Gambaran Asupan Makanan PEMBAHASAN

beberapa informan yang tidak memberikan PMT-P tersebut kepada balitanya, dengan alasan balita tidak menyukai PMT-P tersebut. Padahal PMT-P diberikan supaya berat badan balita meningkat. Namun, kesadaran informan nampaknya masih rendah dalam upaya meningkatkan berat badan balitanya. Terbukti dengan pemberian PMT-P yang hanya dilakukan oleh beberapa informan ketika balita memintanya saja bahkan beberapa informan mengakui memberikan PMT-P tersebut kepada orang lain. Konsumsi PMT-P yang kurang disebabkan juga oleh kebiasaan balita mengkonsumsi makanan jajanan, sehingga balita lebih menyukai makanan jajanan yang rendah energi dibandingkan PMT-P tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Renata Pardosi tentang Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Balita di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan Tahun 2009, menyatakan bahwa frekuensi makanan tambahan pada balita di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan ≤ 2 kali sehari sebesar 60 dikarenakan balita lebih banyak makan diluar jajan daripada makanan di rumah. Menurut Yusrianto 2010 balita harus mendapatkan asupan gizi yang seimbang supaya memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Hal tersebut dapat diperoleh dari makanan yang mengandung zat tenaga karbohidrat dan lemak, zat pembangun protein, dan zat pengatur vitamin dan mineral. Komposisi makanan yang diberikan sebaiknya antara 50-70 karbohidrat, 20-30 lemak, dan 10-15 protein. Sehingga dapat disimpulkan bahwa asupan makanan kelima balita yang tidak mengalami peningkatan berat badan setelah mendapat PMT-P secara umum tergolong kurang, hal tersebut dapat dilihat dari segi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh balita. Sehingga diharapkan kepada pihak Puskesmas agar dapat memberikan pengetahuan mengenai sumber-sumber makanan yang mengandung zat gizi, jumlah makanan utama yang seharusnya diberikan kepada balita, dan cara memilih jajanan yang sehat. 6.2 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Asupan Makanan 6.2.1 Ketersediaan pangan Menurut Natalia, dkk 2012 ketersediaan pangan keluarga akan dipengaruhi oleh faktor keterjangkauan jarak dan kemampuan daya beli keluarga terhadap bahan makanan. Apabila keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menyediakan makanan karena jarak tempuh untuk mendapatkan makanan tidak terjangkau atau tidak mampu membeli karena segi ekonomi, maka keluarga tersebut dikatakan tidak tahan pangan. Kondisi ketahanan pangan yang menurun, akan berakibat pada kurangnya pemenuhan gizi anggota keluarga. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa informan utama tidak memiliki lahan pertanian sehingga informan mendapatkan bahan makanan untuk keluarganya dengan cara membeli, baik membeli bahan makanan mentah ataupun makanan jadi. Sebagian besar informan membeli bahan makanan mentah untuk diolah karena lebih hemat untuk dikonsumsi oleh anggota keluarga yang banyak dibandingkan membeli makanan jadi. Jenis bahan makanan pokok yang sering dibeli adalah beras. Lauk pauk seperti tempe, tahu, telur, ikan teri. Sayuran seperti bayam, kangkung, sawi, sayur asem, toge. Buah-buahan jarang dibeli dan dikonsumsi. Susu seperti susu kental manis. Sedangkan informan yang membeli makanan jadi salah satunya adalah informan yang bekerja. Sebagian besar informan dari segi jarak tergolong mudah untuk mendapatkan bahan makanan, hal ini bukan berarti ketersediaan pangannya cukup, karena terbukti beberapa informan merasa enggan atau malas untuk berbelanja meskipun jaraknya dekat, hal ini dikarenakan informan merasa bosan karena harus selalu memasak jenis makanan yang sama setiap hari. Padahal jika informan kreatif, informan dapat membuat berbagai variasi makanan dengan bahan makanan yang biasa mereka beli seperti tempe, telur, tahu, bayam, sawi, susu dan sebagainya. Faktor lain yang menyebabkan keluarga informan mengalami kekurangan makanan adalah rendahnya daya beli keluarga karena faktor ekonomi. Keluarga merasa tidak mampu membeli makanan karena tidak mempunyai uang seperti buah-buahan, susu, atau sumber protein hewani seperti ikan, ayam, dan daging. Karena sebagian besar informan memiliki pendapatan kurang dari Upah Minimum Regional UMR yaitu berkisar antara Rp 800.000,- sampai Rp 1.700.000,- perbulan dan penghasilan tersebut sebagian besar dihabiskan untuk biaya sewa kontrakan, biaya sekolah anak, angsuran motor, rokok, dan keperluan lainnya, sehingga hanya tersisa sedikit untuk mencukupi kebutuhan makanan sehari-hari. Wora 2011 mengatakan bahwa rendahnya pendapatan dan banyaknya anggota keluarga juga menjadi pemicu kurangnya penyediaan makanan bagi anggota keluarga yang berpengaruh pada tingkat konsumsi energi Natalia, dkk, 2012. Sedangkan menurut Kristijono 2000 penghasilan adalah rendahnya daya beli masyarakat merupakan halangan utama yang akan berpengaruh terhadap asupan gizi keluarga baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sehingga kandungan gizi lengkap seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral jarang terpenuhi. Sebenarnya, meskipun daya beli masyarakat rendah kekurangan gizi dapat diatasi jika ibu tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang dimiliki. Penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun kuantitas makanan. Pengetahuan tentang kadar gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi memiliki nilai gizi yang tinggi. Sehingga disimpulkan bahwa ketersediaan pangan keluarga informan masih tergolong kurang. Hal ini disebabkan karena faktor daya beli informan dan pengetahuan yang kurang, sehingga tidak bisa memanfaatkan bahan makanan yang ada dengan baik. Sehingga diharapkan kepada pihak Puskesmas dapat memberikan pengetahuan mengenai contoh menu makanan sehat dan murah, serta memberikan motivasi kepada informan untuk dapat memberikan makanan bergizi terutama untuk balitanya.

6.2.2 Pemberian Makan

Menurut Lia Amalia dikutip oleh Komsatiningrum 2009 porsi makan bagi orang dewasa dan balita sangatlah jauh berbeda, porsi makan balita lebih sedikit karena aktivitasnya berbeda. Makanan selingan perlu diberikan kepada balita terutama jika porsi makan utama yang dikonsumsi belum mencukupi. Pemberian makanan selingan tidak boleh berlebihan karena akan mengakibatkan berkurangnya nafsu makan akibat terlalu kenyang makan makanan selingan atau snack. Dalam praktiknya porsi makan yang diberikan informan kepada balitanya biasanya sebanyak satu centong nasi dan balita sering menyisakannya sekitar 2-3 sendok. Hal ini karena informan terlalu mengikuti kemauan balita dan jika balita sudah tidak mau makan, informan tidak berusaha membujuk supaya balita mau menghabiskan makanannya. Orangtua hendaknya berdiskusi dengan anak tentang makanan yang tidak disukai, memberi banyak perhatian, membujuk anak untuk makan, dan menghidangkan makanan yang bervariasi. Selain itu, hampir semua informan membiarkan balitanya jajan tanpa diawasi. Padahal jajan dapat menyebabkan nafsu makan menurun, sehingga hal inilah yang menyebabkan porsi makan balita menjadi sedikit. Pengawasan orangtua yang baik akan menurunkan pilihan anak terhadap makanan tidak bergizi Almatsier, dkk. 2011 Dalam hal frekuensi makan, sebagian informan memberikan makan kepada balitanya sebanyak 2-3 kali sehari, bahkan dua informan hanya memberikan makan sebanyak 1-2 kali sehari dan terkadang

Dokumen yang terkait

Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

1 58 84

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 31 95

Analisis pola asuh gizi ibu terhadap balita kurang energi protein (KEP) yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan kabupaten Tangerang tahun 2010

9 80 325

Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil dan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2013-2015

0 7 140

Latar Belakang Tidak Meningkatnya Berat Badan Balita Setelah Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

0 33 259

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 0 12

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 0 2

HUBUNGAN ANTARA PRAKTIK PEMBERIAN MAKANANTAMBAHAN (PMT) DENGAN KENAIKAN BERAT BADAN BALITA

0 0 6

Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

0 2 25

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

0 1 7