Analisis pola asuh gizi ibu terhadap balita kurang energi protein (KEP) yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan kabupaten Tangerang tahun 2010

(1)

i

ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU TERHADAP BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS

PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010

Oleh : NURA VERIYAL

106101003348

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431H/2010 M


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Desember 2010


(3)

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 17 Desember 2010

Nura Veriyal, NIM: 106101003348

Analisis Pola Asuh Gizi Ibu Terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 xxvii + 253 halaman, 8 tabel, 3 bagan, 11 lampiran

ABSTRAK

Kekurangan gizi pada balita baik akut maupun kronis, dapat dipastikan mempengaruhi daya tahan tubuh, pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif balita, yang pada gilirannya memberikan kontribusi pada meningkatnya kematian dan kesakitan balita, serta menurunnya prestasi akademik dan produktivitas sumber daya manusia di masa mendatang. Pola asuh anak yang tidak memadai merupakan faktor penting dalam menyebabkan masalah gizi kurang pada balita. Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak, yang dapat dilihat dari perilaku ibu dalam mengasuh anaknya terutama dalam hal pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh gizi ibu yang meliputi perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010, yang dilakukan pada bulan Agustus - November tahun 2010. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus (case study). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam mengenai pengetahuan, sikap, dan praktik ibu balita dalam hal perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan balita, dan observasi terhadap praktik pemberian makan dan praktik pemeliharaan kesehatan. Informan utama dalam penelitian ini adalah ibu balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.

Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P dalam hal pemberian makan secara umum termasuk buruk, karena sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makan yang buruk. Namun meskipun demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan yang baik dalam hal penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI kepada balita, selain itu mereka juga memiliki sikap yang baik terhadap komposisi dan porsi makanan, penyiapan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI, serta memiliki praktik yang baik dalam hal pengolahan dan penyimpanan makanan, waktu pemberian makan, pemberian ASI dan pantangan makanan.


(4)

iv

Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P dalam hal pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk buruk, karena sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan dan praktik pemeliharaan kesehatan yang buruk terhadap balitanya. Namun meskipun demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki sikap yang baik terhadap semua aspek pemeliharaan kesehatan balita. Selain itu, mereka juga memiliki pengetahuan yang baik mengenai pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi dan cara pemeliharaan kesehatan balita, serta praktik yang baik dalam hal pengobatan penyakit dan pemantauan status gizi balita.

Pola asuh gizi atau perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P yang buruk dalam hal pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan, merupakan penyebab balita menderita KEP dan tidak mengalami peningkatan status gizi. Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P yang buruk, mungkin disebabkan oleh kurangnya arahan dari petugas kesehatan atau kurangnya pemahaman dan kesadaran mereka untuk mematuhi aturan petugas kesehatan, serta kurangnnya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang baik bagi balita.

Sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi ternyata memiliki pola asuh gizi yang lebih baik dibandingkan dengan ibu balita KEP penerima PMT-P yang tidak mengalami peningkatan status gizi. Faktor-faktor yang dominan dalam menaikkan status gizi adalah pemberian makanan utama dan makanan tambahan dengan porsi dan frekuensi yang cukup, serta mengandung kalori tinggi, tidak membiarkan balita jajan, dan selalu memberikan obat sesuai anjuran petugas kesehatan ketika balita sakit dan memberikan suplemen vitamin.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada petugas puskesmas sebaiknya melakukan konseling pemberian makan dengan menggunakan contoh menu makanan yang dilengkapi dengan komposisi, porsi, frekuensi dan cara penyajiannya, serta mudah dipahami oleh ibu balita, dan kegiatan konseling lebih ditingkatkan lagi terutama dalam hal pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan. Disarankan kepada instansi pemerintah, sebaiknya melakukan peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih, penyediaan jamban sehat dan tempat pengolahan sampah terpadu. Dan disarankan kepada ibu balita KEP dan keluarga, sebaiknya memberikan makanan dengan komposisi yang beragam dan porsi yang lebih besar, menambah frekuensi makan, mengurangi kebiasaan jajan balita, dan menyajikan makanan yang menarik dan bervariasi, serta menjaga kebersihan balita, diri sendiri dan lingkungan sekitar balita, dan mematuhi arahan dan petunjuk petugas kesehatan dalam usaha pemberian makan maupun pemeliharaan kesehatan balita.

Daftar bacaan: 66 (1985-2010)


(5)

v

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH

Undergraduate Thesis, 17 December 2010 Nura Veriyal, NIM: 106101003348

The Pattern of Maternal Nutrition Care Analysis for Children Under Five Years Old with Protein Energy Malnutrition who Received PMT-P in Puskesmas Pagedangan Tangerang at 2010

xxvii + 253 pages, 8 tables, 3 charts, 11 attachments ABSTRACT

Malnutrition among children under five both acute and chronic, can certainly affect the immune system, physical growth and cognitive development of infants those in turn contribute to increased mortality and morbidity in children under five years old, and decreased academic achievement and productivity of human resources in the future. The pattern of inadequate child care is an important factor in causing the problem of malnutrition. Parenting nutrition is part of the pattern of child care, which can be seen from the behavior of mothers in caring their children, especially in terms of feeding and health maintenance.

This study aims to determine the pattern of maternal nutrition care, including feeding behavior and health maintenance in children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P in Puskesmas Pagedangan Tangerang at 2010, was conducted in August - November of 2010. This study used a qualitative approach with case study research strategy. Techniques of data collection was done by in-depth interview about the knowledge, attitudes, and practices of mothers in feeding behavior and health maintenance, and observation of feeding practices and health maintenance practices. Key informants in this study were mothers of children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P in Puskesmas Pagedangan Tangerang at 2010.

Maternal behavior of children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P in terms of feeding behavior in general was bad, because most of them have the knowledge, attitudes and practices in terms of feeding behavior which included bad. But even so, most of them have good knowledge in terms of preparation or processing of food, feeding frequency, and breastfeeding for infants, other than that they also have a good attitude on the composition and amount of food, food preparation, frequency of feeding, and breastfeeding, as well as having good practice in terms of processing and storage of food, feeding time, breastfeeding and dietary restrictions.

Maternal behavior of children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P in terms of child health maintenance in general was bad, because most of them have the knowledge and practices in terms of child health maintenance which included bad. But even so, most of them have a good attitude


(6)

vi

towards all aspects of child health maintenance. In addition, they also have good knowledge about the prevention and treatment of infectious diseases and child health maintenance ways, and good practice in terms of disease treatment and monitoring of nutritional status of children.

The bad pattern of parenting nutrition or the bad maternal behavior in terms of feeding behavior and health maintenance is the cause of children under five years old who received PMT-P are suffering Protein Energy Malnutrition and not increased nutritional status. The bad behavior of mothers may be caused by a lack of referrals from health workers or lack of understanding and awareness of them to comply with the rules of health workers, as well lack of facilities and infrastructure that can support the good practices in terms of feeding behavior and health maintenance for children under five years old.

Most of the mothers of children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P who have increased nutritional status appeared to have the pattern of nutrition care better than the mothers of children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P who have not increased nutritional status. The dominant factors in improving the nutritional status is feeding of the main meal and additional food by enough in portion and frequency, and high in calories, do not let children snack, and always giving the drug as recommended by health officials when a child is sick, and provide vitamin supplements.

Based on the research, recommended to the staff of puskesmas, feeding counseling should be done by using a sample food menu that comes with the composition, the portion, the frequency and manner of presentation, and easily understood by the mother of a children under five years old, and counseling activities further enhanced, especially in terms of feeding and maintenance health. Recommended to local government, should be improving community access to clean water, provision of healthy latrine, and integrated waste processing site. And recommended to the mother and family who have children under five years old with malnutrition should be given food with varying composition and a larger portion, add the frequency of meals, reducing habits of snacks, and presents an interesting and varied food, and keep hygiene for children, yourself and the environment, and comply to the direction and guidance of health workers in the business of feeding and child health care.

Reading list: 66 (1985-2010)

Keywords: Parenting Nutrition, Behavior, Nutritional Status.


(7)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU TERHADAP BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS

PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010

Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 17 Desember 2010

Mengetahui

Minsarnawati, SKM, M.Kes Febrianti, M.Si Pembimbing I Pembimbing II


(8)

viii

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 17 Desember 2010

Mengetahui,

Penguji I

Minsarnawati, SKM, M.Kes

Penguji II

Febrianti, M.Si

Penguji III


(9)

ix

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Identitas Diri

Nama : Nura Veriyal

Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang/19 Desember 1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum Menikah

Alamat : Kp. Lengkong Kulon RT 02 RW 01 No. 47 Desa Lengkong kulon Pagedangan Tangerang 15331

Nomor Telepon : 021-5375680/ 085695389932

Riwayat Pendidikan

1994 – 2000 Madrasah Ibtidaiyah Raudlatul Irfan Lengkong Kulon 2000 – 2003 Madrasah Tsanawiyah Raudlatul Irfan Lengkong Kulon 2003 – 2006 SMA Yuppentek 1 Tangerang (Kelas III bidang studi IPA) 2006 – 2010 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu


(10)

x

LEMBAR PERSEMBAHAN

Niscaya Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha

Mengetahui apa yang ka u kerjaka . (QS. Al-Mujaadalah: 11)

Pengetahuan tidaklah cukup; kita harus mengamalkannya.

Niat tidaklah cukup; kita harus elakuka ya… ( Johann Wolfgang von Goethe)

Di a a ada ke aua , disitu ada jala

Skripsi ini mengajariku banyak hal, kesabaran, ketekunan, kerja keras, kejujuran, dan sisi lain dari kehidupan yang tak pernah ku sadari sebelumnya ada di sekelilingku….

Skripsi ini ku persembahkan untuk

Kedua Orang Tuaku tersayang...

Dan untuk semua orang tua yang selalu ingin

memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya...


(11)

xi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Pola Asuh Gizi Ibu Terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010”. Shalawat serta salam penulis mohonkan ke hadirat Allah SWT, semoga selalu dialirkan kepada nabi dan rasul akhir zaman, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, segenap sahabat dan bahkan umat-Nya. Amin.

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya skripsi ini. Terima kasih ini penulis haturkan kepada :

1. Orang tuaku tercinta atas segala doa, nasihat, perjuangan, pengorbanan serta dukungan moril dan materil yang tiada henti.

2. Bapak Prof. DR (HC) dr. MK Tajudin S.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan para dosen program studi Kesehatan masyarakat UIN syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, dan Ibu Febrianti, M.Si, selaku pembimbing skripsi. Terima kasih atas nasihat dan dukungan ibu.

5. Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, khususnya staf seksi gizi sub bagian kesehatan keluarga.


(12)

xii

6. Staf Puskesmas Pagedangan, khususnya staf yang bertugas dalam program pemberian PMT-P. Terimakasih atas segala kesempatan, bantuan dan ilmu yang diberikan selama ini.

7. Para Ibu balita penerima PMT-P beserta keluarga, terimakasih atas kesediaannya menjadi informan dan membiarkanku melihat kehidupan kalian yang memberikan banyak sekali pelajaran dan hikmah untukku. Semoga anak-anak ibu kelak menjadi anak yang sukses dan sehat. Amin.

8. Kedua adikku tersayang, atas kesediannya hidup bersamaku selama ini.

9. Sahabat-sahabatku Eka, Nur, Yeni dan sahabat satu bimbingan yang lain. Terimakasih atas doa, semangat dan bantuannya selama ini. Bersama kalian bimbingan dan pembuatan skripsi terasa menyenangkan.

10.Sahabat-sahabatku Ine, Neneng, Rena, Aulia, Nawang, Afni dan indah. Terimakasih atas saran, doa dan dukungannya, sampai kapanpun kalian tetap sahabatku.

11.Sahabat-sahabatku sedari kecil “barudak sekampung”, terimakasih untuk canda tawa, dukungan dan pengertian kalian selama menyelesaikan skripsi.

12.Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakaih untuk semua.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dan kritikanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Desember 2010


(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. ii

ABSTRAK………... iii

ABSTRACT………... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...………. vii

PENGESAHAN PANITIA SIDANG……… viii

RIWAYAT HIDUP PENULIS……….. ix

LEMBAR PERSEMBAHAN………. x

KATA PENGANTAR……….. xi iii DAFTAR ISI ..………... xiii

DAFTAR TABEL……….. xviii

DAFTAR BAGAN……….. xix

DAFTAR LAMPIRAN……….. xx

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang……….…….……… 1

1.2 Rumusan Masalah………..……….…...………. 8

1.3 Pertanyaan Penelitian……… 9

1.4 Tujuan Penelitian……….. 9

1.4.1 Tujuan Umum……….. 9


(14)

xiv

1.5 Manfaat Penelitian………..……….. 10

1.5.1 Bagi Civitas Akademika……….. 10

1.5.2 Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang… 10 1.6 Ruang Lingkup Penelitian………..………….. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 12

2.1 Perilaku………. 12

2.1.1 Pengertian………... 12

2.1.2 Proses Adopsi Perilaku……….. 13

2.1.3 Domain Perilaku……… 14

2.2 Pola Asuh Anak……… 18

2.3 Perilaku Pemberian Makan pada Balita………... 20

2.3.1 Komposisi dan Porsi Makanan Balita……… 21

2.3.2 Pengolahan dan Penyajian Makanan.………. 25

2.3.3 Frekuensi Pemberian Makanan………... 28

2.3.4 Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)... 30

2.3.5 Pemberian Makanan Tambahan………... 33

2.3.6 Pengukuran dan Indikator Perilaku Makan………... 34

2.4 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan pada Balita……..……... 37

2.4.1 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita dan Pencarian Pengobatan………. 38

2.4.2 Perilaku Kesehatan Lingkungan………... 41


(15)

xv

2.5 Status Gizi Balita……….. 48

2.5.1 Pengertian Status Gizi……….………... 48

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita………... 49

2.6 KEP pada Balita………..……... 51

2.6.1 Marasmus..……….. 53

2.6.2 Kwashiorkor…….……….. 54

2.6.3 Marasmik-Kwashiorkor……….. 55

2.7 Pemberian Makanan Tambahan (PMT)………... 55

2.7.1 Pengertian PMT……….. 55

2.7.2 Tujuan PMT……… 56

2.7.3 Jenis-Jenis PMT……….. 58

2.7.4 Ketentuan Pemberian PMT……… 60

2.7.5 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan PMT………. 61

2.7.6 Penyelenggaraan PMT……… 61

2.7.7 Dampak PMT pada Status Gizi……….. 62

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL, DEFINISI ISTILAH DAN HIPOTESIS……… 64

3.1 Kerangka Konseptual………... 64

3.2 Definisi Istilah……… 68


(16)

xvi

BAB IV METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN…………..……….. 78

4.1 Jenis Penelitian... 78

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 78

4.3 Informan Penelitian... 79

4.4 Instrumen Penelitian... 80

4.5 Pengumpulan Data... 80

4.6 Analisis Data... 81

4.7 Validitas Data... 83

BAB V HASIL... 85

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 85

5.1.1 Profil Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2009... 85

5.1.2 Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Tahun 2009 - 2010... 86

5.2 Karakteristik Informan... 87

5.2.1 Informan Utama... 87

5.2.2 Informan Pendukung... 94

5.3 Hasil Penelitian... 98

5.3.1 Gambaran Pengetahuan Pemberian Makan... 99

5.3.2 Gambaran Sikap Pemberian Makan... 109

5.3.3 Gambaran Praktik Pemberian Makan... 119


(17)

xvii

5.3.5 Gambaran Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita... 154

5.3.6 Gambaran Sikap Pemeliharaan Kesehatan Balita... 163

5.3.7 Gambaran Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita... 170

5.3.8 Gambaran Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita... 189

BAB VI PEMBAHASAN... 195

6.1 Pengetahuan Pemberian Makan... 195

6.2 Sikap Pemberian Makan... 199

6.3 Praktik Pemberian Makan... 203

6.4 Perilaku Pemberian Makan... 220

6.5 Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita... 223

6.6 Sikap Pemeliharaan Kesehatan Balita... 226

6.7 Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita... 228

6.8 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita... 235

6.9 Pola Asuh Gizi... 238

6.10 Faktor-Faktor yang Dominan dalam Menaikkan Status Gizi Balita.... 240

6.11 Keterbatasan Penelitian... 245

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN... 247

7.1 Simpulan... 247

7.2 Saran... 250

DAFTAR PUSTAKA………. xxi


(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Nama Tabel Halaman

Tabel 2.1 Pengukuran Makanan Balita………... 30 Tabel 3.1 Definisi Istilah……….. 68-75 Tabel 4.1 Sumber dan Metode Pengambilan Data... 84 Tabel 5.1 Karakteristik Ibu dari Balita yang Mengalami Peningkatan

Status Gizi yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010………..

88 Tabel 5.2 Karakteristik Ibu dari Balita yang Tidak Mengalami

Peningkatan Status Gizi yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010...

91 Tabel 5.3 Karakteristik Keluarga dari Balita Penerima PMT-P yang

Mengalami Peningkatan Status Gizi di Puskesmas

Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010……….. 94 Tabel 5.4 Karakteristik Keluarga dari Balita Penerima PMT-P yang

Tidak Mengalami Peningkatan Status Gizi di Puskesmas

Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010……….. 96 Tabel 5.5 Karakteristik Staf Puskesmas yang Terlibat Langsung dalam

Program PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten


(19)

xix

DAFTAR BAGAN

Nama Bagan Halaman

Bagan 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi………..… 51 Bagan 3.1 Kerangka Konseptual Pola Asuh Gizi... 67 Bagan 4.1 Model Analisis Interaktif………. 83


(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat ijin pengambilan data skripsi Lampiran 2 : Surat ijin penelitian skripsi

Lampiran 3 : Surat keterangan telah melakukan penelitian skripsi

Lampiran 4 : Pedoman wawancara mendalam bagi ibu dari balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 Lampiran 5 : Pedoman wawancara mendalam bagi keluarga dari balita KEP yang

mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010

Lampiran 6 : Pedoman wawancara mendalam bagi Staf Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang yang terlibat langsung dalam program PMT-P Lampiran 7 : Pedoman Observasi

Lampiran 8 : Matriks hasil wawancara mendalam dengan informan utama ibu balita Penerima PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010

Lampiran 9 : Matriks hasil wawancara mendalam dengan informan pendukung keluarga ibu balita Penerima PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010

Lampiran 10: Matriks hasil wawancara mendalam dengan informan pendukung staf puskesmas yang terlibat dalam program PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010


(21)

xxi

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Dina S dan Maria Poppy, Herlianty, 2003, Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita, Puspa Swara, Jakarta.

Almatsier, Sunita, 2004, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Cetakan ke Empat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anonim, 2008, Status Gizi, Persagi Cabang Kapuas Kalteng, November 2008, [online] [Diakses tanggal 21 Juni 2010]; <http://persagikapuas.blogspot.com/>.

, 2009, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Anak Usia Prasekolah, Pro-Health, Februari 2009, [online] [Diakses tanggal 21 Juni 2010]; <http://forbetterhealth.wordpress.com>.

, 2010, Materi IV Observasi, [online] [Diakses 13 juli 2010]; <http://wimamadiun.com/>.

Arisman, 2002, Gizi Dalam Daur Kehidupan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Palembang.

Austin, J.E. 1981, Agroindustrial Project Analysis, EDI Series in Economic Development, Washington, D.C. USA.

Baum, Frans, 1998, The New Public Health an Australian Perspective , Oxford University Press, Melbourne.

Bochari, 2009, Pengertian Septictank, [online] [Diakses 10 April 2011]; <http://teorikuliah.blogspot.com/>.

CORE, 2003, Buku Panduan Pemulihan yang berkesinambungan Bagi Anak Malnutrisi, Diterjemahkan oleh Project Concern International/PCI-Indonesia.


(22)

xxii

Depkes RI, 2002, Pemantauan Pertumbuhan Anak, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta.

, 2007, Buku Saku Rumah Tangga Sehat dengan PHBS, Pusat Promosi Kesehatan, Depkes RI, Jakarta.

, 2008, Laporan Hasil RISKESDAS 2007, Depkes RI, Jakarta.

, 2009, Pedoman Penanganan dan Pelacakan Balita Gizi Buruk, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta.

Guthrie, H. and Picciano, 1995, Human Nutrition, Masby, New York.

Harsiki, Trinabasilih, 2003, Hubungan Pola Asuh Anak dan Faktor Lain Dengan Keadaan Gizi Anak Batita Keluarga Miskin Di Pedesaan dan Perkotaan Propinsi Sumatera Barat Tahun 2002, Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok.

Herawati, M.I. Tri Hadiah, 1999, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Bagi Balita KEP Terhadap Perubahan Status Gizi Balita di Empat Puskesmas Kabupaten Sidoarjo Tahun 1998, Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok.

Husin, Cut Ruhana, 2008, Hubungan Pola Asuh Anak dengan Status Gizi Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nangroe Aceh Darussalam Tahun 2008, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Jahari, A.B. dan Sandjaya, dkk, 2000, Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis (Analisis Data Antropometri Susenas 1989 s/d 1999), Jakarta, Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi.


(23)

xxiii

Jelliffe and Jelliffe, 1989, Community Nutritional Assessment. Oxford University Press, New York.

Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003, Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja), Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Karyadi, Lies Darwin, 1985, Pengaruh Pola Asuh Makan Terhadap Kesulitan Makan Anak Bawah Tiga Tahun (BATITA). Tesis Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor. Khomsan, Ali, 2000, Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi, Jurusan Gizi Masyarakat

dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Khomsan, Ali dan Yayuk Farida, Baliwati. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Depok.

Khomsan, Ali, Faisal Anwar, dkk, 2007a, Studi Implementasi Program Gizi: Pemanfaatan, Cakupan, Keefektifan dan Dampak Terhadap Status Gizi Balita, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, Bogor.

, dkk, 2007b, Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Balita, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, Bogor.

Kodariyah, Witri, 2010, Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Makan Pada Anak Usia Prasekolah (1-3 Tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Timur Kota Bogor Tahun 2009. Skripsi FKIK KESMAS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kodyat, A.B, 2001. Masalah Gizi Apa Tantangannya dan Bagaimana Penanggulangannya. Jurnal Data dan Informasi Kesehatan Vol 1.


(24)

xxiv

Latief, abdul, dkk, 2002, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta.

Maulana, Mirza, 2008, Anak Autis: Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat, Kata Hati, Yogyakarta.

Maulana, Heri D.J. 2009, Promosi Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Milles dan Hubberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Gramedia, Jakarta.

Moehji, Sjahmien, 1988, Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita, Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

, 2003, Ilmu Gizi, Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

, 2008, Bayi Sehat dan Cerdas Melalui Gizi dan Makanan Pilihan: Panduan Asupan Gizi untuk Bayi dan Balita, Pustaka Mina, Jakarta.

Moeleong, Lexy J. 1991, Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosadakarya, Bandung.

Moersintowarti, dkk, 2002, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Sagung Seto, Jakarta.

Nency Y dan Arifin MT, 2005, Gizi Buruk Ancaman Generasi yang Hilang, Inovasi Online, edisi vol 5/XVII/November, [online] [Diakses pada tanggal 12 Juli 2010]; <www.inovasi.online.com>

Notoatmodjo, Soekidjo, 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta.

, 2003a, Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.


(25)

xxv

, 2004, Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. , 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Pudjiadi, Solihin, 2005, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Edisi Keempat, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta.

Rosmana, Dadang, 2003, Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan di Kabupaten Serang Propinsi Banten Tahun 2003, Tesis, Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok.

Santoso, Soegeng dan Ranti, Anne Lies, 1999, Kesehatan Dan Gizi. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Sarmin dan Rachmawaty Fitri, 2009, Cara Mendeteksi Gizi Buruk Pada Balita. al-Mawaddah [online], [diakses pada 8 Juni 2010], <http://almawaddah.wordpress.com/>.

Satoto, 1997, Fitrah dan Tumbuh Kembang Anak, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Gizi, UNDIP Semarang.

Sayogyo, 1994, Pembangunan Daerah dan Masyarakat NTT, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Sediaoetama, Acmad Djaeni, 2008, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I, Cetakan ke Delapan, Dian Rakyat, Jakarta.

, 2009, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II, Cetakan ke Enam, Dian Rakyat, Jakarta.

Soekirman, 1994, Masalah Gizi Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua, Agenda Pelita VI dalam Widya Karya Pangan dan Gizi, LIPI, Jakarta.


(26)

xxvi

, 2000, Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat, Ditjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Soenardi. T, 2000, Makanan untuk Tumbuh Kembang Bayi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [online] [Diakses pada tanggal 12 juli 2010]; <http://repository.usu.ac.id/>

Soetjiningsih, 1998, Tumbuh kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Surabaya.

Suhardjo, 2003, Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Suherman, Roji, 2007, Pengetahuan dan Sikap 12 IBU Balita Gizi Buruk yang Mendapat Program PMT Pemulihan Tahun 2006 Terhadap Peningkatan Status Gizi Balita Di Wilayah Puskesmas Grogol Depok, Tesis, Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok.

Sunarti, E, 2004, Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menengah, Media Kompotindo, Jakarta.

Supariasa, I.D.N, dkk, 2002, Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Susanto, 2003, Gizi dan Kesehatan, Bayu Media, Malang.

Widjaja, M.C, 2007, Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan Balita, Agromedia Pustaka.

Yunarto, Heri, 2004, Karakteristik Balita Dan Keluarga Yang Berhubungan Dengan Perubahan Status Gizi Pada Balita Gizi Buruk Penerima PMT-P Di Kabupaten Renjang Lebong Tahun 2003. Skripsi FKM UI Depok.


(27)

xxvii

Yuniarti, 2010, Analisis Pola Makan dan Aktifitas Fisik Siswa-Siswi Gizi Lebih Di SMA LABSCHOOL Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009, Skripsi FKIK KESMAS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Zulkarnaen, 2008, Hubungan Karakteristik Keluarga Terhadap Kenaikan Berat Badan Balita Gizi Buruk Di Klinik Gizi Puslitbang Gizi Dan Makanan Bogor Tahun 2007. Skripsi FKIK KESMAS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(28)

(29)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Faktor yang cukup dominan yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang ialah perilaku yang kurang benar di kalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan makanan kepada anggota keluarganya, terutama kepada anak-anak. Memberikan makanan (feeding) dan perawatan anak (caring) yang benar mencapai status gizi yang baik melalui pola asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak (Satoto, 1997). Pola asuh anak yang tidak memadai merupakan faktor yang penting dalam menyebabkan masalah gizi kurang pada balita.

Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental, dan sosial, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003). Sedangkan pola asuh anak menurut Sayogyo (1994) adalah praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan makanan balita dan pemeliharaan kesehatan. Selanjutnya menurut Zeitlin (2000) dalam Rosmana (2000), pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan


(30)

2

perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.

Sedangkan Longurst dan Tomkins dalam Harsiki (2003) menyatakan bahwa perilaku pengasuhan mencakup empat aspek yaitu (1) perilaku pengasuhan dalam pemberian makanan, (2) perilaku pengasuhan dalam higiene, (3) perilaku pengasuhan dalam psiko sosial, (4) perilaku pengasuhan dalam kesehatan. Dengan keempat aspek pengasuhan ini, tidaklah mengherankan apabila kualitas pengasuhan ini berpengaruh terhadap jumlah hari sakit dan status gizi balita, serta pada gilirannya akan menjadi faktor penting dan menentukan dalam tumbuh kembang anak balita.

Menurut Sunarti (2000), pola asuh anak berhubungan dengan keadaan ibu tentang kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh anak. Selanjutnya menurut Suhardjo (2003), sikap dan pengetahuan gizi ibu dibutuhkan untuk memperbaiki pola makan anak agar kecukupan gizi anak terpenuhi, dan dengan cara ini mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pengetahuan gizi ibu yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengaruh yang besar terhadap kondisi gizi keluarga.

Dari studi positive deviance yang dilakukan Nency (2005), diketahui bahwa pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin,


(31)

3

ternyata anaknya lebih sehat (Nency, 2005). Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Harsiki (2003) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat bermakna antara pola asuh anak dengan keadaan gizi anak batita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang pola asuh anak semakin besar kemungkinan memberikan dampak terjadi KEP pada anak batita sebesar 2,568 kali dibandingkan pola asuh anak yang cukup. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rosmana (2003) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola asuh gizi dengan status gizi anak usia 6-24 bulan.

Kekurangan gizi pada anak baik akut maupun kronis, dapat dipastikan mempengaruhi daya tahan tubuh, pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif anak yang pada gilirannya memberikan kontribusi pada meningkatnya kematian dan kesakitan anak serta menurunnya prestasi akademik dan produktivitas sumber daya manusia di masa mendatang (Depkes RI, 2009). Sedangkan menurut Almatsier (2001), kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental (kemampuan berfikir). Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun, kekurangan gizi pada usia ini dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen (Almatsier, 2001).

Pudjiadi (2005) menyatakan Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi Indonesia maupun banyak negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Pada penyakit KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat


(32)

4

kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada derajat yang sangat ringan sampai berat (Pudjiadi, 2005).

Timbulnya masalah gizi pada anak terkait dengan beberapa faktor baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Kodyat (2001) faktor yang langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi makanan dan penyakit infeksi, dan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi adalah faktor ekonomi, sosial politik, budaya dan kepercayaan, faktor fisik dan lingkungan sosial juga tingkat pendidikan.

Hasil Riskesdas tahun 2007 memperlihatkan bahwa secara umum prevalensi gizi buruk dan gizi kurang menurut indikator BB/U di Indonesia yaitu gizi buruk sebesar 5,4% dan gizi kurang sebesar 13,0%. Untuk Provinsi Banten prevalensi gizi buruk yaitu sebesar 4,4% dan gizi kurang 12,2%. Sedangkan untuk Kabupaten Tangerang prevalensi gizi buruk yaitu sebesar 2,6% dan gizi kurang sebesar 10,3%. Meskipun prevalensi gizi buruk di Kabupaten Tangerang dan Provinsi Banten dibawah angka prevalensi nasional, namun masalah ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang pada bulan Juni 2010, diketahui bahwa jumlah kasus balita gizi buruk pada tahun 2009 yaitu sebesar 0,79% (65 balita) dan balita gizi kurang sebesar 9,21% (761 balita). Sedangkan berdasarkan bulan penimbangan balita bulan Februari tahun 2010 diketahui bahwa jumlah kasus balita gizi buruk meningkat menjadi 0,84% (71 balita), namun jumlah balita gizi kurang menurun menjadi 5,49% (462 balita). (Dokumen Puskesmas, 2009).


(33)

5

Adapun upaya penanggulangan gizi buruk pada balita yang dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui program PMT-P balita gizi buruk. Menurut Depkes RI (1999), Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) melalui Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) dengan sasaran keluarga rawan seperti keluarga miskin, yang memenuhi syarat gizi dan dalam jangka waktu tertentu, bila tidak disertai penyakit kronis diharapkan dapat memperbaiki status gizi balita. Program ini ternyata dapat menurunkan angka gizi buruk dari 8,1% pada tahun 1999 menjadi 6,3% pada tahun 2001 (Depkes RI, 2003 dalam Suherman, 2007).

Hasil penelitian tentang PMT di Guatemala tahun 1995 menunjukkan bahwa PMT yang diberikan kepada balita umur 6 – 36 bulan dengan jumlah energi 128 kalori selama 36 bulan, menghasilkan perbedaan pertambahan berat badan selama mengikuti program PMT sebesar 780 gram. Sedangkan penelitian di Kolombia tahun 1990 menunjukkan bahwa PMT yang diberikan kepada balita umur 6-36 bulan dengan jumlah energi 363 – 458 kalori selama 36 bulan, menghasilkan perbedaan pertambahan berat badan selama mengikuti program PMT sebesar 476 gram. Sementara itu penelitian di Jamaika tahun 1991 menunjukkan bahwa PMT yang diberikan kepada balita umur 9 – 24 bulan dengan jumlah energi 343 kalori selama 12 bulan, menghasilkan perbedaan pertambahan berat badan selama mengikuti program PMT sebesar 380 gram (WHO (1998) dalam Hasanudin (2001)). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Herawati di empat Puskesmas di Kabupaten Siduarjo tahun 1998 menunjukkan bahwa PMT yang diberikan kepada balita KEP dengan jumlah energi 275 kkal, protein 48 gram selama 58 hari,


(34)

6

menghasilkan peningkatan status gizi rata-rata sebesar 3,55 ± 3,46% indeks presentase median BB/U rujukan WHO-NCHS (Herawati, 1999).

Di Kabupaten Tangerang sejak tahun 1997, penanggulangan masalah KEP pada balita dilakukan antara lain melalui pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) kepada balita yang menderita gizi buruk dan gizi kurang (Dinkes Kabupaten Tangerang, 2000 dalam Hasanudin, 2001). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan bagian pengolah data seksi gizi sub bagian kesehatan keluarga Dinkes Kabupaten Tangerang pada tanggal 31 Agustus 2010, diketahui bahwa program PMT yang telah dilaksanakan didapat dari dana APBD I dan II Provinsi Banten, yaitu berupa pemberian biskuit sebanyak 76.000 roll atau 45 roll biskuit/anak, susu sebanyak 30.600 kotak atau 18 kotak/anak dan bubur susu sebanyak 22.895 kotak atau 45 sachet per anak untuk usia 6-11 bulan. Dengan kandungan energi untuk susu sebanyak 205,2 kalori dan untuk biskuit sebanyak 343,5 kalori, sedangkan kandungan protein untuk susu sebanyak 9,84 gram dan untuk biskuit sebanyak 5,118 gram. Program PMT dilaksanakan di semua Puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinkes Kabupaten Tangerang dan dilakukan selama 90 hari dengan sasaran balita gizi buruk dan gizi kurang, jika sasaran tidak mengalami peningkatan status gizi maka program diteruskan selama 90 hari berikutnya. Program PMT tersebut diharapkan dapat meningkatkan status gizi balita penerima PMT-P sebanyak 50% dari sasaran dan peningkatan berat badan sebanyak 80% dari sasaran.


(35)

7

Sebagai tindak lanjut dari program yang dicanangkan Dinkes Kabupaten Tangerang diatas, Puskesmas Pagedangan yang berada di wilayah kerja Dinas Kabupaten Tangerang melakukan program yang sama untuk menanggulangi masalah KEP (gizi buruk dan gizi kurang) pada balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang. Namun berdasarkan data tren evaluasi PMT-P Balita KEP pada tahun 2009 yang diolah pada saat studi pendahuluan, didapatkan hasil hanya 1,9% balita gizi buruk yang berubah status menjadi gizi baik, hanya 3,8% balita gizi kurang yang berubah status menjadi gizi baik, dan 38,5% balita gizi buruk yang berubah status menjadi gizi kurang. Sedangkan balita yang tetap berstatus gizi buruk sebelum dan sesudah pemberian PMT-P sebesar 13,5% dan balita yang tetap berstatus gizi kurang sebelum dan sesudah pemberian PMT-P sebesar 42,3%. (Dokumen Puskesmas, 2009).

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa program PMT-P yang dijalankan memberikan hasil yang kurang memuaskan karena hanya 44,2% balita KEP penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi dan sisanya yaitu sebesar 55,8% balita KEP penerima PMT-P tidak mengalami perubahan status gizi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hasil yang didapat masih dibawah harapan Dinkes Kabupaten Tangerang yaitu 50% dari balita penerima PMT-P mengalami peningkatan status gizi. Karena status gizi balita dipengaruhi langsung oleh asupan makanan dan keadaan kesehatan balita, dimana hal tersebut tergantung pada pola asuh anak terutama pola asuh gizi yang dilakukan oleh ibu, maka berdasarkan hal tersebut peneliti terdorong untuk mengetahui gambaran mendalam pola asuh gizi yang dilakukan oleh ibu dalam pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan pada


(36)

8

balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.

1.2 Rumusan Masalah

Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)1 yang memenuhi syarat

gizi dan dalam jangka waktu tertentu, bila tidak disertai penyakit kronis diharapkan dapat memperbaiki status gizi balita.

Berdasarkan data tren evaluasi PMT-P Balita KEP2 pada tahun 2009 di

Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang, didapatkan hasil hanya 1,9% balita gizi buruk yang berubah status menjadi gizi baik, 3,8% balita gizi kurang yang berubah status menjadi gizi baik, dan 38,5% balita gizi buruk yang berubah status menjadi gizi kurang. Sedangkan balita yang tetap berstatus gizi buruk sebelum dan sesudah pemberian PMT-P sebesar 13,5% dan balita yang tetap berstatus gizi kurang sebelum dan sesudah pemberian PMT-P sebesar 42,3%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa program PMT-P yang dijalankan memberikan hasil yang kurang memuaskan karena hanya 44,2% balita KEP penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi, sedangkan sisanya yaitu sebesar 55,8% balita KEP penerima PMT-P tidak mengalami perubahan status gizi (Dokumen Puskesmas, 2009).

1

Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) adalah suatu program gizi dengan cara pemberian zat gizi berupa makanan dan memiliki tujuan memperbaiki keadaan gizi balita yang menderita gizi kurang (undernutrition) khususnya balita dari keluarga miskin.

2

Kurang Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).


(37)

9

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti memfokuskan permasalahan ini pada upaya yang dilakukan dalam penanganan balita KEP dengan PMT-P. Karena status gizi balita dipengaruhi langsung oleh asupan makanan dan keadaan kesehatan balita, dimana hal tersebut tergantung pada pola asuh anak terutama pola asuh gizi yang dilakukan oleh ibu, maka berdasarkan hal tersebut peneliti terdorong untuk mengetahui gambaran pola asuh gizi yang dilakukan oleh ibu dalam pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan pada balita KEP di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pola asuh gizi ibu yang meliputi perilaku ibu dalam pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan terhadap balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pola asuh gizi ibu terhadap balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran perilaku ibu dalam pemberian makan yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pemberian makan pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.


(38)

10

2. Mengetahui gambaran perilaku ibu dalam pemeliharaan kesehatan anak yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pemeliharaan kesehatan anak pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.

3. Mengetahui penyebab KEP pada balita khususnya pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Civitas Akademika

1. Memberikan pengetahuan mengenai pola asuh gizi ibu khususnya terhadap balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.

2. Sebagai bahan masukan untuk penelitian di tempat yang berbeda atau ditempat yang sama lima tahun mendatang.

3. Menguji teori yang berlaku di tempat penelitian.

1.5.2 Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang

1. Memberikan pengetahuan mengenai pola asuh gizi ibu balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.

2. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Puskesmas Pagedangan maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dalam menyempurnakan program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)


(39)

11

3. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Puskesmas Pagedangan maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang untuk menanggulangi masalah KEP (gizi kurang dan gizi buruk) pada balita.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang berjudul Analisis Pola Asuh Gizi Ibu terhadap Balita KEP yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 ini bertujuan melakukan analisis mendalam mengenai pola asuh gizi ibu yang meliputi perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010. Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran pengetahuan, sikap, dan praktik ibu dalam pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan anak. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan strategi penelitian studi kasus3 (case study). Teknik pengumpulan data

dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Pagedangan pada bulan Agustus - November tahun 2010.

3

Studi kasus adalah penelitian yang dilakukan terhadap suatu ‘obyek’yang disebut sebagai ‘kasus’, yang dilakukan secara seutuhnya, menyeluruh dan mendalam dengan menggunakan berbagai macam sumber data.


(40)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Perilaku

2.1.1 Pengertian

Menurut Notoatmodjo (2003b:114), dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan mahluk hidup yang bersangkutan. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan menurut Lewit yang dikutip oleh Maulana (2009:185) perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan atau pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan didalam diri seseorang. Sedangkan menurut Skiner (1938) yang dikutip Notoatmodjo (2003a:118) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon).

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, menurut Notoatmodjo (2003b:115) perilaku dapat dibedakan menjadi dua:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang


(41)

13

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya: seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice). Misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. 2.1.2 Proses Adopsi Perilaku

Rogers (1974) dalam Maulana (2009:194) mengungkapkan bahwa sebelum individu mengadopsi perilaku baru, terjadi proses berurutan dalam dirinya. Proses ini disebut AIETA, meliputi awareness (individu menyadari atau mengetahui adanya stimulus/objek), interest (orang mulai tertarik pada stimulus), evaluation (menimbang baik buruknya stimulus bagi dirinya), trial (orang mulai mencoba perilaku baru), dan adoption (orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus). Dalam penelitian berikutnya Rogers menyimpulkan, proses adopsi perilaku tidak selalu melalui tahap-tahap tersebut (Maulana, 2009:194).

Selain itu menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2003b:122), apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu


(42)

14

tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

2.1.3 Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005:50) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga ranah atau domain yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan kedalam cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, dan peri tindak (Notoatmodjo, 2005:50).

Dalam perkembangan selanjutnya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni menjadi tiga tingkat ranah perilaku sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Menurut Engel, Blackwell dan Mianiard (1995) dalam Khomsan dkk (2007b:6), pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2005:50) pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya.

Selanjutnya menurut Winkel (1984) dalam Khomsan dkk (2007b:6) mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan


(43)

15

dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu (Khomsan dkk, 2007b:6).

Menurut Notoatmodjo (2003b:121) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

2. Sikap

Menurut Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2005:52), sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2005:52), sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-(senang-tidak setuju, baik-(senang-tidak baik, dan sebagainya). Sikap itu melibatkan pikiran perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

Menurut Mar’at (1981) dalam Khomsan dkk (2007b:7), sikap

belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi berupa predisposisi tingkah laku. Predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan tentang apa yang dirasakan, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek. Komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana/kesiapan untuk bertindak terhadap obyek (Khomsan dkk, 2007b:7).


(44)

16

Senada dengan hal diatas Newcomb dalam Notoatmodjo (2005:52) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau rekasi tertutup (Notoatmodjo, 2005:52).

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005:53) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok:

a. Kepercayaan (keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Menurut Notoatmodjo (2005:53), ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intentitasnya, yaitu terdiri dari menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing) dan bertanggung jawab (responsible).

Maulana (2009:202) menyatakan bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak lepas dari pengaruh interaksi dengan orang lain (eksternal), selain mahluk individual (internal). Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap sikap.


(45)

17

3. Praktik atau tindakan (practice)

Menurut Notoatmodjo (2005:55) sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

Menurut Maulana (2009:203), praktik atau tindakan memiliki beberapa tingkatan, yaitu:

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin (guided response)

Hal ini berarti dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

c. Mekanisme (mechanism)

Mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau telah merupakan kebiasaan.

d. Adopsi (adoption)

Adalah suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik. Hal ini berarti tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.


(46)

18

2.2Pola Asuh Anak

Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental, dan sosial, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003). Sedangkan pola asuh anak menurut Sayogyo (1993) adalah praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan makanan balita dan pemeliharaan kesehatan.

Selanjutnya Longurst dan Tomkins dalam Harsiki (2003:14) menyatakan bahwa perilaku pengasuhan mencakup empat aspek yaitu (1) perilaku pengasuhan dalam pemberian makanan, (2) perilaku pengasuhan dalam higiene, (3) perilaku pengasuhan dalam psiko sosial, (4) perilaku pengasuhan dalam kesehatan. Dengan keempat aspek pengasuhan ini, tidaklah mengherankan apabila kualitas pengasuhan ini berpengaruh terhadap jumlah hari sakit dan status gizi balita, serta pada gilirannya akan menjadi faktor penting dan menentukan dalam tumbuh kembang anak balita.

Sedangkan menurut Moersintowarti dkk (2002:13) kebutuhan akan asuh pada anak meliputi kebutuhan akan nutrisi yang adekuat dan seimbang, perawatan kesehatan dasar, pakaian, perumahan, higiene diri dan sanitasi lingkungan, dan kesegaran jasmani berupa olahraga dan rekreasi.


(47)

19

Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Aspek kunci dalam pola asuh gizi meliputi perawatan dan perlindungan bagi ibu, praktik menyusui, pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), penyiapan makanan, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktik kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003:15).

Pola makan dan kebiasaan makan antar satu keluarga dengan keluarga lainnya berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan tempat tinggal, ketersediaan makanan, keadaan kesehatan anak, selera makan, kemampuan daya beli, kebiasaan hidup dan makan keluarga. Perbedaan pola makan yang terjadi sebenarnya lebih banyak ditentukan oleh orang tua yang meneruskan nilai-nilai keluarga dan masyarakat dimana mereka tinggal. Dalam hal ini, memang ibu yang lebih sering memegang peranan. Ibu akan menyajikan makanan yang diyakininya baik bagi anaknya berdasarkan pengalaman semenjak ia masih kecil dan pengetahuan yang didapatnya mengenai pemberian makanan yang baik bagi anak (Maulana, 2008).

Pola asuh anak merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi status gizi balita. Hasil penelitian Harsiki (2003) menunjukkan ada hubungan yang sangat bermakna antara pola asuh anak dengan keadaan gizi anak batita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang pola asuh anak semakin besar kemungkinan memberikan dampak terjadi KEP pada anak batita sebesar 2,568 kali dibandingkan


(48)

20

pola asuh anak yang cukup. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rosmana (2003) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola asuh gizi dengan status gizi anak usia 6-24 bulan.

2.3Perilaku Pemberian Makan pada Balita

Pemberian makan balita adalah cara pemberian makan sehari-hari terhadap balita berusia diatas 6 bulan yang meliputi kebiasaan baik yang berhubungan dengan makan, makanan tambahan ASI, pemberian makan secara aktif dan selama sakit, frekuensi makan dan komposisi makanan (CORE, 2003).

Kemampuan dasar yang dibutuhkan sebagai pengasuh yang baik berupa kemampuan dalam perencanaan, manajemen dan pemeliharaan. Dalam pemberian makan anak adalah menyiapkan makanan dalam jumlah dan mutu yang baik, memberi makan anak dengan sabar dalam suasana yang ceria terutama saat anak kehilangan nafsu makan. Dukungan dasar yang dibutuhkan untuk menjadi pengasuh yang baik berupa memperbaiki pengetahuan dan keterampilan dalam pemberian makan balita dapat berupa pemberian ASI eksklusif (CORE, 2003).

Anak balita belum mampu mengurus dirinya sendiri dengan baik, terutama dalam hal makanan. Pada umumnya anak-anak yang masih kecil (balita) mendapat makanannya secara dijatah oleh ibunya dan tidak memilih serta mengambil sendiri mana yang disukainya (Sediaoetama, 2008:239).


(49)

21

2.3.1 Komposisi dan Porsi Makanan Balita

Komposisi makanan meliputi jenis dan jumlah atau porsi makanan yang diberikan. Zat gizi yang diperlukan oleh anak-anak dan anggota keluarga yang masih muda, pada umumnya lebih tinggi dari kebutuhan orang dewasa, bila dinyatakan dalam satuan berat badan, tetapi kalau dinyatakan dalam kwantum absolut, anak-anak yang lebih kecil itu tentu membutuhkan kwantum zat makanan yang lebih kecil pula, dibandingkan dengan kwantum makanan yang diperlukan oleh seorang dewasa (Sediaoetama, 2008).

Menurut Sediaoetama (2009:10) dalam susunan hidangan harus terlihat adanya (a) makanan pokok, (b) lauk-pauk, (c) sayuran dan (d) buah cuci mulut. Adanya empat kelompok makanan ini disebut EMPAT SEHAT dalam kualitas. Kemudian kuantum masing-masing kelompok makanan itu harus dinilai mencukupi kebutuhan atau tidak; ini mengenai kuantitas hidangan. Hidangan untuk anak-anak (bayi, balita, remaja) dan ibu hamil atau menyusukan sebaiknya ditambahkan susu atau telur, sehingga hidangan menjadi LIMA SEMPURNA. Penambahan makanan terakhir ini untuk meningkatkan kualitas campuran protein dalam hidangan. Tentu bagi bayi yang masih belum mendapat makanan padat belum dapat diberikan telur (Sediaoetama, 2009:10).

Pedoman makan balita menurut Widjaja (2007) dalam Husin (2008:11), yaitu:

1. Sumber Tenaga: 3-4 piring nasi masing-masing 100 gram atau roti penggantinya (mie, bihun, roti, kentang).


(50)

22

2. Sumber zat pembangun: 4-5 porsi daging masing-masing 50 gram atau pengganti (tempe, tahu, ikan, telur, daging ayam). Dianjurkan sekurang-kurangnya 1 porsi berasal dari sumber protein hewani, susu dianjurkan 2 gelas sehari.

3. Sumber zat pengatur: 2-3 porsi sayur dan buah. Gunakan sayur dan buah-buahan berwarna (1 porsi sayur=1 mangkuk sayur, 1 porsi buah segar =100 gram).

Menurut Pudjiadi (2005) pangan merupakan kebutuhan dasar utama mahluk hidup. Energi dan protein mempunyai fungsi yang sangat luas dan penting didalam tubuh. Energi diperlukan tidak hanya untuk melakukan kegiatan fisik, tetapi juga untuk pergerakan organ tubuh. Asupan (intake) zat gizi dalam jumlah yang seimbang mutlak dibutuhkan pada berbagai tahap tumbuh kembang manusia, khususnya anak balita. Karena itu asupan yang kurang atau berlebih secara terus menerus akan mengganggu pertumbuhan dan kesehatan.

Pemberian makanan sehari-hari harus cukup mengandung energi dan zat-zat gizi esensial untuk kesehatan dan pertumbuhan. Bila syarat pemberian makanan tidak terpenuhi, baik kurang atau lebih dari yang dibutuhkan sesuai dengan umur, jenis kelamin dan kondisi tertentu seperti banyaknya aktifitas, suhu lingkungan, dan lain-lain, maka akan terjadi keadaan malnutisi. Jadi komposisi karbohidrat, lemak dan protein didalam hidangan perlu diperhatikan jangan terlalu berat kesalah satu jenis bahan makanan (Soekirman, 1994).


(51)

23

Menurut Guthrie (1995), kelebihan atau kekurangan asupan energi sebesar 110 kilo kalori per hari akan menyebabkan penambahan atau penurunan berat badan sebanyak 0,45 kilogram per tahun. Sedangkan penambahan atau penurunan berat badan sebesar 5 kilogram per tahun disebabkan karena kelebihan atau kekurangan energi sebesar 100 kilo kalori sehari.

Apabila anak usia 2-3 tahun setiap makan dapat menghabiskan antara 75-100 gram beras (nasi sebanyak 1 gelas minum yang diisi agak padat) makan anak akan menerima masukan kalori sekitar 900 kalori setiap hari setelah ditambah lauk pauk sekedarnya. Penelitian terhadap masukan kalori dan protein pada anak-anak usia 1-5 tahun diberbagai daerah memang menunjukkan rendahnya masukan kalori pada kelompok usia ini (Moehji, 1988:80).

Menurut Almatsier (2004:132), energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada didalam bahan makanan. Senada dengan hal tersebut menurut Sediaoetama (2008:209), energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari zat gizi yang merupakan sumber utama, ialah karbohidrat, lemak, dan protein. Energi yang diperlukan ini dinyatakan dalam satuan kalori.

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia yang harganya relatif murah. Menurut Pudjiadi (2005), tiap gram karbohidrat memberikan energi sebanyak 4 kilo kalori dan dianjurkan supaya jumlah energi yang diperlukan tubuh didapat dari 50-60% karbohidrat. Karbohidrat terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hanya


(52)

24

sedikit yang termasuk bahan makanan hewani. Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-kacang kering, dan gula serta hasil olahannya seperti bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan sebagainya (Almatsier, 2004:44).

Sedangkan lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak), seperti petroleum benzene, ether (Sediaoetama, 2008:91). Pudjiadi (2000) menganjurkan bahwa dalam energi yang diperlukan tubuh di dapat dari 25-35% lemak. Sedangkan menurut WHO (1999) dalam Almatsier (2004:134) menganjurkan lemak yang dibutuhkan tubuh 15-30% dari kebutuhan energi total. Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya), mentega, margarine dan lemak hewan (lemak daging dan ayam), kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan kunig telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak (Almatsier, 2004:73).

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting karena yang paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan (Sediaoetama, 2008:53). Menurut WHO (1999) dalam Almatsier (2004:134), energi yang diperlukan tubuh hendaknya didapat dari 10-15% protein. Selain itu menurut Sediaoetama (2008:75), protein berfungsi sebagai zat pembangun, yang berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan sel-sel yang mati dan aus terpakai sebagai protein struktural. Selain itu


(53)

badan-25

badan anti, protein juga berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan zat toksik lain yang datang dari luar dan masuk kedalam milieu interieur (lingkungan internal) tubuh. Protein juga berfungsi sebagai zat-zat pengatur, protein mengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormone dan merupakan sumber utama energi bersama-sama dengan karbohidrat dan lemak. Adapun sumber protein yang baik menurut Almatsier (2004:100), adalah bahan makanan hewani dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe, tahu, serta kacang-kacangan lain.

2.3.2 Pengolahan dan Penyajian Makanan

Sebelum di konsumsi, sebagian besar bahan makanan diolah dahulu didapur, sehingga menjadi hidangan yang bercita rasa lezat. Hal ini akan menimbulkan nafsu makan dan menghadapi hidangan merupakan sesuatu yang menyenangkan (Sediaoetama, 2008:11).

Menurut Santoso (1999:14), umumnya pengolahan dilakukan dengan menggunakan panas, baik panas langsung seperti membakar sate maupun panas tidak langsung yaitu menggunakan bahan perantara seperti menggoreng dan merebus. Panas ini mengubah sifat-sifat kimia dari makanan yang berakibat lebih lanjut pada sifat-sifat gizinya. Pengaruh pengolahan pada makanan yaitu:


(54)

26

1. Pecahnya dinding sel. Pemanasan meninggikan sifat dapat cerna atau digestibilitas makanan terutama bahan makanan nabati.

2. Melemahkan dan mematikan mikroba.

3. Mengubah berbagai zat gizi secara positif dan negatif. Pengaruh positif yaitu pemanasan membantu memudahkan proses pencernaan dengan cara memecah molekul karbohidrat dan protein. Sedangkan pengaruh negatif dari pengolahan yaitu dapat merusak sifat bahan makanan sehingga menjadi sukar atau tidak dapat dicerna oleh tubuh. Sebagai contoh karbohidrat berubah menjadi arang oleh pemanasan tinggi secara langsung pada teknik pengolahan dibakar.

4. Pemanasan yang terlau tinggi dapat menyebabkan karsinogenik 5. Panas dapat meniadakan zat-zat toksik.

Selanjutnya masih menurut Sediaoetama (2008:12) dengan memasak makanan, bahan makanan menjadi lebih mudah dicerna dan zat-zat makanan menjadi tersedia untuk diserap dan dipergunakan oleh tubuh. Tetapi mengolah dan memasak bahan makanan dapat pula menyebabkan kehilangan sebagian dari zat-zat gizi, terutama vitamin-vitamin. Beberapa jenis vitamin mudah larut didalam air pencuci, sehingga hilang terbuang dan beberapa lagi dapat rusak oleh pemanasan dan penyinaran matahari. Penanganan ketika memasak bahan makanan terdiri atas membuang bagian yang tidak dapat dimakan, memotong-motong dan mencucinya, sebelum dilakukan pemasakan yang sebenarnya untuk membuat hidangan. Pada umumnya bagian yang tidak dapat dimakan, hanya sedikit saja mengandung zat-zat gizi yang berguna, sehingga


(55)

27

tidak terlalu merugikan. Cara penanganan bahan makanan yang tidak betul, akan lebih banyak menyebabkan zat-zat makanan terbuang percuma. Pada cara menangani dan memasak makanan yang umum dikerjakan oleh para ibu rumah tangga, ternyata cukup baik, dan tidak terlalu banyak zat gizi yang ikut terbuang atau rusak percuma.

Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok gelas, piring dan sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan dan menyimpan makanan adalah (Soenardi, 2000 dalam Husin 2008):

1. Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan binatang.

2. Alat makan dan memasak harus bersih.

3. Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan.

4. Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri.

Setelah dimasak, makanan dihidangkan dan didistribusikan diantara para anggota keluarga untuk dikonsumsi. Menghidangkan makanan harus menarik, sehingga mereka yang menyantapnya akan merasa senang, bahkan puas, sehingga meningkatkan selera dan gairah untuk makan. Hidangan harus dapat merangsang secara menarik sebanyak mungkin panca indera, agar


(56)

28

timbul selera dan nafsu makan (Sediaoetama, 2008:12). Senada dengan hal tersebut menurut Febry dan Marendra (2008) dalam Kodariah (2010:53) penyajian makanan pada anak harus diperhatikan, karena dapat mempengaruhi selera makan anak, baik penampilan, tekstur, warna, aroma, besar porsi, dan pemilihan alat makan yang menarik (Febry dan Marendra, 2008 dalam Kodariah, 2010:53).

Moehji (2008) menyatakan bahwa bentuk potongan atau warna makanan sering dapat membangkitkan sikap anak untuk menyenangi suatu makanan yang sebelumnya tidak disenangi. Karena itu, tidak salah jika makanan anak diberi warna atau bentuk khusus yang menarik perhatian anak sehingga anak mau memakannya.

Penyusunan menu makanan selain harus memperhatikan komposisi zat gizi juga harus memperhatikan variasi menu makanan agar anak tidak bosan, Sebaliknya, dibuat siklus menu tujuh atau sepuluh hari (Febry dan Marendra, 2008 dalam Kodariyah, 2010:54). Pemberian makanan yang kurang bervariasi dapat pula menyebabkan anak sulit menyesuaikan diri dengan makanan baru (Maulana, 2008).

2.3.3 Frekuensi Pemberian Makanan

Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalam sehari baik makanan utama maupun selingan. Frekuensi makan dikatakan baik bila frekuensi makan setiap harinya tiga kali makanan utama atau dua kali makanan utama dengan satu kali makanan


(57)

29

selingan, dan dinilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya dua kali makan utama atau kurang (Suhardjo, 1990 dalam Yuniarti, 2010:43).

Menginjak usia sembilan bulan bayi telah mempunyai gigi dan mulai pandai mengunyah kepingan makanan orang dewasa. Pada saat itu ia makan (mungkin) empat sampai lima kali sehari. Anak usia dua tahun memerlukan makanan separuh takaran orang dewasa (Arisman, 2002:52).

Menurut Moehji (1988:78) waktu makan anak hendaknya dapat diatur sesuai dengan kebiasaan makan keluarga dengan demikian anak diberi makan selingan sehingga dapat menambah masukan kalori dan zat gizi yang lain. Sedangkan menurut Kusumadewi (1998) dalam Kodariyah, (2010:54), waktu pemberian makan yang tidak tepat seperti pada saat anak sedang mengantuk, atau belum merasa lapar akan membuat anak tidak menikmati makanannya. Oleh karena itu, penerapan jadwal makan disertai dengan kondisi anak pada saat makan akan mempengaruhi anak dalam menerima makanan (Kusumadewi, 1998 dalam Kodariyah, 2010:54).

Selanjutnya Latief dkk (2002) menyatakan bahwa jadwal makan anak adalah 3 kali makan dan diantaranya dapat diberikan makanan kecil/selingan. Makanan yang dianjurkan terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, buah, dan tambahan susu 2 kali sehari, yaitu 250 ml setiap kali minum. Waktu makan yaitu pada pagi, siang, dan malam. Sedangkan waktu makan untuk makanan selingan ialah jam 11.00 dan jam 16.00.


(58)

30

Jenis jumlah dan frekuensi makan pada bayi dan anak balita, hendaknya diatur sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan organ pencernaannya (Depkes RI, 2006 dalam Husin, 2008:13).

Tabel 2.1

Pengukuran Makanan Balita Umur

(bulan)

Jenis/bentuk makanan

Porsi Per hari Frekuensi 0-6

bulan

ASI Disesuaikan dengan kebutuhan ASI diberikan setiap anak menangis siang atau malam hari makin sering makin baik

Min 6 kali

6-9 bulan

ASI MP-ASI

Makanan Lunak

Disesuaikan dengan kebutuhan Usia 6 bulan: 6 sendok makan (setiap kenaikan usia anak 1 bulan porsi ditambah 1 sdm)

Min 6 kali 2 kali 9-12 bulan ASI Makanan Lembik Makanan Selingan

Disesuaikan dengan kebutuhan 1 piring ukuran sedang

1 piring ukuran sedang

Min 6 kali 4-5 kali 1 kali 1-2 tahun ASI Makanan Keluarga Makanan Selingan

Disesuaikan dengan kebutuhan ½ porsi orang dewasa

½ porsi orang dewasa

3kali 2 kali > 24 bulan Makanan Keluarga Makanan Selingan Disesuaikan kebutuhan Disesuaikan kebutuhan 3 kali 2 kali Sumber: Depkes RI (2006) dalam Husin (2008:13)

2.3.4 Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Air susu ibu merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama. ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan penyediaan energi dalam susunan yang belum berfungsi baik pada bayi yang baru lahir, serta menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimum. Lagipula ASI memiliki berbagai zat anti infeksi, mengurangi


(1)

LAMPIRAN 5

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI KELUARGA DARI BALITA KEP YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN

KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010

Analisis Pola Asuh Gizi Ibu terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang

Tahun 2010

(Untuk mempermudah dalam menggali informasi dari informan penelitian, wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa daerah setempat yaitu Bahasa sunda)

Tanggal wawancara :

Waktu wawancara : ……….. s/d …………

Karakteristik Informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Pekerjaan :

4. Pendidikan :

5. Hubungan dengan balita :

6. Nama balita :

7. Alamat :

Pertanyaan

1. Pemberian Makan

1) Apa saja makanan yang diberikan ibu pada balita?

2) Berapa porsi makanan yang biasa diberikan ibu pada balita setiap kali makan? 3) Apakah ada perbedaan porsi makanan yang diberikan saat balita bertambah


(2)

4) Bagaimana cara ibu dalam mengolah dan menyajikan makanan untuk anak? 5) Berapa kali balita makan dalam sehari?

6) Pada jam berapa saja biasanya ibu memberi makan balita? 7) Apa ibu memberikan ASI pada balita?

8) Seberapa sering ibu menyusui anaknya? Kapan biasanya ibu menyusui anaknya?

9) Makanan selingan apa yang biasa ibu berikan pada anak?

10) Kapan ibu memberikan makanan tambahan untuk balitanya (pemberian makan selain makanan pokok atau nasi)?

11) Apa balita suka jajan? Berapa kali dan jajanan apa saja yang biasa dimakan oleh anak ibu dalam sehari?

12) Apa anda turut serta dalam pemberian PMT-P pada balita? 13) Apa saja yang diterima selama program pemberian PMT-P? 14) Berapa lama pemberiannya?

15) Siapa saja yang menikmatinya? Apa anda pernah memakannya? 16) Dalam 1 hari berapa yang dimakan balita?

17) Bagaimana cara ibu balita dalam mengolah dan menyajikannya?

18) Apa ada pantangan makanan untuk anak? Apa saja makanan yang menjadi pantangan untuk anak?

2. Pemeliharaan Kesehatan Balita

1) Apa balita pernah menderita penyakit saat pemberian PMT-P?

2) Apa yang ibu lakukan agar anaknya tidak jatuh sakit ketika anaknya sehat? 3) Apa dilakukan ibu balita jika anaknya sedang sakit?

4) Kemana biasanya ibu membawa anaknya untuk berobat?

5) Apa obat yang diberikan habis diminum dan sesuai anjuran petugas kesehatan? 6) Apa yang ibu lakukan untuk meningkatkan keadaan gizi anaknya sebelum dan

sesudah mengikuti program PMT di Puskesmas?

7) Apa yang ibu lakukan untuk memantau keadaan gizi anaknya sebelum dan sesudah mengikuti program PMT di Puskesmas?


(3)

8) Apa yang ibu lakukan dalam menjaga kebersihan balitanya?

9) Apa anak ibu suka cuci tangan? Apa ibu mengajarkan atau menyuruh anaknya untuk cuci tangan?

10) Apakah ibu atau orang lain suka cuci tangan sebelum memberi makanan pada balita?

11) Berapa kali balita mandi dalam sehari? 12) Berapa kali ibu menggantikan pakaian balita? 13) Apa balita dimunisasi?

14) Bagaimana cara ibu balita menjaga kebersihan anaknya?

15) Dimana balita biasa bermain? Seperti apa lingkungan bermain balita?

16) Apakah teman bermain balita sering menderita penyakit infeksi? Penyakit apa saja yang bisanya diderita teman bermain balita?

17) Apa yang dilakukan ibu balita jika balita bermain dengan orang yang sedang sakit?

18) Bagaimana cara ibu balita membuang limbah rumah tangga dan sampah? 19) Dimana ibu balita biasa membuang sampah?

20) Dimana biasanya anak dan keluarga mandi, buang air besar dan kecil, mencuci piring dan pakaian?

21) Apa yang biasa ibu lakukan untuk membuat udara dan cahaya matahari masuk kedalam rumah? Apa ibu sering melakukannya? Kapan biasanya ibu melakukannya?

22) Bagaimana cara ibu balita dalam membersihkan rumah? Dan halaman sekitar rumah?


(4)

LAMPIRAN 6

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI STAF PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG YANG TERLIBAT

LANGSUNG DALAM PROGRAM PMT-P

“Analisis Pola Asuh Gizi Ibu terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang

Tahun 2010 Tanggal wawancara :

Waktu wawancara : ……….. s/d …………

Karakteristik Informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Jabatan :

4. Pendidikan :

5. Lama bekerja :

6. Alamat :

Pertanyaan

1. Bagaimana keterlibatan petugas kesehatan dalam program pemberian PMT-P? Apa ada pengawasan terhadap ibu balita dalam pemberian PMT-P pada balitanya?

2. Apa saja yang dilakukan dalam pelaksanaan PMT-P pada balita? 3. Apa saja jenis PMT-P yang diberikan pada balita?

4. Apa permasalahan yang biasa ditemui selama pelaksanaan program PMT-P? 5. Bagaimana karakteristik ibu balita penerima PMT-P?

6. Apakah ibu balita sering memeriksakan balitanya ke Puskesmas? 7. Apa saja penyakit yang biasa diderita balita penerima PMT-P?

8. Apa yang dilakukan jika balita yang mendapat PMT-P tidak mengalami peningkatan berat badan?


(5)

LAMPIRAN 7

PEDOMAN OBSERVASI

No Domain Dimensi Keterangan

1. Komposisi dan porsi makanan

Adanya komposisi makanan yang terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan buah serta susu.

Porsi makanan yang diberikan mencukupi dan sesuai dengan usia balita.

2. Penyiapan dan penyajian makanan

Bahan makanan dimasak sampai matang, penggunaan perlatan masak dan makan yang bersih, adanya tempat penyimpanan makanan yang bersih, adanya perilaku mencuci tangan sebelum menjamah makanan, adanya penyajian makanan yang menarik.

3. Frekuensi pemberian makanan

Adanya pemberian makanan tiga kali atau lebih dalam sehari, balita makan pada jam makan.

4. Pemberian ASI Adanya pemberian ASI, ASI diberikan setiap anak menangis.

5. Pemberian Makanan Tambahan

PMT-P yang diberikan ibu dimakan habis oleh balita, ada atau tidak ada orang lain selain balita penerima PMT-P yang memakan PMT-P, pemberian makanan selain ASI pada balita, adanya pemberian makanan selingan diantara dua waktu makan, anak tidak diberi atau dibiarkan jajan sembarangan.


(6)

No Domain Dimensi Keterangan

6. Praktik pemeliharaan kesehatan

Adanya upaya pencarian pengobatan ke instansi kesehatan ketika anak sakit,

7. Kebersihan perorangan dan lingkungan

Adanya usaha memandikan anak, menganti pakaian dan mencuci tangan, lingkungan rumah dan tempat bermain anak yang bersih, adanya penggunaan air bersih, membuang limbah dan sampah pada tempatnya, adanya pencahayaan dan penerangan rumah yang cukup, dan adanya usaha dalam membersihkan rumah.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Konseling Gizi Pada Ibu Balita terhadap Pola Asuh dan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas

3 67 84

Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat Tahun 2008

5 71 83

Hubungan Pola Asuh Anak Dengan Status Gizi Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008

1 38 105

Hubungan Status Gizi Balita Dan Pola Asuh Di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2006

0 41 93

Kecukupan Energi Dan Protein Serta Status Gizi Siswa Smp Yang Mendapat Makan Siang Dan Tidak Mendapat Makan Siang Dari Sekolah Dengan Sisitem Fullday School

4 79 130

Hubungan Antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi Dan Pantang Makanan Terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

2 14 169

Pengaruh Penyuluhan Media Lembar Balik Gizi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Balita Gizi Kurang Di Puskesmas Pamulang, Tangerang Selatan Tahun 2015

0 19 97

Pengetahuan Gizi dan Persepsi Ibu Rumahtangga Kader dan Bukan Kader Posyandu tentang Kurang Energi Protein (KEP) Balita Serta Pertisipasi Penanggulangannya

0 10 67

Pola Asuh Orang Tua yang Melatarbelakangi Terjadinya Kurang Energi Protein pada Balita di Desa Kedung Rejo Kabupaten Grobogan 2010 - UDiNus Repository

0 0 2

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PLAYEN I KABUPATEN GUNUNGKIDUL

0 0 23