Akibat-akibat Pelacuran Penanggulangan Pelacuran atau Prostitusi

f. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi kaum lemahwanita untuk tujuan-tujuan komersil. g. Ekonomi laissez-faire menyebabkan timbulnya system harga berdasarkan hukum “jual dan permintaan”, yang diterapkan pula dalam relasi seks. h. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar untuk mendapatkan kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita Ppanggilan bagi anak-anak gadis. 45

3. Akibat-akibat Pelacuran

Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran ialah sebagai berikut: a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, suami-suami yang tergoda pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga. c. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolensi. d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika ganja, morfin, heroin dll. 45 Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, h. 249-251 e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hokum dan agama. Terutama menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum, dan agama. f. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. g. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya; impotensi, ejakulasi premature, satiriasis dll. 46

4. Penanggulangan Pelacuran atau Prostitusi

Prostitusi sebagai masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia sampai sekarang dan selalu ada pada setiap tingkatan peradaban, perlu ditanggulangi dengan penuh kesungguhan. Usaha ini sangat sukar melalui proses dan waktu yang panjang, dan memerlukan pembiayaan yang besar. 47 Pada garis besarnya, usaha untuk mengatasi masalah tuna susila ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Usaha yang bersifat preventif. Usaha yang bersifat prefentif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Usaha ini antara lain berupa; 1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran; 2. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian, untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius, dan norma kesusilaan; 46 Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, h. 242-244 47 Kartini Kartono, h. 266 3. Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi bagi anak-anak puber dan adolesens, untuk menyalurkan kelebihan energinya; 4. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya serta mendapatkan upah atau gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup hariannya. 5. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga; 6. Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran yang dilakukan oleh beberapa instansi sekaligus mengikutsertakan potensi masyarakat lokal untuk membantu melaksanakan kegiatan pencegahan atau penyebaran pelacuran; 7. Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain yang merangsang nafsu seks; 8. Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya. 48 b. Tindakan yang bersifat represif dan kuratif. Sedangkan usaha yang represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menekan menghapuskan, menindas, dan usaha untuk menyembuhkan para wanita dari ketunasusilaannya untuk kemudian membawa mereka ke jalan benar. Usaha represif dan kuratif ini antara lain berupa: 48 Kartini Kartono, h. 267 1. Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan pengawasan atau kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan keamanan para prostitute serta lingkungannya; 2. Untuk megurangi pelacuran, diusahakan melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan resosialisasi ini dilakukan melalui: pendidikan moral, dan agama, latihan-latihan kerja dan pendidikan keterampilan agar mereka bersifat kreatif dan produktif; 3. Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tuna susila terkena razia; disertai dengan pembinaan yang sesuai dengan bakat dan minat masing-masing; 4. Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap untuk menjamin kesehatan para prostitute dan lingkungannya; 5. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan profesi pelacuran dan memulai hidup susila; 6. Mengadakan pendekatan pada pihak keluarga pelacur dan masyarakat asal mereka agar mereka mau menerima kembali bekas-bekas wanita tuna susila itu mengawali hidup baru. 49 49 Kartini Kartono, h. 268 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi Penelitian Metode penelitian merupakan teknik atau cara dalam pengumpulan fakta atau bukti yang dalam hal ini adalah perencanaan tindakan yang akan dilaksanakan serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian. 1 Berikut di bawah ini adalah tahapan-tahapan penelitian dalam karya ilmiah ini adalah :

A. 1. Lokasi

Tempat penelitian berlokasi di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya Jaya di Jl. Tat Twam Asi No. 47, Komplek Departemen Sosial, Kelurahan gedong Pasar Rebo, Jakarta Timur. Adapun alasan pemilihan lokasi itu didasari oleh pertimbangan sebagai berikut: 1. Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti. 2. Bertujuan untuk mengetahui bagaimana metode bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan para penyuluh agama di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta, sehingga mempermudah peneliti menganalisis data.

A. 2. Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian yang dilaksanakan di PSKW Mulya Jaya di mulai pada tanggal 09 Maret sd 22 Agustus 2011, pada pukul 10.00-15.00 WIB. 1 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998, h. 78