Distribusi k dan h seperti di atas didukung oleh data nomor 136,
152, 159, 164, 166, 213, 222, 230, 279, dan 284 seperti disebutkan pada bagian terdahulu.
Innovasi k dalam perangkat korespondensi h-,h-,k-,h-,k-,h-
dapat ditunjukkan dalam diagram berikut: k-
k h-
Diagram 4.27 Perangkat Korespondensi h-,h-,k-,h-,k-,h-
l. Proto-fonem Perangkat Korespondensi -k-,-k-,--,-k-,--,-k-
Seperti dalam rekonstruksi perangkat korespondensi -,-h,-h,-,-h,- , dalam rekonstruksi fonemis -k-,-k-,--,-k-,--,-k- prinsip kelinearan
dan distribusi terluas atau majority wins tidak dapat diterapkan karena tidak diwariskan secara linear dari pbbB dan karena k sudah ditetapkan sebagai
proto-fonem h-,h-,k-,h-,k-,h-. Untuk menentukan proto-fonem perangkat bunyi tersebut, dirujuk prinsip
yang dikemukakan Crowley 1992:96,”Any reconstruction should involve sound changes that are plausible.” Dalam bahasa Indonesia, kalimat tersebut
mempunyai makna, “Setiap rekonstruksi harus melibatkan perubahan-perubahan bunyi yang wajar.” Dia menjelaskan bahwa lenisi pelemahan bunyi lebih
mungkin terjadi dari fortisi penguatan bunyi dengan memberikan contoh, perubahan k menjadi k
→ lebih mungkin terjadi dari perubahan menjadi k
→ k .
Universitas Sumatera Utara
Tentang pelemahan dan penguatan bunyi, Crowley menunjukkan bagan berikut:
Kuat Lemah
b p
d l
s r
a
k
Bagan tersebut menunjukkan bahwa bunyi bersuara lebih kuat dari bunyi tak bersuara seperti b dan p, bunyi yang dihasilkan dengan titik
artikulasi yang lebih depan lebih kuat dari bunyi yang dihasilkan dengan titik artikulasi yang lebih belakang seperti d dengan l, s dengan r dan
k dengan serta vokal belakang lebih kuat dari vokal tengah seperti a dengan .
Akan tetapi prinsip tersebut tidak dapat sepenuhnya merekonstruksi proto- fonem perangkat korespondensi k-k--k--k karena bagan di atas tidak
meliputi perubahan menjadi k → k atau k
menjadi k → . Kedua bunyi tersebut mempunyai titik
artikulasi yang sama yakni dorsovelar. Di samping itu, Crowley 1992: 39, mengakui bahwa para linguis lebih tergantung pada intuisi atau guesswork
daripada apa lenisi dan fortisi itu sebenarnya. Namun, prinsip bahwa setiap rekonstruksi harus melibatkan perubahan bunyi yang masuk akal, dapat dirujuk
dengan menemukan mana di antara → k dan k →
yang lebih masuk akal. Dalam proses asimilasi bT, lebih sering menjadi conditioned sound
daripada conditioning sound atau lebih cenderung dipengaruhi diubah oleh
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya. Pike 1968:58 mengatakan bahwa bunyi cenderung dimodifikasi oleh lingkungannya. Perhatikan kecenderungan asimilasi yang dialami
dalam bbB seperti berikut: 1.
berubah menjadi k apabila diikuti oleh kata berfonem awal
p seperti dalam da + prlu → dakprlu tidak
perlu. Hal ini terjadi karena p yang merupakan bunyi hambat bilabial tak bersuara mempengaruhi melalui proses asimilasi
progresif penuh supaya mirip dengan dia sehingga berubah menjadi k yang merupakan bunyi hambat tak bersuara.
2. berubah menjadi k apabila diikuti oleh kata berfonem awal
h seperti dalam du + h → dukk. Hal ini terjadi
karena yang merupakan bunyi nasal velar dipengaruhi oleh bunyi yang mirip dengan dia yakni k yang merupakan bunyi hambat velar
alih-alih bunyi h yang merupakan bunyi glotal dan tidak mirip dengan ciri fonetis . Setelah berasimilasi menjadi k,
fonem ini mengubah h menjadi k supaya identik dengan dia. 3.
berubah menjadi k apabila diikuti oleh kata yang berfonem
awal s seperti dalam da + saut → daksaut tidak
jadi. Hal ini terjadi karena yang merupakan bunyi nasal velar tidak dapat dipengaruhi secara langsung oleh bunyi s yang merupakan
bunyi frikatif tak bersuara yang tidak mempunyai kemiripan secara fonetis dengan sehingga s mengubah menjadi k
yang mempunyai ciri fonetis tak bersuara. 4.
berubah menjadi k apabila diikuti oleh kata yang berfonem awal t seperti dalam mana + tuk
→ manaktuk
Universitas Sumatera Utara
atau tuak. Hal ini terjadi karena yang merupakan bunyi nasal velar tidak dapat dipengaruhi secara langsung oleh bunyi t yang
merupakan bunyi hambat dental tak bersuara yang tidak mempunyai kemiripan secara fonetis dengan sehingga t mengubah
menjadi k yang mempunyai ciri fonetis hambat tak bersuara. Asimilasi regresif tersebut dikuatkan oleh Sibarani 1997 dalam Marice
2010:299 yang menjelaskan + p → kp, + s → ks,
dan + t → kt.
Selain dipengaruhi seperti dijelaskan di atas, dapat mempengaruhi bunyi yang mendahuluinya atau mengalami kebertahanan seperti dalam contoh
berikut: 1.
mempengaruhi atau mengubah n menjadi apabila mengikuti bunyi yang berfonem awal n seperti dalam tgn +
li → tgli. Hal ini terjadi karena
mempengaruhi n supaya identik dengan dia. 2.
tidak berubah apabila diiukti oleh kata berfonem awal seperti dalam una+llan
→ una llan supaya jangan bosan. Hal ini terjadi karena kedua bunyi tersebut tidak perlu
lagi saling mempengaruhi akibat keidentikannya. Meskipun dapat menjadi conditioning sound dan bertahan, bunyi
tersebut cenderung menjadi conditioned sound seperti terlihat pada nomor 1, 2, 3, dan 4 di atas. Dalam asimilasi regresif di atas, bahkan berubah menjadi
k → k . Sebaliknya, k menjadi k →
tidak pernah terjadi lihat Sibarani 1997.
Universitas Sumatera Utara
Atas dasar itu, dapat dikatakan bahwa dalam perkembangan sejarah bbB,
berubah menjadi k dalam bT. Dengan demikian, perangkat
korespondensi k-k--k--k dapat diubah menjadi -k--k--k. Untuk menguatkan rekonstruksi perangkat korespondensi tersebut, data
tentang distribusinya dapat diperluas dengan merujuk bahasa yang mempunyai hubungan genetis terdekat dengan bbB yakni bAl. Dalam bAl, glos tongkat
adalah tkat dan tangkap adalah takap lihat Panggabean 1994:185-186. Dengan demikian, dominasi distribusi dibanding dengan
k untuk glos tongkat dapat dilihat di bawah ini: BT
BS BPD
BA BK
BM BAl
tukt tukkt
tket tukkt
tkat tukkt
tukt takup
takkap takap
takkup takap
takkup takup
Di samping itu, dalam bbB, klaster konsonan kk dan k dalam realisasi fonetis ditulis dengan k. Misalnya, padanan kata tongkat yang
direalisasikan secara fonetis dengan tukkt dalam bT, tukkt dalam bS, tket dalam bPD,
tukkt dalam bA, tkat
dalam bK, dan tukkt dalam bM ditulis dengan tungkot dalam semua bahasa tersebut. Hal itu mengindikasikan bahwa dalam sejarah perkembangan
bbB, kk dulunya adalah k setelah berubah menjadi k dalam bT, bA, dan bM.
Innovasi dalam perangkat korespondensi -k-,-k-,--,-k-,--,-k-
dapat ditunjukkan dalam diagram berikut: -
k-
Universitas Sumatera Utara
Diagram 4.28 Perangkat Korespondensi -k-,-k-,--,-k-,--,-k-
m. Proto-fonem Perangkat Korespondensi -d-,-n-,-n-,-n-,-n-,-n-