Jadi mental spiritual adalah cara manusia berfikir dan berperasaan dengan menggunakan nurani dan menyatukan antara jasmani dengan rohani,
dengan petunjuk agama sebagai pedoman hidupnya. Dengan demikian metode bimbingan mental spiritual adalah cara atau
teknik yang digunakan pada serangkaian kegiatan atau tuntunan untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan dan didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah,
demi terwujudnya kebahagiaan didunia dan kebahagiaan di akhirat kelak.
C. Penyandang Masalah Tuna Susila
1. Pengertian Tuna Susila
Tuna susila atau tindak susila itu diartikan sebagai kurang beradab karena keroyalan relasi seksualnya dalam bentuk penyerahan diri pada banyak
laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. Tuna susila juga bisa diartikan sebagai salah satu tingkah,
tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila.
39
Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya Tahun 1967, mengenai penanggulangan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut:
“Wanita Tuna Susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di luar pernikahan, baik dengan imbalan
jasa maupun tidak”.
40
Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-situere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan percabulan dan
39
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, h. 207
40
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207
pergendakan. Sedangkan prostitue adalah pelacur atau sundal. Biasa dikenal dengan istilah WTS Wanita Tuna Susila.
41
Peraturan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, menyatakan tentang pelacur sebagai berikut:
“Pelacur, selanjutnya disingkat “P”, adalah mereka yang biasa melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan yang sah.
42
Kedua peraturan di atas menekankan masalah hubungan kelamin di luar pernikahan, baik dengan mendapat imbalan pembayaran maupun tidak.
Sedang Pasal 296 KUHP mengenai prostitusi tersebut menyatakan sebagai berikut:
“Barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah”.
43
Profesor W.A. Bonger dalam tulisannya Maatscchappellijke Oorzaken der Prostitutie
menulis definisi sebagai berikut: “Prostitusi
ialah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri dan
melakukan perbuatan-perbuatan
seksual sebagai
mata pencarian”.
44
2. Penyebab Timbulnya Pelacuran