2.1.1.6 Pengelompokan Bahasa
Tentang pengelompokan bahasa-bahasa berkerabat, Langacker 1972:339 menjelaskan bahwa kriteria dasar pengelompokan bahasa-bahasa berkerabat
adalah inovasi bersama shared innovation. Secara utuh, penjelasan tersebut dikutip di bawah ini:
The basic criterion for establishing subfamilies is shared innovation. If two or more languages have undergone a substantial
number of common changes that have not occurred in any other daughters, it is likely that these languages constitute a subfamily
and derive from a common pattern that does not underlie the other daughters.
Mengenai hal yang sama, Crowley 1992:163-164 mengatakan, bahasa- bahasa berkerabat dalam satu kelompok subgroup mempunyai tingkat kedekatan
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tingkat kedekatan tersebut dijadikan sebagai landasan pengelompokan bahasa-bahasa berkerabat.
Hal itu dapat dilihat dari data berikut:
b.Inggris b. Belanda
b. Jerman b. Perancis
b.Italia b.Rusia
wn e:n
ains ce
uno
adin
tu: twe: tsvai due
dva i:
dri: d ʶai tʶwa tre
tri fo: fi:r fi:
ʶ kat
ʶ kwatro tetire
faiv fif fynf
sk tikwe
pat
Terdapat keidentikan yang cukup untuk menempatkan keenam bahasa di atas dalam satu kelompok. Lebih jauh, terdapat keidentikan yang menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
bahasa Inggris, bahasa Jerman, dan bahasa Belanda lebih dekat antara satu dengan yang lain dibanding dengan ketiga bahasa lainnya. Sama halnya, bahasa Perancis
dan bahasa Italia lebih dekat antara satu dengan yang lain dibanding dengan keempat bahasa lainnya. Sementara itu, bahasa Rusia terlihat berdiri sendiri. Hal
ini menunjukkan dalam keluarga bahasa tersebut, terdapat tiga kelompok bahasa. Kelompok pertama terdiri atas bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa
Jerman. Kelompok kedua terdiri atas bahasa Perancis dan bahasa Italia. Kelompok ketiga terdiri atas hanya bahasa Rusia.
Pengelompokan tersebut dapat ditunjukkan dalam diagram pohon berikut: Proto-Indo-Europa
Proto-Jerman Proto-Romanik
b.Inggris b.Belanda b.Jerman b.Perancis b.Italia b.Rusia
Diagram 2.1 Pengelompokan Bahasa
Diagram tersebut menunjukkan bahwa bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman diturunkan oleh bahasa yang sama, yakni proto-Jerman
proto-Germanic. Proto-Jerman dan ketiga bahasa lainnya diturunkan oleh bahasa yang sama, yakni proto-Indo-Eropa proto-Indo-European.
Menurut Crowley, pengelompokan bahasa tidak didasarkan pada retensi bersama shared retention melainkan pada inovasi bersama inovasi shared
innovation bahasa-bahasa berkerabat. Menggunakan retensi bersama sebagai dasar pengelompokan bahasa tidak tepat karena terlalu banyak bunyi yang
Universitas Sumatera Utara
mengalami retensi dalam bahasa-bahasa berkerabat. Inovasi dijadikan sebagai landasan pengelompokan bahasa didasarkan pada fakta bahwa inovasi dalam satu
bahasa tidak mungkin terjadi secara tersendiri dan pasti mempunyai hubungan dengan inovasi pada bahasa-bahasa kerabatnya. Namun perlu diperhatikan bahwa
inovasi bersama dapat terjadi secara kebetulan melalui proses perubahan paralel parallel development or drift.
Misalnya, dalam banyak bahasa Oseanik moderen, konsonan hilang pada akhir kata C
→___. Dalam bahasa Enggano, pulau di selatan Sumatera, inovasi yang sama juga terjadi. Namun, bahasa-bahasa Oseanik tidak berada
dalam satu kelompok dengan bahasa Enggano karena bahasa ini tidak mempunyai kemiripan lain dengan bahasa-bahasa Oseanik. Atas dasar itu, faktor-faktor
berikut harus dihindarkan: a.
perubahan bunyi yang sangat tidak biasa; b.
perubahan-perubahan fonologis, khususnya perubahan-perubahan yang tidak biasa terjadi secara bersamaan dalam bahasa-bahasa berkerabat;
c. perubahan-perubahan yang berkorespondensi dengan perubahan-
perubahan yang tidak ada hubungannya dengan perubahan-perubahan gramatikal dan semantik.
2.1.1.7 Kata Pinjaman
Langacker 1972:333
.
memberikan penjelasan mengenai kata-kata pinjaman. Meskipun tidak dapat disangkal bahwa kosakata dasar bersifat uni-
versal yang memperkecil kemungkinan adanya pinjam-meminjam, ada baiknya diperhatikan secara serius kemungkinan adanya kata-kata pinjaman. Dia
mengatakan bahwa :
Universitas Sumatera Utara
Borrowed lexical items often disobey otherwise general phonotactic restrictions of the borrowing language. Long lexical items that
cannot be broken down into familiar morphemes are also likely to have been borrowed.
Sapir 1921:197 mempunyai pandangan yang senada dengan Langacker tersebut. Dia mengatakan bahwa kata-kata pinjaman sering melanggar
sistem fonetik bahasa yang meminjam meskipun kata-kata pinjaman tersebut telah mengalami modifikasi fonetik.
Gudschinsky 1956 menjelaskan cara untuk menentukan kata-kata non- kerabat akibat adanya pinjaman baik dari bahasa-bahasa kerabat maupun bahasa--
bahasa nonkerabat. Menurut Gudschinsky 1956:181, kata-kata dalam .bahasa yang diteliti yang mempunyai bentuk dan arti yang sama atau mirip
dengan kata-kata dalam bahasa nonkerabat yang mempunyai atau pernah mempunyai hubungan budaya dengan bahasa yang, diteliti harus dicurigai
sebagai kata-kata pinjaman. Untuk menentukan kata-kata pinjaman dari bahasa-bahasa kerabat,
harus dilihat frekuensi munculnya fonem-fonem tertentu dalam bahasa-bahasa yang dibandingkan. Fonem-fonem yang frekuensi pemunculannya sangat
terbatas dianggap merupakan pinjaman dari bahasa yang menunjukkan frekuensi yang tinggi pemunculan fonem-fonem tersebut. Dalam membandingkan dialek
Huautta dan San Miguel bahasa Mazatec, misalnya, terlihat bahwa kata nai ayah dalam kedua dialek itu bukanlah kata-kata kerabat karena pemunculan
ai dalam dialek San Miguel hanya terbatas pada istilah-istilah keagamaan, sedangkan dalam dialek Huautla, pemunculan klaster itu tidak terbatas.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitiannya terhadap delapan bahasa nusantara, Kridalaksana 1963-1973 mengatakan bahwa kata-kata yang sama bentuk dan artinya dalam
dua bahasa nonkerabat dianggap sebagai pinjaman dari sesamanya. Kridalaksana yang mengutip Gudschinsky 1956:181 membuat kekeliruan dengan
mengabaikan masalah kontak budaya antara dua bahasa nonkerabat. Persamaan bentuk dan arti tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk menentukan bahwa kata-
kata tertentu merupakan pinjaman jika kedua bahasa dalam mana kata-kata itu dijumpai tidak mempunyai atau tidak pernah mempunyai kontak budaya.
Masalah lain yang perlu mendapat perhatian dalam penelitian tersebut ada- lah, Kridalaksana tidak menunjukkan penerapan rumus-rumus penentuan
pasangan-pasangan kata kerabat dan penentuan waktu pisah bahasa-bahasa itu serta penentuan standar kesalahan. Langkah seperti ini akan menyulitkan pembaca
untuk mengetahui apakah ada kekeliruan dalam penerapan rumus-rumus tersebut. Uraian tentang kata-kata pinjaman loan words ini sangat diperlukan
untuk menghindari kesalahan dalam pengumpulan dan pemilihan data yang termasuk dalam daftar kosakata dasar yang dijadikan peneliti sebagai alat
penjaring data.
2.1.1.8 Kata-Kata Tabu
Teeter 1963 mengatakan bahwa kata-kata nonkerabat dapat terjadi akibat adanya faktor tabu atau dalam istilah Gillieron dalam V.Teeter verbal pathology.
Menurut Teeter, selain memperhatikan kata-kata kerabat, seorang peneliti perlu juga memperhatikan kata-kata nonkerabat yang muncul akibat adanya faktor
tabu, karena hal ini akan mempengaruhi akurasi penelitian. Ada kalanya, pasangan kata tertentu mempunyai bentuk dan arti yang sangat berbeda akibat adanya faktor
Universitas Sumatera Utara
tabu dalam satu bahasa kata tertentu dianggap tabu, tetapi dalam bahasa lainnya kata yang sama dianggap tidak tabu. Jika faktor tabu tidak ada, kemungkin pa-
sangan kata itu adalah berkerabat. Oleh karena itu, seorang peneliti harus menanyakan kepada informannya apakah ada di antara kata-kata yang diucapkan-
nya itu merupakan pengganti kata-kata yang dianggap tabu. Yang menjadi kesulitan dalam penerapan teori ini adalah kemungkin
bahwa peneliti dan informan tidak akan saling mengerti dalam pembicaraan yang menyangkut masalah tabu.
Kontribusi penjelasan tentang kata-kata tabu dan pengaruhnya terhadap keabsahan data adalah untuk menghindarkan masuknya kata-kata kosong karena
informan tidak menyebutkan padanan-padanan kata tertentu yang dianggap tabu.
2.1.1.9 Inovasi
Menurut Kridalaksana 1983:65, inovasi adalah perubahan bunyi, bentuk atau makna yang mengakibatkan terciptaanya kata baru.
2.1.1.10 Bahasa-bahasa Batak
Bahasa-bahasa Batak adalah bahasa-bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar masyarakat etnik Batak di Tapanuli, Sumatera Utara. Menurut
Sibarani 1997, sebagian besar masyarakat Batak bertempat tinggal di Tapanuli, sebagian lainnya di bagian Timur Laut Tapanuli yakni Simalungun, dan sebagian
lainnya di sebelah Barat Laut Danau Toba yakni Tanah Karo lihat peta pada lampiran penelitian ini. Dia menjelaskan, pembagian linguistik bahasa Batak
terdiri atas bahasa Batak Toba, bahasa Batak Karo, bahasa Batak Simalungun, bahasa Batak Pakpak Dairi, dan bahasa Batak Angkola Mandailing.
Universitas Sumatera Utara
Menurut http:id.wikipedia.orgwikiBahasa_Batak yang diunduh 20 Agustus 2013, bahasa-bahasa Batak adalah sekelompok bahasa yang dituturkan
di Sumatera Utara. Kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok yang dijuluki
Northwest Sumatra-Barrier Islands dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia.
Berdasarkan sumber itu, bahasa-bahasa Batak terdiri atas tiga kelompok yakni kelompok Utara bahasa Alas-Kluet, bahasa Dairi, dan bahasa Karo, kelompok
Selatan Toba, Angkola, dan Mandailing, dan perantara bahasa Simalungun. Sementara itu, Keraf 1991:2009 menjelaskan, bahasa-bahasa Batak terdiri atas
bahasa Toba, bahasa Karo, bahasa Simalungun, bahasa Angkola, bahasa Dairi, dan bahasa Alas.
Dalam penelitian ini, bahasa-bahasa Batak meliputi bahasa Toba, bahasa Simalungun, bahasa Pakpak Dairi, bahasa Angkola,bahasa Karo, dan bahasa
Mandailing. Alasan peneliti untuk memisahkan bahasa Angkola Mandailing menjadi bahasa Angkola dan bahasa Mandailing adalah perkembangaan kedua
bahasa telah menjadikan kedua bahasa mempunyai perbedaan yang semakin jauh.
2.2 Kerangka Teori