Batak Selatan bahasa Karo, bahasa Dairi, dan bahasa Alas, terlepas dari posisi fonem-
fonem tersebut. Di samping itu, Voorhoeve tidak menunjukkan rumus-rumus perubahan bunyi bbB yang sangat erat hubungannya dengan rekonstruksi proto-
bahasa. Kedua penelitian tersebut membuka celah bagi penelitian yang lebih
komprehensif. Atas dasar itu, penelitian ini akan menutupi dan membaharui keterbatasan data yang dimiliki Voorhoeve dalam melakukan pengelompokan
melalui rekonstruksi proto-bbB. Penelitian ini juga akan mengoreksi data dari segi keakuratan penjaringan kosakata dasar dan transkripsi fonetiknya. Selain itu,
penelitian ini melengkapi analisis diakronis yang dilakukan Panggabean melalui
Universitas Sumatera Utara
rekonstruksi proto-bbB. Mengenai pengelompokan bbB, Panggabean menggunakan metode kuantitaif dengan menghitung persentase kekerabatan.
Dalam penelitian ini, pengelompokan dengan metode kualitatif yakni analis perangkat-perangkat korespondensi akan melengkapi pengelompokan dengan
metode kuantitatif. Sementara itu, Panggabean 1994:293-294 dalam penelitiannya tentang
waktu pisah dan pengelompokan bahasa-bahasa Batak menunjukkan bahwa tingkat kekerabatan dialek Toba-dialek Angkola adalah 85 dengan waktu pisah
233-445 tahun, bahasa Toba-bahasa Karo 66 dengan waktu pisah 888-1.112 tahun, bahasa Toba- bahasa Simalungun 67 dengan waktu pisah 888-1.000
tahun, bahasa Toba-bahasa Dairi 69 dengan waktu pisah 777-999 tahun, bahasa Toba-bahasa Alas 57 dengan waktu pisah1.222-1.444 tahun, bahasa Toba-
bahasa Karo 60 dengan waktu pisah dengan waktu pisah 1.111-1.333 tahun, bahasa Angkola-bahasa Simalungun 62 dengan waktu pisah 1.000-1.222 tahun,
bahasa Angkola-bahasa Dairi 66 dengan waktu pisah 888-1.112 tahun, bahasa Angkola-bahasa Alas 59 dengan waktu pisah 1.166-1.388 tahun, bahasa Karo-
bahasa Simalungun 65 dengan waktu pisah 944-1.044 tahun, bahasa Karo- bahasa Simalungun 65 dengan waktu pisah 944-1.044 tahun, dialek Karo-dialek
Dairi 76 dengan waktu pisah 555-667 tahun, dialek Karo-dialek Alas 59 dengan waktu pisah 1.111-1.333 tahun dan dialek Dairi-dialek Alas 70 dengan
waktu pisah 722-944. Dalam penelitian itu, disebutkan bahwa dialek Toba-dialek Angkola
berada dalam kelompok bahasa satu bahasa, dialek Karo-dialek Dairi-dialek- dialek Alas juga berada dalam kelompok bahasa satu bahasa, dan bahasa
Simalungun tidak termasuk dalam kedua kelompok tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun Panggabean menunjukkan hasil analisis diakronis dengan teknik leksikostatistik, transkripsi fonetik datanya kurang akurat, khususnya
bahasa Karo, bahasa Dairi, dan bahasa Alas serta variasi vokal dalam masing- masing bahasa. Di samping itu, Panggabean tidak menunjukkan analisis
rekonstruksi proto-bahasa dan pengelompokan berdasarkan rekurensi fonemis.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
3.1 Metode Penelitian
Menurut Bloomfield 1995:308, metode penelitian komparatif merupakan satu-satunya metode yang tepat untuk merekonstruksi asal-usul bahasa dan sejarah
bahasa-bahasa berkerabat. Atas dasar itu, metode penelitian ini adalah metode kualitatif-komparatif.
Bogdan dkk 1982 dalam Sugiyono 2010:21 mengatakan bahwa metode kualitatif adalah metode yang datanya bersifat alamiah, deskriptif, dan induktif
yang mengutamakan proses dari hasil serta menjadikan makna sebagai hal yang sangat penting. Sementara itu, seperti dijelaskan pada bagian terdahulu penelitian
ini, metode komparatif adalah metode yang digunakan untuk menemukan hubungan genetis antara bahasa-bahasa berkerabat.
Dalam pengumpulan data, ujaran para penutur asli bbB direkam. Kemudian, data tersebut yang terdiri atas bA, bS, bPD, bA, bK, dan bM
dibandingkan satu dengan yang lain dengan metode komparatif untuk mengetahui perangkat korespondensi bunyi, proto-fonem dan proto-morfem kata bbB, dan
pengelompokan bahasa-bahasa itu.
3.2. Sumber Data
Sumber data penelitian ini terdiri atas kata-kata yang diartikulasikan oleh para penutur asli informan bbB. Untuk memperoleh data, peneliti memberikan
instrumen penjaring data yakni daftar 300 kosakata dasar kepada para penutur
Universitas Sumatera Utara