pergendakan. Sedangkan prostitue adalah pelacur atau sundal. Biasa dikenal dengan istilah WTS Wanita Tuna Susila.
41
Peraturan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, menyatakan tentang pelacur sebagai berikut:
“Pelacur, selanjutnya disingkat “P”, adalah mereka yang biasa melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan yang sah.
42
Kedua peraturan di atas menekankan masalah hubungan kelamin di luar pernikahan, baik dengan mendapat imbalan pembayaran maupun tidak.
Sedang Pasal 296 KUHP mengenai prostitusi tersebut menyatakan sebagai berikut:
“Barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah”.
43
Profesor W.A. Bonger dalam tulisannya Maatscchappellijke Oorzaken der Prostitutie
menulis definisi sebagai berikut: “Prostitusi
ialah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri dan
melakukan perbuatan-perbuatan
seksual sebagai
mata pencarian”.
44
2. Penyebab Timbulnya Pelacuran
Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain sebagai berikut:
41
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207
42
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207
43
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207
44
Prof. W.A Bonger, De Maatscchappellijke Oorzaken der Prostitutie, Verspreide Geschriften,
dell II, Amsterdam, 1950, Terjemahan B. Simajuntak, Mimbar Demokrasi, Bandung, April 1967.
a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak
ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. Yang dilarang dan
diancam dengan hukuman ialah: praktik germo Pasal 296 KUHP dan mucikari Pasal 506 KUHP. KUHP 506: Barang siapa yang
sebagai mucikari mengambil untung dari perbuatan cabul seorang perempuan, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya
satu tahun. Namun dalam praktik sehari-hari, pekerjaan sebagai mucikari itu selalu ditoleransi, secara inkonvensional dianggap sah
ataupun dijadikan sumber pendapatan dan pemerasan yang tidak resmi.
b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan
kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan. c.
Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo- germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan
seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna multipurpose untuk tujuan-tujuan komersialisasi diluar perkawinan.
d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan
pada saat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutar balikan nilai-nilai pernikahan sejati.
e. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum
wanita dan harkat manusia.
f. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya
mengeksploitasi kaum lemahwanita untuk tujuan-tujuan komersil. g.
Ekonomi laissez-faire menyebabkan timbulnya system harga berdasarkan hukum “jual dan permintaan”, yang diterapkan pula
dalam relasi seks. h.
Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta
pegawai pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar untuk mendapatkan kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita
Ppanggilan bagi anak-anak gadis.
45
3. Akibat-akibat Pelacuran