Pola pengasuhan anak TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 2.3 Pengukuran Makanan Balita Umur Jenisbentuk makanan Porsi Per hari Frekuensi 0 - 6 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan, ASI di berikan setiap anak menangis, siang atau malam hari makin sering makin baik Min 6x 6 - 9 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Min 6x MP-ASI Makanan Lunak Usia 6 bulan : 6 sdm setiap kenaikan usia anak 1 bulan porsi di tambah 1 sdm 2x 9-12 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Min 6x Makanan Lembik 1 piring ukuran sedang 7 sdm 4-5x Makanan Selingan 1 piring ukuran sedang 1 kali 1-2 tahun ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Makanan keluarga ½ porsi orang dewasa 10 sdm 3x Makanan selingan ½ porsi orang dewasa 2x 24 bulan Makanan Keluarga Disesuaikan kebutuhan 3x Makanan Selingan Disesuaikan kebutuhan 2x Sumber : Depkes RI, 2006 Pemilihan bahan pangan yang akan diberikan untuk bayi dan balita hendaknya disesuaikan dengan usia, karena sistem pencernaan yang relatif belum sempurna Pandi, 2008. a Usia 4 – 6 bulan Pada usia ini sudah dapat diberikan buah-buahan dan sayuran, seperti pisang ambon, pepaya, alpukat, labu kuning, bayam, wortel, dan lain-lain. b Usia 7 – 9 bulan Pada usia ini dapat ditambahkan protein hewani, seperti kuning telur dan ikan. c Usia 9 – 12 bulan Pada usia ini bahan makanan yang dapat diberikan seperti makanan berbahan dasar tepung, yaitu pasta, roti, dan sebagainya. Selain itu dapat pula diberikan protein hewani seperti ayam, daging, susu, dan produk olahannya. Dapat diberikan pula sayuran rebus dalam bentuk utuh untuk latihan mengunyah, seperti brokoli, wortel, buncis, dan sebagainya. d Usia 1 – 2 tahun Pada umumnya sudah dapat dimulai untuk makan makanan orang dewasa yang tidak terlalu keras dan merangsang terlalu pedas atau terlalu asam. e Usia 2 – 3 tahun Pada usia ini aktivitas anak sudah semakin meningkat. Oleh karena itu, selain pemberian makanan utama dapat diberikan pula makanan selingan kudapan, seperti buah-buahan, sandwich, yogurt, keju, atau pun makanan yang diolah sendiri. f Usia 3 – 5 tahun Umumnya pada usia ini anak sudah dimasukkan ke taman bermain atau taman kanak-kanak. Sehingga perlu diperhatikan pemberian sarapan dan bekal makanannya. Bekal yang dapat dipilih seperti buah-buahan, pasta, jus buah, sayuran, dan lain- lain. Saat menyiapkan dan memberikan makanan untuk balita, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan Pandi, 2008, yaitu pemilihan bahan pangan yang cocok jenis, kualitas, dan kuantitas, perlakuan terhadap bahan pangan, peralatan yang digunakan, sanitasi dan hygiene, membuat makanan secukupnya, berikan makanan sebaik-baiknya, perkenalkan satu jenis makanan saja setiap kali makan, sehingga dapat diketahui jika bayi tidak dapat menerima suatu jenis makanan dan menimbulkan reaksi alergi, variasikan makanan, berikan makanan selingan 2 kali sehari di antara waktu makan, makan bersama anggota keluarga yang lain, hindari pemberian makan dekat dengan waktu makan, makanan berlemak menyebabkan rasa kenyang yang lama, dan tetap berikan ASI sampai anak berusia 2 tahun. Menurut Angka Kecukupan Gizi AKG tahun 2012, rata- rata yang dianjurkan per oranghari kebutuhan energi anak usia 1- 3 tahun adalah sebesar 1125 kkal dan kebutuhan protein 26 gram. Sedangkan kebutuhan energi anak usia 4-6 tahun sebesar 1600 kkal dan kebutuhan protein 35 gram. Berikut adalah tabel porsi makan dan contoh pembagian makanan anak usia 3-5 tahun dalam sehari makan menurut kecukupan energi. Tabel 2.4 Anjuran Pemberian Makanan Sehari Anak Usia 3-5 Tahun Menurut Kecukupan Energi No. Bahan Makanan Penukar 1.200 kkal Jumlah Porsi Pagi Selingan Pagi Siang Selingan Sore Malam 1. Nasi 3 ¾ - 1 ¼ - 1 2. Sayur 1 ¼ - ¼ - ½ 3. Buah 3 1 ½ ½ ½ ½ 4. Tempe 1 ½ - ½ 1 - - 5. Daging 2 ½ - 1 - ½ 6. Minyak 2 ¼ ¼ ¾ - ¾ 7. Gula 1 ½ ¾ ¾ - - - 8. Susu ½ - - - ½ - Total Sehari kkal 1.200 275 112,5 437,5 87,5 287,5 No. Bahan Makanan Penukar 1.400 kkal Jumlah Porsi Pagi Selingan Pagi Siang Selingan Sore Malam 1. Nasi 3 1 - 1 - 1 2. Sayur 2 ¾ - ¾ - ½ 3. Buah 2 ½ - ½ - 2 - 4. Tempe 2 - - 1 - 1 5. Daging 3 1 - 1 - 1 6. Minyak 2 ½ - ¾ - ¾ 7. Gula 2 - 1 - 1 - 8. Susu 1 - - - 1 - Total Sehari kkal 1.400 293,75 75 381,25 275 375 Keterangan : Sumber : Kurniasih, 2010 1. Nasi 1 porsi = ¾ gelas = 100 gram = 175 kkal 2. Sayur 1 porsi = 1 gelas = 100 gram = 25 kkal 3. Buah 1 porsi = 1-2 buah = 50-190 gram = 50 kkal 4. Tempe 1 porsi = 2 potong sedang = 50 gram = 75 kkal 5. Daging 1 porsi = 1 potong sedang = 35 gram = 75 kkal 6. Minyak 1 porsi = 1 sendok teh = 5 gram = 50 kkal 7. Gula 1 porsi = 1 sendok makan = 13 gram = 50 kkal 8. Susu bubuk tanpa lemak 1 porsi = 4 sendok makan = 20 gram = 75 kkal Ada beberapa faktor yang mempengaruhi frekuensi pemberian makanan pada balita Suhardjo, 2005, yaitu : a Faktor Ekonomi. Masyarakat dengan pendapatan rendah harus membagi pendapatannya untuk berbagai keperluan lain selain makan keluarga, seperti pendidikan, transportasi, dan sebagainya. Sehingga tidak jarang persentase pendapatan untuk keperluan penyediaan makanan sangat kecil. Dengan demikian besar kecilnya pendapatan mempengaruhi pola konsumsi keluarga yang akhirnya berimbas pada keadaan gizi keluarga, khususnya anak balita yang rawan gizi. b Faktor Budaya. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi, misalnya budaya masyarakat tertentu yang menganggap suatu bahan makanan tabu untuk dikonsumsi karena alasan tertentu. Budaya di masyarakat masih ada yang memprioritaskan anggota keluarga tertentu untuk mengkonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitu umumnya kepala keluarga, sedangkan anggota keluarga lainnya menempati urutan prioritas berikutnya, dan yang paling umum mendapatkan prioritas terbawah adalah ibu rumah tangga. Apabila hal tersebut masih dianut dengan kuat oleh suatu budaya, sedangkan pengetahuan gizi belum dimiliki oleh keluarga yang bersangkutan, maka dapat menimbulkan distribusi konsumsi pangan yang tidak baik di antara anggota keluarga. Apabila keadaan tersebut berlangsung lama maka dapat mengakibatkan masalah gizi kurang dalam keluarga tersebut, terutama pada golongan rawan seperti ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita. c Banyaknya Anggota Keluarga. Jumlah anggota keluarga yang banyak akan berpengaruh pada konsumsi makanan keluarga, khususnya keluarga miskin. Pemenuhan kebutuhan makan keluarga akan lebih mudah jika anggota keluarganya sedikit. Apabila keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak akan berkurang. Ironisnya jumlah anggota keluarga yang banyak sebagian besar ditemui pada keluarga miskin, sehingga banyak anak-anak keluarga miskin menderita gizi kurang bahkan gizi buruk karena konsumsi makanannya kurang, baik dari segi jumlah maupun mutunya. Selain itu, makanan yang diberikan pada anak juga harus memenuhi kuantitas dan kualitas yang sesuai, serasi dengan tahap perkembangan anak, cara pengaturan dan pemberian makanan yang benar supaya menimbulkan selera makan, serta kebersihan, kerapihan, dan keindahan seperti kombinasi warna dan suasana saat makan perlu diperhatikan. Sehingga anak merasa makan merupakan saat-saat menyenangkan baginya Nurlinda, 2013. Sedangkan menurut Khomsan 2004, wanita memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan nasib bangsa. Melatih ibu untuk menjadi pengasuh anak yang baik akan menghasilkan generasi baru yang berkualitas. Ibu yang kelihatan bahagia ketika mengasuh anaknya akan memberikan pengaruh positif terhadap tumbuh kembang anak yang optimal. Membentuk pola makan yang baik untuk anak menuntut kesabaran seorang ibu. Pada usia prasekolah, anak sering mengalami fase sulit makan dan jika dibiarkan akan mengganggu tumbuh kembang anak karena jumlah dan jenis gizi yang masuk dalam tubuhnya kurang. Permasalahan makan bisa terjadi karena anak meniru pola makan orang tuanya, seperti tidak suka sayur, suka pilih-pilih makanan, bahkan yang mungkin sedang berdiet untuk menurunkan berat badan. Hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada perilaku makan anak. Untuk mengatasi masalah tersebut, ibu bisa memberikan makanan pada anak dalam porsi kecil, jika sudah habis ibu bisa menawarkan anak untuk menambahkan kembali. Karena ada anak yang mual ketika melihat makanan dengan porsi besar tersaji di depannya. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan, beri kesempatan anak untuk memilih makanan sendiri yang disukainya disertai dengan pengawasan dari orang tua. Sulistyoningsih 2011, kesulitan makan merupakan ciri khas anak balita atau anak prasekolah, karena pertumbuhan menjadi lebih lambat dibandingkan ketika masih bayi. Nafsu makan anak tergantung pada aktivitas fisik dan kondisi kesehatan. Ada beberapa hal yang menyebabkan anak menjadi sulit makan, yaitu : a Anak mengalami infeksi b Anak terlalu aktif sehingga kelelahan c Anak merasa kenyang, namun masih dipaksa untuk menghabiskan makanannya d Waktu makan yang tidak menyenangkan e Anak sedang terganggu secara emosional, mencari perhatian, dan terlalu mendapat perhatian berlebih Adapun gejala sulit makan pada anak adalah memuntahkan atau menghambur-hamburkan makanan yang sudah masuk ke mulut, makan berlama-lama atau memainkan makanan, menumpahkan makanan, menepis suapan dari orangtua, hanya mau makan makanan cair atau lumat, kesulitan menghisap, mengunyah, menelan, atau langsung menelan tidak mengunyah Nurlinda, 2013. Sulistyoningsih 2011 dalam bukunya yang berjudul gizi untuk kesehatan ibu dan anak juga menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak yang kesulitan makan. Upaya tersebut adalah : a Hindari menghidangkan makanan terlalu banyak b Tidak memaksa anak mencoba makanan baru c Hidangkan makanan yang bervariasi, baik dari bentuk, rasa, maupun cara penyajiannya d Tidak memarahi atau memberi hukuman jika makanan tidak dihabiskan, dan beri pujian jika anak berhasil menghabiskan makanan e Berikan kesempatan anak belajar makan sendiri f Biasakan untuk makan bersama dengan anggota keluarga yang lain Menurut Hasdianah, dkk 2014, karakteristik pola makan balita adalah sulit makan, nafsu makan berubah-ubah, cepat bosan dengan cara makan sambil duduk, sehingga perlu dengan cara bermain-main. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan nafsu makan maka ciptakan suasana makan yang menyenangkan, kembangkan kebiasaan makan yang baik dengan makanan yang beragam dan pola makan yang teratur, hindari makanan yang banyak mengandung minyak, pengawet, atau junk food lainnya.

c. Pelayanan kesehatan, sanitasi dan hygiene

Pelayanan kesehatan merupakan akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktik bidan atau dokter, rumah sakit dan persediaan air bersih. Ketidakterjangkauan pelayanan kesehatan dikarenakan jauh atau tidak mampu membayar, kurang pendidikan dan pengetahuan, merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak Adisasmito, 2007. Pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau serta kesehatan lingkungan yang buruk menyebabkan anak rentan terhadap penyakit infeksi. Ketika mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat mengakibatkan diare atau cacingan pada anak. Begitu pula dengan pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan makanan balita adalah : a Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan binatang b Peralatan makan dan memasak harus bersih c Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan pada balita harus mencuci tangan dengan sabun sebelum memberikan makan d Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri Selain kebersihan makanan, yang perlu diperhatikan juga adalah kebersihan rumah dan lingkungan sekitar. Bahan bangunan, kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko dan sumber penularan berbagai macam sumber penyakit. Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi faktor risiko penyakit diare. Faktor-faktor risiko lingkungan pada bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit maupun kecelakaan antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian, ruang tidur, kelembapan ruang, kualitas udara ruang, binatang penular penyakit, air bersih, limbah rumah tangga, sampah, serta perilaku penghuni dalam rumah Depkes, 2007 Menurut Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat Depkes RI tahun 2007 terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi suatu bangunan rumah untuk dapat dikatakan sebagai rumah sehat, yaitu : a Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah. b Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup. c Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena pengaruh luar dan dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah, bahaya kebakaran dan kecelakaan di dalam rumah. Sedangkan perilaku pemeliharaan kesehatan merupakan perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek Notoatmodjo, 2003, yaitu : a Perilaku pemeliharaan kesehatan, yaitu usaha seseorang dalam memelihara atau menjaga kesehatannya agar tidak terkena penyakit dan usaha untuk melakukan penyembuhan jika sakit. b Perilaku pencarian pengobatan, yaitu upaya atau tindakan seseorang ketika menderita penyakit mulai dari pengobatan sendiri sampai dengan pencarian pengobatan ke luar negeri. c Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, semakin besar pula kemungkinan baiknya tingkat ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak, sanitasi dan hygiene serta semakin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, begitu pula sebaliknya. Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat Notoatmodjo, 2003.

Dokumen yang terkait

Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

1 58 84

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 31 95

Analisis pola asuh gizi ibu terhadap balita kurang energi protein (KEP) yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan kabupaten Tangerang tahun 2010

9 80 325

Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil dan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2013-2015

0 7 140

Latar Belakang Tidak Meningkatnya Berat Badan Balita Setelah Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

0 33 259

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 0 12

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 0 2

HUBUNGAN ANTARA PRAKTIK PEMBERIAN MAKANANTAMBAHAN (PMT) DENGAN KENAIKAN BERAT BADAN BALITA

0 0 6

Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

0 2 25

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

0 1 7